Indef Tegaskan Pertumbuhan Ekonomi Butuh Dorongan Tambahan

IKPI, Jakarta: Ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi sepanjang 2025 dinilai memberi tekanan nyata pada perekonomian Indonesia. Dampaknya paling terasa pada konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat, yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan nasional. Pemulihan ekonomi dunia yang belum tuntas pascapandemi, ditambah gejolak perdagangan internasional, membuat perekonomian domestik membutuhkan dorongan tambahan agar laju pertumbuhan tetap terjaga.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menuturkan, perlambatan ekonomi global sudah merembet ke dalam negeri. Meski pertumbuhan Indonesia masih bertahan di kisaran 5%, tanda-tanda pelemahan mulai tampak pada sisi konsumsi.

“Kalau dilihat komponennya, ada kecenderungan konsumsi ikut melambat. Porsi pengeluaran konsumsi yang dulu sekitar 60%, sekarang cenderung turun mendekati 50%,” ujar Eisha dalam diskusi publik Catatan Akhir Tahun Indef: Liburan di Tengah Tekanan Fiskal, Senin (29/12/2025).

Pada kuartal III 2025, ekonomi Indonesia tumbuh 5,04%. Namun, untuk menjaga momentum hingga kuartal IV 2025 dan memasuki 2026, menurut Eisha, diperlukan tambahan stimulus dari konsumsi domestik. Pelemahan konsumsi, katanya, sejalan dengan turunnya kepercayaan konsumen akibat daya beli yang tergerus sepanjang tahun.

Di sektor ketenagakerjaan, angka pengangguran memang membaik. Namun, meningkatnya pekerja di sektor informal menandakan kualitas pekerjaan belum sepenuhnya meningkat, sehingga kesejahteraan masyarakat masih menghadapi tantangan.

Eisha menambahkan, lemahnya konsumsi domestik juga tidak lepas dari penurunan kepercayaan konsumen global. Kenaikan harga berbagai komoditas mulai dari kedelai, minyak, gandum hingga mineral membuat permintaan dunia melemah. Kondisi ini diperberat oleh kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat yang menekan rantai pasok internasional.

“Tarif tersebut memicu kenaikan harga komoditas dan bahan baku. Ketidakpastian nilai tukar juga tinggi, sehingga biaya impor semakin mahal,” jelasnya.

Dengan terganggunya rantai pasok dan meningkatnya risiko perdagangan, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia belum akan kembali ke level prapandemi. OECD memperkirakan ekonomi global tumbuh sekitar 3,2% pada 2024–2025, sementara IMF memproyeksikan angka serupa pada 2025. Memasuki 2026, pertumbuhan bahkan diperkirakan melandai ke kisaran 2,9–3,1% akibat tingginya tensi perang dagang, potensi kenaikan inflasi, perubahan struktur tenaga kerja, hingga disrupsi teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI).

Meski berada di bawah tekanan, Eisha menilai ekonomi global masih menunjukkan ketahanan.

“Di tengah ketidakpastian, ekonomi dunia tetap berusaha tumbuh, meski belum mampu kembali ke tingkat sebelum pandemi,” tutupnya. (alf)

en_US