Direktur Perusahaan Solar di Palopo Ditahan, Diduga Gelapkan PPN Hampir Rp 2 Miliar

Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kejaksaan Negeri Makassar resmi menahan Direktur PT Ghina Jaya Petroleum, Muhammad Syarifuddin (40), terkait dugaan penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai lebih dari Rp 1,8 miliar. Penahanan dilakukan setelah berkas perkara dan barang bukti dilimpahkan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra), Senin (10/11/2025).

“Tersangka sudah kami tahan di Lapas Makassar setelah proses tahap dua selesai,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Makassar, Arifuddin Achmad.

Kasus ini bermula dari aktivitas perusahaan yang menjual solar industri kepada sejumlah konsumen, antara lain PT Esaputlii Prakasa Utama, PT Wosindo Perkasa, PT Hoffmen Internasional, hingga PT Sentral Indotama Energi. Dalam transaksi Januari–Maret 2023, perusahaan memungut PPN 11 persen dari pembeli seperti halnya perusahaan lain yang taat pajak.

Total PPN yang terkumpul mencapai Rp 1,99 miliar, dan seluruh pembayaran tersebut masuk ke rekening PT Ghina Jaya Petroleum bersama nilai pembelian solar serta ongkos distribusinya. Namun alih-alih disetorkan ke kas negara, uang tersebut justru ditransfer oleh tersangka ke rekening pribadinya.

Dana itu kemudian dipakai untuk kembali menjalankan bisnis penjualan solar, sehingga pajak yang seharusnya menjadi hak negara tidak pernah disetorkan. Kerugian negara akibat tindakan itu ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar.

Penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d, dan i Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Hukuman maksimalnya enam tahun penjara, ditambah denda dua hingga empat kali lipat dari nilai pajak yang tidak dibayarkan.

“Tersangka akan segera kami ajukan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tutur Arifuddin.

Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, YFR Hermiyana, menegaskan bahwa kasus ini menjadi bukti keseriusan otoritas pajak menindak pelaku manipulasi pajak. Menurutnya, penindakan tegas penting untuk menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

“Penegakan hukum ini kami lakukan untuk menimbulkan efek jera. Pajak seharusnya disetorkan ke negara, bukan dijadikan modal usaha pribadi,” ujarnya.

Hermiyana menambahkan bahwa DJP terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum agar proses penanganan perkara dilakukan profesional dan transparan. Ia menegaskan pemidanaan adalah opsi terakhir, namun tetap harus diterapkan bila pelanggaran dilakukan secara sengaja.

“Tujuan akhir kami adalah keadilan, integritas, dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan,” kata Hermiyana. (alf)

en_US