Hakim Yustisial MA Minta IKPI Ajukan Rumusan Tertulis Syarat Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Hakim Yustisial Mahkamah Agung Dr. Ayi Solehudin, S.H., M.H meminta Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) segera menyiapkan rumusan tertulis mengenai syarat ideal bagi kuasa hukum yang ingin beracara di Pengadilan Pajak. Rumusan tersebut akan dibahas dalam sejumlah forum resmi MA, termasuk revisi Buku Dua yang digelar pada 10–12 Desember 2025.

Dalam audiensi dengan pengurus pusat IKPI, di Gedung Sekretariat MA, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025), Ayi menegaskan bahwa MA membutuhkan masukan konkret dari pemangku kepentingan, terutama dari pihak-pihak yang selama ini terlibat langsung dalam penyelesaian sengketa perpajakan.

“Kalau bisa, sebelum tanggal 10 Desember sudah ada usulan tertulis dari IKPI. Itu sangat penting untuk pembahasan revisi Buku Dua dan penyusunan regulasi berikutnya,” jelas Ayi.

Ia menjelaskan bahwa model kuasa hukum Pengadilan Pajak tidak bisa mengikuti format advokat umum. Selain kompetensi hukum acara, kuasa hukum Pengadilan Pajak harus memahami substansi perpajakan dan kepabeanan secara mendalam.

“Pengadilan Pajak itu ada dua sisi: sisi hukumnya dan sisi teknis pajaknya. Dua-duanya harus terakomodir,” tegasnya.

Ayi menilai masukan IKPI sangat strategis untuk memastikan profesionalisme kuasa hukum tetap terjaga setelah Pengadilan Pajak resmi berada di bawah lingkungan MA.

Ia juga menekankan bahwa usulan IKPI harus bersifat inklusif dan mempertimbangkan berbagai profesi yang selama ini beracara di Pengadilan Pajak.

“Usulannya jangan hanya mengakomodir satu pihak. Advokat yang belum paham pajak perlu diberikan jalan melalui pelatihan, begitu juga sebaliknya untuk ahli pajak yang belum advokat. Harus dicari titik tengahnya,” katanya.

Dorongan Standar Kompetensi Baru

Ayi menyebut, ke depan, MA mempertimbangkan adanya syarat kompetensi tambahan, baik bagi advokat maupun konsultan pajak, guna memastikan kualitas kuasa hukum tetap terjaga.

Hal ini sejalan dengan informasi terbaru yang ia terima mengenai rencana penambahan persyaratan dalam aturan teknis pengadilan, termasuk kemungkinan standar sertifikasi baru.

“Sepertinya akan ada syarat tambahan terkait kompetensi. Bukan hanya brevet atau pendidikan formal, tapi sertifikasi yang lebih spesifik,” jelasnya.

Bahan Kajian untuk Perubahan Undang-Undang Pengadilan Pajak

Ayi juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2026, Pusat Penelitian dan Pengembangan MA (Puslitbang) akan mulai menyusun Naskah Akademik RUU Pengadilan Pajak. Masukan IKPI terkait syarat kuasa hukum berpeluang masuk dalam kajian tersebut.

“Kalau ada masukan tidak hanya soal syarat kuasa hukum, tapi juga terkait sinkronisasi undang-undang lainnya, itu bisa menjadi bahan Puslitbang,” katanya.

Dengan begitu, usulan IKPI bisa memberi dampak jangka panjang dalam pembentukan norma baru yang akan mengatur Pengadilan Pajak ketika sudah berada sepenuhnya di bawah MA.

IKPI Harus Aktif Menyusun Konsep

Ia kembali menegaskan agar IKPI segera menyiapkan dokumen resmi berisi:

• standar kompetensi minimal kuasa hukum,

• model sertifikasi yang diusulkan,

• penyetaraan antara ahli pajak dan advokat,

• serta penajaman Pasal 4 PMK 184/2017.

“Silakan susun saja versi IKPI tentang syarat kuasa hukum yang ideal. Itu akan sangat membantu kami dalam pembahasan di MA,” ujarnya.

Ayi menutup dengan penegasan bahwa MA berkomitmen menyerap masukan IKPI sebagai mitra strategis dalam penyelesaian sengketa perpajakan.

“Masukan IKPI akan menjadi pertimbangan penting. Tujuannya satu: memastikan kuasa hukum di Pengadilan Pajak benar-benar kompeten, adil, dan tidak menyulitkan pencari keadilan,” ujarnya. (bl)

en_US