IKPI Dorong Anggota Optimalkan Client Assessment untuk Sukseskan Sistem Payment ID

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jemmi Sutiono, mengajak seluruh anggota IKPI untuk memahami secara serius penerapan sistem Payment ID. Menurutnya, kunci utama keberhasilan implementasi sistem digital ini adalah persiapan yang matang melalui client assessment yang baik.

“Dengan assessment yang tepat terhadap klien, sistem digital dapat berjalan optimal dan potensi masalah bisa diantisipasi sejak awal,” ujar Jemmi, Kamis (14/8/2025).

Apa itu Payment ID?

Payment ID adalah kode identifikasi unik yang diberikan untuk setiap transaksi pembayaran pajak. Sistem ini menghubungkan data pembayaran dengan identitas wajib pajak secara otomatis di basis data Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan begitu, pembayaran yang dilakukan dapat langsung terkonfirmasi tanpa risiko salah pencatatan atau kesalahan administrasi.

Jemmi juga menjelaskan beberapa manfaat yang didapatkan dengan pengunaan Payment ID:

• Meminimalkan Kesalahan – Pembayaran pajak langsung terhubung dengan akun wajib pajak, mengurangi risiko salah setor.

• Mempercepat Proses – Konfirmasi pembayaran berlangsung otomatis tanpa menunggu verifikasi manual.

• Meningkatkan Transparansi – Riwayat transaksi tercatat rapi dan mudah diakses baik oleh wajib pajak maupun DJP.

Ia menegaskan, bagi wajib pajak, Payment ID menghadirkan kemudahan dalam pembayaran, kepastian bahwa setoran telah diterima, dan perlindungan dari kesalahan administrasi yang dapat memicu sanksi.

“Sistem ini juga membuat proses pelaporan menjadi lebih ringkas karena data pembayaran sudah tercatat otomatis di sistem DJP,” kata Jemmi.

Jemmi menekankan bahwa peran konsultan pajak sangat penting untuk memastikan setiap klien memahami cara kerja Payment ID dan menyiapkan data perpajakan dengan benar.

“Persiapan ini bukan hanya soal memahami fitur teknis, tapi juga mengarahkan klien agar patuh, tepat waktu, dan memanfaatkan teknologi sebaik-baiknya,” ujarnya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan Payment ID tidak diluncurkan bulan ini (Agustus 2025) karena masih dalam tahap uji coba. Sebelumnya diberitakan, Payment ID merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat semua transaksi masyarakat.

“Sampai hari ini belum ada yang namanya Payment ID. Kita masih sandbox, uji coba, piloting, gitu ya. Itu yang masih kita kerjakan di BI,” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia (BI), Dicky Kartikoyono di Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025). (bl)

BI Tegaskan Payment ID Bukan Alat Mengintai Wajib Pajak, DJP Tetap Andalkan UU Pajak

IKPI, Jakarta: Bank Indonesia (BI) menegaskan sistem Payment ID yang tengah dikembangkan bukanlah instrumen baru bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memburu penerimaan negara, apalagi memata-matai transaksi keuangan masyarakat. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, mengatakan DJP sudah memiliki perangkat hukum yang sangat kuat untuk mengakses kewajiban perpajakan masyarakat.

“DJP sudah punya undang-undang pajak sendiri yang powerful. Dengan itu mereka bisa mengakses seluruh kewajiban pajak. Jadi Payment ID bukan untuk mencari target pajak baru,” ujar Dicky di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Menurutnya, Payment ID adalah sistem tanda pengenal unik (unique identifier) untuk mengintegrasikan data granular transaksi keuangan, mulai dari pendapatan, belanja, tabungan, kartu kredit, dompet digital, hingga catatan investasi dan beban pinjaman, termasuk pinjaman online. Sistem ini juga terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

BI merencanakan uji coba awal pada 17 Agustus 2025 untuk satu skema penggunaan, yakni penyaluran bantuan sosial (bansos) nontunai agar tepat sasaran. Pada September, uji coba serupa akan dilaksanakan di Banyuwangi, Jawa Timur.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan Saputra, menambahkan bahwa pembagian data hanya dapat dilakukan atas persetujuan pemilik. Mekanismenya dapat berupa notifikasi di ponsel saat data hendak diakses oleh pihak ketiga, misalnya bank.

Dalam peta jalan BSPI 2030, Payment ID memiliki tiga fungsi utama:

• Kunci identifikasi profil pengguna sistem pembayaran.

• Kunci autentikasi transaksi.

• Kunci unik untuk menggabungkan profil individu dengan data transaksi granular.

Tujuan akhirnya adalah membangun basis data publik yang dapat memperkuat integritas transaksi dan menjadi landasan perumusan kebijakan nasional.

Bantah Isu “Mata-Mata” Transaksi Pribadi

Menanggapi kekhawatiran publik, BI memastikan Payment ID tidak akan dipakai untuk memantau aktivitas konsumsi masyarakat secara detail.

“Kami tidak akan masuk ke ruang private satu per satu. Tidak ada gunanya dan itu bisa melanggar UU Perlindungan Data Pribadi. Masa kami mau tracking siapa beli sepatu, siapa nongkrong di kafe? Itu bukan tugas BI,” tegas Dicky.

Ia menekankan, uji coba yang dilakukan justru untuk memastikan sistem ini selaras dengan regulasi perlindungan data dan tidak membuka informasi tanpa izin pemilik.

“Tolong digarisbawahi, data konsumen tidak akan dibuka tanpa persetujuan pemilik. Semua harus patuh pada undang-undang yang berlaku,” ujarnya. (alf)

 

IKPI Sumbagsel Tegaskan Komitmen Dukung DJP Edukasi Wajib Pajak

IKPI, Jambi: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Nurlena, menegaskan komitmen organisasinya untuk terus bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam pertemuan antara IKPI dan Kanwil DJP yang dihadiri Nurlena bersama Bendahara Pengda Sumbagsel, Lita, serta jajaran pengurus IKPI Cabang Jambi, antara lain Ketua Edi Kurniawan, Sekretaris Willy, dan Bendahara Jeffry Wiradinata. Dari DJP, hadir Kepala KPP Pratama Jambi Telanaipura Edi Sihar Tambunan dan Kepala KPP Pratama Jambi Pelayangan Subandiyono, beserta jajaran.

Dikatakan Nurlena, pertemuan yang digelar Selasa, 12 Agustus 2025, bertepatan dengan pelaksanaan Seminar Perpajakan IKPI Cabang Jambi di BW Luxury Hotel. Pada hari yang sama, Kepala Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi, Arif Mahmudin Zuhri, beserta jajaran tengah melakukan kunjungan dinas ke Kota Jambi.

Nurlena mengungkapkan, ia menerima undangan melalui WhatsApp dari Kepala KPP Pratama Jambi Pelayangan Subandiyono untuk menghadiri penyerahan Taxpayer Charter (Piagam Wajib Pajak). Setelah koordinasi, penyerahan piagam dijadwalkan pada sore hari, seusai seminar, agar mayoritas anggota IKPI Cabang Jambi yang hadir dalam seminar dapat ikut serta.

Dalam kesempatan itu, Nurlena menyampaikan apresiasi atas kerja sama dan sambutan hangat DJP terhadap para konsultan pajak anggota IKPI, khususnya yang berpraktik di wilayah kerja DJP Sumatera Barat dan Jambi.

“Selama ini kerja sama dengan seluruh KPP di Provinsi Jambi, mulai dari KPP Pratama Jambi Telanaipura, Jambi Pelayangan, Muara Bungo, Kuala Tungkal, hingga Bangko, terjalin sangat baik. Kami merasa diterima seperti keluarga,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).

Nurlena menegaskan, IKPI secara konsisten berperan aktif membantu DJP mengedukasi wajib pajak, baik melalui kegiatan berbayar maupun gratis. Edukasi tersebut mencakup pemahaman peraturan perpajakan, etika profesi, hingga pengembangan soft skill.

Salah satu bentuk kegiatan yang akan digelar adalah aksi donor darah oleh IKPI Cabang Jambi pada 24 Agustus 2025 di Aula KPP Pratama Jambi Telanaipura.

“Kegiatan ini bukan hanya untuk mempererat silaturahmi, tetapi juga bagian dari kontribusi nyata kami kepada masyarakat,” kata Nurlena.

Pada kesempatan itu, Arif Mahmudin Zuhri juga memaparkan latar belakang Taxpayer Charter, hak dan kewajiban wajib pajak, serta filosofi angka delapan dalam pelayanan DJP. Ia menyatakan DJP siap menerima kunjungan IKPI kapan pun, seperti yang pernah dilakukan di Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi di Padang.

Sinergi yang terjalin diharapkan mampu memperkuat kolaborasi antara DJP dan IKPI, sehingga edukasi perpajakan semakin luas menjangkau masyarakat dan mendorong peningkatan penerimaan negara. (bl)

Kanwil DJP Banten Sita Aset Rp3,34 Miliar Milik 18 Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melalui Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Banten melakukan langkah tegas terhadap para penunggak pajak. Dalam operasi penagihan serentak pada 4–8 Agustus 2025, petugas menyita 20 aset milik 18 wajib pajak dengan total nilai taksiran mencapai Rp3,34 miliar.

Kepala Kanwil DJP Banten, Aim Nursalim Saleh, mengatakan tindakan ini merupakan bagian dari upaya mengamankan penerimaan negara sekaligus menegakkan keadilan bagi wajib pajak yang patuh. Total tunggakan pajak yang ditagih dalam operasi tersebut mencapai Rp27,92 miliar.

“Kegiatan ini bertujuan memberikan efek jera kepada para penunggak pajak dan memastikan penerimaan negara tetap aman,” ujar Aim di Serang, Rabu (13/8/2025).

Penyitaan dilakukan serentak oleh 12 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah kerja Kanwil DJP Banten. Aset yang disita bervariasi, mulai dari tanah, bangunan, apartemen, kendaraan, hingga pemblokiran sembilan rekening bank dengan saldo Rp1,12 miliar.

Rincian sitaan lainnya mencakup dua bidang tanah senilai Rp765 juta, dua bidang tanah dan bangunan senilai Rp140 juta, satu unit apartemen seharga Rp850 juta, empat unit mobil senilai Rp395 juta, satu unit sepeda motor, serta uang tunai Rp50 juta.

Aim menegaskan seluruh langkah penagihan aktif ini dijalankan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sebelum penyitaan, juru sita telah mengupayakan pendekatan persuasif, namun para penunggak pajak tidak menunjukkan itikad baik untuk melunasi kewajiban mereka.

“Keberhasilan operasi ini membuktikan keseriusan DJP dalam penegakan hukum perpajakan di Banten, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat,” tegasnya. (alf)

 

IKPI Tekankan Peran Strategis Konsultan Pajak dalam UU P2SK

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan pentingnya penempatan profesi konsultan pajak sejajar dengan profesi penunjang sektor keuangan lainnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyampaikan pandangan ini saat beraudiensi dengan Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (SPSK) Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin, di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Vaudy menggarisbawahi amanat Pasal 259 UU P2SK yang secara eksplisit menempatkan konsultan pajak sebagai salah satu profesi penunjang sektor keuangan, bersama akuntan publik, notaris, penilai publik, dan aktuaris.

“Konsultan pajak harus ditempatkan sejajar dengan profesi penunjang sektor keuangan lainnya. Peran ini penting untuk memperkokoh integritas dan transparansi sektor keuangan nasional,” tegasnya.

IKPI juga menekankan bahwa setiap profesi penunjang sektor keuangan telah memiliki dasar hukum dan regulasi masing-masing, antara lain:

• Akuntan Publik – UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik

• Notaris – UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

• Penilai Publik – PMK No. 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik

• Konsultan Pajak – PMK No. 175/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas PMK No. 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak

• Aktuaris – PMK No. 227/PMK.01/2020 tentang Aktuaris

Menurut Vaudy, kesetaraan pengakuan ini akan memberikan ruang bagi konsultan pajak untuk berkontribusi lebih optimal dalam menjaga kepatuhan, meningkatkan tata kelola, serta mendukung iklim usaha yang sehat di Indonesia.

Ditegaskan Vaudy, audiensi tersebut menjadi bagian dari upaya IKPI untuk memperkuat sinergi dengan Kementerian Keuangan, khususnya dalam pelaksanaan amanat UU P2SK yang berorientasi pada stabilitas, penguatan, dan pengembangan sektor keuangan nasional. (bl)

CELIOS Usul PPN Turun Jadi 8%, Klaim Bisa Genjot Daya Beli dan Ekonomi

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mendorong pemerintah mengambil langkah berani dengan menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 8%. Langkah ini dinilai mampu memulihkan daya beli masyarakat sekaligus memberi dorongan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi, menjelaskan bahwa PPN merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan di setiap tahap produksi dan distribusi, namun pada akhirnya dibebankan kepada konsumen akhir.

Menurutnya, pengurangan tarif PPN tidak sekadar kebijakan populis yang mengorbankan penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk menata ulang struktur perpajakan agar lebih seimbang.

“Penurunan tarif PPN perlu menjadi momentum perombakan sistem pajak. Ini adalah investasi jangka panjang untuk memulihkan beban konsumsi masyarakat yang tertekan akibat kontraksi ekonomi,” kata Media dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

CELIOS meyakini, kebijakan ini akan berdampak langsung pada penguatan daya beli rumah tangga, terutama di segmen menengah ke bawah yang menjadi motor utama konsumsi domestik.

Lembaga tersebut memperkirakan, meskipun tarif diturunkan, potensi penerimaan pajak bersih secara tidak langsung tetap dapat mencapai sekitar Rp1 triliun per tahun. (alf)

 

Usulan 10 Pajak Baru Ini Diklaim Bisa Hasilkan Rp388,2 Triliun

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memunculkan wacana penerapan 10 jenis pajak baru yang diyakini mampu menambah penerimaan negara hingga Rp388,2 triliun. Usulan ini disampaikan langsung kepada Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, sebagai alternatif strategi untuk memperluas basis perpajakan.

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyu Askar, menegaskan pemerintah perlu menghindari praktik “berburu di kebun binatang” atau hanya menyasar wajib pajak yang sudah teridentifikasi.

“Kami ingin ini menjadi perdebatan publik, agar semua pihak melihat bahwa ada cara lain yang bisa berdampak besar terhadap penerimaan pajak,” ujarnya dalam peluncuran riset “Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak seperti Berburu di Kebun Binatang” di Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

Sepuluh pajak yang diusulkan meliputi:

• Pajak kekayaan – Potensi Rp81,6 triliun dari 50 orang terkaya di Indonesia.

• Pajak karbon – Rp76,4 triliun.

• Pajak produksi batu bara – Rp66,5 triliun.

• Pajak windfall profit sektor ekstraktif – Rp50 triliun.

• Pajak penghilangan keanekaragaman hayati – Rp48,6 triliun.

• Pajak digital – Rp29,5 triliun.

• Peningkatan tarif pajak warisan – Rp20 triliun.

• Pajak kepemilikan rumah ketiga – Rp4,7 triliun.

• Pajak capital gain atas saham dan aset finansial – Rp7 triliun.

• Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) – Rp3,9 triliun.

Wahyu menilai, pajak-pajak baru ini tidak hanya akan menambah penerimaan negara, tetapi juga mendorong keadilan pajak. “Secara persentase pendapatan, masyarakat miskin membayar pajak lebih besar dibanding orang super kaya,” ujarnya.

Menanggapi usulan tersebut, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menyambut positif kajian CELIOS. Ia menyebut beberapa ide, seperti pajak atas keanekaragaman hayati, baru pertama kali didengar.

“Usulan ini akan kami dalami bersama pemangku kepentingan. Kalau diimplementasikan dengan baik, mudah-mudahan hasilnya optimal,” kata Yon.

Riset CELIOS ini diperkirakan akan memicu diskusi hangat di kalangan pembuat kebijakan, mengingat sebagian pajak yang diusulkan menyasar kelompok berpendapatan tinggi dan sektor-sektor yang selama ini belum digarap secara maksimal. (alf)

 

CELIOS Desak Pemerintah Cabut Insentif Pajak untuk Konglomerat, Potensi Tambahan Penerimaan Rp 137 Triliun

IKPI, Jakarta: Center for Economic and Law Studies (CELIOS) meminta pemerintah mengkaji ulang berbagai insentif pajak yang selama ini dinilai menguntungkan kelompok super kaya. Desakan ini disampaikan peneliti CELIOS, Jaya Darmawan, dalam diskusi publik dan peluncuran riset bertajuk “Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang” di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

“Pemerintah perlu mengakhiri insentif pajak yang pro-konglomerat,” tegas Jaya.

Ia menyoroti besarnya belanja perpajakan yang dialokasikan untuk kelompok kaya raya, sebagaimana diungkap dalam Laporan Ketimpangan CELIOS tahun 2024.

Berdasarkan data tersebut, dari total belanja perpajakan sekitar Rp 400–500 triliun, pemerintah menggelontorkan sekitar Rp 137,4 triliun sebagai hidden subsidy bagi sektor bisnis dan investasi, termasuk melalui tax holiday, tax allowance, dan keringanan pajak di sektor ekstraktif seperti panas bumi. “Kebijakan seperti ini perlu ditinjau ulang,” ujarnya.

Riset terbaru CELIOS memperkirakan, pencabutan insentif pajak yang tidak tepat sasaran berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp 137,4 triliun. Selain itu, CELIOS juga mendorong penerapan pajak kekayaan bagi 50 orang terkaya di Indonesia yang diproyeksikan mampu menyumbang Rp 81,6 triliun ke kas negara.

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi Askar, menekankan bahwa kepatuhan pajak masyarakat akan meningkat jika sistem dirasa adil. Ia menilai, secara persentase pendapatan, kelompok miskin justru menanggung beban pajak lebih besar ketimbang para miliarder yang berpenghasilan puluhan miliar rupiah per bulan.

“Orang super kaya tidak mungkin menghabiskan semua penghasilannya sekaligus. Sementara masyarakat miskin menghabiskan bahkan hingga 120 persen dari pendapatan mereka, dengan 20 persennya berasal dari utang,” papar Media.

Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, mengapresiasi temuan CELIOS dan menilai riset tersebut sebagai bentuk keterlibatan publik dalam perumusan kebijakan fiskal. Ia mengatakan akan membawa masukan tersebut untuk dibahas lebih lanjut di internal Kementerian Keuangan.

“Itu ada yang cukup diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, ada juga yang harus mengubah undang-undang. Prosesnya bervariasi, ada yang bisa cepat, ada yang butuh waktu lebih panjang,” ujar Yon. (alf)

 

DJP dan Kejati Jatim Sepakat Perkuat Penegakan Hukum Pajak 

IKPI, Jakarta: Tiga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jawa Timur menjalin langkah strategis dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur untuk memperkuat sinergi penegakan hukum di bidang perpajakan. Pertemuan berlangsung di Kantor Kejati Jatim, Surabaya, pada Senin (11/8/2025).

Audiensi tersebut dihadiri Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I Samingun, Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II Agustin Vita Avantin, dan Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III Untung Supardi, yang diterima langsung oleh Kepala Kejati Jatim, Dr. Kuntadi. Fokus pembahasan mencakup optimalisasi pertukaran data antarinstansi, penguatan penagihan pajak aktif, serta pemberantasan peredaran rokok ilegal yang merugikan keuangan negara.

Samingun menekankan bahwa keterbukaan informasi, dengan tetap menjaga kerahasiaan data, menjadi kunci penggalian potensi pajak. “Semakin banyak data yang kita sandingkan, semakin besar peluang penerimaan negara bisa dioptimalkan,” ujarnya.

Hal.senada dikatakan Agustin. Ia menggarisbawahi pentingnya dukungan Kejati Jatim dalam proses penagihan pajak terhadap wajib pajak yang menunggak. “Kolaborasi ini akan memperkuat upaya penegakan hukum sekaligus mengamankan penerimaan negara,” tegasnya.

Sementara itu, Untung Supardi menyoroti kerugian akibat maraknya rokok ilegal, yang menurut kajian Indodata Research Center mencapai Rp97,81 triliun pada 2024. “Dampaknya bukan hanya pada penerimaan negara, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat bagi pelaku usaha yang patuh,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Kajati Jatim Dr. Kuntadi menyatakan kesiapan kejaksaan untuk mendukung penuh upaya DJP. Mantan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung itu menilai data hasil pertukaran antarinstansi dapat menjadi kunci mengungkap potensi pajak yang belum terpenuhi.

“Kami akan menelusuri setiap kasus, termasuk memastikan apakah transaksi yang ada sudah dilaporkan dengan benar,” ungkapnya.

Kedua pihak sepakat untuk memperkuat mekanisme pertukaran data, mempercepat proses hukum, dan menuntaskan penanganan kasus perpajakan serta peredaran rokok ilegal. Sinergi ini diharapkan tidak hanya mengamankan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan iklim usaha yang sehat bagi wajib pajak yang taat aturan. (alf)

 

Dihadapan Dirjen SPSK, IKPI Dorong Pemerintah Inisiasi RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld mendorong pemerintah untuk menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak (KP) sebagai usulan pemerintah. Sebagaimana diketahui, sebelumnya RUU KP pernah diinisiasi DPR dan sempat tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2018 bahkan masuk Prolegnas Prioritas 2019 tetapi sekarang telah menghilang dari daftar.

Berbicara di kantor Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (SPSK) Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin, Senin (11/8/2025), Vaudy menegaskan bahwa UU Konsultan Pajak akan menjadi tonggak penting dalam memperkuat profesionalisme dan integritas konsultan pajak, sekaligus memberikan perlindungan yang memadai bagi masyarakat pembayar pajak.

“Payung hukum yang kuat akan mendorong profesionalisme dan integritas konsultan pajak, sekaligus melindungi wajib pajak,” ujarnya.

Vaudy menilai, profesi konsultan pajak memegang peran vital dalam mendampingi masyarakat memenuhi kewajiban perpajakan, namun hingga kini belum memiliki undang-undang khusus. Padahal, sejumlah profesi lain telah lama mendapatkan pengaturan setingkat undang-undang, seperti Advokat, Akuntan, Akuntan Publik, Dokter, Arsitek, Insinyur, hingga Notaris.

Keberadaan UU tersebut memberikan kepastian hukum, standar kompetensi, dan perlindungan bagi profesi dan pengguna jasa mereka.

“Sudah saatnya konsultan pajak memiliki payung hukum yang setara dengan profesi-profesi lain. Tanpa itu, perlindungan bagi wajib pajak dan konsultan pajak tidak akan optimal,” tegasnya.

IKPI menilai, urgensi pembentukan UU Konsultan Pajak didasarkan pada tiga landasan utama:

1. Filosofis

• Melindungi kepentingan masyarakat pembayar pajak.

• Mendukung pencapaian penerimaan negara dari pajak melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak.

• Melindungi kepentingan profesi konsultan pajak sesuai standar dan kode etik profesi.

2. Sosiologis

Memberikan payung hukum untuk memenuhi tuntutan masyarakat wajib pajak maupun otoritas pajak akan integritas dan profesionalisme konsultan pajak dalam menjalankan fungsinya.

3. Hukum

• Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi profesi konsultan pajak, setara dengan profesi lain seperti akuntan publik dan advokat.

• Menyelaraskan pengaturan profesi konsultan pajak di Indonesia dengan praktik di berbagai negara yang sudah diatur setingkat undang-undang.

Dalam praktik internasional lanjut Vaudy, pengaturan profesi konsultan pajak setingkat undang-undang bukan hal baru. Australia memiliki Tax Agent Services Act yang mengatur kewenangan, standar, dan pengawasan profesi. Jepang mengatur profesi ini melalui Certified Public Tax Accountant Act, sementara Korea Selatan memiliki Certified Tax Accountant Act.

Di banyak negara tersebut, keberadaan regulasi resmi terbukti meningkatkan integritas profesi, memperkuat kepatuhan pajak, dan meminimalkan sengketa antara wajib pajak dan otoritas pajak.

Dengan adanya UU Konsultan Pajak, konsultan pajak di Indonesia akan memiliki legitimasi yang jelas untuk memberikan pendampingan, edukasi, dan advokasi kepada wajib pajak. Dampaknya adalah meningkatnya kepatuhan sukarela yang berkontribusi langsung pada pencapaian target penerimaan negara.

“Kami berharap pemerintah dapat menginisiasi RUU Konsultan Pajak sebagai usulan resmi, sehingga pembahasannya bisa segera dimulai demi kemaslahatan bersama,” kata Vaudy. (bl)

en_US