IKPI JAKSEL HELD ENGLISH CLUB FOR THE SECOND TIME

IKPI, Jakarta: IKPI Jaksel organized an English club activity for the second time. The English Club meeting IKPI Jakarta Selatan on May 16, 2025. The English club IKPI Jaksel webinar was hosted by Mr Putu Bagus Adi Wibawa as the moderator. Mr Ruston Tambunan as speaker, He is so excellent in international taxation also as AOTCA President. He is explanation about differences between permanent establishments and representative offices of foreign companies in Indonesia, focusing on their legal status and tax implications. Mr Ruston explained the principles of taxation for international businesses, including the concepts of source and residence jurisdiction, and discussed how tax treaties aim to prevent double taxation. The meeting also included a case study on digital services and an audit adjustment case involving a representative office, with participants engaging in discussions about best practices for mitigating permanent establishment risks and compliance strategies.

Mr.Ruston presented on the tax implications of non-sales representative offices as permanent establishments, explaining the principles of source jurisdiction and residence jurisdiction in taxation. He discussed how countries can tax individuals and enterprises based on these principles, and highlighted the potential for double taxation when both source and residence jurisdictions apply. Ruston also explained the differences between subsidiaries, permanent establishments, and representative offices, noting that while subsidiaries are subject to worldwide income taxation, permanent establishments are taxed only on income attributable to them. He concluded by discussing how tax treaties, such as the one between Indonesia and over 70 countries, aim to prevent double taxation and distribute taxing rights between countries.

Mr.Ruston explained the concept of “effectively connected” income in the context of permanent establishments (PEs) and tax treaties, particularly focusing on Article 7. He clarified that if income is directly or indirectly connected to a PE, it can be attributed to that PE under Article 7, even if it would otherwise be covered by other articles like article 11 (interest) or article 12 (royalties). Ruston also discussed the tax implications of representative offices in Indonesia, noting that while they are exempt from corporate income tax under Article 15, any activities exceeding auxiliary and preparatory functions could constitute a PE subject to tax. He emphasized the importance of strong evidence to prove that a representative office’s activities remain within the treaty’s exemptions.

Mr. Ruston discussed the tax implications of representative offices, explaining that while there is no specific regulation limiting the duration of a representative office, tax auditors often question long-term operations. He emphasized that the nature of activities, rather than duration, determines whether an office is considered a permanent establishment. Ruston also addressed concerns about employee numbers and commissions, noting that while there is no explicit limit on the number of employees, tax auditors may question offices with large staffs. He concluded by explaining that tax treaties and domestic laws govern the taxation of business profits, with rates subject to change.

The participants actively discussed the case study presented by the resource person. (fc)

Versi Indonesia

IKPI JAKSEL GELAR ENGLISH CLUB UNTUK KEDUA KALINYA.

IKPI, Jakarta: IKPI Jaksel kembali menyelenggarakan kegiatan English Club. Pertemuan English Club IKPI Jakarta Selatan pada 16 Mei 2025. Webinar English Club IKPI Jaksel dipandu oleh Putu Bagus Adi Wibawa sebagai moderator. Ruston Tambunan sebagai pembicara, Mereka sangat ahli dalam perpajakan internasional sekaligus sebagai Presiden AOTCA.

Mereka menjelaskan tentang perbedaan antara tempat usaha tetap dan kantor perwakilan perusahaan asing di Indonesia, dengan fokus pada status hukum dan implikasi pajaknya.

Ruston menjelaskan prinsip-prinsip perpajakan untuk bisnis internasional, termasuk konsep yurisdiksi sumber dan tempat tinggal, dan membahas bagaimana perjanjian pajak bertujuan untuk mencegah pajak berganda.

Pertemuan tersebut juga mencakup studi kasus tentang layanan digital dan kasus penyesuaian audit yang melibatkan kantor perwakilan, dengan para peserta terlibat dalam diskusi tentang praktik terbaik untuk mengurangi risiko tempat usaha tetap dan strategi kepatuhan.

Ruston memaparkan implikasi pajak dari kantor perwakilan nonpenjualan sebagai tempat usaha tetap, menjelaskan prinsip yurisdiksi sumber dan yurisdiksi tempat tinggal dalam perpajakan. Ia membahas bagaimana negara dapat mengenakan pajak kepada individu dan perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip ini, dan menyoroti potensi pajak berganda ketika yurisdiksi sumber dan tempat tinggal berlaku.

Ruston juga menjelaskan perbedaan antara anak perusahaan, tempat usaha tetap, dan kantor perwakilan, dengan mencatat bahwa sementara anak perusahaan dikenakan pajak penghasilan di seluruh dunia, tempat usaha tetap hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dapat diatribusikan kepada mereka.

Ia menyimpulkan dengan membahas bagaimana perjanjian pajak, seperti yang berlaku antara Indonesia dan lebih dari 70 negara, bertujuan untuk mencegah pajak berganda dan mendistribusikan hak perpajakan antar negara.

Ruston menjelaskan konsep pendapatan yang “terhubung secara efektif” dalam konteks tempat usaha tetap (PE) dan perjanjian pajak, khususnya dengan fokus pada Pasal 7. Ia mengklarifikasi bahwa jika pendapatan secara langsung atau tidak langsung terhubung ke PE, pendapatan tersebut dapat diatribusikan ke PE tersebut berdasarkan Pasal 7, meskipun pendapatan tersebut akan tercakup oleh pasal lain seperti pasal 11 yaitu bunga atau pasal 12 yaitu royalti. Ruston juga membahas implikasi pajak dari kantor perwakilan di Indonesia, dengan mencatat bahwa meskipun kantor perwakilan dikecualikan dari pajak penghasilan badan berdasarkan Pasal 15, kegiatan apa pun yang melampaui fungsi pelengkap dan persiapan dapat menjadi subjek pajak BUT.

Ia menekankan pentingnya bukti kuat untuk membuktikan bahwa kegiatan kantor perwakilan tetap berada dalam pengecualian perjanjian tersebut.

Tn. Ruston membahas implikasi pajak dari kantor perwakilan, dengan menjelaskan bahwa meskipun tidak ada peraturan khusus yang membatasi durasi kantor perwakilan, pemeriksa pajak sering mempertanyakan operasi jangka panjang.

Ia menekankan bahwa sifat kegiatan, bukan durasi, menentukan apakah suatu kantor dianggap sebagai tempat usaha tetap. Ruston juga menanggapi kekhawatiran tentang jumlah karyawan dan komisi, dengan mencatat bahwa meskipun tidak ada batasan eksplisit pada jumlah karyawan, pemeriksa pajak dapat mempertanyakan kantor dengan staf yang besar. Ia menyimpulkan dengan menjelaskan bahwa perjanjian pajak dan undang-undang domestik mengatur perpajakan atas laba bisnis, dengan tarif yang dapat berubah.

Para peserta secara aktif membahas studi kasus yang disajikan oleh narasumber. (fc)

 

 

 

 

 

 

 

IKPI Medan Siap Gelar Brevet Perdana dan mendukung Rakorda di Kawasan Danau Toba

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan bersiap membuka pelatihan Brevet perdana pada Juni mendatang. Ketua IKPI Medan, Ebenezer Simamora, mengungkapkan bahwa kegiatan ini akan menjadi yang pertama kali diselenggarakan oleh cabang Medan secara mandiri di kantor sekretariat mereka yang baru.

“Untuk pertama kalinya, IKPI Cabang Medan akan menggelar Brevet di bulan Juni. Ini akan dilaksanakan di kantor sekretariat IKPI Medan, yang kini sudah memiliki tempat khusus tersendiri,” ujar Ebenezer, Kamis (22/5/2025).

Ia menambahkan bahwa keberadaan kantor sekretariat yang terpisah dari tempat Ketua Cabang menjadi langkah strategis dalam mendukung kegiatan organisasi yang semakin aktif, seperti rapat, pelatihan, dan koordinasi antaranggota.

Tak berhenti di situ, Barry Kusuma Ketua Pengda Sumbagut didampingi Ebenezer Ketua Cabang Medan menyampaikan juga agenda penting lainnya: Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) sekaligus pelaksanaan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) pada 25–27 Juli 2025. Acara ini akan digelar di kawasan Danau Toba, tepatnya Parapat dan Samosir.

“Rakorda akan menjadi momen strategis untuk konsolidasi anggota sekaligus wadah edukasi dan wisata. Kami mengajak anggota dari cabang lain untuk bergabung, menikmati indahnya Danau Toba sambil mengikuti PPL,” jelas Barry Kusuma.

Menanggapi semangat yang ditunjukkan oleh IKPI Pengda Sumbagut dan Cabang Medan, Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, turut memberikan arahan agar setiap kegiatan cabang dapat menjangkau lebih luas, tidak hanya untuk anggota, tetapi juga masyarakat umum yang menjadi wajib pajak.

“Saya sampaikan kepada pengurus, kalau buat kegiatan jangan lupa untuk mengundang juga non-anggota. Para wajib pajak di wilayah Cabang Medan juga perlu diajak. Kalau perlu, kegiatan bisa dibuat di kabupaten-kabupaten yang punya potensi besar, bukan hanya di Kota Medan,” pesan Vaudy.

Selain memberikan dorongan untuk perluasan jangkauan kegiatan, Ketua Umum IKPI juga menyempatkan waktu dalam kunjungan pribadinya untuk bertemu dengan pengurus daerah Sumatera Bagian Utara dan pengurus IKPI Cabang Medan.

Menurut Vaudy, dengan langkah-langkah ini, IKPI Medan menunjukkan komitmennya untuk terus tumbuh aktif, inklusif, dan berkontribusi dalam pengembangan profesi konsultan pajak di wilayah Sumatera Utara. (bl)

Kunjungan Pribadi Ketum IKPI: Ebenezer Tegaskan Soliditas Pengda Sumbagut dan Cabang Medan

IKPI, Medan: Di tengah agenda perjalanan pribadinya, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan jajaran pengurus IKPI Cabang Medan dan Pengurus Daerah Sumatera Bagian Utara (Pengda Sumbagut), Kamis (22/5/2025).

Kehadiran Vaudy disambut hangat oleh Ketua IKPI Cabang Medan, Ebenezer Simamora, beserta jajaran pengurus dan anggota. Dalam kesempatan tersebut, Vaudy berbincang santai sekaligus menyerap aspirasi dari daerah, membahas perkembangan terkini organisasi, serta mempererat hubungan antara pusat dan daerah.

“Kami sangat mengapresiasi kehadiran Pak Vaudy di Medan. Di tengah kesibukan beliau, masih bisa meluangkan waktu untuk bertemu langsung dengan kami di daerah. Ini menunjukkan komitmen kuat dari pimpinan pusat terhadap konsolidasi organisasi,” ujar Ebenezer.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Pengurus Daerah IKPI Sumatera Bagian Utara, termasuk mantan Ketua Pengda Sumbagut, Koennady, serta pengawas pusat asal Cabang Medan, Rudy Yohnwein.

Selain menjadi ajang silaturahmi, lanjut Ebenezer, pertemuan ini juga dimanfaatkan sebagai forum tukar pikiran dan berbagi pengalaman antar wilayah. Ia menegaskan bahwa IKPI Cabang Medan saat ini dalam kondisi solid dan penuh semangat kolaborasi.

“Seluruh anggota sangat kompak, saling membantu dan mendukung satu sama lain. Inilah kekuatan kita,” tambahnya.

Diceritakan Ebenezer, momen ini turut diwarnai rasa syukur atas pemulihan kesehatan Ketua Pengda Sumbagut, Barry Kusuma, yang kembali bisa bergabung dalam kegiatan bersama.

“Kunjungan informal ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi antara pusat dan daerah terus dijaga, demi mewujudkan IKPI sebagai organisasi konsultan pajak yang profesional, terpercaya, dan responsif terhadap dinamika nasional,” ujarnya. (bl)

DJP Sumut I Sita Aset Rp32 Miliar Milik WP Nakal, Penegakan Hukum Pajak Makin Tegas

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I menunjukkan taringnya dalam menegakkan hukum pajak. Kali ini, mereka menyita aset bernilai fantastis tanah dan bangunan senilai Rp32 miliar milik seorang wajib pajak (WP) yang diduga kuat melakukan pelanggaran berat di bidang perpajakan.

Langkah penyitaan ini dilakukan setelah memperoleh restu dari Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Prosesnya merupakan bagian dari penyidikan atas dugaan tindak pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 39A huruf (a) jo. Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang telah diperbarui melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Arridel Mindra, menegaskan bahwa penyitaan ini bukan sekadar formalitas hukum, melainkan wujud nyata komitmen negara dalam menjaga integritas sistem perpajakan.

“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga bagian dari pemulihan kerugian negara sesuai Pasal 44 ayat (2) huruf j UU KUP. Kami ingin pastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan transparan,” tegas Arridel dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (21/5/2025).

Ia menambahkan, penegakan hukum di bidang perpajakan bukan semata-mata untuk menimbulkan efek jera, melainkan juga menjaga keberlangsungan sistem perpajakan yang adil bagi seluruh warga negara.

DJP Sumut I juga mengimbau masyarakat untuk semakin taat dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Pajak, kata Arridel, adalah fondasi utama pembiayaan pembangunan nasional, mulai dari sektor pendidikan hingga layanan kesehatan.

“Kami mengajak seluruh wajib pajak untuk tidak ragu berkonsultasi ke kantor pajak jika menemui kendala. Kepatuhan Anda adalah kontribusi langsung bagi kemajuan bangsa,” tambahnya.

Meski demikian, DJP masih menutup rapat identitas wajib pajak yang disita asetnya, termasuk rincian usaha yang dijalankan. Namun, pesan yang ingin disampaikan jelas: pelanggaran pajak bukanlah pelanggaran sepele. (alf)

 

 

 

 

 

BBNKB Dihapus, Beli Mobil dan Motor Bekas Kini Lebih Untung!

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi masyarakat yang berencana membeli mobil atau motor bekas. Pemerintah resmi menghapus bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) untuk transaksi kepemilikan kedua dan seterusnya. Kebijakan ini secara efektif mulai berlaku sejak Januari lalu dan memberikan angin segar bagi para pemburu kendaraan bekas.

Kebijakan tersebut mengacu pada Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Dalam aturan ini ditegaskan bahwa BBNKB hanya dikenakan pada penyerahan pertama kendaraan, yakni dari dealer kepada konsumen awal.

Artinya, transaksi jual beli kendaraan bekas yang merupakan penyerahan kedua atau lebih tidak lagi dikenai biaya BBNKB. Langkah ini diyakini akan mendorong transparansi kepemilikan dan menstimulasi pasar kendaraan bekas yang selama ini menjadi pilihan utama masyarakat.

Meski BBNKB dihapus untuk kendaraan bekas, pemilik tetap diwajibkan membayar beberapa biaya lain seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), biaya administrasi STNK, hingga penerbitan BPKB.

Meskipun tidak wajib, balik nama kendaraan bekas tetap disarankan. Selain menjamin keabsahan kepemilikan, proses balik nama mempermudah urusan administratif di kemudian hari, seperti pengurusan pajak, perpanjangan STNK, hingga klaim asuransi.

Dengan hilangnya beban BBNKB, konsumen kini memiliki alasan lebih kuat untuk memilih kendaraan bekas secara legal dan aman. Tak hanya irit, tapi juga lebih terlindungi. (alf)

 

Tersangka Pengemplang Pajak Lunasi Kewajiban, Kanwil DJP Jateng II Hentikan Penyidikan

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II resmi menghentikan proses penyidikan terhadap SSN, tersangka kasus pidana perpajakan dari PT IDS. Keputusan ini diambil setelah SSN melunasi seluruh kewajiban perpajakan, termasuk pokok pajak dan sanksi administratif yang dikenakan.

Kasus ini mencuat saat SSN diketahui tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut, tindakan yang melanggar ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam prosesnya, penyidik menemukan bukti kuat bahwa unsur pidana telah terpenuhi.

Ketua Tim Penyidik, Muhammad Saifulloh Al Mahdi, menyampaikan bahwa penghentian penyidikan dilakukan berdasarkan pemulihan penuh terhadap kerugian negara.

“Tersangka telah menunjukkan iktikad baik dengan mengakui perbuatannya dan melunasi seluruh kewajiban perpajakan. Karena itu, penyidikan kami hentikan sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkap Saifulloh dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (22/5/2025).

Langkah ini bukan semata bentuk penyelesaian administratif, tetapi juga bagian dari implementasi prinsip ultimum remedium menjadikan hukum pidana sebagai jalan terakhir dalam penegakan perpajakan.

Kepala Kanwil DJP Jateng II, Etty Rachmiyanthi, menjelaskan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil koordinasi lintas lembaga, mulai dari DJP, Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, hingga Direktorat Penegakan Hukum DJP Pusat.

“Ini mencerminkan kolaborasi kuat antarlembaga dalam memastikan kerugian negara dipulihkan tanpa mengabaikan keadilan,” ujarnya.

Etty juga menekankan bahwa penghentian penyidikan dilakukan dengan mengacu pada Pasal 44B UU KUP, yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan proses hukum pidana perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan, asalkan seluruh kewajiban perpajakan telah dipenuhi.

Ia berharap pendekatan ini tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga menjadi pengingat bagi seluruh Wajib Pajak untuk menjalankan kewajibannya secara patuh dan bertanggung jawab.

“Penegakan hukum yang tegas, namun berkeadilan seperti ini, adalah upaya DJP untuk membangun sistem perpajakan yang sehat dan berintegritas,” kata Etty. (alf)

 

Kabar Baik! Warga Jakarta Bisa Dapat Pembebasan Pajak PBB, Begini Syarat dan Cara Cek NIK-nya

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menetapkan insentif baru untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 281 Tahun 2025 dan mulai berlaku sejak 8 April 2025.

Langkah ini diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap warga yang membutuhkan keringanan pajak, serta demi mewujudkan sistem perpajakan yang adil. Salah satu insentif paling menarik adalah pembebasan pokok PBB-P2 bagi warga tertentu.

“Pemprov DKI memberikan pembebasan pokok PBB-P2 sebagai wujud keadilan fiskal dan upaya meringankan beban masyarakat,” tulis Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta melalui laman resminya, dikutip Rabu (21/5/2025).

Siapa Saja yang Bisa Dapat Pembebasan PBB-P2?

Tak semua warga bisa mendapatkan insentif ini. Berikut syaratnya:

• Harus wajib pajak orang pribadi.

• Objek pajak berupa rumah tapak dengan NJOP maksimal Rp2 miliar, atau rumah susun dengan NJOP maksimal Rp650 juta.

• Jika punya lebih dari satu objek, hanya satu yang mendapat pembebasan, yaitu yang NJOP-nya paling tinggi.

• Wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

NIK Harus Sudah Tervalidasi

Agar permohonan pembebasan bisa diproses, NIK yang dimiliki wajib sudah tervalidasi di sistem Pajak Online Jakarta. Berikut langkah-langkah mengeceknya:

• Masukkan NIK dan pastikan sesuai dengan nama di SPPT PBB-P2.

• Sistem akan mengecek otomatis apakah data tersebut sudah valid karena terhubung langsung ke database kependudukan.

• Nama dan urutan harus cocok persis antara NIK dan data SPPT.

• Jika nama pada SPPT milik wajib pajak yang sudah meninggal, maka harus dilakukan proses mutasi atau balik nama terlebih dahulu.

Kalau NIK Belum Tervalidasi, Apa yang Harus Dilakukan?

Jika saat dicek ternyata NIK belum tervalidasi di sistem Pajak Online, masyarakat bisa melakukan validasi secara mandiri melalui situs resmi Pajak Online Jakarta. Gunakan menu layanan “Pemutakhiran NIK” untuk memperbarui data.

Dengan adanya kebijakan ini, warga Jakarta diharapkan bisa lebih ringan menjalani kewajiban perpajakan, sekaligus mendapat kejelasan dan kemudahan dalam proses administrasi. (alf)

 

Hashim Sebut Rasio Penerimaan RI Jeblok, Pemerintah Siap Kejar Pajak Tanpa Naikkan Tarif

IKPI, Jakarta: Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan tantangan besar yang tengah dihadapi Indonesia: rendahnya rasio penerimaan negara. Dalam forum DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025), Hashim menyebut angka penerimaan Indonesia saat ini hanya 12,1 persen dari PDB, tertinggal jauh dibanding negara tetangga.

“Ini salah satu yang terendah di dunia. Bahkan Pakistan, yang punya rasio 8 persen, kini mengalami kebangkrutan,” kata Hashim.

Presiden Prabowo Subianto, menurut Hashim, menjadikan perbaikan rasio ini sebagai prioritas fiskal nasional. Target awalnya ambisius: mengejar capaian Kamboja yang telah mencapai rasio 18 persen, bahkan mengarah ke Vietnam yang sudah tembus 23 persen.

Namun, Hashim menegaskan tidak akan ada kenaikan tarif pajak. “Ketika saya bicara soal menaikkan penerimaan, orang langsung berpikir tarif pajak mau dinaikkan. Tidak! Kami tidak akan menaikkan pajak, tapi kami akan menjaring lebih banyak wajib pajak yang selama ini belum tersentuh,” tegasnya.

Strategi pemerintah akan mengandalkan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI) dan sistem informasi digital, untuk mempersempit celah kebocoran penerimaan. AI disebut bakal dimanfaatkan untuk memantau aktivitas ekonomi digital, termasuk pajak elektronik, penyalahgunaan subsidi BBM, hingga praktik gelap seperti judi online dan transaksi kripto ilegal.

Langkah ini, lanjut Hashim, bukan hanya soal mengisi kas negara, tetapi menjadi “game changer” yang menentukan arah pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.

Di sisi lain, ia menyinggung potensi pemberian insentif pajak seperti yang dilakukan Singapura, yang telah menurunkan tarif PPh Badan menjadi 17 persen. Di Indonesia sendiri, tarif tersebut masih berada di angka 22 persen.

Isu peningkatan penerimaan negara juga disebut sejalan dengan rencana Presiden Prabowo untuk melakukan rotasi kepemimpinan di Direktorat Jenderal Pajak. Nama Bimo Wijayanto, alumnus Taruna Nusantara, dikabarkan kuat menjadi calon pengganti Suryo Utomo sebagai Dirjen Pajak berikutnya. (alf)

 

Gagasan Pembentukan BPN Tak Jamin Naikkan Rasio Pajak, INDEF: Tergantung Arah Kebijakan

IKPI, Jakarta: Gagasan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk Badan Penerimaan Negara sebagai upaya mendongkrak rasio penerimaan hingga 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menuai catatan kritis dari kalangan ekonom. Salah satunya datang dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya.

Dalam diskusi panel bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada 19 Mei 2025, Berly menyatakan bahwa pendirian lembaga baru belum tentu berdampak langsung terhadap peningkatan rasio pajak.

“Di beberapa negara, pengubahan struktur kelembagaan dari Direktorat Jenderal Pajak menjadi badan semi otonom seperti SARA [Semi-Autonomous Revenue Authority] tidak selalu berhasil menaikkan rasio penerimaan. Semua tergantung pada arah kebijakan, wewenang yang jelas, serta pelaksanaan yang konsisten,” ujar Berly.

Menurut Berly, pembentukan badan khusus seperti Badan Penerimaan Negara hanyalah salah satu opsi dalam kerangka reformasi perpajakan. Ia justru mendorong pendekatan yang lebih holistik dengan mengoptimalkan mesin pertumbuhan ekonomi nasional seperti konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor.

“Kalau mau meningkatkan pajak, kita harus melihat ke sektor riil. Misalnya sektor pertanian yang kontribusinya ke PDB cukup besar lebih dari 12 persen namun minim dalam penerimaan pajak karena sifatnya masih sangat informal,” jelasnya.

Berly menyoroti bahwa struktur ekonomi Indonesia yang masih didominasi sektor informal menjadi tantangan utama dalam memperluas basis pajak. Ia juga menilai sektor-sektor potensial seperti transportasi, logistik, dan teknologi informasi belum sepenuhnya tergarap optimal dari sisi perpajakan.

Lebih jauh, ia mengungkapkan kekhawatirannya atas tren penurunan konsumsi rumah tangga di kuartal I-2025, yang kini berada di bawah lima persen. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menyumbang lebih dari separuh PDB nasional.

“Jika konsumsi dan investasi terus melambat, maka wajar bila penerimaan negara ikut tertekan. Pemerintah harus merancang kebijakan yang mampu memulihkan daya beli masyarakat,” tegasnya.

Dengan demikian, Berly menilai bahwa memperkuat basis ekonomi produktif dan memberantas sektor informal yang tidak tersentuh pajak menjadi kunci, bukan semata-mata membentuk institusi baru. (bl)

 

 

 

Menkeu Isyaratkan Efisiensi Anggaran Berlanjut di Tahun 2026 

IKPI, Jakarta : Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengisyaratkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak akan berhenti pada 2025, melainkan terus dilanjutkan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2026. Hal ini disampaikan usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-18 di Kompleks Parlemen, Selasa (20/5/2025).

“Kami masih akan terus memonitor berbagai langkah-langkah efisiensi, dan tentu nanti penyusunan APBN 2026 menggunakan seluruh evaluasi tahun ini yang sudah dilakukan,” ujar Sri Mulyani.

Menurut Menkeu, masih ada waktu sekitar dua bulan untuk menuntaskan laporan efisiensi anggaran dari kementerian dan lembaga (K/L). Kementerian Keuangan pun tengah meninjau kondisi makroekonomi sebagai dasar dalam merumuskan postur fiskal 2026 yang tetap menjaga keseimbangan antara keberlanjutan fiskal dan perlindungan terhadap masyarakat serta dunia usaha.

Postur anggaran 2026 akan dirancang selaras dengan delapan program prioritas nasional yang dirumuskan dalam Astacita Presiden terpilih Prabowo Subianto. Delapan program tersebut mencakup ketahanan pangan, ketahanan energi, program Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, pemberdayaan desa dan UMKM, pertahanan semesta, serta akselerasi investasi dan perdagangan global.

“APBN adalah instrumen yang memiliki keterbatasan, tapi harus diarahkan pada sektor-sektor strategis yang membutuhkan afirmasi anggaran,” tegasnya.

Pemerintah menargetkan defisit APBN 2026 pada kisaran 2,48% hingga 2,53% dari produk domestik bruto (PDB), relatif sama dengan target defisit tahun ini sebesar 2,53%. Sementara itu, pendapatan negara ditargetkan pada kisaran 11,71% hingga 12,22% dari PDB dan belanja negara antara 14,19% hingga 14,75% dari PDB.

Secara rinci, untuk sektor pendidikan dialokasikan anggaran antara Rp727 triliun hingga Rp761 triliun, sedangkan sektor kesehatan memperoleh alokasi Rp181 triliun hingga Rp228 triliun.

Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa pelaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran telah rampung per 7 Maret lalu, dengan penghematan belanja K/L sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah senilai Rp50,59 triliun. Menyusul hal tersebut, Kemenkeu mulai mencairkan anggaran yang sebelumnya diblokir sebesar Rp86,6 triliun untuk 99 K/L.

Kini, Menkeu tengah meminta restu kepada Presiden Prabowo untuk melakukan relokasi anggaran, agar alokasi belanja kementerian bisa lebih tajam dan tepat sasaran sesuai dengan agenda prioritas nasional ke depan. (alf)

 

en_US