IKPI Tekankan Peran Strategis dalam Mendorong Keadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, membuka Diskusi Panel bertajuk “Dibalik Harta Konglomerat: Menemukan Celah Keadilan Pajak” yang diselenggarakan secara Hybrid di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan dan Zoom Meeting, Jumat (28/11/2025). Diskusi ini menyampaikan pesan kuat mengenai pentingnya keadilan pajak dalam membangun kepatuhan sukarela masyarakat.

Dalam sambutannya, Nuryadin menyampaikan apresiasi kepada para narasumber dan moderator, termasuk jurnalis Kontan Dendy Siswanto, Kepala KPP Wajib Pajak Besar IV yang diwakili Budi Arfandi, Ketua Departemen FGD IKPI Suwardi Hasan, serta moderator Esther Istianovanti yang memandu jalannya diskusi.

Dalam sambutannya, mewakili Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, ia menekankan bahwa pemberitaan mengenai aktivitas dan kajian IKPI kini semakin masif dan menjadi rujukan masyarakat luas.

“Setiap kita buka Google, pasti muncul berita-berita internal dan eksternal di website resmi IKPI. Bahkan teman-teman dosen di Universitas Indonesia (UI) di mana saya juga selaku pengajar di kampus tersebut, juga bilang, ‘Pak Nur, berita IKPI sekarang bagus sekali, informatif,” ujarnya.

Ia berharap hasil diskusi kali ini juga bisa dikutip berbagai platform media sehingga lebih banyak pihak memahami perspektif dunia konsultan pajak.

Menurutnya, eksposur publik semacam itu membantu pejabat pemerintah memperoleh sudut pandang independen dari kalangan profesional perpajakan.

Keadilan Pajak sebagai Pondasi Kepatuhan Sukarela

Mengangkat tema panel yang membahas harta konglomerat dan celah keadilan pajak, Nuryadin menilai diskusi tersebut menjadi momentum penting untuk mendorong perubahan paradigma perpajakan.

“Kita mencari keadilan pajak. Ketika keadilan sudah ditemukan, maka definisi pajak yang memuat unsur ‘memaksa’ dalam undang-undang perlu dievaluasi,” ujarnya.

Ia mengutip pandangan sejumlah tokoh diantaranya, Adam Smith dengan Bukunya Four Maxim yang mengupas tentang keseimbangan dan keadilan dalam pemungutan pajak dan juga mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menekankan bahwa voluntary compliance adalah masa depan perpajakan bahkan kerap dibandingkan dengan konsep zakat yang berbasis keikhlasan.

“Jika wajib pajak merasa adil, maka kepatuhan itu tumbuh tanpa paksaan,” tambahnya.

Kontribusi IKPI dalam Kebijakan Perpajakan

Nuryadin juga menegaskan bahwa IKPI konsisten menjadi mitra strategis DJP sekaligus intermediary antara pemerintah dan wajib pajak.

“Contoh UMKM tarif 0,5 persen, kita ikut memberikan masukan. Begitu juga soal Coretax dan berbagai kelemahan sistem, tetap kita sampaikan secara konstruktif,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa peran IKPI kini semakin dibutuhkan dalam sistem self-assessment, terutama untuk memberikan edukasi di “ujung tombak” agar tercipta kepatuhan sukarela. Saat ini, 40–50 persen peserta PPL IKPI bahkan berasal dari kalangan umum, menunjukkan meningkatnya kepercayaan publik.

Kegiatan Padat, Semangat Tak Surut

Nuryadin juga menuturkan betapa padatnya aktivitas organisasi belakangan ini. “Baru dua hari pulang dari Nepal, langsung ke Mataram, lalu Bekasi. Besok pagi saya harus terbang lagi ke Semarang memenuhi undangan dari Cabang Tegal,” ungkapnya.

Ia menyebut mobilitas tinggi tersebut sebagai bagian dari komitmen IKPI untuk terus menyemangati cabang-cabang agar berkontribusi bagi masyarakat.

Diskusi panel ini diharapkan menjadi ruang penting bagi para praktisi, akademisi, dan otoritas pajak untuk menggali langkah-langkah strategis dalam menciptakan keadilan pajak sebuah isu yang semakin relevan di tengah tuntutan transparansi dan pemerataan ekonomi. (bl)

en_US