Konsultan Pajak hingga Anggota Keluarga Bisa Jadi Kuasa dengan Kompetensi Tertentu

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan mengenai hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak. Dalam keterangannya, kini Wajib Pajak dapat menunjuk pihak lain sebagai kuasa untuk membantu menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Siapa yang Dapat Menjadi Kuasa?

1. Konsultan Pajak

2. Pihak Lain dengan kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan.

3. Keluarga, termasuk istri, suami, anak kandung, anak tiri, dan cucu.

Adapun kuasa wajib memiliki kompetensi tertentu seperti jenjang pendidikan, sertifikat, atau pembinaan dari asosiasi atau Kementerian Keuangan, kecuali jika kuasa adalah anggota keluarga.

Selain itu, kuasa harus memiliki surat kuasa khusus dari pihak yang menunjuknya.

Hak Kuasa Wajib Pajak:

1. Mendapatkan layanan perpajakan tertentu sesuai surat kuasa.

2. Menandatangani Surat Pemberitahuan (SPT).

3. Memperoleh layanan konsultasi dan informasi terbaru terkait perpajakan.

Kewajiban Kuasa Wajib Pajak:

1. Mematuhi ketentuan perpajakan.

2. Menyerahkan surat kuasa khusus kepada pegawai DJP.

Namun, kuasa tidak dapat menjalankan tugas jika terbukti menghalangi pelaksanaan peraturan perpajakan atau tersangkut tindak pidana.

Adapun dasar hukum hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak sudah diatur dalam:

1. Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

2. Pasal 51 dan 52 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022.

Wajib Pajak juga dapat mengakses informasi resmi DJP melalui, portal DJP di www.pajak.go.id atau Kring Pajak di 1500200 dan email informasi@pajak.go.id. (alf)

Indonesia Resmi Terapkan Pajak Minimum Global untuk Cegah Penghindaran Pajak

IKPI, Jakarta: Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT) sebagai bagian dari kesepakatan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GLoBE) yang dirancang oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD. Langkah ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 dan mulai berlaku pada tahun pajak 2025.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan upaya untuk mencegah praktik penghindaran pajak melalui tax haven sekaligus menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil. “Kesepakatan ini sangat positif dalam meningkatkan keadilan sistem perpajakan global,” ujar Febrio melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (17/1/2025)

GMT akan berlaku bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro. Wajib pajak ini akan dikenakan tarif pajak minimum global sebesar 15 persen.

Jika tarif pajak efektif yang dikenakan di negara tertentu kurang dari 15 persen, perusahaan tersebut diwajibkan membayar pajak tambahan (top up) paling lambat akhir tahun pajak berikutnya. Sebagai contoh, untuk tahun pajak 2025, pembayaran top up harus diselesaikan paling lambat 31 Desember 2026.

Pemerintah memberikan waktu 15 bulan setelah tahun pajak berakhir untuk pelaporan GMT. Namun, khusus untuk tahun pertama penerapan, diberikan kelonggaran hingga 18 bulan. Artinya, untuk tahun pajak 2025, pelaporan pertama wajib disampaikan paling lambat 30 Juni 2027.

Ketentuan teknis mengenai formulir, tata cara pengisian, pembayaran, dan pelaporan surat pemberitahuan tahunan akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dukungan untuk Iklim Investasi

Febrio memastikan bahwa penerapan GMT tidak akan mengurangi daya saing investasi di Indonesia. Pemerintah akan memberikan insentif khusus, terutama bagi sektor-sektor yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, menambahkan bahwa insentif alternatif dalam bentuk nonfiskal sedang dirancang untuk mengimbangi dampak penerapan GMT.

Saat ini, Indonesia bergabung dengan lebih dari 40 negara yang telah mengadopsi kebijakan ini, di mana mayoritas negara mulai menerapkannya pada tahun 2025. Langkah ini menjadi salah satu upaya Indonesia untuk beradaptasi dengan tren perpajakan global sekaligus mendukung integrasi ekonomi internasional yang lebih transparan. (alf)

Pengamat Nilai Kebijakan Tax Amnesty dan Family Office Tak Berkeadilan

IKPI, Jakarta: Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, menyatakan bahwa kebijakan seperti Tax Amnesty dan Family Office sangat tidak berkeadilan. Alasannya, BPS baru saja mengumumkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi masyarakat meningkat.

Menurutnya, khususnya pajak penghasilan (PPh), seharusnya berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan—mengambil dari kelompok kaya untuk mendukung kelompok bawah. Namun, ia menilai bahwa dua kebijakan tersebut justru lebih menguntungkan kelompok superkaya.

“Family Office bisa menjadi alat bagi mereka untuk mengurangi beban pajaknya, sedangkan Tax Amnesty Jilid III menguntungkan wajib pajak yang tidak patuh,” kata Fajri di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Fajry juga menyoroti potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama Otoritas Pajak. Ia khawatir bahwa hal ini dapat merugikan Presiden Prabowo Subianto dalam merealisasikan janji-janji politiknya, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia menekankan bahwa kebijakan ini berisiko mengurangi penerimaan pajak dalam jangka panjang.

“Tax Amnesty Jilid III akan membuat wajib pajak semakin tidak patuh dalam jangka menengah-panjang. Sedangkan Family Office dapat berdampak pada penerimaan PPh Pasal 21, mengingat kontribusi tarif tertinggi mencapai 12,6% dari total penerimaan pajak,” kata Fajry.

Dalam pernyataannya, Fajry mengimbau Presiden Prabowo untuk mempertimbangkan kembali rencana penerapan kebijakan tersebut.

“Saya berharap Pak Prabowo menolak dua rencana tersebut demi keadilan sosial dan keberlanjutan penerimaan negara,” katanya. (alf)

KEP DJP 24/2025, IKPI Desak DJP Berlakukan Kebijakan yang Sama untuk Semua PKP

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, mendesak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberlakukan kebijakan yang sama terhadap semua Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini menyusul dikeluarkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-24/PJ/2025 tentang Penetapan PKP Tertentu yang mendapatkan fasilitas terkait penerbitan faktur pajak.

Menurut Vaudy, keputusan ini hanya memberikan kelonggaran kepada PKP yang menerbitkan minimal 10.000 faktur pajak per bulan. Namun, kebijakan tersebut dinilai belum mencakup mayoritas PKP lainnya, terutama yang berasal dari kalangan usaha kecil dan menengah (UKM).

“Keputusan ini memang membantu PKP besar yang jumlahnya sekitar 790 perusahaan. Tapi bagaimana dengan PKP lainnya? Mereka juga menghadapi kendala yang sama, bahkan lebih berat karena sumber daya mereka lebih terbatas. Seharusnya kebijakan ini berlaku untuk semua PKP tanpa terkecuali,” ujar Vaudy di sela pelantikan Pengurus Daerah Sulawesi, Maluku, dan Papua, di Sekretariat Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025).

Vaudy menjelaskan bahwa kendala utama yang dihadapi PKP adalah sulitnya proses penerbitan faktur pajak akibat masalah teknis pada aplikasi Coretax. Hal ini berdampak pada kelancaran administrasi perpajakan yang seharusnya mendukung aktivitas bisnis.

“Semua PKP, baik besar maupun kecil, berhak mendapatkan kemudahan yang sama dalam hal administrasi perpajakan. Jangan sampai fasilitas ini hanya diberikan kepada perusahaan besar yang sebenarnya sudah memiliki sumber daya untuk mengatasi masalah mereka,” tegas Vaudy.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya peran aplikasi e-Faktur dalam memberikan solusi bagi seluruh wajib pajak. Jika kebijakan seperti ini hanya terbatas pada PKP tertentu, maka ketidakadilan dalam sistem perpajakan bisa terjadi, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

“Kami di IKPI berharap pemerintah tidak hanya memprioritaskan perusahaan besar. Semua PKP, apapun skala bisnisnya, harus mendapat perlakuan yang sama. Ini adalah bentuk dukungan nyata untuk menciptakan ekosistem bisnis yang adil dan kondusif,” ujarnya.

Vaudy juga meminta DJP untuk meninjau ulang kebijakan ini sambil terus memperbaiki masalah teknis pada Coretax. Dengan langkah tersebut, ia yakin dunia usaha dapat menjalankan aktivitasnya dengan lebih lancar tanpa terganggu oleh kendala administrasi.

“Solusi ini tidak hanya membantu dunia usaha, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan di Indonesia,” katanya. (bl)

Permasalahan Coretax Ganggu Administrasi Pelaku Usaha, IKPI Minta DJP Segera Perbaiki

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan permintaan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera melakukan perbaikan pada aplikasi Coretax. Permintaan ini didasarkan pada banyaknya keluhan dari berbagai pihak, termasuk wajib pajak, konsultan pajak, dan pelaku usaha, yang menghadapi kendala teknis sejak aplikasi ini diluncurkan.

Menurut Vaudy, sejumlah masalah dalam implementasi Coretax sangat mengganggu proses administrasi perpajakan. Salah satu kendala utama adalah kesulitan dalam penerbitan faktur pajak. Masalah ini membuat wajib pajak, termasuk pelaku usaha, harus melakukan upaya berulang kali untuk menyelesaikan kewajiban mereka.

“Kami di IKPI berharap Coretax dapat segera berjalan optimal, sesuai dengan yang sudah disosialisasikan sebelumnya. Saat ini banyak keluhan dari wajib pajak dan pelaku usaha yang merasa terganggu, terutama dalam hal administrasi penerbitan faktur pajak. Masalah ini harus segera diatasi agar tidak menghambat proses bisnis mereka,” ujar Vaudy di sela Pelantikan Pengurus Daerah Sulawesi, Maluku, dan Papua, di Sekretariat Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025).

Vaudy menambahkan bahwa masalah teknis pada Coretax bukan hanya berdampak pada wajib pajak, tetapi juga mengganggu konsultan pajak yang menjadi intermediary antara pemerintah dalam hal ini otoritas pajak dengan pelaku usaha. Akibatnya, proses perpajakan menjadi lebih rumit dan memakan waktu.

“Banyak wajib pajak yang mengeluhkan harus bolak-balik menyelesaikan urusan administrasi mereka karena aplikasi ini belum berjalan dengan baik. Ini jelas menciptakan ketidakpastian yang tidak menguntungkan bagi dunia usaha, terutama dalam mendukung perekonomian yang sedang berupaya pulih,” tambahnya.

IKPI mendesak DJP untuk menjadikan perbaikan Coretax sebagai prioritas utama. Sistem perpajakan yang handal dan efisien, menurut Vaudy, merupakan kunci dalam menciptakan ekosistem usaha yang kondusif. Ia juga menegaskan bahwa IKPI siap memberikan masukan teknis jika diperlukan untuk membantu perbaikan sistem ini.

“Kami siap bekerja sama dengan DJP untuk memberikan masukan yang konstruktif. Tujuannya adalah agar Coretax bisa benar-benar menjadi solusi, bukan justru menjadi penghambat bagi wajib pajak dan pelaku usaha,” kata Vaudy.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta, menyampaikan pandangannya terkait penerapan aplikasi Coretax yang resmi berjalan sejak 1 Januari 2025. Langkah ini dianggap sebagai upaya pamungkas pemerintah dalam menciptakan sistem administrasi perpajakan yang modern, akurat, sistematis, dan terintegrasi, dengan mengacu pada single identification number.
Menurut Pino, Coretax memungkinkan administrasi perpajakan dilakukan secara real-time melalui sistem online yang terhubung langsung dengan server Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tanpa batasan waktu dan tempat.

Namun, Pino mengusulkan langkah tambahan berupa penerapan masa kahar (force majeure) selama aplikasi Coretax belum sepenuhnya berfungsi dengan optimal. “Masa kahar ini diperlukan agar DJP membebaskan sanksi perpajakan akibat keterlambatan yang disebabkan oleh kendala aplikasi Coretax. Hal ini akan memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak yang sudah berusaha menjalankan kewajibannya,” jelasnya.
IKPI melalui departemen terkait telah mengumpulkan masukan dari anggotanya terkait implementasi Coretax. Hingga 13 Januari 2025, tercatat 34 permasalahan yang dihadapi wajib pajak dan konsultan pajak. Laporan tersebut telah disampaikan kepada DJP pada 14 Januari 2025 untuk ditindaklanjuti. (bl)

Ketum Vaudy Starworld Lantik Pengurus Daerah IKPI Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld resmi melantik pengurus daerah (Pengda) wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025). Ini merupakan acara pelantikan ke-7 dari total 13 Pengda yang direncanakan. Acara ini dihadiri oleh Wakil Ketua Umum IKPI Jetty, Ketua Dewan Kehormatan IKPI, Christian Marpaung, serta jajaran pengurus pusat, serta perwakilan cabang di berbagai wilayah.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Vaudy dalam sambutannya menegaskan pentingnya menjaga kode etik dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Selain itu, ia menegaskan program-program strategis yang diharapkan dapat membawa organisasi lebih dikenal di luar kalangan internal.

Ahli Kepabeanan dan Kuasa di Pengadilan Pajak ini menekankan komitmennya untuk memperluas jangkauan IKPI dengan mendirikan cabang baru di beberapa kota strategis, seperti Bitung, Palu, dan Jayapura. “Kami harap ke depan, IKPI tidak hanya dikenal di kalangan anggota, tetapi juga di masyarakat luas melalui seminar dan sosialisasi gratis bagi wajib pajak,” katanya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Selain itu, dalam pelantikan ini juga disampaikan arahan agar Pengda aktif menyelenggarakan kegiatan eksternal, seperti seminar pajak untuk masyarakat umum, guna meningkatkan pemahaman wajib pajak dan memperkuat eksistensi IKPI di berbagai daerah.

Menurut Vaudy, pelantikan ini menjadi tonggak penting dalam upaya IKPI memperluas jaringan hingga ke wilayah timur Indonesia. Dengan terbentuknya cabang-cabang baru, diharapkan organisasi ini dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam mendukung pengelolaan pajak yang profesional dan transparan di seluruh pelosok negeri.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Harapannya agar IKPI terus berkembang dan membawa manfaat bagi anggotanya serta masyarakat luas. “Kami optimis, dengan sinergi yang kuat antara pusat dan daerah, IKPI akan semakin maju,” ujarnya. (bl)

Penerapan Aplikasi Coretax Resmi Dimulai, IKPI Soroti Kendala dan Berikan Masukan kepada DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta, menyampaikan pandangannya terkait penerapan aplikasi Coretax yang resmi berjalan sejak 1 Januari 2025. Langkah ini dianggap sebagai upaya pamungkas pemerintah dalam menciptakan sistem administrasi perpajakan yang modern, akurat, sistematis, dan terintegrasi, dengan mengacu pada single identification number.

Menurut Pino, Coretax memungkinkan administrasi perpajakan dilakukan secara real-time melalui sistem online yang terhubung langsung dengan server Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tanpa batasan waktu dan tempat.

Sekadar informasi, hingga kini data milik DJP sudah terhubung dengan 106 perbankan; 9 entitas lain di kementerian keuangan; 190 kementerian dan lembaga (K/L); 38 pemerintah provinsi; 98 pemerintah kota; 416 pemerintah kabupaten; serta 20 entitas lain, seperti badan usaha milik negara nonperbankan, perusahaan fintech, dan marketplace. Hal ini diharapkan mampu menyederhanakan proses administrasi perpajakan.

Lebih lanjut Pino mengatakan, meskipun sudah berjalan selama 16 hari, berbagai kendala teknis masih ditemui dalam penerapan sistem ini. “Beberapa masalah seperti server DJP yang error, menu yang belum dapat diakses, hingga data yang belum sinkron dengan data AHU Kemenkumham menjadi sumber kekhawatiran wajib pajak dan konsultan pajak. Walau DJP telah berupaya keras mengatasi masalah ini, situasi ini tetap menambah tekanan bagi kedua belah pihak,” ujar Pino di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Untuk mengurangi dampak tersebut, DJP telah mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak No. 1 Tahun 2025, yang memberikan masa transisi tiga bulan (1 Januari – 31 Maret 2025) terkait pembuatan faktur pajak, khususnya untuk barang non-mewah. Dalam masa ini, wajib pajak dapat memilih dasar pengenaan pajak (DPP) yang digunakan, baik dengan tarif lama 11% maupun tarif baru 12%.

Namun, Pino mengusulkan langkah tambahan berupa penerapan masa kahar (force majeure) selama aplikasi Coretax belum sepenuhnya berfungsi dengan optimal. “Masa kahar ini diperlukan agar DJP membebaskan sanksi perpajakan akibat keterlambatan yang disebabkan oleh kendala aplikasi Coretax. Hal ini akan memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak yang sudah berusaha menjalankan kewajibannya,” jelasnya.

IKPI melalui departemen terkait telah mengumpulkan masukan dari anggotanya terkait implementasi Coretax. Hingga 13 Januari 2025, tercatat 34 permasalahan yang dihadapi wajib pajak dan konsultan pajak. Laporan tersebut telah disampaikan kepada DJP pada 14 Januari 2025 untuk ditindaklanjuti.

Pino menegaskan bahwa IKPI sebagai mitra strategis pemerintah akan terus mengawasi dan memberikan masukan demi kemajuan sistem perpajakan nasional. “Kami akan terus menyampaikan kendala yang dihadapi wajib pajak agar Coretax bisa menjadi sistem yang lebih baik dan mendukung penerimaan pajak dengan tetap menjunjung asas keadilan, kepastian hukum, dan kemudahan administrasi,” ujarnya.

Langkah penerapan Coretax ini diharapkan dapat menjadi pondasi bagi modernisasi perpajakan Indonesia meskipun tantangan di awal implementasi tidak dapat dihindari. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan diimbau untuk terus bersinergi demi tercapainya sistem perpajakan yang lebih baik dan berkelanjutan. (bl)

Ketum Vaudy Starworld Ajak Anggota Aktif Menulis di Website Resmi IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, mengajak seluruh anggota IKPI untuk lebih aktif berkontribusi dalam bentuk tulisan di website resmi IKPI. Ajakan ini bertujuan untuk memperkaya literasi perpajakan nasional sekaligus memberikan ruang bagi para anggota untuk menyampaikan pemikiran mereka terkait isu-isu perpajakan.

Dalam pernyataannya, Vaudy Starworld menyampaikan bahwa website resmi IKPI bukan hanya sarana informasi organisasi, tetapi juga wadah bagi anggota untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Ia menekankan pentingnya partisipasi aktif anggota dalam mengembangkan wacana perpajakan yang berkualitas di Indonesia.

Vaudy juga mengundang para anggota untuk menulis opini atau pendapat pribadi mereka tentang berbagai isu perpajakan. Menurutnya, perspektif anggota IKPI sangat bernilai karena mereka memiliki pengalaman langsung dalam menghadapi dinamika peraturan perpajakan dan tantangan praktik konsultasi pajak.

“Setiap anggota memiliki pandangan dan wawasan unik tentang bagaimana kebijakan perpajakan diterapkan di lapangan. Dengan menulis opini, kita dapat menyuarakan gagasan yang dapat menjadi masukan berharga bagi dunia perpajakan Indonesia,” ujar Vaudy dalam sambutannya di Seminar dan Rapat Anggota IKPI Cabang Jakarta Barat di Universitas Tarumanagara, Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Selain itu, ia juga mendorong anggota untuk menulis ulasan mendalam tentang peraturan-peraturan perpajakan yang baru diterbitkan atau yang sedang menjadi perbincangan. Menurut Vaudy, ulasan seperti ini tidak hanya bermanfaat bagi sesama anggota IKPI, tetapi juga bagi masyarakat luas yang mencari pemahaman lebih baik tentang aturan-aturan perpajakan yang sering kali kompleks.

Tulisan Anda adalah Kontribusi Nyata

Vaudy menegaskan bahwa kontribusi dalam bentuk tulisan bukan sekadar aktivitas akademis, melainkan juga wujud nyata dari dedikasi anggota IKPI dalam meningkatkan literasi perpajakan. “Melalui tulisan, kita tidak hanya membagikan pengetahuan, tetapi juga membangun citra positif konsultan pajak sebagai profesi yang berintegritas dan berkompeten,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa menulis adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan kredibilitas pribadi sebagai konsultan pajak profesional. Dengan berbagi tulisan, anggota IKPI dapat menunjukkan kemampuan analitis, wawasan mendalam, dan kepedulian mereka terhadap perkembangan dunia perpajakan.

Kemudahan Publikasi di Website Resmi IKPI

Untuk mendukung ajakan ini, Vaudy memastikan bahwa proses publikasi tulisan di website resmi IKPI telah dibuat semudah mungkin. Anggota hanya perlu mengirimkan tulisan mereka melalui nomor WhatsApp Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono dan kemudian tim editor IKPI akan membantu memastikan tulisan tersebut sesuai dengan standar publikasi tanpa mengurangi orisinalitas dan substansi yang disampaikan.

Sebagai penutup, Vaudy mengajak semua anggota untuk tidak ragu menulis dan berbagi. “Ini adalah kesempatan kita untuk bersama-sama memajukan profesi konsultan pajak di Indonesia. Mari kita jadikan website IKPI sebagai sumber referensi utama bagi dunia perpajakan,” katanya. (bl)

Luhut Temukan Ratusan Pemuda untuk Bantu Pengembangan Sistem Perpajakan dan Cari Pengemplang Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan sudah menemukan 300 pemuda yang akan membantu pemerintah mengembangkan sistem perpajakan. Tujuannya untuk menelusuri para pengemplang pajak, yang dinilai selama ini telah merugikan negara.

Luhut mengungkapkan, bahwa pemerintah saat ini tengah mengembangkan GovTech atau sebuah sistem data terintegrasi yang mencakup seluruh kementerian/lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah. Sistem ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengelolaan data perpajakan.

“Saya sudah ketemu mereka, dan mereka siap membantu pemerintah mencari siapa yang nggak bayar pajak ini,” ujar Luhut, Rabu (15/1/2025).

Namun, ia menegaskan pentingnya pendekatan yang hati-hati dalam menelusuri para pengemplang pajak. Menurutnya, pemerintah tidak akan langsung memungut pajak dari semua wajib pajak tanpa pertimbangan matang.

“Kita mesti lihat baik-baik dan dengan kepala dingin melihat ini. Jangan nanti menimbulkan masalah pula. Bisa nggak kita nyari dulu, kita masuk dulu semua ke dalam, jangan terus semua langsung dipajakin,” jelasnya.

Luhut juga menyoroti peran Coretax, salah satu komponen utama dari GovTech yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dengan implementasi sistem ini, ada potensi tambahan penerimaan negara hingga Rp1.500 triliun.

“World Bank bilang, kalau kalian bisa koleksi pajak di bawah ini dengan benar, kalian akan bisa mendapatkan 6,4 persen dari GDP kalian. Itu setara kira-kira Rp1.500 triliun,” kata Luhut.

Program ini diharapkan tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memberdayakan generasi muda untuk berkontribusi secara langsung dalam pembangunan ekonomi nasional melalui inovasi teknologi. (alf)

Pemerintah Siapkan Insentif Nonfiskal untuk Imbangi Dampak Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah mengkaji alternatif insentif guna menyeimbangkan dampak dari penerapan pajak minimum global (Global Minimum Tax/GMT) sebesar 15 persen. Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa kebijakan ini berpengaruh terhadap mekanisme pembebasan pajak (tax holiday) di Indonesia.

“Kami sedang mengkaji insentif nonfiskal untuk diberikan kepada investor sebagai kompensasi atas dampak GMT. Hal ini penting untuk tetap menjaga daya tarik investasi di Indonesia,” ujar Rosan dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 di Jakarta, Rabu (15/1/2025).

BKPM berencana berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan kementerian lainnya untuk merumuskan kebijakan insentif alternatif yang efektif. “Kami sedang berdiskusi terkait bagaimana implikasi GMT terhadap kebijakan fiskal kita. Fokusnya adalah memberikan insentif dalam bentuk lain, bukan hanya tax holiday,” katanya.

Implikasi Pajak Minimum Global

GMT, yang disepakati dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GLoBE), bertujuan mengurangi penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional. Kebijakan ini berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan global di atas 750 juta euro, yang harus membayar pajak minimal 15 persen.

Jika pajak yang dibayar di suatu yurisdiksi di bawah 15 persen, negara asal perusahaan berhak memungut pajak tambahan (top-up tax). Contohnya, jika suatu perusahaan dikenai pajak 5 persen di Indonesia, negara asalnya dapat menambahkan 10 persen hingga mencapai tarif minimal.

Pengaruh pada Kebijakan Tax Holiday

Di Indonesia, Pajak Penghasilan (PPh) Badan saat ini sebesar 22 persen. Namun, dengan adanya GMT, pemerintah hanya dapat memberikan pembebasan pajak hingga 7 persen untuk memenuhi tarif minimum global.

Pemerintah tetap memperpanjang kebijakan tax holiday hingga 31 Desember 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024. Kebijakan ini memungkinkan perusahaan di sektor industri pionir mendapatkan pembebasan PPh Badan hingga 100 persen.

Namun, perusahaan multinasional yang memanfaatkan tax holiday tetap harus memenuhi ketentuan GMT. Bila tingkat pajak efektif yang dibayarkan di bawah 15 persen, perusahaan wajib membayar pajak tambahan minimum domestik.

Rosan menegaskan, insentif nonfiskal akan menjadi alternatif untuk menjaga iklim investasi. Insentif ini dapat berupa kemudahan perizinan, fasilitas infrastruktur, atau dukungan lainnya yang tidak melibatkan pengurangan pajak. “Kami memastikan bahwa Indonesia tetap kompetitif di mata investor meskipun ada kebijakan GMT,” tutupnya.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat mempertahankan daya saing Indonesia sebagai destinasi investasi strategis di tengah perubahan kebijakan global. (alf)

en_US