DJP Catat Realisasi Restitusi Mei 2024 Rp 136 Miliar

Direktur P2Humas DJP, Kementeri Keuangan Dwi Astuti (tengah) bersama Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan (kanan) dan Sekretaris Umum IKPI Jetty, saat membuka sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Pemotongan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Tarif atas PP tersebut. Kegiatan ini dilakukan melalui aplikasi Zoom, yang diselenggarakan pada Selasa (23/1/2024). Acara tersebut dihadiri lebih dari 3.000 anggota IKPI dari berbagai daerah di Indonesia. (Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi restitusi pajak secara agregat mencapai Rp 136,61 triliun hingga akhir Mei 2024.

Hal tersebut disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti seperti dikutip dari Kontan.co.id, Sabtu (29/6/2024)

Dwi memerinci, berdasarkan jenis pajak, realisasi restitusi pada periode laporan didominasi oleh restitusi pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) sebesar Rp 104,94 triliun.

Selain PPN DN, restitusi pada periode laporan juga didominasi oleh restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 29,68 triliun.

“Perlu kami sampaikan, secara agregat total realisasi restitusi sampai dengan Mei 2024 adalah sebesar Rp 136,61 triliun,” ujar Dwi dalam keterangannya.

Sementara itu, rincian realisasi restitusi menurut sumbernya didominasi oleh restitusi normal sebesar Rp 78,06 triliun, restitusi dipercepat sebesar Rp 51,39 triliun dan restitusi upaya hukum sebesar Rp 7,15 triliun.

Sebagai informasi, realisasi penerimaan pajak pada periode Januari hingga 31 Mei 2024 tercatat Rp 760,38 triliun atau 38,23% dari target. Realisasi ini terkontraksi 8,44% year on year (yoy), tetapi lebih baik dibandingkan dengan periode April 2024 yang terkontraksi 9,29% yoy.

Baca Juga: Sri Mulyani Waspadai Turunnya Setoran Pajak dari Industri Pengolahan

Penurunan signifikan dalam penerimaan pajak terutama disebabkan oleh dua faktor, yaitu peningkatan restitusi dan penurunan pembayaran PPh Pasal 25/29 Badan.

“Restitusi yang lebih tinggi menunjukkan kewajiban pengembalian pajak yang lebih besar kepada wajib pajak, sedangkan penurunan pembayaran PPh Badan menandakan tantangan dalam kinerja korporasi dan kepatuhan pajak,” tulis Kemenkeu.

Berdasarkan komponennya, penurunan penerimaan pajak terjadi pada seluruh kelompok pajak, yaitu PPh, PPN dan PPnBM, serta PBB dan pajak lainnya.

PPh Non migas terealisasi 41,73% dari target atau Rp 443,72 triliun atau lebih rendah 8,90% yoy. Kinerja yang melambat disebabkan oleh realisasi PPh Badan yang turun signifikan, terutama yang berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pertambangan.

Di sisi lain, seluruh jenis pajak selain PPh Badan yang tergolong ke dalam PPh non migas mengalami pertumbuhan yang positif, seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 26 dan PPh Final.

Kemudian, capaian realisasi PPN dan PPnBM tercatat 34,80% dari target atau Rp 282,34 triliun.

“Meskipun terjadi peningkatan dalam pertumbuhan bruto (5,72% yoy), tetapi pertumbuhan neto menurun 6,10% yoy akibat kinerja PPN Dalam Negeri yang terkoreksi oleh restitusi yang signifikan,” kata Kemenkeu.

Kemenkeu menyadari bahwa langkah yang tepat perlu dilakukan untuk mencapai target penerimaan pajak yang challenging dalam APBN 2024.

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya dalam meningkatkan kepatuhan pajak, memperkuat basis pajak dan mengoptimalkan proses restitusi.

Optimalisasi proses restitusi dimasudkan untuk menghindari kesalahan, mempercepat proses, dan memastikan bahwa restitusi yang diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.  (bl)

en_US