Founder TaxPrime Kritik PPN 11%: Daya Beli Rakyat Bisa Tertekan

IKPI, Jakarta: Kebijakan fiskal pemerintah kembali menuai sorotan. Founder sekaligus Managing Partner TaxPrime, Muhamad Fajar Putranto, menilai langkah pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen dan menuju 12 persen perlu dikaji ulang secara serius.

Dalam diskusi perpajakan yang digelar Perbanas Institute, Jakarta, pada 16 September 2025, Fajar menyebut keputusan tersebut berpotensi menekan daya beli masyarakat, yang justru menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kalau konsumsi rumah tangga turun, itu alarm keras buat pemerintah. Bayangkan, riset menunjukkan kontribusi konsumsi sudah merosot dari 21 persen ke 17 persen. Pertanyaannya, apakah kenaikan PPN ini sudah benar-benar berbasis riset dan perbandingan internasional yang tepat?” ujarnya.

Ia menekankan, konsumsi tidak bersifat elastis. Sekali daya beli masyarakat terpukul akibat kenaikan PPN, pemulihannya tidak otomatis kembali meski tarif diturunkan lagi.

“Begitu PPN naik, harga-harga terkerek, konsumsi melemah. Tapi ketika diturunkan lagi, konsumsi tidak serta-merta kembali. Ada resistensi. Ini berbahaya kalau tidak diperhitungkan,” paparnya.

Ia menilai pemerintah harus lebih berhati-hati memainkan pajak konsumsi, apalagi di tengah perlambatan ekonomi global. Menurutnya, kebijakan fiskal yang salah arah justru akan memperparah kondisi dan membuat Indonesia kesulitan menjaga momentum pertumbuhan.

“Jangan sampai kita bermain-main dengan instrumen pajak konsumsi hanya demi target jangka pendek. Karena yang dipertaruhkan adalah daya beli rakyat, dan itu fondasi ekonomi kita,” tegasnya. (bl)

en_US