Dari Foto Bongkar Kapal hingga Transfer Antar Rekening: Catur Rini Bicara Tantangan Pembuktian PPN dan Ekspor

IKPI, Jakarta: Tantangan dalam membuktikan kebenaran transaksi pajak, terutama yang berkaitan dengan ekspor dan PPN, masih menjadi pekerjaan besar bagi aparat pajak maupun wajib pajak. Hal ini diungkapkan Kakanwil DJP Jabar 3 (tahun 2018 sd 2021) Catur Rini Widosari, mantan pejabat tinggi DJP, saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi” di Gedung IKPI Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (24/10/2025).

Dalam paparannya, Catur menceritakan sejumlah kasus nyata di mana form dan substance saling bertolak belakang. Ia mencontohkan transaksi yang diklaim sebagai ekspor di luar daerah pabean, padahal bukti fisiknya tidak dapat diverifikasi. “Kontraknya ada, dokumennya lengkap. Tapi bagaimana membuktikan bahwa barang benar-benar diserahkan di luar 200 mil pantai? Foto saja tidak cukup,” ujarnya.

Menurut Catur, contoh semacam itu menunjukkan betapa pentingnya pembuktian substansial dalam setiap transaksi. Ia menekankan bahwa keabsahan pajak tidak cukup hanya dengan memenuhi syarat formalitas dokumen, tetapi harus dapat menunjukkan bukti ekonomi yang nyata. “Legal form hanya menunjukkan niat, tapi substance memperlihatkan kenyataan,” katanya.

Ia menambahkan, di era digital seperti sekarang, pembuktian transaksi menjadi lebih kompleks sekaligus lebih mudah. Otoritas pajak kini dapat mengakses data perbankan, laporan keuangan lintas negara, serta informasi beneficial ownership melalui skema pertukaran data global. “Dulu tracing aliran dana butuh waktu berbulan-bulan, sekarang dengan data EOI bisa langsung terlihat siapa yang sebenarnya menerima uang itu,” ujar Catur.

Namun, Catur mengingatkan bahwa kemudahan memperoleh data tidak serta-merta menjamin ketepatan analisis. Setiap data harus diuji konteksnya: apakah sesuai dengan kontrak, dengan realitas bisnis, dan dengan logika ekonomi. “Data tanpa analisis bisa menyesatkan. Jangan sampai alat bukti digital digunakan tanpa pemahaman konteksnya,” pesannya.

Catur juga menyoroti bahwa proses pembuktian tidak hanya tanggung jawab wajib pajak. Fiskus pun harus mampu menunjukkan bukti dan argumentasi yang solid. “Jangan cuma ngomong ‘ini tidak benar’ tanpa data pendukung. Fiskus juga harus punya bukti,” ujarnya.

Dalam konteks sengketa, lanjutnya, banyak kasus yang sesungguhnya hanya masalah waktu pengakuan pendapatan atau beban, bukan penghindaran pajak. “Kadang cuma beda timing saja, yang seharusnya dibayar di 2026 tapi dicatat 2028. Itu bukan niat menghindar, tapi perbedaan interpretasi,” katanya.

Ia menilai, prinsip substance over form bukan berarti meniadakan form, melainkan menempatkannya secara proporsional. Ia berharap pendekatan ini bisa memperkuat kepastian hukum sekaligus mendorong keadilan bagi wajib pajak. “Substansi ekonomi harus jadi inti penilaian, tapi jangan abaikan bentuk hukumnya. Keduanya harus berjalan bersama,” tutupnya. (bl)

 

en_US