IKPI, Jakarta: Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta waktu transisi minimal satu tahun sebelum implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang mewajibkan marketplace menjadi pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari para pedagang daring.
Permintaan tersebut mendapat tanggapan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyatakan bahwa proses penyusunan PMK 37/2025 telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan melalui pendekatan meaningful participation.
“Sejak tahap awal, kami telah berkomunikasi secara intensif dengan pelaku industri, termasuk idEA. Regulasi ini tidak lahir tiba-tiba, melainkan hasil dialog terbuka dan kolaboratif,” kata Rosmauli, Senin (28/7/2025).
Tak hanya dengan idEA, Rosmauli menambahkan bahwa diskusi serupa juga telah digelar bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), serta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Setelah peraturan ditetapkan, DJP aktif melakukan sosialisasi agar pemahaman dan kesiapan pelaku usaha bisa merata.
“Tujuan kami bukan semata-mata meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memastikan pelaksanaan yang tertib dan efisien. Oleh karena itu, ruang dialog akan tetap terbuka,” tegasnya.
Senada dengan Rosmauli, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menegaskan bahwa PMK 37/2025 tidak langsung berlaku begitu diundangkan pada 14 Juli 2025. Penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 akan dilakukan secara bertahap, bergantung pada kesiapan teknis masing-masing platform.
“Kami sudah berdiskusi dengan beberapa marketplace besar, mereka butuh waktu untuk penyesuaian sistem. Mungkin satu sampai dua bulan ke depan baru dimulai penunjukannya,” ujar Hestu dalam media briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta (15/7/2025).
DJP juga sedang mengembangkan aplikasi khusus untuk memudahkan marketplace dalam menyetor pajak dari pedagang daring ke kas negara. Untuk tahap awal, penunjukan hanya akan dilakukan terhadap marketplace berskala besar, dengan pertimbangan kematangan infrastruktur digital dan jumlah pedagang yang aktif.
“Marketplace kecil belum kami tunjuk dulu. Kalau belum siap, nanti malah merchant pindah semua ke sana dan marketplace besar dirugikan. Kami akan pastikan transisi berjalan adil dan sistemnya matang,” jelas Hestu.
Dengan pendekatan bertahap dan dukungan teknis, DJP berharap pelaksanaan PMK 37/2025 dapat berlangsung lancar tanpa mengganggu ekosistem perdagangan digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia. (alf)