IKPI, Jakarta: Pemerintah masih mengantongi anggaran jumbo senilai Rp 2.121 triliun yang siap digelontorkan dalam enam bulan terakhir 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa belanja negara ini akan difokuskan untuk mengerek laju pertumbuhan ekonomi nasional, asalkan penggunaannya tepat sasaran dan bebas dari praktik korupsi.
“APBN pada semester kedua ini masih memiliki ruang belanja Rp 2.121 triliun. Ini akan kita dorong untuk dibelanjakan hingga akhir tahun guna menjaga momentum pertumbuhan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (5/8/2025).
Salah satu upaya untuk menjaga geliat ekonomi yakni lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diproyeksikan mencapai Rp 287,8 triliun hingga akhir tahun. Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan tambahan stimulus ekonomi sebesar Rp 10,8 triliun pada kuartal III.
“Stimulus ini kami harapkan bisa mendorong aktivitas ekonomi di Juli dan menjaga momentumnya hingga Agustus,” ujarnya.
Namun, Menkeu menekankan bahwa besarnya anggaran bukan jaminan jika tak diiringi dengan pengelolaan yang baik. Ia mengingatkan seluruh pihak agar belanja APBN dijalankan dengan tata kelola yang akuntabel.
“Yang penting adalah kualitas belanja, bukan hanya kuantitas. Tidak boleh ada penyimpangan atau korupsi. Angka Rp 2.121 triliun harus betul-betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tegasnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga mengungkap potensi pelebaran defisit APBN 2025 yang diperkirakan mencapai Rp 662 triliun atau setara 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih besar dari target awal yang hanya 2,53%.
“Defisit ini memang melebar, tapi masih dalam batas yang dapat dikelola,” jelasnya saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (1/7/2025).
Hingga akhir Juni 2025, realisasi defisit tercatat sebesar Rp 204,2 triliun atau 0,84% dari PDB. Pelebaran ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak.
Sri Mulyani memproyeksikan pendapatan negara hingga akhir tahun hanya mencapai Rp 2.865,5 triliun, lebih rendah dari target Rp 3.005,1 triliun. Sedangkan belanja negara diperkirakan mencapai Rp 3.527,5 triliun, sedikit lebih rendah dari estimasi awal Rp 3.621,3 triliun.
“Pada kuartal pertama 2025, tekanan terbesar datang dari sisi penerimaan negara, terutama pajak,” jelasnya.
Belanja Jadi Kunci Pemulihan
Di tengah ketidakpastian global dan tekanan fiskal, pemerintah menaruh harapan besar pada belanja negara sebagai motor penggerak ekonomi. Dengan catatan, setiap rupiah yang dibelanjakan harus menghasilkan multiplier effect yang nyata bagi rakyat.
“APBN harus jadi instrumen fiskal yang efektif. Kami ingin memastikan belanja negara bukan hanya terserap, tapi juga produktif dan berkualitas,” kata Sri Mulyani. (alf)