Beberapa waktu lalu penulis melakukan penjelajahan ke Majalengka lereng timur Gunung Ciremai. Penulis menapaki bukit-bukit di sana dan menelusuri sungai yang masih jernih. Penulis mampir dan melakukan observasi dibeberapa desa yang dilintasi penjelajahan.
Namun yang paling menarik dari desa-desa di sana adalah jalan-jalan yang mulus sampai kepelosok-pelosok. Sistem pengairan disana juga luar biasa menarik karena tertata dengan baik sehingga sawah di sana dipenuhi padi yang menguning juga ladang daun bawang yang menghijau, sangat sedap dipandang mata.
Ketika penulis bertanya rupanya, proyek jalan dan juga tata lingkungan yang indah dan apik dibangun oleh CSR salah satu institusi negara yang sangat peduli terhadap lingkungan dan alam. Angkat topi deh buat mereka karena memberikan banyak manfaat dengan membangun infrastruktur di desa terebut.
Sebenanya bagaimana sih, aspek pajak jika perusahaan melakukan CSR dalam bentuk lingkungan, penulis mencoba menyorotinya. Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang tersebut mengatur bahwa
“Perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib dilakukan Corporate Social Responsibility”. Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk balas budi perusahaan untuk menjaga keseimbangan lingkungan.
Pada prinsip CSR bisa menjadi Deductible Expenses (biaya yang dapat dibiayakan secara pajak), CSR yang Dikategorikan sebagai Deductible Expense 1) Biaya promosi dan penjualan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Agar dapat menjadi deductible expense, biaya promosi yang termasuk CSR ini harus memenuhi kriteria sebagaimana yang terdapat dalam PMK No.2/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, yaitu terdapat daftar nominatif. 2). Biaya pengolahan limbah. 3). Biaya beasiswa, magang dan pelatihan. Biaya CSR berupa beasiswa, magang, dan pelatihan yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, maupun pihak lainnya dapat menjadi deductible expense dengan mempertimbangkan batas kewajaran.
Apabila terdapat indikasi tidak wajar, seperti adanya hubungan istimewa, maka atas biaya di luar batas wajar tersebut tidak diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto. 4). Sumbangan yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 Tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Pada prinsipnya, CSR adalah biaya yang dapat diakui secara pajak. Semoga perusahaan-perusahaan menjadi tertarik dengan aktivitas CSR yang akan membantu masyarakat setempat dan tentunya akan memberikan amal kebaikan yang dicatat oleh Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa.
Diakhir tulisan ini penulis terkenang kata-kata almarhum Soe Hok Gie Pendiri Mapala Univesitas Indonesia “Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan-slogan.
Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal akan objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.” Ya kegiatan CSR adalah perwujudan dari kalimat tersebut.
Penulis adalah Anggota Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI
Dr. Irwan Wisanggeni
Email: irwanwisanggeni@yahoo.co.id
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pemikiran pribadi penulis