Empat Koruptor Pajak Dituntut 8 Tahun Penjara

IKPI, Jakarta: Empat terdakwa korupsi dana wajib pajak di Samsat Kelapa Dua senilai Rp 10,8 miliar dituntut 8 tahun penjara. Mereka dinilai bersalah berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Terdakwa pertama adalah Zulfikar, eks Kasi Penetapan Penerimaan dan Penagihan di Samsat Kelapa Dua. Zulfikar dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan selama 6 bulan.

Terdakwa kedua Budiono, sebagai mantan tenaga honorer di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten sekaligus pembuat aplikasi, juga divonis 8 tahun bui dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Termasuk terdakwa ketiga, yaitu PNS Samsat M Bagza Ilham dan honorer bernama Achmad Pridasya.

“Menuntut agar supaya majelis hakim menetapkan terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama terdakwa dalam masa tahanan dengan perintah membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Yudhi Purnama seperti dikuti dari Detik.com di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (10/1/2023).

Keempat terdakwa ini juga dituntut membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp 1,1 miliar lebih. Nilai uang pengganti ini adalah dari nilai Rp 4,7 miliar kerugian negara yang belum dikembalikan.

Jaksa Yudhi mengatakan, jika uang pengganti tidak dikembalikan dalam waktu satu bulan setelah inkrah, harta benda milik keempat terdakwa bisa disita. Dan jika harga benda yang disita tidak menutupi, diganti dengan penjara.

“Maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata JPU.

Catatan detikcom, selama persidangan terungkap bahwa rencana pembobolan pajak dari wajib pajak di Samsat Kelapa Dua direncanakan sejak 2020. Tes pertama membobol aplikasi dilakukan pada Maret 2020.

Setelah itu, mereka membuat grup khusus serta berkantor di sebuah apartemen di dekat kantor Samsat Kelapa Dua. Pembobolan dan penggelapan pajak ini dilakukan sepanjang Juni 2021 hingga Februari 2022 dengan kerugian total 10,8 miliar. (bl)

 

 

Telat Lapor SPT Pajak, Sanksi Denda dan Pidana Mengancam

IKPI, Jakarta: Setiap wajib pajak (WP) yang telat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak akan terkena sanksi berupa denda hingga pidana.

Pelaporan SPT sendiri sifatnya wajib. Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pasal 3 ayat (3) beleid tersebut menyatakan untuk WP orang pribadi, pelaporan SPT tahunan paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Artinya, WP pribadi wajib melapor SPT sebelum 31 Maret 2023.

Sementara, untuk WP badan, pelaporan SPT tahunan paling lama empat bulan setelah akhir tahun pajak atau pada 30 April 2023.

Nah, jika telat atau tidak melapor WP akan kena sanksi yang sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Berdasarkan Pasal 7 UU KUP, besaran sanksi sebesar Rp100 ribu untuk SPT Tahunan WP OP dan Rp1 juta untuk SPT Tahunan WP Badan.

Biaya denda ini masih bisa bertambah bila wajib pajak yang seharusnya membayar denda terlambat menyetor uang denda. Penambahan biaya denda mengikuti tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) lalu ditambah 5 persen dan dibagi 12 bulan.

Sementara, untuk pengenaan sanksi pidana diatur dalam Pasal 39. Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dikenakan sanksi pidana.

“Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” seperti dikutip CNN Indonesia dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, pelaporan SPT dapat dilakukan secara manual dengan datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau via online.

Untuk online, WP dapat dapat mengisi secara mandiri melalui laman resmi e-filing besutan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Berikut langkah pelaporan SPT WP OP via Online:

1. Sebelum mengisi SPT Pajak melalui e-Filling, pastikan Anda telah mengantongi Electronic Filing Identity Number (e-Fin). Nomor identitas ini bisa didapatkan di KPP terdekat.

2. Kunjungi situs website djponline.pajak.go.id dan isi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kata sandi, dan kode sandi yang tertera pada laman.

3. Setelah berhasil masuk ke laman DJP Online, Anda dapat memilih dua opsi yang ada yaitu e-filing atau e-form. Lalu, pilih menu ‘buat SPT’.

4. Isi pertanyaan yang tertera di formulir yang ada seperti data penghasilan bersih, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong pihak lain.

5. Setelah pengisian data dilakukan, klik tanda centang pada bagian ‘D’ lalu pilih ‘OK’. Data SPT Anda kemudian akan terkirim ke database Dirjen Pajak, konfirmasi akan dikirimkan melalui e-mail.

Jika terjadi kendala pada saat pengisian formulir online, Anda dapat menghubungi hotline Kring Pajak di 1-500-200. (bl)

Pemulihan Ekonomi, Pajak Hotel dan Parkiran Meningkat Hingga 120 Persen

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui tahun 2022 merupakan masa yang diselimuti penuh dengan ketidakpastian. Namun dalam waktu yang bersamaan, kondisi ekonomi Indonesia menunjukkan tren pemulihan yang mampu mendongkrak ekonomi nasional.

Hal ini tercermin dari tingkat konsumsi masyarakat yang terus tumbuh. Beberapa sektor yang semula tumbang dihantam pandemi mulai menunjukkan kebangkitannya.

“Pajak daerah, restoran, hotel, parkiran ini naiknya tidak 11 persen atau 12 persen tapi ada juga yang mencapai 60-120 persen,” kata Sri Mulyani saat memberikan sambutan di acara CEO Banking Forum di Jakarta seperti dikutip dari Merdeka.com, Senin (9/1/2023).

Kenaikan sektor-sektor tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta saja, melainkan di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi di setiap pulau menunjukkan peningkatan. Hanya di Pulau Sumatera yang tingkat pertumbuhan ekonominya sekitar 4 persen.

Selama tahun 2022, tingkat konsumsi masyarakat sudah kembali pulih. Terlihat dari dana pihak ketiga (DPK) di perbankan yang sudah turun ke level 9,5 persen dari sebelumnya di atas 10 persen.

“Artinya kelompok menengah ini sudah mulai melakukan konsumsi dan ini mendukung ekonomi kita,” kata dia.

Pertumbuhan kredit di perbankan juga mengalami peningkatan, termasuk pertumbuhan investasi yang sudah di level 6 persen. Termasuk juga kinerja ekspor yang selama 31 bulan mengalami surplus.

“Kredit gross ini mudah-mudahan bisa tumbuh 2 digit dan bertahan,” kata dia.

Begitu juga dengan pasar saham yang pada akhir tahun 2022 ditutup dengan tumbuh di atas 4 persen. Kondisi Indonesia dinilai jauh lebih baik dari pasar saham di Amerika Serikat yang kehilangan valuasi USD 30 triliun selama tahun 2022.

“Jadi itu yang saya sebut kan 2022 was not ordinary time,” kata dia.

Modal fundamental ekonomi di tahun 2022 ini, menjadikan Indonesia bisa tumbuh optimis dan gagah di tahun 2023. (bl)

Rumania Gerebek Lebih dari Selusin Penghindar Pajak Kripto

IKPI, Jakarta: Pihak berwenang di Rumania telah melakukan lebih dari selusin penggerebekan terhadap orang-orang yang diduga menyembunyikan pendapatan dari operasi cryptocurrency.

Melansir Liputan 6.com dan Bitcoin, Minggu (8/1/2023), pencarian dilakukan pada akhir 2022 setelah penyelidikan sebelumnya yang menetapkan pedagang kripto telah gagal melaporkan aset digital yang nilainya melebihi USD 50 juta atau sekitar Rp 781,30 miliar (asumsi kurs Rp 15.626 per dolar AS)

Polisi dan petugas pajak di Rumania telah melakukan 17 penggerebekan pada musim gugur tahun lalu sebagai bagian dari penyelidikan terhadap orang-orang yang dituduh menghindari pajak dengan menyembunyikan keuntungan dari transaksi dengan mata uang kripto, menurut media lokal.

Kemudian, alamat dicari di ibu kota Bukares serta kabupaten Dâmbovița, Ilfov dan Olt, menurut Cristian Roman, mitra di firma hukum Iordăchescu & Asociații, yang berbagi informasi dengan Jurnal Rumania.

Pengacara merujuk pada data yang diberikan oleh polisi Rumania. Otoritas penegak hukum di negara UE menuduh bahwa, antara 2019 dan 2022, 19 individu yang ditargetkan membentuk atau bergabung dengan kelompok kejahatan terorganisir untuk tujuan penghindaran pajak.

Penghasilan kena pajak, yang mereka coba sembunyikan, diperoleh dari transaksi dengan mata uang digital, klaim penyelidik. Menurut perkiraan awal, kegiatan mereka telah mengakibatkan kerugian anggaran negara sebesar 3 juta lei Rumania (hampir USD 650.000).(bl)

Batas Laporan SPT Pajak Orang Pribadi Hingga Akhir Maret

IKPI, Jakarta: Setiap wajib pajak (WP) orang pribadi harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak sejak 1 Januari hingga 31 Maret.

Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 3 ayat (3) beleid tersebut menyatakan untuk WP orang pribadi, pelaporan SPT tahunan paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

“Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (3) huruf b beleid tersebut seperti dikutip dari CNN Indonesia pada Senin (9/1/2023).

Sementara, untuk WP badan, pelaporan SPT tahunan paling lama empat bulan setelah akhir tahun pajak. Artinya batas akhir pelaporan adalah pada 30 April 2023.

Pelaporan pajak bersifat wajib. Dengan kata lain, jika terlambat atau tidak melapor, akan dikenakan sanksi berupa denda hingga pidana. Sanksi itu tercantum dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Berdasarkan Pasal 7 UU KUP, besaran sanksi sebesar Rp100 ribu untuk SPT Tahunan WP Orang Pribadi dan Rp1 juta untuk SPT Tahunan WP Badan.

Pelaporan SPT dapat dilakukan secara manual dengan datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau via online.

Untuk online, WP dapat dapat mengisi secara mandiri melalui laman resmi e-filing besutan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Berikut langkah pelaporan SPT WP OP via Online:

1. Sebelum mengisi SPT Pajak melalui e-Filling, pastikan Anda telah mengantongi Electronic Filing Identity Number (e-Fin). Nomor identitas ini bisa didapatkan di KPP terdekat.

2. Kunjungi situs website djponline.pajak.go.id dan isi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kata sandi, dan kode sandi yang tertera pada laman.

3. Setelah berhasil masuk ke laman DJP Online, Anda dapat memilih dua opsi yang ada yaitu e-filing atau e-form. Lalu, pilih menu ‘buat SPT’.

4. Isi pertanyaan yang tertera di formulir yang ada seperti data penghasilan bersih, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong pihak lain.

5. Setelah pengisian data dilakukan, klik tanda centang pada bagian ‘D’ lalu pilih ‘OK’. Data SPT Anda kemudian akan terkirim ke database Dirjen Pajak, konfirmasi akan dikirimkan melalui e-mail.

Jika terjadi kendala pada saat pengisian formulir online, Anda dapat menghubungi hotline Kring Pajak di 1-500-200. (bl)

 

 

Pemerintah Rilis Daftar Natura Karyawan Tak Kena Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah telah merilis daftar fasilitas yang diterima karyawan dari perusahaan atau natura yang tidak dipungut pajak. Itu artinya daftar barang ini dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh). Namun hingga kini belum ada aturan turunannya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui saat ini pihaknya belum membahas terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk aturan selanjutnya.

“Kita belum membahas, nanti antar lembaga. Ya nanti kita akan formulasikan untuk memberikan kepastian dan keamanan. Saya sudah mendengar banyak sekali feedback mengenai hal itu,” kata dia, Jumat (6/1/2023).

Dia menegaskan bahwa pemerintah juga akan berkoordinasi untuk mendapatkan peraturan yang baik. “Yang paling penting karena itu ditujukan pada natura yang kecil-kecil atau merupakan bagian dari kompensasi yang memang diterima oleh banyak karyawan,” tambahnya.

Sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Aturan diteken Jokowi pada 20 Desember 2022.

“Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud,” tulis Pasal 24

Setidaknya ada lima fasilitas natura yang dikecualikan pemerintah dalam pengenaan PPh. Pertama, makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai.

Dalam pasal 25 dirinci, yang dimaksud dengan makanan dan minuman, meliputi:

Pertama, makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja;
kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makanan dan/atau minuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya; dan/atau
bahan makanan dan/atau bahan minuman bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.

Kedua, natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya berupa:

1.tempat tinggal, termasuk perumahan;
2.pelayanan kesehatan;
3.pendidikan;
4.peribadatan;
5.pengangkutan; dan/atau
olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak (DJP).

Dalam bagian kedua ini, pemerintah menetapkan pembebasan natura dari PPh hanya berlaku di wilayah tertentu atau yang terpencil. Artinya di wilayah lain pemberian rumah hingga mobil masih bisa dikenakan PPh.

Ketiga, natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan seperti persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:

1.pakaian seragam;
2.peralatan untuk keselamatan kerja;
3.sarana antar jemput Pegawai;
4.penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau
5.natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.
6.Keempat, natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

Kelima, natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu. Dalam hal ini, pemerintah tidak memberikan kepastian mengenai berapa nilai batasan yang bakal dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh.(bl)

 

 

Pengamat Sebut Pajak Orang Kaya Berkontribusi Besar Bagi Penerimaan Negara

IKPI,Jakarta: Pemerintah Indonesia menerapkan pengenaan pajak untuk orang super kaya Indonesia sebesar 35 persen per tahun. Kebijakan ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri yang penghasilannya di atas Rp5 miliar per tahun.

Pengamat Perpajakan, Fajry Akbar menilai penarikan pajak untuk orang super kaya memiliki kontribusi yang besar bagi penerimaan negara.

Dari data Fajry, di tahun 2019 kontribusi pajak orang kaya mencapai 76,52 persen atau Rp106,50 triliun dari total penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) Rp139,19 triliun. Namun penarikan pajak tersebut tarif pajaknya masih 30 persen untuk orang super kaya.

“Namun kalau kita melihat kontribusi penerimaannya, mereka yang berada pada lapisan tarif 30 persen – 35 persen berkontribusi sebesar 76,52 persen terhadap penerimaan,” kata Fajry seperti dikutip dari Merdeka.com, Jakarta, Kamis (4/1/2023).

Besarnya penghasil tersebut kata Fajry didapat dari segelintir orang. Sebab wajib pajak yang masuk dalam kategori dikenakan tarif tertinggi ini hanya sekitar 1,59 persen dari total wajib pajak orang pribadi.

“Jadi, dari sisi penerimaan mereka kontribusinya sangat besar meski dari jumlah wajib pajaknya sangat kecil,” kata Fajry.

Adapun dari sisi profesi, yang mungkin bisa memiliki penghasilan Rp5 miliar per tahun ini kalangan eksekutif. Mulai dari CEO, pengusaha besar, selebgram, youtuber dan sebagainya. Termasuk juga pekerja seni yang memiliki penghasilan dari karya atau bisnis yang dijalani.

“Kira-kira seperti CEO, Pengusaha besar, Selebgram, YouTuber, dan sebagainya,” kata dia.

Sayangnya, tingkat kepatuhan membayar pajak orang super kaya ini masih belum optimal. Kelompok ini kalah dengan wajib pajak yang levelnya masih karyawan atau pekerja.

“Dalam konteks Indonesia, penerimaan PPh OP khususnya dari kelompok kaya belum optimal. Tax gap PPh OP juga terbilang masih tinggi,” kata Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji saat dihubungi merdeka.com.

Hanya saja kepatuhan wajib pajak karyawan ini dilakukan oleh pemberi kerja. Sehingga pekerja tidak perlu repot mengurusi pembayaran pajak penghasilan.

“(Jadi) secara umum tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi masih belum optimal,” pungkasnya.(bl)

 

Stafsus Menkeu: Hanya Barang Natura Bersifat Ekslusif yang Dikenakan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah melakukan pemungutan pajak terhadap penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang didapatkan pegawai melalui PP Nomor 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh).

Kendati demikian, tidak semua bentuk natura dapat dikenakan pajak. Pada prinsipnya barang natura yang dikenakan pajak adalah yang sifatnya eksklusif sehingga menimbulkan ketidakadilan.

Demikian disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (4/1/2023).

“Bagi transportasi yang disediakan untuk bersama-sama tentu ini dikecualikan, perumahan, asrama, yang disediakan bersama-sama ini dikecualikan. Tapi kalau eksklusif hanya bisa dinikmati oleh segmen tertentu, menciptakan ketidakadilan, dan itu merupakan bagian dari kenikmatan yang eksklusif tadi ini akan menjadi sasaran dari pengaturan ini,” jelasnya.

Dia menjelaskan bahwa di dalam PP 55/2022 tersebut, terdapat lima jenis natura yang dikecualikan alias tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh). Pertama, makanan, bahan makanan, bahan minuman atau minuman bagi seluruh pegawai.

“Maka kita atur mana yang perlu diberikan pengecualian. Yang pertama, kebutuhan-kebutuhan dasar prinsip dalam bekerja, makan, minum, transportasi, itu mendapatkan fasilitas pengecualian. Terutama dinikmati bersama-bersama oleh seluruh karyawan,” ujar Yustinus.

Kedua, natura yang disediakan di daerah tertentu. “Lalu, natura kenikmatan untuk daerah tertentu, daerah terpencil, yang membutuhkan transportasi, sarana kesehatan, pendidikan, olahraga, demi memastikan mereka bisa bekerja dengan baik,” lanjutnya.

Ketiga, natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam rangka keamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja. Ini meliputi pakaian seragam, peralatan untuk keselamatan kerja, sarana antar jemput pegawai, dan penginapan awak kapal dan perlengkapan penanganan endemi, pandemi atau bencana nasional.

Keempat, natura yang bersumber atau dibiayai dari APBN, APBD, atau anggaran desa. “Lalu juga yang dibiayai oleh APBD/APBN karena itu merupakan pelaksanaan penyelenggaraan negara,” ujarnya.

Kelima, natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu. “Dan yang terakhir natura kenikmatan dalam jumlah tertentu dan penerima tertentu, ini yang mau kita atur,” katanya.

Dalam hal ini, pemerintah tidak memberikan kepastian dalam PP ini mengenai berapa nilai batasan yang bakal dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh. Untuk itu, saat ini lanjut Yustinus, pemerintah tengah menggodok Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mengatur lebih lanjut nilai batasan tersebut.

“Nanti akan kita lihat detailnya, karena masih berproses peraturan menteri keuangan, saat ini dirjen pajak juga terus mendengarkan masukan dan berdiskusi dengan banyak pihak agar pengaturannya tepat,” pungkasnya.(bl)

 

Ekonom Sebut Acuan PPh Tak Sama Dengan Zakat

IKPI, Jakarta: Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia menilai, pemberlakuan aturan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 tidak bisa disamakan dengan aturan pembayaran zakat. Hal ini merespons informasi mengenai gaji Rp 5 juta per bulan dipajaki lima persen yang ramai dibicarakan.

Ekonom Core Indonesia Akhmad Akbar Susanto menilai, hukum positif di Indonesia dengan hukum Islam memiliki acuan yang berbeda. Persentase pajak lima persen lebih besar daripada persentase zakat pengasilan 2,5 persen. Namun, Indonesia menganut hukum positif. “Jadi acuannya berbeda,” ujar Akhmad seperti dikutip dari Republika, Rabu (4/1/2023).

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun merespons isu ini. Ia menyatakan, tidak ada perubahan aturan pajak bagi wajib pajak dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan. “Gaji Rp 5 juta dipajaki lima persen itu salah banget. Untuk gaji Rp 5 juta tidak ada perubahan aturan pajak,” ujar Sri Mulyani.

Pemerintah akan memberlakukan aturan baru pajak penghasilan karyawan atau PPh Pasal 21. Hal ini tertuang di dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Adapun ketentuan teknis mengenai pajak penghasilan diatur secara perinci melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Bidang PPh.

Melalui aturan tersebut, pemerintah menaikkan batas penghasilan kena pajak (PKP) menjadi Rp 5 juta per bulan atau kumulatif Rp 60 juta per tahun, dari sebelumnya Rp 4,5 juta per bulan atau kumulatif Rp 54 juta per bulan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menegaskan, gaji Rp 5 juta per bulan (60 juta rupiah setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. “Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif lima persen,” ucapnya.

Neil juga mengingatkan agar wajib pajak tidak lupa mengurangkan terlebih dahulu penghasilan setahun dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang tidak berubah dari aturan sebelumnya sebesar Rp 54 juta. “Jangan lupa untuk memasukkan PTKP dalam penghitungan pajak terutang. Artinya, penghasilan yang sudah disetahunkan dikurangkan dulu dengan PTKP sebesar Rp 54 juta baru dikalikan tarif lima persen dan seterusnya,” kata Neil.

Dalam beleid PP Nomor 55 Tahun 2022 dijelaskan yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. “Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun,” tulis Pasal II tentang Objek Pajak Penghasilan dalam PP 55/2022.

Maka demikian, berikut simulasi perhitungan pemotongan pajak lima persen terhadap masyarakat dengan gaji Rp 5 juta per bulan, antara lain:

Pajak Penghasilan per tahun = Penghasilan Kena Pajak (PKP) – PTKP x lima persen. Adapun besaran PTKP sebesar Rp 54 juta per tahun, sehingga perhitungannya menjadi:

Rp 60 juta – Rp 54 juta = Rp 6 juta

Rp 6 juta x 5% = Rp 300.000

Maka itu, pekerja dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan, akan dikenakan pajak sebesar Rp 300.000 setiap tahunnya.

Berikut ketentuan tarif PPh Pasal 21 terbaru, yakni:

– Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif PPh sebesar lima persen.

– Penghasilan kena pajak lebih dari Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan pajak 15 persen.

– Penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai Rp 500 juta tarif PPh yang dikenakan 25 persen.

– Penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar sebesar 30 persen

– Penghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan PPh sebesar 35 persen. (bl)

 

WNI di Luar Negeri Lebih dari 183 Hari Bebas Pajak Berganda

IKPI, Jakarta: Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri (diaspora) lebih dari 183 hari kini menjadi subjek pajak luar negeri (SPLN). Hal itu tertuang dalam klaster perpajakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja Pasal 2 ayat (4) huruf c.

Jadi, WNI tersebut akan dibebaskan dari pengenaan pajak Indonesia. Sebelumnya, diaspora kerap dikenakan pajak ganda dari dalam negeri maupun luar negeri.

“Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan,” bunyi Pasal 2 ayat (4) huruf c Perppu Cipta Kerja, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (6/1/2023).

Adapun persyaratan yang dimaksud adalah harus memiliki tempat tinggal, pusat kegiatan utama, tempat menjalankan kebiasaan, status subjek pajak, serta persyaratan tertentu lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Aturan di Perppu ini berbeda dengan UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada Pasal 2 ayat (4). Dalam beleid lama, tidak ditentukan durasi tinggal WNI di luar negeri.

“Yang dimaksudkan dengan Subyek Pajak Luar Negeri adalah Subyek Pajak yang tidak bertempat tinggal, tidak didirikan, atau tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia,” bunyi aturan tersebut. (bl)

 

 

 

 

 

en_US