Penurunan Tarif Impor AS Diklaim Berdampak Positif pada Industri Alas Kaki dan Ekspor RI

IKPI, Jakarta: Penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk asal Indonesia dari 32% menjadi 19% menuai respons positif dari pelaku usaha nasional. Kebijakan ini dinilai akan memberikan dorongan besar bagi sektor industri padat karya, terutama alas kaki, yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor nonmigas Indonesia ke Negeri Paman Sam.

Langkah ini diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump sebagai bagian dari kesepakatan dagang terbaru antara kedua negara. Sebagai timbal balik, Indonesia menyetujui masuknya sejumlah produk asal AS tanpa bea masuk, sebuah bentuk tarif resiprokal yang menandai babak baru hubungan dagang bilateral.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Yoseph Billie Dosiwoda, menyambut baik keputusan tersebut. Menurutnya, penurunan tarif tersebut merupakan peluang strategis untuk memperkuat daya saing produk dalam negeri, sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

“Industri alas kaki Indonesia menyerap sekitar 960 ribu tenaga kerja langsung di Pulau Jawa, dan sekitar 1,3 juta pekerja pendukung. Dengan tarif baru ini, ekspor kami ke AS yang pada 2024 mencapai USD 2,39 miliar diharapkan dapat tumbuh signifikan,” ungkap Yoseph, Sabtu (19/7/2025).

Ia menambahkan, dengan tarif 19%, produk Indonesia akan lebih kompetitif dibandingkan negara pesaing seperti Kamboja (36%), Thailand (36%), Malaysia (25%), hingga Jepang dan Korea Selatan (masing-masing 25%).

Namun Yoseph menegaskan, potensi ini hanya akan maksimal jika dibarengi reformasi di dalam negeri. Ia mendorong pemerintah untuk mempercepat deregulasi lintas sektor, menyederhanakan perizinan, dan mendorong kebijakan energi terjangkau, seperti insentif penggunaan panel surya oleh industri.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, juga menilai kebijakan tarif baru ini sebagai langkah positif untuk menjaga daya saing ekspor nasional, khususnya pada sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan perikanan.

Namun ia mengingatkan bahwa negara pesaing masih terus bernegosiasi dengan AS. “Kita perlu terus mencermati perkembangan global agar tidak kecolongan. Persaingan bisa bergeser sewaktu-waktu,” kata Shinta.

Terkait bebas tarif untuk produk AS yang masuk ke Indonesia, Shinta menjelaskan sebagian besar produk tersebut memang sudah dikenai tarif rendah. Meski begitu, Apindo tetap akan mengkaji dampaknya secara sektoral.

“Apindo akan mengkonsolidasikan pelaku usaha ekspor untuk merumuskan langkah adaptasi dan strategi mitigasi. Termasuk memperluas ekspor ke pasar non-tradisional dan mempercepat agenda reformasi ekonomi di dalam negeri,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya kepastian regulasi, efisiensi logistik, dan daya saing energi agar manfaat dari kebijakan ini bisa dirasakan maksimal.

“Penurunan tarif ini bukan jaminan sukses otomatis. Yang terpenting adalah kesiapan struktural dan keberlanjutan reformasi agar industri kita tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh di tengah dinamika global,” pungkas Shinta. (alf)

 

Insentif Pajak di IKN Sepi Peminat, Baru 7 Wajib Pajak Ajukan Fasilitas

IKPI, Jakarta: Upaya pemerintah menarik investor ke Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui fasilitas insentif perpajakan rupanya belum membuahkan hasil signifikan. Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 2024 mengungkapkan bahwa hingga akhir September tahun lalu, baru tujuh wajib pajak yang mengajukan fasilitas tax holiday untuk penanaman modal di IKN dan daerah mitra.

Tak hanya itu, sejumlah fasilitas unggulan lainnya bahkan belum tersentuh sama sekali. Belum ada satupun pengajuan insentif terkait pusat keuangan (financial center) di IKN, relokasi kantor pusat perusahaan (headquarter), maupun fasilitas supertax deduction untuk vokasi, riset, dan sumbangan pembangunan.

“Data ini berdasarkan permohonan dan/atau pemberitahuan yang diajukan melalui sistem OSS dan telah mendapat persetujuan sepanjang tahun 2024,” tulis DJP dalam laporan tersebut, dikutip Sabtu, (18/7/2025).

Padahal, insentif yang ditawarkan pemerintah tergolong agresif. Melalui PP Nomor 12 Tahun 2023 dan PMK Nomor 28 Tahun 2024, pemerintah memberikan pengurangan PPh Badan hingga 100% untuk investor di IKN maupun daerah mitra. Sektor keuangan seperti perbankan, asuransi, dan keuangan syariah bahkan mendapatkan potongan pajak penuh, sementara sektor lain seperti pasar modal dan dana pensiun mendapat pengurangan hingga 85%.

Selain itu, fasilitas tax holiday juga disiapkan untuk perusahaan yang memindahkan kantor pusat atau regionalnya ke IKN. Insentif tambahan berupa supertax deduction juga tersedia untuk kegiatan vokasi, penelitian, pengembangan, hingga donasi untuk mendukung pembangunan IKN.

Kendati fasilitas yang diberikan terbilang komprehensif, minimnya respons dari pelaku usaha menunjukkan masih adanya hambatan, baik dari sisi regulasi, infrastruktur, maupun persepsi terhadap potensi investasi di IKN.

Pemerintah dinilai perlu lebih aktif melakukan sosialisasi dan menciptakan kepastian hukum serta infrastruktur pendukung agar insentif fiskal ini benar-benar mampu menarik minat investor bukan hanya sekadar tertera di atas kertas. (alf)

 

 

Indonesia-AS Sepakat Tarif 19 Persen, Pemerintah RI Masih Negosiasi Turunkan Bea Masuk

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia terus melanjutkan upaya negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait besaran tarif perdagangan bagi produk-produk asal Indonesia. Saat ini, tarif tersebut telah ditekan menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen.

Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, menyampaikan bahwa negosiasi masih berjalan dan pemerintah Indonesia menargetkan adanya penurunan tambahan dalam waktu dekat.

“Masih ada dua minggu lagi untuk melanjutkan pembicaraan. Sejauh ini kita sudah berhasil menurunkan dari 32 persen ke 19 persen, dan tim Pak Airlangga (Menko Perekonomian) masih terus bekerja untuk menurunkannya lagi,” ujar Havas saat ditemui usai acara diskusi PCO di kawasan Beltway Office Park, Jakarta Selatan, Sabtu (19/7/2025).

Meski begitu, Havas menekankan bahwa komposisi produk ekspor-impor antara kedua negara harus dilihat secara cermat dan tidak bisa dibandingkan secara hitam-putih. Ia menilai bahwa produk AS yang masuk ke Indonesia sebagian besar bukan barang konsumsi harian masyarakat, sehingga pengenaan tarif nol persen bagi produk AS tidak serta merta dianggap timpang.

“Produk AS yang masuk ke sini kan seperti kedelai dan gandum, bukan barang-barang seperti sepatu, kopi, atau pakaian jadi. Jadi tidak bersaing langsung dengan produk dalam negeri. Makanya tidak bisa dilihat dari angka tarif semata,” jelasnya.

Sebelumnya, mantan Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa kesepakatan perdagangan dengan Indonesia merupakan langkah menguntungkan bagi AS. Menurutnya, produk AS akan masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenai tarif alias nol persen, sedangkan produk dari Indonesia akan dikenakan bea masuk sebesar 19 persen.

“Mereka akan membayar 19 persen dan kami tidak akan membayar apa pun,” ujar Trump dalam pernyataan yang dikutip Reuters pada Rabu (16/7/2025). Ia juga menyebutkan bahwa sejumlah kesepakatan lanjutan tengah disiapkan untuk diumumkan dalam waktu dekat.

Meski demikian, pemerintah Indonesia masih memiliki ruang untuk memperjuangkan posisi lebih adil dalam hubungan dagang tersebut, terutama agar tarif masuk bagi produk nasional dapat ditekan demi menjaga daya saing ekspor. (alf)

 

 

 

 

KPP Pratama Tuban Blokir Puluhan Rekening dan Lelang Barang Sitaan Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban mencatat sederet langkah tegas dalam menegakkan kepatuhan pajak selama semester pertama tahun 2025. Dalam periode Januari hingga Juni, penindakan terhadap wajib pajak yang abai telah dilakukan melalui penyitaan, surat paksa, pemblokiran rekening, hingga lelang barang sitaan.

Kepala KPP Pratama Tuban, Hanis Purwanto, mengungkapkan bahwa sepanjang enam bulan terakhir, pihaknya telah menerbitkan 1.777 surat paksa, menyita 15 objek milik penunggak, memblokir 34 rekening, dan menindaklanjuti 4 kasus dengan penjualan barang sitaan.

“Langkah-langkah ini kami ambil dalam rangka menegakkan hukum pajak, khususnya terhadap wajib pajak yang tidak kooperatif, mayoritas dari sektor jasa konstruksi,” ungkap Hanis dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).

Hanis menyoroti fenomena rendahnya kepatuhan pelaku jasa konstruksi dalam menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang kerap menjadi sumber tunggakan pajak. Salah satu kasus bahkan mencatat angka tunggakan mencapai Rp38 miliar.

Sebelum melakukan pemblokiran, KPP Pratama Tuban telah melalui serangkaian prosedur, mulai dari pelacakan rekening melalui kerja sama dengan perbankan hingga pengiriman surat teguran dan surat paksa. Menurut Hanis, pemblokiran dilakukan sebagai langkah terakhir terhadap wajib pajak yang tidak merespons upaya persuasif dari otoritas.

“Rekening yang diblokir adalah milik wajib pajak yang mengabaikan peringatan dan tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya,” tegas Hanis, yang sebelumnya menjabat Kepala KPP Pratama Bontang, Kalimantan Timur.

Kendati demikian, Hanis menyebut masih banyak wajib pajak yang kooperatif dan mendapatkan ruang dialog, termasuk kemungkinan pengaturan ulang pembayaran pajak yang tertunda.

Lebih lanjut, Hanis menjelaskan bahwa wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memblokir rekening bank wajib pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Ketentuan teknisnya diperjelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023.

“Pemblokiran tidak hanya terbatas pada rekening bank, tetapi juga mencakup aset keuangan lain seperti subrekening efek, polis asuransi, dan instrumen keuangan di lembaga keuangan,” imbuhnya. (alf)

 

 

Bedah PER-11/PJ/2025, IKPI Bantul-Yogyakarta-Sleman Dorong Edukasi Perpajakan di Era Coretax

IKPI, Pengda Yogyakarta: Dalam upaya mendukung pemahaman yang lebih komprehensif terhadap regulasi perpajakan terbaru, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bantul-Yogyakarta-Sleman menggelar bimbingan teknis (bimtek) bertajuk “Bedah PER-11/PJ/2025” pada Kamis, (17/7/2025), di The Rich Jogja Hotel.

Kegiatan ini menghadirkan ratusan peserta dari kalangan konsultan pajak, praktisi perusahaan, pelaku UMKM, hingga akademisi.

(Foto: Istimewa)

Ketua IKPI Cabang Bantul, Maryanto, menegaskan bahwa bimtek ini menjadi bagian dari komitmen nyata IKPI dalam memperluas edukasi dan literasi perpajakan, terutama terkait implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang kini menjadi fokus utama reformasi perpajakan nasional.

“PER-11/PJ/2025 ini sangat teknis dan baru ditetapkan pada 22 Mei lalu, tetapi masih minim sosialisasi. Oleh karena itu, kami merasa penting untuk menghadirkan ruang diskusi yang memadai agar para wajib pajak, khususnya konsultan dan pelaku usaha, siap menghadapi perubahan besar dalam pelaporan pajak seperti PPh, PPN, PPnBM, hingga Bea Meterai,” ujar Maryanto, Sabtu (19/7/2025).

(Foto: Istimewa)

Bimtek ini turut dihadiri perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DIY dan KPP Pratama Bantul, serta perwakilan pengurus pusat IKPI seperti Edy Wahyudi yang mewakili Ketua Umum, Vaudy Starworld dan Tri Joko Prayitno dari perwakilan Pengda IKPI Yogyakarta.

Diketahui, kegiatan dibuka secara resmi oleh Edy Wahyudi yang menekankan pentingnya pemahaman teknis pelaporan dalam sistem Coretax agar para wajib pajak dapat terhindar dari sanksi administrasi.

(Foto: Istimewa)

Sesi materi dipandu oleh Ketua IKPI Cabang Yogyakarta, Wahyandono, sebagai moderator, dengan menghadirkan Jafar Shodiq sebagai narasumber utama.

Materi terbagi dalam dua sesi, membahas PPh Pasal 21 dan Unifikasi di sesi pertama, serta Faktur Pajak, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai di sesi kedua.

Antusiasme peserta terlihat tinggi sepanjang acara. “Banyak di antara mereka aktif berdiskusi dan menyampaikan pertanyaan, menandakan besarnya kebutuhan akan pemahaman yang utuh terhadap aturan baru ini,” kata Maryanto.

(Foto: Istimewa)

Ia menambahkan, kegiatan ini bukanlah yang terakhir. IKPI Bantul-Yogyakarta-Sleman berkomitmen terus melanjutkan program edukasi semacam ini secara berkala. “Kami ingin mendukung peningkatan kepatuhan pajak melalui penguatan profesionalisme anggota dan keterlibatan aktif masyarakat dalam memahami aturan perpajakan yang terus berkembang,” ujarnya. (bl)

 

PPL Kabupaten Tangerang: Ketua Umum IKPI Serukan Integritas dan Profesionalisme Konsultan Pajak di Tengah Dinamika Perpajakan Digital

IKPI, Kabupaten Tangerang: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menegaskan pentingnya profesionalisme dan etika dalam menjalankan profesi konsultan pajak, terutama di tengah tantangan perubahan regulasi dan transformasi digital perpajakan yang kian cepat.

Hal tersebut disampaikan dalam sambutannya pada kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar IKPI Cabang Kabupaten Tangerang berlokasi di Hotel Episode Gading Serpong pada Sabtu (19/7/2025).

Acara yang mengusung tema “Kertas Kerja PPh Badan dan Manajemen Resiko PER 11 Tahun 2025” ini dihadiri oleh lebih dari 150 peserta yang terdiri dari peserta umum dan ratusan anggota dari berbagai wilayah, termasuk jajaran Pengurus Pusat, Pengurus Daerah IKPI Banten, Pengurus Daerah IKPI Sumatera Bagian Tengah, Ketua Cabang se-Pengda Banten.

Dalam sambutannya, Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld menyampaikan rasa syukur dan apresiasi atas terselenggaranya acara yang dinilai sangat relevan dengan situasi perpajakan saat ini.

“Tantangan konsultan pajak saat ini antara lain regulasi perpajakan yang dinamis, serta ketentuan yang berubah cepat dan arah digitalisasi pada sistem perpajakan, peningkatan pengawasan oleh P2PK, menuntut kita untuk selalu adaptif sekaligus teguh pada nilai-nilai etik, dan para konsultan pajak dituntut untuk menjunjung tinggi integritas hukum dalam membina kliennya,” ujarnya.

“Profesi konsultan pajak bukan sekadar pembuat skema, melainkan mitra strategis klien dalam memastikan kepatuhan. Kita harus menolak praktik manipulatif atau rekayasa yang menyimpang dari ketentuan,” tegasnya.

Pemilik sertifikasi ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga menekankan pentingnya setiap anggota menjaga standar profesi dengan mematuhi Kode Etik dan Standar Profesi Konsultan Pajak. Integritas, objektivitas, kompetensi profesional, dan kerahasiaan harus menjadi prinsip yang tidak bisa ditawar.

Ia mendorong seluruh anggota untuk terus meningkatkan kompetensi melalui program PPL dan pelatihan-pelatihan terkini. Bahkan, ia memberi selamat kepada anggota IKPI yang telah berhasil masuk sebagai mahasiswa S2 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA – UI) sebagai langkah konkret peningkatan kapasitas.

“IKPI bukan hanya organisasi profesi, tapi penjaga kualitas dan reputasi konsultan pajak di mata publik dan pemerintah. Kita harus saling mengingatkan, saling menjaga, agar tidak ada yang tergelincir ke praktik yang merusak marwah profesi ini,” pesannya.

Vaudy berharap agar kegiatan ini menjadi momentum memperkuat komitmen anggota IKPI dalam menjadi konsultan pajak yang terpercaya, berintegritas, dan adaptif terhadap tantangan zaman.

“Terima kasih kepada seluruh pengurus dan panitia IKPI Cabang Kabupaten Tangerang. Mari terus bergandengan tangan menjaga kehormatan profesi kita,” ujarnya. (bl)

Mengenal Produk Konsultan Pajak

Sekilas judul di atas tampak janggal bukan ? Kejanggalan tersebut wajar adanya, muncul karena keterbatasan pemikiran bahwa Konsultan Pajak tidak membuat suatu barang untuk dijual atau diserahkan kepada kliennya. Kejanggalan pemikiran lainnya terjadi karena penggunaan kata “jasa” yang kerap dipasangkan dengan kata “barang” yang memiliki bentuk wujud tertentu (dapat dilihat dan dipegang). Namun demikian, dalam dunia profesi kata “jasa” dapat dikonkretisasi menjadi sesuatu yang berwujud (dapat dilihat dan dipegang) serta yang terpenting adalah bermanfaat bagi pengguna (klien) untuk mengambil keputusan tertentu.

Pada beberapa profesi yang ada, sebagai contoh: profesi Notaris, profesi Advokat, profesi Akuntan Publik, dan profesi Konsultan Hukum Pasar Modal, profesi-profesi tersebut memberikan jasa sesuai keahliannya masing-masing. Advokat memberikan jasa hukum baik non litigasi maupun litigasi.

Jasa hukum non litigasi dikonkretisasi melalui berbagai bentuk seperti: pendapat hukum tertulis (legal opinion), pembuatan perjanjian dan lain-lain, sedangkan jasa hukum litigasi dikonkretisasi melalui bentuk – bentuk seperti: surat gugatan, surat jawaban, nota pembelaan (pledoi) dan lain-lain.

Notaris sebagai Pejabat Umum, jasa pelayanannya dikonkretisasi dalam bentuk pembuatan akta otentik maupun akta-akta lainnya. Akuntan Publik salah satu jasanya dikonkretisasi dalam bentuk laporan keuangan audit yang memuat opini Akuntan tersebut. Konsultan Hukum Pasar Modal salah satu jasanya, berupa pendapat hukum yang dikonkretisasi dalam bentuk prospektus perusahaan yang akan melakukan penawaran saham di pasar modal.

Konsultan Pajak memberikan jasa perpajakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan kliennya. Jasa perpajakan tersebut meliputi:

Jasa konsultasi perpajakan;

Jasa pengurusan hak dan kewajiban perpajakan;

Jasa kuasa dan/atau pendampingan Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan pajak termasuk didalamnya pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana perpajakan dan sengketa perpajakan (termasuk pajak daerah) pada Direktorat Jenderal Pajak, Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.

(Bagian I angka 1 huruf b Standar Profesi IKPI)

Sama halnya dengan profesi yang lain, Konsultan Pajak dapat dan bahkan dianjurkan juga untuk mengkonkretisasi jasa perpajakan yang diberikan kepada kliennya. Bagian II angka 3.3.2. Standar Profesi IKPI adalah anjuran sekaligus pedoman bagi para Konsultan Pajak untuk dapat mengkonkretisasi jasa konsultasi / informasi / pendapat profesional yang diberikannya ke dalam bentuk tertulis.

“3.3.2. Anggota disarankan untuk memberikan konsultasi secara tertulis. Namun demikian jika anggota perlu memberikan jawaban secara spontan dalam rapat atau melalui telepon, maka anggota harus membuat catatan internal tentang materi diskusi, tanggal dan saran yang diberikan. Hal ini dilakukan baik untuk klien ataupun calon klien. Anggota mempunyai pilihan untuk menyampaikannya kepada klien atau tidak.”

Lebih lanjut, bentuk tertulis dari jasa konsultasi ini dinamai dengan surat saran (Bagian II angka 3.3.3. Standar Profesi IKPI). Surat saran tersebut di dalamnya harus memuat setidaknya 6 (enam) komponen, yaitu:

Alasan saran tersebut diperlukan;

Latar Belakang fakta serta asumsi yang mendasari saran;

Dasar hukum yang menjadi rujukan;

Alternatif yang disampaikan klien;

Risiko yang melekat pada saran yang diberikan;

Peringatan yang terkait dan pengecualian.

Dengan adanya surat saran dan catatan internal yang dibuat, maka jasa konsultasi yang dilakukan oleh Konsultan Pajak telah dikonkretisasi ke dalam suatu bentuk / wujud fisik tertentu. Konkretisasi sebaiknya dilakukan secara komprehensif terhadap seluruh jasa perpajakan yang dilakukan oleh Konsultan Pajak. Jika dalam pemberian jasa konsultasi, Konsultan Pajak disarankan untuk membuat surat saran dan catatan internal, maka pada awal penugasan untuk mengurus hak dan kewajiban pajak klien, Konsultan Pajak diwajibkan untuk membuat Surat Ikatan Kerja / Tugas (SIT). Kewajiban untuk membuat SIT ini tercantum pada Bagian II angka 5.1.2. Standar Profesi IKPI yang menyebutkan:

“Saat menerima penugasan, anggota diwajibkan untuk membuat Surat Ikatan Kerja (SIT) dengan klien, berkenaan dengan lingkup kerja dan sifat penugasan, serta meminta klien menyampaikan konfirmasi dan memberikan persetujuan tertulis. SIT ini merupakan kontrak antara anggota dengan klien yang berlaku efektif walaupun tanpa adanya surat konfirmasi. Diperlukan kecermatan kalimat dalam membuat definisi lingkup penugasan, sehingga klien memahami tugas penugasan yang telah disepakati untuk dikerjakan oleh anggota. SIT yang dibuat oleh anggota wajib mencakup jumlah besaran imbalan yang akan dikenakan pada klien.”

SIT merupakan bentuk konkret awal adanya tugas pengurusan hak dan kewajiban pajak dari klien kepada Konsultan Pajak. SIT memuat ruang lingkup pelaksanaan tugas pengurusan hak dan kewajiban pajak klien yang akan dilaksanakan oleh Konsultan Pajak. Setelah SIT ditandatangani oleh Konsultan Pajak dan kliennya, maka Konsultan Pajak melaksanakan jasa pengurusan hak dan kewajiban pajak dan menuangkannya dalam kertas kerja Konsultan Pajak.

Kertas kerja Konsultan Pajak merupakan bentuk konkret atas pelaksanaan jasa pengurusan hak dan kewajiban pajak, yang didalamnya merekam aktivitas-aktivitas ekonomi klien yang masuk dalam ruang lingkup penugasan untuk menyiapkan perhitungan pajak. Pembuatan kertas kerja itu sendiri didasarkan pada informasi yang diperoleh secara simultan dari klien yang dikumpulkan berikut dengan bukti-bukti pendukungnya.

Jasa perpajakan berikutnya adalah jasa perpajakan berupa pendampingan klien dalam hal adanya pemeriksaan pajak, penyidikan dan sengketa pajak. Pada tahap awal pemberian jasa pendampingan ini ditandai dengan adanya surat kuasa dari klien kepada Konsultan Pajak sebagai bentuk konkretnya.

Surat Kuasa ini diperlukan untuk memperlengkapi Konsultan Pajak agar kehadiran dan kapasitas Konsultan Pajak pada saat mendampingi, mewakili, mengklarifikasi serta menandatangani dokumen-dokumen tertentu atas nama kliennya selama pemeriksaan, penyidikan dan penyelesaian sengketa tidak terkendala. Bentuk konkret lain dari pelaksanaan jasa Konsultan Pajak pada tahapan ini memiliki beragam bentuk antara lain: pengajuan surat keberatan, surat banding, surat gugatan, surat uraian banding, permohonan peninjauan kembali dan lain-lain bergantung tahapan proses yang sedang berjalan. Kemahiran Konsultan Pajak dalam pembuatan surat permohonan, argumentasi alasan serta penyusunan bukti yang diajukan pada akhirnya akan menentukan keyakinan Majelis Hakim dalam memutuskan sengketa pajak.

Sebagai penutup semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai produk-produk konkret atas pelaksanaan jasa perpajakan Konsultan Pajak. Sama halnya dengan profesi-profesi lain yang memiliki bentuk konkret tertentu sebagai ciri khas atas pelaksanaan jasanya, Konsultan Pajak tentunya juga memiliki ciri khas dan bentuk konkret atas pelaksanaan jasa perpajakannya.

Akhir kata, teriring harapan dengan semakin familiarnya bentuk-bentuk konkret atas jasa perpajakan Konsultan Pajak, Undang-Undang Konsultan Pajak sebagai payung hukum profesi Konsultan Pajak dapat segera terwujud dan disahkan.

Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Bandung

Hari Yanto

Email: hari_yanto_sh@yahoo.co.id

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebanyak 900 Ribu UMKM Masih Menanti Penghapusan Piutang Macet, Pemerintah Siapkan Skema Baru

IKPI, Jakarta: Sebanyak 900 ribu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih menunggu kejelasan nasib penghapusan piutang macet mereka. Padahal, program ini telah digulirkan pemerintah sejak awal tahun melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024.

Menteri Koperasi dan UMKM, Maman Abdurrahman, mengungkapkan bahwa hingga kini baru sekitar 67 ribu UMKM yang berhasil mendapatkan penghapusan utang. Artinya, capaian program masih jauh dari target pemerintah yang menargetkan 1 juta UMKM penerima manfaat.

“Saat PP itu diterbitkan, realisasinya baru 67 ribu UMKM yang bisa kita hapuskan piutangnya. Masih ada sekitar 900 ribu yang belum bisa ditindaklanjuti,” ujar Maman dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).

Ia menjelaskan, rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh persyaratan dalam PP yang mewajibkan proses restrukturisasi sebelum penghapusan piutang dilakukan. Ironisnya, biaya restrukturisasi kerap kali lebih besar dari nilai kredit macet itu sendiri, sehingga menjadi beban tambahan bagi UMKM maupun lembaga pembiayaan.

Karena keterbatasan waktu mengingat PP tersebut hanya berlaku enam bulan, dan pemerintah kini tengah menyiapkan pendekatan baru.

Menurut Maman, peluang ini datang dari revisi Undang-Undang BUMN yang membuka jalan bagi penghapusan piutang tanpa restrukturisasi, cukup melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) BUMN yang disetujui Danantara, perusahaan pengelola piutang negara.

“Dengan UU BUMN yang baru, kita punya dasar hukum untuk hapus buku dan hapus tagih tanpa perlu restrukturisasi. Sekarang tinggal menerbitkan Permen BUMN dan mendapat persetujuan dari Danantara,” ujarnya.

Untuk itu, Kementerian UMKM tengah berkoordinasi intensif dengan Kementerian BUMN, Danantara, dan OJK guna mempercepat harmonisasi regulasi baru tersebut.

“Kita sedang dalam proses finalisasi, karena ini melibatkan beberapa pihak. Kalau semua berjalan lancar, kita bisa segera melanjutkan penghapusan piutang untuk sisa UMKM yang masih menunggu,” tegasnya.

Program penghapusan piutang macet ini diharapkan menjadi angin segar bagi UMKM yang selama ini kesulitan bangkit akibat beban utang lama. Pemerintah menargetkan, melalui skema yang lebih fleksibel, sisa 900 ribu UMKM bisa segera mendapatkan manfaat nyata dalam waktu dekat. (alf)

 

Pemerintah Sediakan Pedoman Penghitungan Pajak Masukan bagi PKP Skala Tertentu

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus mendorong kemudahan berusaha bagi pelaku usaha kecil dan menengah, termasuk dalam hal kepatuhan perpajakan. Salah satu bentuk dukungannya adalah penyediaan pedoman penghitungan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan skala usaha tertentu.

Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pelaku usaha diwajibkan melakukan pengkreditan antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan untuk menentukan jumlah PPN yang harus disetorkan setiap masa pajak. Namun, bagi pelaku usaha berskala kecil, proses ini sering kali dinilai rumit dan memerlukan administrasi yang tidak ringan.

Menjawab tantangan ini, Kementerian Keuangan menghadirkan solusi berupa pedoman penghitungan Pajak Masukan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 74/PMK.03/2010. Pedoman ini ditujukan bagi PKP dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp1,8 miliar dalam satu tahun buku.

Cara Hitung Lebih Sederhana

Berdasarkan ketentuan tersebut, PKP cukup menghitung Pajak Masukan berdasarkan persentase tertentu dari Pajak Keluaran. Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), Pajak Masukan ditetapkan sebesar 60% dari Pajak Keluaran, sedangkan untuk Barang Kena Pajak (BKP), sebesar 70%.

Dengan berlakunya PMK Nomor 131 Tahun 2024, tarif PPN naik menjadi 12%, dengan penghitungan yang mengacu pada DPP (Dasar Pengenaan Pajak) Nilai Lain sebesar 11/12 dari harga jual. Secara efektif, tarif PPN menjadi 11%.

Artinya, bagi PKP yang menggunakan pedoman ini, jumlah PPN yang harus disetor setiap bulan lebih mudah dihitung, yaitu:

• 4,4% dari omzet untuk penyerahan jasa (40% x 11%)

• 3,3% dari omzet untuk penyerahan barang (30% x 11%)

Syarat dan Tata Cara Penggunaan Pedoman

Tidak semua PKP dapat langsung menggunakan pedoman ini. Terdapat dua syarat utama yang harus dipenuhi:

• Peredaran usaha dalam dua tahun sebelumnya masing-masing tidak melebihi Rp1,8 miliar.

• Baru dikukuhkan sebagai PKP.

Selain itu, penggunaan pedoman wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Pemberitahuan harus dilakukan paling lambat saat penyampaian SPT Masa PPN pertama tahun buku yang dimaksud atau saat pertama kali dikukuhkan sebagai PKP.

Apabila dalam tahun berjalan peredaran usaha melampaui Rp1,8 miliar, PKP wajib beralih ke mekanisme pengkreditan normal mulai masa pajak setelahnya. Meski demikian, pedoman ini tetap dapat digunakan kembali jika di tahun-tahun berikutnya PKP kembali memenuhi kriteria.

Format Khusus dalam Pelaporan

PKP yang menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan juga diwajibkan melaporkan SPT Masa PPN dalam format khusus. SPT ini terdiri dari induk dan beberapa lampiran, antara lain:

• Formulir A1: Daftar Ekspor BKP dan/atau JKP

• Formulir A2: Pajak Keluaran Penyerahan Dalam Negeri

• Formulir B3: Pajak Masukan Tidak Dikreditkan

• Formulir C: PPN yang Dipungut Pihak Lain (alf)

 

Lima Strategi Kemenkeu Hadapi Gejolak Global, Perkuat Pajak dan Bea Cukai

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan lima langkah strategis guna memperkuat fondasi sistem perpajakan nasional, baik dari sisi pajak maupun bea dan cukai. Strategi ini dirancang sebagai respons atas eskalasi tensi geopolitik, perang dagang, dan arus proteksionisme global yang berisiko menekan stabilitas ekonomi Indonesia.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dalam pernyataan, Kamis (17/7/2025), menekankan pentingnya adaptasi fiskal menghadapi dinamika global. “Kami menyusun lima pendekatan utama untuk menjaga ketahanan sistem perpajakan nasional sekaligus meningkatkan efektivitasnya,” ujar Anggito.

1. Integrasi Data Lintas Lembaga
Langkah pertama adalah memperkuat sinergi antarunit dalam Kemenkeu, seperti Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan Ditjen Anggaran, serta memperluas kolaborasi dengan kementerian/lembaga lain. Tujuannya, menyatukan data dan informasi ekonomi serta investasi agar kebijakan fiskal dapat lebih tepat sasaran.

“Kami ingin sistem data lintas institusi ini mampu mengidentifikasi pola transaksi dan mendukung kebijakan perpajakan yang lebih adil,” jelas Anggito.

2. Pengawasan Transaksi Digital
Di tengah pesatnya digitalisasi ekonomi, pengawasan atas transaksi digital menjadi prioritas. Pemerintah berupaya memperluas cakupan pengawasan, termasuk aktivitas ekonomi digital lintas batas, guna mencegah potensi kebocoran pajak dan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.

3. Penyesuaian Tarif dan Perluasan Cukai
Strategi berikutnya adalah melakukan penyesuaian tarif bea masuk dan memperluas cakupan objek cukai. Kebijakan ini tak hanya bertujuan mendukung hilirisasi industri nasional, tetapi juga sebagai instrumen proteksi sektor strategis, serta mendorong perilaku konsumsi yang lebih sehat dan ramah lingkungan.

4. Peningkatan Penerimaan SDA
Kemenkeu juga memfokuskan upaya pada optimalisasi penerimaan dari sektor sumber daya alam. Perusahaan yang menambang dan memanfaatkan kekayaan alam Indonesia diwajibkan berkontribusi secara adil melalui sistem perpajakan yang lebih tegas dan transparan.

5. Transformasi Sistem Teknologi Informasi
Sebagai tulang punggung reformasi administrasi, pengembangan sistem teknologi informasi menjadi pilar kelima. Sistem Coretax untuk perpajakan, CEISA untuk bea dan cukai, serta SIMBARA untuk pengelolaan sektor mineral dan batubara akan semakin diintegrasikan guna menciptakan transparansi dan efisiensi.

“Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kepatuhan, memperkuat pengawasan, serta mendorong transparansi fiskal secara menyeluruh,” tutur Anggito.(alf)

 

en_US