Shadow Economy Disebut Jadi Biang Bocornya Pajak, Pemicu Utamanya Tarif Pajak

IKPI, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Rianto Abimail, mengupas tuntas persoalan shadow economy dalam Diskusi Panel bertajuk “Tepatkah Menargetkan Shadow Economy sebagai Cara Meningkatkan Penerimaan Pajak?” yang digelar secara hybrid di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, serta melalui Zoom Meeting pada Jumat (26/9/2025).

Dalam paparannya, Rianto menjelaskan bahwa shadow economy atau ekonomi bayangan adalah aktivitas ekonomi yang berjalan di luar pengawasan negara. Aktivitas ini tidak tercatat secara resmi, tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak, dan sulit terdeteksi oleh aparat.

“Shadow economy adalah aktivitas ekonomi yang disembunyikan. Karakteristik utamanya dilakukan secara tunai, informal, dan di luar sistem resmi negara. Karena itu, penerimaan pajak sangat berpotensi bocor,” ujar Rianto.

Mengutip hasil EY Shadow Economic Expose 2025, Rianto menjelaskan bahwa shadow economy mencakup lima kategori, aktivitas tersembunyi untuk menghindari pajak, kegiatan informal tanpa pencatatan, aktivitas ilegal seperti judi online dan narkoba, produksi rumah tangga untuk konsumsi sendiri, serta lemahnya basis data pemerintah.

Ia menambahkan, hasil penelitian Prof. Dr. Patrick Schneider dan Dr. Alban Aslan menunjukkan bahwa faktor utama tumbuhnya shadow economy adalah tarif pajak yang tinggi, regulasi berbelit, dan lemahnya institusi negara.

“Kalau sistem perpajakan sulit, tarif tinggi, dan pengawasan tidak konsisten, wajib pajak justru terdorong masuk ke shadow economy. Dampaknya bukan hanya pada penerimaan negara, tetapi juga memunculkan distorsi persaingan usaha dan menurunkan minat investasi investor asing,” tegas Rianto. (bl)

en_US