Implementasi Coretax Harus Didukung Pertumbuhan PDB untuk Tingkatkan Rasio Pajak

IKPI. Jakarta, Implementasi Coretax diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia, namun keberhasilannya juga bergantung pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono, Minggu (12/1/2024).

Ia menilai bahwa peningkatan rasio pajak tidak hanya ditentukan oleh penerapan Coretax semata.

“Meski Coretax berhasil, rasio pajak belum tentu meningkat jika pertumbuhan PDB tidak mendukung. Dalam menghitung rasio pajak, ada dua komponen utama yang memengaruhi, yaitu penerimaan pajak dan PDB,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan rasio pajak sebesar 11,2% hingga 12% dari PDB pada 2025, lebih tinggi dibandingkan target 2024 sebesar 10,02% dan capaian 2023 yang berada di angka 10,31%. Prianto menambahkan, agar rasio pajak meningkat, pertumbuhan penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDB.

Ia juga menyoroti beberapa faktor internal dan eksternal yang memengaruhi penerimaan pajak. Dari sisi internal, intensifikasi melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) serta pemeriksaan pajak masih dinilai kurang efektif. Banyak wajib pajak yang melawan proses ini melalui upaya litigasi, seperti pengajuan keberatan hingga banding di pengadilan pajak, yang menyebabkan utang pajak tertahan dan tidak dapat segera dibayarkan.

Sementara itu, faktor eksternal mencakup kemampuan wajib pajak dalam menerapkan skema penghindaran pajak dan aggressive tax planning dengan memanfaatkan celah dalam aturan perpajakan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Prianto menyebutkan bahwa Coretax menjadi solusi strategis bagi Direktorat Jenderal Pajak. Sistem ini memungkinkan pengawasan kepatuhan pajak dilakukan secara cepat dan cermat, dengan tujuan akhir meningkatkan penerimaan pajak.

Namun demikian, menurutnya, keberhasilan Coretax juga harus didukung oleh proses intensifikasi dan ekstensifikasi pajak yang lebih optimal. Dengan langkah ini, rasio pajak diharapkan dapat meningkat sesuai dengan target yang telah ditetapkan pemerintah.

“Langkah-langkah ini harus dilakukan secara konsisten agar pertumbuhan penerimaan pajak dapat melampaui pertumbuhan PDB, sehingga rasio pajak Indonesia dapat mencapai target,” katanya. (alf)

IKPI Malang-Kanwil DJP Jatim 3 Pererat Kerja Sama Strategis

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Malang melakukan silaturahmi ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur (Jatim) 3 pada 10 Januari 2025. Kunjungan ini bertujuan untuk mempererat hubungan dan membangun kerja sama strategis antara kedua pihak dalam upaya mendukung kebijakan perpajakan di wilayah tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas sejumlah topik penting, termasuk sosialisasi terkait sistem perpajakan terbaru, Coretax System, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan pajak. Selain itu, isu terkait pelaporan SPT Tahunan, baik untuk orang pribadi maupun badan, juga menjadi fokus diskusi.

(Foto. DOK. IKPI Cabang Malang)

Pihak Kanwil DJP Jawa Timur 3 menyambut kedatangan IKPI Cabang Malang dengan hangat dan penuh keramahan. Mereka menyampaikan apresiasi atas inisiatif IKPI yang terus berupaya menjadi mitra strategis dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak di wilayah Jawa Timur.

Sebagai tindak lanjut dari kunjungan ini, IKPI Cabang Malang dan Kanwil DJP Jawa Timur 3 merencanakan pelaksanaan program bersama, seperti sosialisasi sistem Coretax dan pelaporan SPT Tahunan. Program-program ini diharapkan mampu memberikan pemahaman lebih mendalam kepada masyarakat dan konsultan pajak mengenai peraturan perpajakan terkini.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang peraturan perpajakan terkini dan mendorong partisipasi aktif dalam pembangunan negara melalui pajak,” Ketua IKPI Cabang Malang Ahmad Dahlan, Minggu (12/1/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Malang)

Ia menegaskan komitmennya untuk terus menjadi mitra DJP dalam mendukung peningkatan kepatuhan wajib pajak di wilayah Kanwil DJP Jatim 3. Harapan besarnya adalah hubungan baik ini dapat terus terjalin melalui berbagai program bermanfaat bagi masyarakat luas.

“Kunjungan ini menjadi salah satu langkah strategis dalam memperkuat sinergi antara IKPI dan DJP demi menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih baik dan mendukung pembangunan nasional,” ujarnya. (bl)

PODCAST IKPI: Impersonating Coretax Disebut Sebagai Inovasi Signifikan Pengelolaan Sistem Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Focus Group Discussion (FGD) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Suwardi Hasan, menyoroti pentingnya fitur impersonating dalam mendukung efisiensi dan akuntabilitas pada sistem Coretax. Dalam diskusi interaktif yang digelar IKPI, Suwardi menyebutkan bahwa fitur ini merupakan inovasi signifikan dalam pengelolaan sistem perpajakan.

“Impersonating mempermudah pengguna untuk mengelola banyak akun tanpa harus berbagi akses langsung. Ini adalah langkah maju dalam manajemen sistem perpajakan,” ujar Suwardi pada Podcast yang dimoderatori Ketua Departemen Humas, IKPI Jemmi Sutiono, Rabu (8/1/2025).

Menurut Suwardi, impersonating dirancang untuk mengatasi masalah yang kerap muncul akibat praktik berbagi akses dalam manajemen akun wajib pajak. Ia menegaskan bahwa risiko berbagi akses secara langsung tidak hanya mengancam keamanan data tetapi juga mengurangi tingkat akuntabilitas dalam pengelolaan sistem.

“Dengan fitur ini, risiko tersebut dapat ditekan secara signifikan. Setiap aktivitas yang dilakukan dalam sistem akan tercatat secara detail, sehingga memberikan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi,” ujarnya.

Lebih jauh, Suwardi menjelaskan bahwa sistem Coretax yang dilengkapi dengan fitur impersonating mampu memberikan solusi praktis bagi para konsultan pajak dan pengguna lainnya. Dengan fitur ini, konsultan pajak dapat mengakses dan mengelola akun wajib pajak secara efisien tanpa melibatkan pemilik akun secara langsung. Hal ini tentu mempermudah pekerjaan sekaligus memastikan bahwa seluruh aktivitas tetap dapat dipantau dan diaudit jika diperlukan.

“Keamanan dan efisiensi adalah dua pilar utama dalam pengelolaan sistem perpajakan modern. Fitur impersonating adalah salah satu alat yang membantu kita mencapai keduanya,” pungkas Suwardi.

Diskusi interaktif tersebut turut dihadiri hampir 1.500 anggota IKPI dari seluruh Indonesia melalui aplikasi Zoom. Para peserta sepakat bahwa teknologi seperti impersonating dapat menjadi game-changer dalam meningkatkan kualitas layanan perpajakan di Indonesia.

Dengan adanya inovasi ini, diharapkan sistem perpajakan nasional semakin adaptif terhadap kebutuhan zaman dan mampu menjawab tantangan pengelolaan data di era digital. (bl)

Cair! Pemerintah Sukses Terbitkan SUN Dual-Currency Sebesar US$ 2 Miliar dan EUR 1,4 Miliar

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) berhasil menyelesaikan transaksi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam dua mata uang asing, yaitu US Dollar dan Euro, dengan format SEC Shelf Registered. Total penerbitan mencapai US$ 2 miliar dan EUR 1,4 miliar.

Transaksi ini menandai keberhasilan pemerintah menerbitkan global bonds dengan format SEC Registered untuk ke-16 kalinya. Dalam pernyataan resmi, DJPPR menyebutkan bahwa hasil penerbitan ini akan digunakan untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.

Penerbitan SUN kali ini meliputi empat seri dengan rincian sebagai berikut:

RI0130: Tenor 5 tahun, nominal US$ 900 juta

RIEUR0133: Tenor 8 tahun, nominal EUR 700 juta

RI0135: Tenor 10 tahun, nominal US$ 1,1 miliar

RIEUR0137: Tenor 12 tahun, nominal EUR 700 juta

Transaksi dimulai pada 8 Januari 2025, dengan pembukaan untuk mata uang USD pada pagi hari sesi Asia dan dilanjutkan dengan mata uang EUR saat pasar Eropa dibuka. Respons pasar sangat positif, dengan total permintaan mencapai US$ 6,1 miliar dan EUR 2,5 miliar.

Dengan solidnya orderbook, pemerintah berhasil menurunkan tingkat imbal hasil untuk semua tenor. Final yield yang dicapai adalah:

US$ 5 tahun: 5,300%

US$ 10 tahun: 5,650%

EUR 8 tahun: 3,917%

EUR 12 tahun: 4,251%

DJPPR menyampaikan bahwa tingginya minat investor mencerminkan kepercayaan terhadap fundamental ekonomi Indonesia serta pengelolaan APBN yang solid. “Keberhasilan transaksi ini mencerminkan dukungan kuat dan berkelanjutan dari investor global terhadap Indonesia,” demikian pernyataan DJPPR yang diterima, Minggu (12/1/2025).

Kualitas dan Kredibilitas Penerbitan

SUN yang diterbitkan memperoleh peringkat kredit Baa2 (Moody’s), BBB (Standard & Poor’s), dan BBB (Fitch). Surat utang ini akan terdaftar di Bursa Efek Singapura dan Bursa Efek Frankfurt.

Dalam transaksi ini, ANZ, BofA Securities, HSBC, J.P. Morgan, dan Standard Chartered Bank bertindak sebagai Joint Bookrunners, didukung oleh PT BRI Danareksa Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk sebagai Domestic Dealers.

Keberhasilan penerbitan SUN ini menjadi bukti konsistensi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan menarik kepercayaan investor global. (alf)

DJP Catat Sistem Coretax Berhasil Validasi 236.221 Faktu Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah meluncurkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) pada 1 Januari 2025. Aplikasi ini dimaksudkan untuk mempermudah administrasi perpajakan di Indonesia. Namun, sistem baru yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini menghadapi sejumlah kendala teknis, seperti masalah login dan penerbitan faktur pajak yang mengganggu proses administrasi perpajakan.

Hingga 9 Januari 2025, tercatat sebanyak 126.590 Wajib Pajak (WP) berhasil memperoleh sertifikat digital untuk menandatangani faktur pajak secara elektronik. Sementara itu, sekitar 34.401 WP telah berhasil menerbitkan 845.514 faktur pajak. Dari jumlah tersebut, 236.221 faktur pajak telah berhasil divalidasi atau disetujui oleh sistem.

Meski demikian, DJP menggarisbawahi bahwa WP tidak perlu khawatir akan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan penerbitan atau pelaporan pajak selama masa transisi ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP Pajak Dwi Astuti, dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini memastikan bahwa tidak ada beban tambahan bagi WP akibat perubahan sistem yang digunakan. “DJP akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kapasitas Coretax agar lebih efisien,” ujarnya.

Sistem Coretax ini menggantikan sistem perpajakan sebelumnya dan diharapkan dapat menyederhanakan proses administrasi serta meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Namun, sejumlah kendala teknis yang muncul, termasuk kegagalan dalam login dan proses penerbitan faktur pajak, telah menyebabkan beberapa keluhan dari WP yang terhambat dalam menjalankan kewajibannya.

Masyarakat diminta untuk tidak khawatir dan dapat mengakses informasi serta panduan terkait sistem baru ini melalui situs resmi DJP di www.pajak.go.id. Bagi WP yang mengalami kesulitan, DJP juga menyediakan layanan bantuan melalui kantor pajak setempat atau Kring Pajak 1500 200.

Meski tantangan teknis ini masih ada, DJP berkomitmen untuk menyempurnakan sistem Coretax, dengan tujuan akhirnya untuk menciptakan sistem administrasi perpajakan yang lebih modern dan efisien. (alf)

Departemen FGD IKPI Undang Pengda dan Pengcab Berpartisipasi dalam Forum Diskusi Rakor

IKPI, Jakarta: Departemen Focus Group Discussion (FGD) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengundang seluruh Pengurus Daerah (Pengda), Pengurus Cabang (Pengcab) dan seluruh anggota IKPI untuk berpartisipasi aktif sebagai narasumber dalam Forum FGD yang akan dilaksanakan pada hari pertama Rapat Koordinasi (Rakor) di Hotel Jambu Wuluk, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/1/2025).

Forum ini mengusung tema “Dampak Putusan MK Nomor 26/2023 bagi KP dan Memperkuat Peran KP Lewat Penyesuaian RUU KP”. Diskusi bertujuan untuk membahas implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023, yang mengamanatkan pengalihan pembinaan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA) paling lambat pada 31 Desember 2026.

Ketua Departemen FGD Suwardi Hasan menegaskan, nantinya diskusi ini akan menjawab dua poin penting:

1. Dampak Putusan MK dan Antisipasi: Menelaah dampak putusan tersebut terhadap profesi Konsultan Pajak (KP) dan mengusulkan langkah antisipasi atas potensi dampak negatif bagi profesi KP.

2. Penguatan Peran KP melalui RUU KP: Memberikan masukan terkait perubahan isi RUU KP untuk memperkuat peran KP dalam menjaga kemandirian organisasi.

Menurut Suwardi, forum ini merupakan kesempatan strategis untuk menggali potensi dan ide dari seluruh pengda dan pengcab agar dapat memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat posisi KP di tengah perubahan regulasi.

“Undangan terbuka ini bertujuan untuk mendorong keterlibatan aktif semua pihak dalam memanfaatkan forum diskusi yang telah disediakan,” ujar Suwardi, Minggu (12/1/2025).

Bagi pengda dan pengcab yang berminat, diharapkan segera mengajukan nama narasumber yang akan tampil dalam forum. Partisipasi aktif ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan organisasi serta memperkuat peran KP dalam menghadapi tantangan ke depan. (bl)

Penerimaan Bea Keluar Diproyeksikan Turun Drastis Akibat Larangan Ekspor Konsentrat Tembaga

IKPI, Jakarta: Target penerimaan dari pungutan bea keluar pada tahun 2025 diproyeksikan turun drastis, menyusul diberlakukannya larangan ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan langkah pemerintah untuk mendorong hilirisasi di sektor pertambangan.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai M. Aflah Farobi, mengungkapkan bahwa selama ini penerimaan bea keluar sebagian besar berasal dari ekspor konsentrat tembaga. Sepanjang 2024, total penerimaan bea keluar mencapai Rp20,8 triliun, di mana Rp11 triliun di antaranya disumbangkan oleh ekspor konsentrat tembaga. Sementara itu, pungutan dari ekspor minyak sawit mentah (CPO) tercatat sekitar Rp9,6 triliun.

Dengan larangan ekspor konsentrat tembaga, target penerimaan bea keluar pada 2025 dipatok jauh lebih rendah, yaitu hanya Rp4,5 triliun. “Sumber penerimaan bea keluar tahun ini hanya bergantung pada sawit,” ujar Aflah dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Jumat (10/1/2025).

Namun, Aflah menambahkan bahwa penerimaan dari ekspor CPO sangat bergantung pada kondisi pasar, baik dari sisi volume ekspor maupun harga. Pada 2024, realisasi volume ekspor CPO hanya mencapai 36 juta ton, lebih rendah dari target awal sebesar 39 juta ton. “Penerimaan tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh harga CPO di pasar global,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Askolani, menyatakan bahwa meskipun kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga menyebabkan penurunan penerimaan negara, pemerintah tetap optimistis dengan potensi keuntungan jangka panjang.

Menurut Askolani, hilirisasi produk tembaga akan mendorong peningkatan investasi melalui pembangunan pabrik smelter, yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan ini diharapkan meningkatkan penerimaan negara melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari aktivitas hilirisasi. “Kami akan mengganti sumber penerimaan dari bea keluar menjadi pajak yang berasal dari hilirisasi,” kata Askolani. (alf)

Menko Pangan Pastikan Kenaikan PPN 12% Berdampak pada Harga Pupuk

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berimbas pada kenaikan harga pupuk. Hal ini disampaikan Zulhas saat meninjau gudang pupuk milik PT Pupuk Indonesia di Kota Serang, Banten, Jumat (12/1/2025).

“Ya pasti kena pajak ya harganya naik. Kalau enggak ada PPN, ya enggak naik. Kalau ada PPN, ya nambah,” ujar Zulhas.

Meski demikian, Zulhas memastikan bahwa pasokan pupuk untuk musim tanam, khususnya di Provinsi Banten, tetap aman. Ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung petani dengan memastikan distribusi pupuk berjalan lancar.

“Kita pastikan tidak ada hambatan lagi soal pupuk pada musim tanam. Karena yang kita bangun itu visi misi, rasa, cita, dan kesamaan,” ujarnya.

Selain mengomentari dampak PPN, Zulhas menyoroti pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam memastikan ketersediaan pupuk. Ia menekankan bahwa arahan Presiden harus diterjemahkan hingga ke tingkat daerah, mulai dari gubernur, bupati, hingga wali kota, serta instansi terkait.

Di sisi lain, Zulhas juga menyampaikan kabar baik mengenai penurunan harga beras dunia sebagai dampak dari kebijakan larangan impor yang diterapkan. Langkah ini, menurutnya, bertujuan meningkatkan kemandirian pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.

“Bayangkan tahun lalu kita impor, sekarang sudah tidak impor lagi. Karena pangan harus kita hasilkan sendiri,” katanya.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia. (alf)

Di Podcast IKPI, Andreas Budiman Tegaskan Fitur Impersonating Tingkatkan Efisiensi Kerja Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam era digitalisasi yang semakin pesat, para konsultan pajak kini mendapat kemudahan baru dalam menjalankan tugasnya melalui fitur impersonating yang disediakan oleh sistem Coretax. Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Andreas Budiman, menyoroti potensi manfaat fitur ini dalam meningkatkan efisiensi kerja konsultan pajak.

“Dengan impersonating, konsultan pajak dapat mengakses beberapa akun klien melalui akun pribadi mereka. Hal ini mempermudah proses pekerjaan tanpa harus login ke masing-masing akun,” ujar Andreas dalam Podcast IKPI yang dimoderatori Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, pada Rabu (8/1/2025)

Menurutnya, fitur ini tidak hanya mempersingkat waktu, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan teknis yang sering terjadi saat bergonta-ganti akun klien.

Solusi Praktis dalam Pengelolaan Pajak

Ia menegaskan, fitur impersonating memungkinkan konsultan pajak untuk mengelola data klien secara lebih terintegrasi dan efisien. Dalam konteks pekerjaan sehari-hari, konsultan pajak sering kali dihadapkan pada tantangan mengelola berbagai akun klien yang memiliki beragam kebutuhan dan detail administrasi. Proses login yang berulang-ulang tidak hanya menyita waktu tetapi juga berisiko menimbulkan kendala teknis yang dapat menghambat pekerjaan.

“Efisiensi adalah kunci dalam pekerjaan konsultan pajak, terutama di masa pelaporan pajak yang padat. Dengan adanya fitur ini, konsultan dapat lebih fokus pada analisis dan strategi untuk klien, bukan sekadar menangani tugas administratif,” kata Andreas.

Perlunya Penggunaan dengan Hati-Hati

Meski fitur impersonating membawa manfaat besar, Andreas mengingatkan pentingnya pemahaman yang mendalam terkait tanggung jawab hukum dalam penggunaannya. Menurutnya, fitur ini harus digunakan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari potensi penyalahgunaan.

“Kita perlu memahami tanggung jawab hukum yang melekat pada penggunaannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan yang dapat merugikan wajib pajak maupun konsultan pajak,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa penggunaan fitur ini harus disertai dengan pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Selain itu, Andreas menekankan bahwa konsultan pajak perlu menjaga kepercayaan klien dengan memastikan keamanan data yang diakses melalui sistem ini. Sebagai bagian dari profesi yang sangat bergantung pada integritas, pelanggaran dalam bentuk apa pun dapat merusak reputasi konsultan pajak dan menimbulkan dampak hukum yang serius.

Dorong Digitalisasi yang Bertanggung Jawab

Sebagai organisasi profesi, IKPI mendukung penuh upaya digitalisasi dalam bidang perpajakan. Namun, Andreas menegaskan bahwa kemajuan teknologi harus diiringi dengan pemahaman yang tepat serta pelatihan bagi konsultan pajak. Hal ini bertujuan agar para konsultan dapat memanfaatkan teknologi secara optimal tanpa melanggar aturan yang ada.

“Digitalisasi adalah keniscayaan, tetapi tanggung jawab dan profesionalisme tetap menjadi fondasi utama dalam pekerjaan konsultan pajak,” kata Andreas.

Dengan adanya fitur impersonating ini, para konsultan pajak diharapkan dapat lebih produktif dalam menjalankan tugas mereka, sekaligus menjaga hubungan baik dengan klien melalui pengelolaan data yang aman dan terpercaya. (bl)

https://youtu.be/ETyICaMt0U4

Edinburgh Resmi Kenakan Pajak Wisatawan, Pertama di Inggris Raya

IKPI, Jakarta: Edinburgh, ibu kota Skotlandia, resmi menjadi kota pertama di Inggris Raya yang memberlakukan pajak wisatawan. Mulai pertengahan 2026, pengunjung yang menginap di berbagai jenis akomodasi, seperti hotel, bed and breakfast, hostel, apartemen sewa mandiri, atau guest house, akan dikenakan biaya tambahan sebesar lima persen dari biaya akomodasi per malam. Pajak ini akan diberlakukan maksimal selama lima malam berturut-turut.

Dikutip dari CNN baru-baru ini, kebijakan ini diambil setelah proses diskusi panjang sejak 2018 dan menjadi mungkin setelah disahkannya Visitor Levy (Scotland) Act pada Juli 2024. Pendapatan dari pajak ini akan dialokasikan untuk mendukung fasilitas dan layanan lokal yang sering digunakan oleh wisatawan, baik untuk kepentingan bisnis maupun rekreasi.

Menurut Ketua Dewan Kota Edinburgh, Jane Meagher, langkah ini penting untuk membantu kota mengelola sumber daya yang terkuras akibat tingginya jumlah wisatawan. “Pariwisata memberi tekanan pada sumber daya kota yang membutuhkan pengembangan secara terencana dan berkelanjutan,” ujarnya.

Pada 2023, Edinburgh tercatat menerima hampir 5 juta pengunjung dengan pengeluaran wisatawan mencapai £2,2 miliar (setara Rp44,3 triliun), menurut badan pariwisata nasional Visit Scotland. Dengan pajak wisatawan ini, dewan kota memperkirakan dapat mengumpulkan pendapatan tambahan sebesar £45-50 juta (Rp907 miliar-Rp1 triliun) per tahun pada 2028 atau 2029.

Sebelum diterapkan, rancangan pajak ini melalui proses konsultasi dengan warga dan bisnis lokal. Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga dan pelaku bisnis mendukung pengenaan pajak sebesar lima persen. Namun, mayoritas wisatawan (62 persen) menolak pajak tersebut atau menginginkan tarif yang lebih rendah.

Awalnya, rancangan pajak ini direncanakan berlaku selama tujuh malam berturut-turut, tetapi kemudian dikurangi menjadi lima malam. Perubahan ini didasarkan pada masukan dari *Visit Scotland* dan penyelenggara Edinburgh Festivals, yang menyatakan bahwa banyak pekerja festival atau pelaku seni yang menginap selama beberapa minggu saat acara berlangsung.

Beberapa anggota dewan kota menginginkan tarif pajak yang lebih tinggi, dengan harapan pendapatan tambahan ini dapat digunakan untuk memberikan solusi atas masalah perumahan terjangkau bagi warga lokal, terutama mereka yang bekerja di sektor perhotelan dan pariwisata.

Dengan pengenaan pajak wisatawan ini, Edinburgh bergabung dengan sejumlah kota besar di Eropa yang telah lebih dahulu memberlakukan kebijakan serupa. Beberapa contohnya adalah Amsterdam, yang menerapkan pajak wisatawan tertinggi di Eropa sebesar 12,5% dari tarif kamar untuk hotel, area perkemahan, dan penyewaan liburan, serta biaya tambahan untuk penumpang kapal pesiar sebesar €14,50 (Rp246 ribu) per orang. Selain itu, Venice sukses menerapkan program biaya masuk sementara untuk wisatawan harian, menghasilkan jutaan euro.

Pemerintah Wales juga berencana mengadopsi undang-undang serupa pada tahun ini untuk mendukung pariwisata yang berkelanjutan.

Ketua Dewan Kota Edinburgh, Jane Meagher, menyebut pengenaan pajak ini sebagai peluang besar untuk meningkatkan kualitas kota. “Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk menginvestasikan puluhan juta pound guna memperbaiki dan mempertahankan hal-hal yang membuat Edinburgh menjadi tempat yang luar biasa untuk dikunjungi dan ditinggali sepanjang tahun,” ujarnya dalam siaran pers resmi.

Kebijakan ini diharapkan dapat menyeimbangkan antara kepentingan pariwisata dan kesejahteraan warga lokal, sambil memastikan Edinburgh tetap menjadi destinasi yang menarik bagi wisatawan global.(alf)

en_US