MUI Desak Evaluasi Pajak Progresif PKB dan PBB: Keadilan Wajib Pajak Harus Jadi Prioritas Negara

IKPI, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa sistem perpajakan nasional harus diarahkan kembali pada prinsip keadilan dan kemampuan wajib pajak. Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan beban pajak progresif yang semakin tinggi telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan dapat menjauhkan sistem perpajakan dari tujuan kesejahteraan.

“MUI merekomendasikan agar beban perpajakan dikaji ulang, khususnya pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar,” ujar Asrorun dalam Munas XI MUI di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, pemerintah sering melakukan penyesuaian pajak tanpa analisis mendalam mengenai dampaknya terhadap masyarakat. Ia menyoroti beberapa jenis pajak yang dinilai berpotensi menimbulkan ketimpangan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

“Kemendagri dan pemerintah daerah harus mengevaluasi aturan berbagai pajak yang sering kali dinaikkan hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan,” tegasnya.

Asrorun mengingatkan bahwa pajak merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat kepada negara, sehingga pemerintah harus memastikan bahwa wajib pajak tidak diperlakukan sebagai objek semata, melainkan sebagai mitra dalam pembangunan.

Ia menambahkan, keadilan pajak bukan hanya soal tarif, tetapi juga penggunaan anggaran. Pemerintah diminta memperkuat pengelolaan kekayaan negara, dan memastikan penerimaan perpajakan kembali kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik yang nyata.

“Pemerintah harus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak mafia pajak demi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

MUI menekankan bahwa reformasi perpajakan bukan sekadar teknis fiskal, tetapi termasuk dimensi etika pengelolaan negara. Ketika kepercayaan publik terbangun melalui penggunaan anggaran yang transparan dan tepat sasaran, kepatuhan pajak akan meningkat secara alami. (alf)

en_US