Subsidi Motor Listrik Kini Pakai Skema PPN DTP

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengubah skema subsidi untuk pembelian motor listrik pada tahun 2024. Jika sebelumnya diberikan dalam bentuk bantuan langsung sebesar Rp7 juta per unit, kini subsidi tersebut akan diberikan dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa mekanisme ini mengikuti pola insentif yang diberikan untuk mobil listrik. “Jadi PPN DTP untuk pembelian motor listrik baru. Sebelumnya kan diberikan subsidi Rp7 juta. Kalau sekarang tidak, berbentuk PPN, kan mobil juga kita berikan,” ujar Airlangga, baru-baru ini.

Meski demikian, Airlangga belum mengungkapkan secara rinci mengenai mekanisme pemberian insentif dalam bentuk PPN DTP ini. Namun, ia berharap harmonisasi regulasi dapat diselesaikan sebelum perayaan Lebaran. “Ya harapannya sebulan ini. Mudah-mudahan sebelum Lebaran sudah diharmonisasi,” tambahnya.

Pada tahun 2023, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp7 juta per unit untuk pembelian motor listrik baru. Kebijakan ini dilanjutkan hingga tahun 2024, namun realisasi pemberian subsidi tidak mencapai target yang diharapkan.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa insentif motor listrik saat ini sedang dalam tahap akhir penyelesaian. Dalam acara pembukaan Indonesia International Motor Show (IIMS) pada Kamis (13/2/2025), Agus menyatakan bahwa kebijakan ini akan segera diumumkan setelah perhitungan anggaran selesai.

“Insentif motor listrik dalam waktu dekat ini sudah finishing up. Angkanya masih dalam proses perhitungan, tapi yang pasti ada,” kata Agus.

Dengan perubahan skema subsidi ini, diharapkan minat masyarakat terhadap kendaraan listrik semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah dalam mendorong ekosistem kendaraan ramah lingkungan di Indonesia. (alf)

Mau Dapat Insentif PPN DTP Rumah dan Rusun? Ini Syaratnya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah telah memperpanjang pemberian insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun hingga Desember 2025. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 4 Februari 2025.

Syarat dan Tata Cara Mendapatkan PPN DTP

Menurut situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP), insentif PPN DTP dapat dimanfaatkan oleh warga negara Indonesia yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), dengan ketentuan bahwa satu pribadi hanya berhak atas satu rumah tapak atau satu satuan rumah susun.

Penyerahan rumah dianggap terjadi saat ditandatanganinya akta jual beli oleh pejabat pembuat akta tanah atau perjanjian pengikatan jual beli lunas di hadapan notaris, serta dilakukan serah terima hak yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST). Periode penyerahan yang memenuhi syarat adalah antara 1 Januari 2025 hingga 31 Desember 2025.

BAST harus didaftarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual melalui aplikasi di kementerian yang mengurus bidang perumahan atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya serah terima.

PKP penjual juga wajib memperoleh kode identitas atas rumah yang disediakan melalui aplikasi di kementerian terkait dan menerbitkan faktur pajak serta menyampaikan laporan realisasi PPN DTP atas transaksi yang memanfaatkan insentif ini.

Besaran Insentif PPN DTP

Berdasarkan PMK No.13 Tahun 2025, skema insentif PPN DTP ditetapkan sebagai berikut:

• Penyerahan rumah antara 1 Januari – 30 Juni 2025: PPN DTP sebesar 100% atas bagian harga jual hingga Rp2 miliar, dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

• Penyerahan rumah antara 1 Juli – 31 Desember 2025: PPN DTP sebesar 50% atas bagian harga jual hingga Rp2 miliar, dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Ia mencontohkan, jika seseorang membeli rumah senilai Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, maka seluruh PPN-nya akan ditanggung pemerintah.

Namun, jika rumah yang dibeli bernilai Rp2,5 miliar, maka pembeli harus membayar PPN sebesar 11% dari selisih Rp500 juta, yaitu Rp55 juta.

Dwi juga menegaskan bahwa insentif ini tidak berlaku bagi rumah tapak atau satuan rumah susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN sebelumnya. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan semakin banyak masyarakat yang dapat memiliki rumah dengan harga lebih terjangkau. (alf)

Pemerintah Terbitkan PMK 15/2025, Atur Kepastian Hukum Pemeriksaan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 yang mengatur kepastian hukum dalam pemeriksaan pajak. Peraturan ini mencakup berbagai aspek, termasuk pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebelumnya diatur dalam beberapa regulasi perpajakan.

Penerbitan PMK 15/2025 dilakukan sebagai penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

“Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pemeriksaan pajak,” demikian kutipan dari PMK tersebut.

Dalam peraturan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan guna menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya serta untuk tujuan lain sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Tiga Jenis Pemeriksaan Pajak

PMK 15/2025 menetapkan tiga jenis pemeriksaan pajak, yaitu:

• Pemeriksaan Lengkap – Pemeriksaan yang dilakukan secara menyeluruh terhadap seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak guna menguji kepatuhan wajib pajak secara mendalam.

• Pemeriksaan Terfokus – Pemeriksaan yang dilakukan hanya terhadap satu atau beberapa pos dalam SPT dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.

• Pemeriksaan Spesifik – Pemeriksaan yang dilakukan secara lebih sederhana dan hanya berfokus pada satu atau beberapa pos dalam SPT, data tertentu, atau kewajiban perpajakan tertentu.

Selain itu, PMK ini mengatur bahwa pemeriksaan pajak dapat mencakup satu atau lebih jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak tertentu. Pemeriksaan ini juga mencakup satu atau beberapa Objek Pajak PBB.

Jenis pajak yang dapat dikenakan pemeriksaan dalam PMK ini mencakup berbagai pajak yang diadministrasikan oleh DJP, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, Pajak Karbon, serta pajak lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain untuk menguji kepatuhan pajak, pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk tujuan lain, seperti penentuan dan pencocokan data, pemenuhan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan, serta pengumpulan materi yang relevan dengan pemeriksaan pajak.

Dengan diterbitkannya PMK 15/2025, diharapkan pemeriksaan pajak menjadi lebih terarah, transparan, dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (alf)

Dukungan Organisasi, IKPI Beri Uang Duka Kepada Keluarga Almarhum Ardi dan Reynold

IKPI, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) telah menyerahkan uang duka untuk Ardi Rohmantoko (Bendahara IKPI Yogyakarta) dan Reynold Sianipar (Anggota IKPI Bogor) sebesar masing-masing Rp5 juta kepada anggota keluarga. Uang duka tersebut merupakan bagian dari kebijakan santunan yang diberikan kepada keluarga anggota IKPI yang berpulang.

Istri almarhum Ardi Rohmantoko yang menerima langsung uang duka tersebut menyatakan, mengucapkan terima kasih kepada Pengurus Pusat IKPI atas perhatian dan bantuan yang diberikan. Selain santunan uang duka, IKPI juga memberikan karangan bunga sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada almarhum.

Ketua IKPI Yogyakarta Wahyandono, memberikan uang duka kepada istri almarhum Ardi Rohmantoko (Bendahara IKPI Yogyakarta) . (Foto: Istimewa)

Kebijakan santunan duka ini juga diberikan kepada suami atau istri anggota IKPI melalui Pengurus Cabang setempat. Sebagai contoh, untuk anggota IKPI Bogor, Reynold Sianipar, santunan duka telah diserahkan oleh Ketua Departemen Pengkajian dan Penelitian Fiskal Pino Siddharta, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Bogor.

Kebijakan ini diharapkan dapat membantu meringankan beban keluarga yang ditinggalkan serta mempererat solidaritas di antara anggota organisasi.

Ketua Departemen Sosial, Keagamaan, dan Olahraga Rusmadi, menegaskan bahwa kebijakan santunan duka ini merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial organisasi terhadap para anggotanya.

“Kami berharap santunan ini dapat sedikit membantu keluarga yang ditinggalkan dan menunjukkan bahwa IKPI selalu ada untuk para anggotanya, baik dalam suka maupun duka,” ujar Rusmadi di Jakarta, Minggu (23/2/2025).

Ia menyatakan, IKPI akan terus melanjutkan kebijakan ini sebagai bentuk dukungan bagi para anggota yang telah mengabdikan diri di dunia konsultan pajak. (bl)

IKPI Pekanbaru Tegaskan Komitmen sebagai Garda Terdepan dalam Mediasi Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru selalu berkomitmen menjadi garda terdepan untuk memediasi wajib pajak dengan pihak fiskus guna mewujudkan Indonesia maju dan kuat. Sebagai asosiasi pajak kelas dunia, IKPI terus berupaya memberikan edukasi dan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat terkait perpajakan.

Dalam rangka mendukung hal tersebut, IKPI Cabang Pekanbaru mengadakan workshop bertajuk “Memahami Coretax dari Nol” pada 23 Februari 2025. Workshop ini diselenggarakan melalui media sosial IKPI dan anggota IKPI yang mendapatkan respons positif dari para pengguna Coretax, khususnya di Pekanbaru dan sekitarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Rubialam S Pane (Rubi) menyatakan, acara ini menjadi momentum penting di tengah pro dan kontra yang muncul sejak viralnya aplikasi Coretax pada 1 Januari 2025. “Melalui acara ini, kami akan memperkenalkan Coretax secara lebih mendalam kepada masyarakat, terutama wajib pajak yang diwajibkan menggunakan aplikasi tersebut, sehingga mereka dapat memahaminya tanpa banyak keraguan,” kata Rubi, Senin (24/2/2025).

Diungkapkan Rubi, workshop menghadirkan narasumber dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Lukman Nul Hakim dan ketua panitia, Nayla Sa’diah Siddik.

Dikatakan Rubi, awalnya kegiatan tersebut menetapkan jumlah peserta sebanyak 60 untuk memastikan efektivitas sesi tanya jawab. Namun, karena animo yang luar biasa dan keluwesan narasumber yang tidak membatasi jumlah peserta, jumlah peserta membeludak hingga mencapai 133 dan ditambah panitia sekitar 15, sehingga total peserta yang hadir kurang lebih 150.

(Foto: IKPI Cabang Pekanbaru)

Dalam laporannya, Ketua Panitia menyampaikan bahwa suksesnya acara ini berkat kerja sama yang baik dari seluruh panitia serta anggota IKPI Cabang Pekanbaru.

Interaksi peserta dengan narasumber berlangsung sangat aktif. Link pertanyaan yang dibagikan panitia langsung dipenuhi oleh peserta yang ingin mengatasi kendala dalam penggunaan Coretax.

Menurut Rubi, moderator, Merrisa Susanti, dengan sigap memilih dan membacakan pertanyaan peserta, memastikan fokus pada jawaban narasumber, serta mengupayakan kepuasan peserta melalui penjelasan yang rinci dan sesuai dengan regulasi terkait. :Narasumber pun menjawab setiap pertanyaan dengan lugas dan jelas, bahkan memperagakan langsung tahapan penggunaan Coretax di layar,” ujarnya.

Dengan keberhasilan workshop ini, IKPI Cabang Pekanbaru berharap dapat terus berkontribusi dalam memberikan edukasi perpajakan dan mendukung implementasi sistem perpajakan digital yang lebih efektif dan efisien di Indonesia. (bl)

IKPI Kembali ToT Gelar Pengisian SPT Tahunan, Bentuk Komitmen Beri Layanan Probono ke Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) tengah mempersiapkan secara matang pelaksanaan Training of Trainer (ToT) Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang akan diberikan kepada perwakilan anggota IKPI di seluruh Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan anggota dalam membantu wajib pajak dalam pengisian SPT tahunan secara lebih akurat dan efisien.

Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menyampaikan bahwa ToT ini merupakan salah satu program strategis yang sejalan dengan misi IKPI dalam meningkatkan kompetensi anggotanya. “Kami memberikan atensi khusus kepada seluruh Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (Pengcab) serta anggota IKPI terkait program ini. ToT ini sangat penting karena inline dengan kerja sama IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui program Probono kepada wajib pajak,” ujar Jemmi, di Jakarta, Minggu (23/2/2025).

Jemmi menekankan bahwa kerja sama antara IKPI dan DJP dalam program Probono bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada wajib pajak yang membutuhkan bantuan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya. Dengan adanya ToT ini, diharapkan para peserta yang telah mendapatkan pelatihan dapat menyalurkan ilmunya kepada anggota IKPI lainnya di daerah masing-masing serta memberikan layanan yang lebih optimal kepada masyarakat.

Selain itu, Jemmi juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara IKPI dan DJP dalam upaya meningkatkan kesadaran serta kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. “Melalui ToT ini, kami ingin memastikan bahwa anggota IKPI memiliki pemahaman yang kuat terkait dengan perubahan regulasi pajak, tata cara pelaporan yang benar, serta strategi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan demikian, kehadiran IKPI di tengah masyarakat dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia,” tambahnya.

Sementara itu, Koordinator Kegiatan ToT, Novia Artini, menyatakan bahwa persiapan teknis dan materi pelatihan telah disusun dengan cermat agar dapat memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta. “Kami telah menyusun kurikulum pelatihan yang mencakup berbagai aspek teknis dan praktik terbaik dalam pengisian SPT tahunan. Pelatihan ini juga akan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang perpajakan sehingga peserta dapat memperoleh wawasan yang lebih luas,” jelas Novia.

Novia menambahkan bahwa ToT ini akan dilakukan secara bertahap dan mencakup sesi teori serta praktik. Selain itu, para peserta juga akan diberikan studi kasus dan simulasi agar mereka dapat lebih memahami berbagai skenario yang mungkin dihadapi dalam pengisian SPT tahunan.

“Kami ingin memastikan bahwa peserta benar-benar memahami langkah-langkah teknis serta memiliki keterampilan dalam mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul dalam praktiknya,” ujar Novia.

Lebih lanjut, Novia juga menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih interaktif dan aplikatif dalam pelatihan ini. “Kami tidak hanya memberikan teori, tetapi juga sesi diskusi, tanya jawab, serta studi kasus langsung dari pengalaman para praktisi. Dengan demikian, peserta ToT dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dan siap menerapkannya di lapangan,” tambahnya.

Ia berharap bahwa program ToT ini dapat menjadi langkah konkret dalam meningkatkan kualitas layanan konsultasi pajak di Indonesia, serta mendukung kepatuhan pajak masyarakat secara lebih luas. Dengan adanya sinergi antara IKPI, DJP, dan anggota IKPI di berbagai daerah, diharapkan wajib pajak dapat lebih mudah dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan persiapan yang matang dan dukungan penuh dari berbagai pihak, IKPI optimis bahwa pelaksanaan ToT ini akan berjalan sukses dan memberikan dampak positif yang besar bagi dunia perpajakan di Indonesia. Program ini juga menjadi salah satu bukti nyata dari komitmen IKPI dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan, efisien, dan mudah diakses oleh seluruh masyarakat.

Sekadar informasi program ini merupakan agenda tahunan IKPI untuk anggota. “Tahun ini merupakan kegiatan ToT yang ke empat,” kata Novia. (bl)

DJP Catatkan Penerimaan Pajak Rp 33,39 Triliun dari Usaha Ekonomi Digital

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatatkan penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital mencapai total Rp 33,39 triliun hingga 31 Januari 2025. Angka ini berasal dari berbagai jenis pajak yang terkait dengan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), fintech (P2P lending), dan transaksi kripto.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, dalam keterangannya, Senin (17/2/2025) menjelaskan bahwa penerimaan tersebut berasal dari beberapa sumber pajak, yakni:

– PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) Rp 26,12 triliun

– Pajak Kripto Rp 1,19 triliun

– Pajak Fintech (P2P Lending) Rp 3,17 triliun

– Pajak atas transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) Rp 2,90 triliun.

Rincian Penerimaan Pajak PMSE

Penerimaan pajak dari sektor PMSE menjadi yang terbesar, dengan jumlah mencapai Rp 26,12 triliun. Jumlah ini dikumpulkan dari 181 pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN. Berdasarkan data DJP, setoran PPN PMSE tersebar dalam beberapa tahun, dengan rincian sebagai berikut:

– Rp 731,4 miliar (tahun 2020)

– Rp 3,90 triliun (tahun 2021)

– Rp 5,51 triliun (tahun 2022)

– Rp 6,76 triliun (tahun 2023)

– Rp 8,44 triliun (tahun 2024)

– Rp 774,8 miliar (tahun 2025, hingga Januari).

Penerimaan Pajak Kripto

Dwi juga mencatatkan penerimaan pajak kripto yang tercatat sebesar Rp 1,19 triliun. Angka ini diperoleh dari transaksi penjualan kripto di exchanger, yang menyumbang penerimaan pajak Penghasilan (PPh) 22 sebesar Rp 560,55 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai dalam Negeri (PPN DN) sebesar Rp 634,24 miliar. Penerimaan ini tersebar dari tahun 2022 hingga 2025 dengan rincian sebagai berikut:

– Rp 246,45 miliar (tahun 2022)

– Rp 220,83 miliar (tahun 2023)

– Rp 620,4 miliar (tahun 2024)

– Rp 107,11 miliar (tahun 2025).

Sektor fintech (P2P lending) juga menunjukkan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak, yang tercatat sebesar Rp 3,17 triliun hingga Januari 2025. Penerimaan ini terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp 830,54 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp 720,74 miliar, serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,62 triliun.

Pajak atas Transaksi Pengadaan Barang/Jasa

Selain itu, DJP juga mencatatkan penerimaan pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) yang tercatat sebesar Rp 2,90 triliun. Penerimaan ini terdiri dari PPh sebesar Rp 195,54 miliar dan PPN sebesar Rp 2,71 triliun.

Dwi menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk menciptakan keadilan dalam berusaha (level playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital. Oleh karena itu, pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

Selain itu, DJP berencana menggali potensi penerimaan pajak lainnya dari sektor ekonomi digital, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dengan terus berkembangnya ekonomi digital, DJP berharap sektor ini dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara dan memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan ekonomi nasional. (alf)

Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Rumah dan Rusun

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperpanjang pemberian insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun (rusun). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2025 (PMK-13/2025) yang mulai berlaku pada 4 Februari 2025.

Perpanjangan insentif ini merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa yang telah diterapkan pada tahun 2023 dan 2024. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menjaga daya beli masyarakat serta mendorong pertumbuhan sektor properti dan industri terkait lainnya.

“Pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melalui keterangan tertulisnya, diterima Sabtu (22/2/2025).

Rincian Insentif PPN DTP

• Periode 1 Januari – 30 Juni 2025

• Insentif PPN DTP sebesar 100% atas PPN terutang dari bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

• Berlaku untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

• Periode 1 Juli – 31 Desember 2025

• Insentif PPN DTP sebesar 50% atas PPN terutang dari bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

• Berlaku untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, seluruh PPN-nya akan ditanggung pemerintah. Namun, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka PPN yang harus dibayar adalah 11% dari Rp500 juta atau sebesar Rp55 juta.

Dwi, perwakilan dari DJP, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi rumah atau rusun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.

“Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional di sektor properti dan sektor-sektor pendukungnya,” kata Dwi.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya memberikan stimulus bagi industri properti, mendorong investasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kepemilikan hunian yang lebih terjangkau. (alf)

Tingkatkan Efektivitas Komunikasi, IKPI DKJ Akan Gelar Rapat Terbatas Berkala

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Tan Alim, menegaskan bahwa Rapat Terbatas (RaTas) akan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan bidang yang ada. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi serta koordinasi antar-pengurus dalam menjalankan program kerja yang selaras dengan visi dan misi IKPI.

Selain RaTas, Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (PengCab) IKPI DKJ juga sepakat untuk menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) secara offline setiap tahun. Tan Alim menegaskan bahwa Rakorda merupakan amanat Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi dan menjadi sarana evaluasi serta koordinasi yang sangat penting bagi Pengda dan PengCab.

“Rakorda menjadi sarana evaluasi dan koordinasi yang sangat penting bagi Pengda dan PengCab. Banyak masukan membangun, ide kreatif, serta dorongan yang mendorong terbentuknya program-program yang selaras dengan visi dan misi IKPI,” ujar Tan Alim, Minggu (22/2/2025).

Lebih lanjut, ia berharap selama masa bakti 2024-2029, Pengda dan PengCab IKPI DKJ dapat terus berkomunikasi serta berkontribusi secara maksimal bagi kemajuan organisasi dan kesejahteraan anggota.

Dalam Rakorda yang akan digelar secara rutin, IKPI DKJ juga akan membahas berbagai program strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme para konsultan pajak di Jakarta. Salah satu fokus utama adalah peningkatan kompetensi melalui berbagai pelatihan dan seminar yang akan diadakan secara berkala.

Selain itu, IKPI DKJ juga berencana untuk memperkuat kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan sektor swasta, guna memastikan kebijakan perpajakan yang lebih baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi anggota IKPI, tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat luas.

Dengan adanya komitmen ini, IKPI DKJ optimis dapat menciptakan kolaborasi yang lebih solid serta mendukung profesionalisme konsultan pajak di Indonesia. Ke depan, IKPI DKJ akan terus berupaya menghadirkan inovasi dan terobosan baru dalam mendukung anggotanya agar semakin kompeten dan siap menghadapi tantangan di bidang perpajakan. (bl)

BKF dan IBFD Kolaborasi Bahas Implementasi Pajak Minimum Global di ASEAN

IKPI, Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) menggelar workshop pemerintahan yang membahas implementasi Pajak Minimum Global di kawasan ASEAN. Acara ini dihadiri oleh para pakar perpajakan internasional IBFD serta perwakilan pemangku kepentingan dari berbagai negara ASEAN yang bertanggung jawab atas kebijakan tersebut.

Bertempat di Gedung BKF Kementerian Keuangan, workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas negara-negara ASEAN dalam menerapkan Pajak Minimum Global. Selain itu, forum ini juga menjadi wadah untuk memperkuat kerja sama regional serta berbagi pengalaman antara Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam dalam mengelola kebijakan pajak ini. Dengan meningkatnya koordinasi antarnegara, diharapkan implementasi Pajak Minimum Global dapat berjalan dengan lebih efektif dan adil di seluruh kawasan.

Dikutip dari website resmi BKF (fiskal.kemenkeu.go.id), selama tiga hari pelaksanaan (17-19 Februari), workshop membahas berbagai agenda penting, termasuk implementasi Pajak Minimum Global di tingkat internasional, perkembangan terkini serta isu-isu yang muncul di berbagai negara, desain Pajak Top-Up Minimum Dalam Negeri yang memenuhi syarat, desain aturan inklusi perpajakan dan administrasi Pajak Minimum Global, serta strategi dalam mengelola sengketa dan kompetisi pasca penerapan Pajak Pilar Dua.

Para peserta juga mendapatkan wawasan mendalam mengenai tantangan yang mungkin dihadapi dalam penerapan kebijakan ini, termasuk harmonisasi regulasi antarnegara dan kesiapan infrastruktur pajak yang mendukung.

Selain sesi diskusi panel dengan para ahli, workshop ini juga menyajikan studi kasus dari beberapa negara yang telah lebih dahulu mengadopsi Pajak Minimum Global. Hal ini memberikan gambaran konkret mengenai implementasi kebijakan, kendala yang dihadapi, serta solusi yang diterapkan di negara-negara tersebut. Dengan adanya studi kasus ini, peserta workshop dapat mempelajari pengalaman nyata dan menyesuaikannya dengan kondisi fiskal di negara masing-masing.

Di samping itu, workshop juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam administrasi perpajakan, khususnya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengumpulan pajak. Pemanfaatan teknologi dalam sistem perpajakan diharapkan mampu mendukung pelaksanaan Pajak Minimum Global secara optimal, sehingga negara-negara ASEAN dapat menghindari praktik penghindaran pajak yang merugikan perekonomian regional.

Dengan diselenggarakannya workshop ini, diharapkan negara-negara ASEAN dapat semakin siap dalam menghadapi tantangan dan peluang terkait implementasi Pajak Minimum Global, serta memperkuat koordinasi dalam merumuskan kebijakan fiskal yang efektif dan berkeadilan di kawasan. Ke depan, kolaborasi lintas negara ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan pajak yang lebih solid dan mampu menciptakan lingkungan usaha yang lebih stabil bagi investor serta memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat. (alf)

 

en_US