BRIN Turun Tangan Kajia Redenominasi Rupiah, Mulai Diskusi Awal dengan Presiden Prabowo

IKPI, Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memastikan siap terlibat dalam kajian strategis mengenai redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah. Kebijakan yang berpotensi memangkas tiga nol dalam harga barang dan uang rupiah itu disebut akan diperdalam melalui riset sebelum pemerintah mengambil keputusan.

Kesiapan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BRIN Arif Satria usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Arif menegaskan bahwa lembaganya akan memberikan rekomendasi kebijakan berbasis riset apabila pemerintah memprioritaskan isu redenominasi.

“Ya tentu. Segala isu strategis yang menjadi concern pemerintah, Insyaallah BRIN siap memberikan kontribusi berupa rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya dilakukan,” ujar Arif kepada wartawan, Senin (24/11/2025).

Kedatangan Arif ke Istana terjadi tak lama setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga terlihat memasuki kompleks Istana. Arif tidak menampik adanya kemungkinan pembahasan awal mengenai redenominasi dalam pertemuannya dengan Presiden.

“Ya hari ini kita mengawali diskusi dengan Pak Presiden,” ucapnya.

Makan Waktu Enam Tahun

Sebelumnya, Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan waktu cukup panjang untuk menjalankan redenominasi secara penuh. Ia memperkirakan seluruh tahapan dapat memakan waktu 5–6 tahun sejak Undang-Undang (UU) Redenominasi disahkan.

Tahapan itu dimulai dari penerbitan UU Perubahan Harga Rupiah sebagai landasan utama. Tanpa payung hukum tersebut, seluruh proses tidak dapat berjalan.

“Dari sejak UU sampai selesai, kira-kira butuh 5–6 tahun,” kata Perry dalam rapat dengan Komite IV DPD RI, Senin (17/11/2025).

Setelah UU diterbitkan, pemerintah perlu menyiapkan aturan transparansi harga. Regulasi ini penting untuk menjaga kejelasan harga barang dan memastikan masyarakat tidak salah memahami bahwa redenominasi tidak mengubah nilai barang.

“Harus ada peraturan mengenai transparansi harga. Ini sangat penting agar masyarakat tidak bingung selama transisi,” jelas Perry.

Tahap berikutnya adalah penyusunan desain sekaligus pencetakan uang baru oleh Bank Indonesia. Setelah itu, barulah masuk ke masa transisi ketika uang lama dan uang baru beredar bersamaan.

“Itu harus berjalan beriringan. Bisa beli kopi pakai uang lama, bisa pakai uang baru, harganya sama,” imbuh Perry.

Dengan BRIN dan BI mulai membuka ruang diskusi, isu redenominasi kembali mengemuka di tengah upaya pemerintah memperkuat stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap rupiah. Meski begitu, keputusan final masih menunggu kesiapan regulasi dan kesepakatan politik di tingkat pemerintah pusat.

BRIN memastikan pihaknya siap mendukung dengan kajian ilmiah yang mendalam, sementara BI telah memaparkan peta jalan teknis yang perlu ditempuh. Apabila proses ini benar-benar berjalan, Indonesia memasuki era baru pencatatan harga, di mana Rp1.000 dapat berubah menjadi Rp1, tanpa mengubah daya beli masyarakat. (alf)

en_US