IKPI, Jakarta: Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, untuk mulai memungut pajak kekayaan dari segelintir orang superkaya di Indonesia. Berdasarkan kajian Celios, kebijakan ini berpotensi menambah pundi-pundi negara hingga Rp81,56 triliun setiap tahunnya.
Hitungan Celios berangkat dari estimasi kekayaan terendah 50 orang terkaya di Indonesia, yakni Rp15 triliun per orang, dengan rata-rata kekayaan mencapai Rp159 triliun. Dengan tarif pajak kekayaan yang diasumsikan hanya 2 persen, penerimaan negara sudah bisa menembus puluhan triliun rupiah.
“Memajaki hanya 2 persen aset dari 50 orang superkaya saja sudah menghasilkan lebih dari Rp81 triliun. Padahal, data terakhir mencatat ada hampir 2.000 orang superkaya di Indonesia. Artinya, potensi riilnya jauh lebih besar,” ujar Media saat peluncuran riset “Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang”, Selasa (12/8/2025).
Pajak kekayaan, jelasnya, merupakan instrumen progresif yang dikenakan atas total kekayaan bersih individu, termasuk tanah, properti, saham, kendaraan, karya seni, dan simpanan rekening. Tujuannya bukan memajaki produktivitas, tetapi mengendalikan konsentrasi kekayaan yang berlebihan, sekaligus memperbaiki ketimpangan distribusi ekonomi.
Celios menegaskan, ide ini selaras dengan pemikiran ekonom dunia seperti Thomas Piketty, Emmanuel Saez, dan Gabriel Zucman yang merekomendasikan pajak kekayaan progresif dan transparan di tengah melonjaknya konsentrasi aset secara global.
Namun, Indonesia hingga kini belum memiliki skema pajak kekayaan yang komprehensif. Pajak atas aset memang ada, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hingga PPh final dividen. Tetapi, seluruh aset bersih individu belum menjadi objek pajak secara menyeluruh.
Keterbatasan kapasitas administrasi perpajakan dan resistensi dari elite ekonomi disebut sebagai tantangan utama. Media menilai, integrasi data aset nasional menjadi prasyarat penting, meliputi sistem informasi properti (SIP), Samsat, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), hingga fasilitas AKSes di pasar modal. Penguatan audit dan sanksi tegas juga perlu dilakukan agar kebijakan tidak mandek.
“Pajak kekayaan akan membuat sistem perpajakan lebih adil dan mengurangi beban pajak masyarakat umum, yang selama ini terlalu mengandalkan pajak regresif seperti PPN,” tambahnya.
Selain pajak kekayaan, Celios juga mendorong pemerintah mencari sumber penerimaan berkeadilan lainnya, termasuk pajak karbon, pajak produksi batu bara, hingga skema debt swap untuk mendukung transisi energi bersih dan pelestarian keanekaragaman hayati. (alf)