DJP Permudah Hitung Pemotongan PPh 21, Ini Formatnya

IKPI, Jakarta: Karyawan dan pekerja tak perlu ribet lagi menghitung pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 di masa depan.

Pasalnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyusun format yang mudah dan sederhana. Format penghitungan ini memanfaatkan tarif efektif rata-rata (TER).

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan format perhitungan TER ini akan memudahkan menyederhanakan perhitungan serta mempermudah para wajib pajak untuk menghitung PPh 21 yang dipotong perusahaan.

Namun, perhitungan ini belum dirilis aturannya. Suryo berjanji akan mendorong aturan dan landasan untuk format perhitungan TER ini.

“Kalau ditanya kapan berlaku ya secepatnya, tapi kami akan terus jalankan dan berlaku ketika aturan diterbitkan,” kata Suryo saat konferensi pers di kantornya, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (12/1/2023).

Rilis format ini nantinya akan dibarengi dengan terbitnya buku tabel Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang mengacu pada Bab III Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Dalam tabel itu akan disusun ke bawah jenis status PTKP seperti Tidak Kawin, Kawin, Kawin dan Pasangan bekerja. Kemudian disusun ke samping jumlah tanggungan dengan keseluruhan digunakan simbol TK/0 – TK/3, K/0 – K/3, serta K/I/0 – K/I/3. Sedangkan nominalnya untuk TK/0 sebesar Rp 54 juta, K/0 Rp 58,5 juta, dan K/I/0 Rp 108 juta.

“Misalnya dari Rp 5 juta, Rp 6 juta, Rp 7 juta, naik setiap Rp 1 juta atau 500 ribu itu tarif efektifnya akan berbeda,” jelasnya.

Adapun mekanisme penerapan dengan TER adalah TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.

Menurut Suryo, tarif efektif yang disebutkan di situ sudah memperhitungkan PTKP bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki.

Berikut ini ilustrasi perhitungan terbaru dengan membandingkannya terhadap mekanisme perhitungan sebelumnya:

Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.

1. Perhitungan PPh Saat Ini

Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut:

Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun dihitung sebagai berikut:

12 x Rp9.500.000,00 = Rp114.000.000.

Dengan memperhitungkan status Retto, PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0. Alhasil, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.

Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250.

Baca: Akui Ngitung Pajak Susah, DJP Kaji Format yang Lebih Gampang!
2. Perhitungan tarif efektif atau TER

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00

 

DJP Imbau Wajib Pajak Lakukan Validasi NIK Sebelum Lapor SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mulai 1 Januari 2024 akan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam layanan administrasi yang diselenggarakannya maupun pihak lain.

Ini merupakan ketetapan yang termuat dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2022. PMK ini menjadi aturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 dan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Untuk merealisasikan ketentuan itu, Ditjen Pajak pun telah gencar mendorong masyarakat untuk melakukan validasi atau pemadanan secara sukarela melalui laman djponline.pajak.go.id. Pemadanan digencarkan sejak kini sebelum pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

“Validasi NIK sebaiknya dilakukan sebelum menyampaikan SPT Tahunan Tahun 2022 yang disampaikan tahun ini,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu, (11/1/2023).

Bila pemadanan data NIK dengan NPWP ini tidak dilakukan oleh para wajib pajak, maka ada konsekuensi yang harus ditanggung, yakni bisa-bisa kesulitan mengakses seluruh layanan pajak secara digital, sebab pola akses layanan itu nantinya akan menggunakan NIK.

“Agar wajib pajak dapat menikmati kenyamanan akses terhadap semua layanan pada laman djponline.pajak.go.id,” ujar Neilmaldrin.

Sebagaimana dikutip dari Pasal 6 PMK 112 Tahun 2022, wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk yang tidak melakukan perubahan data atas data identitas dengan status belum valid hanya dapat menggunakan NPWP format 15 digit sampai 31 Desember 2023 dalam layanan administrasi perpajakan dan administrasi pihak lain yang menggunakan NPWP.

“Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menggunakan layanan administrasi perpajakan dan administrasi pihak lain setelah melakukan perubahan data,” tulis ayat 2 Pasal 6 PMK ini.

Untuk memadankan data NIK terhadap NPWP pun bukan perkara sulit. Berikut tahapan-tahapan yang dapat dilakukan hingga data NIK anda tervalidasi:

1. Buka situs www.pajak.go.id pada browser anda lalu tekan login.

2. Masukkan 15 digit NPWP, Gunakan kata sandi yang sesuai, dan masukkan kode keamanan

3. Buka menu profil, masukkan NIK sesuai KTP, cek validitas NIK, dan klik ubah profil.

4. Lalu logout/keluar dari menu profil untuk nantinya menguji keberhasilan langkah validasi.

5. Login kembali menggunakan NIK 16 digit, gunakan password yang sama, masukkan kode keamanan, dan login. Jika berhasil, maka validasi sudah selesai dilaksanakan.(bl)

DJP Catat Sudah 203.538 Wajib Pajak Laporkan SPT Tahunan 2022

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan hingga 10 Januari 2023 tercatat 203.538 wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan 2022. Jumlah ini terbagi dalam 194.122 SPT Tahunan orang pribadi dan 9.416 SPT Tahunan badan.

“Ini perfomance sampai 10 Januari 2023, sementara untuk orang pribadi batas akhir penyampaian SPT adalah 31 Maret 2023 sedangkan untuk wajib pajak badan di 30 April 2023,” kata Dirjen Pajak Suryo Utomo seperti dikutip dari Berita Satu.com, dalam media briefing DJP di kantor pusat DJP pada Selasa (10/1/2023).

Catatan DJP menunjukkan SPT orang pribadi berisikan SPT 1770 sebanyak 16.588, SPT 1770 S sebanyak 73.389, dan SPT 1770 SS sebanyak 104.145. Sedangkan SPT badan terbagi dalam SPT 1771 sebanyak 9.396 dan SPT 1771 USD sebanyak 20.

Untuk SPT Tahunan 2022 sendiri, selama tahun 2022, SPT yang disampaikan ke DJP ada 17,20 juta SPT, meningkat dari SPT Tahunan 2021 yang sebanyak 16,46 juta SPT.

Wajib pajak dapat melaporkan SPT dengan beberapa cara yaitu e-filing Application Service Provider (ASP), e-filing DJP, e-SPT, dan secara manual. Suryo mengatakan untuk wajib pajak melaporkan SPT secara, bisa melaporkan langsung ke kantor pelayanan pajak.

Namun pihaknya mendorong agar wajib pajak dapat melakukan pelaporan SPT secara digital. “Kami coba terus minimalisir bagaimana menggunakan manual menuju elektronik,” pungkas Suryo. (bl)

 

Fasilitas Golf, Berkuda Hingga Olahraga Otomotif dari Kantor Bakal Kena Pajak

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang menggodok aturan turunan pajak yang dikenakan atas natura atau barang/kenikmatan yang diberikan pemberi kerja kepada karyawan. Kapan rampung?

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan segera dirumuskan. Hal itu sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan yang di dalamnya mengatur natura tidak dipungut pajak.

“Pemungutan pajak (atas natura) dilakukan oleh pemberi kerja. Mengingat PP baru diterbitkan, PMK belum diterbitkan, kami sedang mendalami mengenai PMK ini. Pengaturan lebih detail mengenai transisi akan kita letakkan di PMK seperti apa kita mengaturnya,” kata Suryo seperti dikutip dari Detik Finance dalam media briefing di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

Setidaknya ada lima fasilitas natura yang dikecualikan pemerintah dalam pengenaan PPh. Pertama, makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai.

“Kami coba mendetailkan apa sih kira-kira makanan dan minuman yang kita akan kecualikan, yang jelas yang disediakan di tempat bekerja. Kemudian seperti apa makanan yang bisa didapatkan atau direimburse oleh pegawai yang tidak bekerja di dalam kantor,” jelas Suryo.

Kedua, natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu. Daerah tertentu yang dimaksud adalah berpotensi secara ekonomis, namun secara akses dan kebutuhan untuk kehidupan kurang alias daerah terpencil.

“Tempat tinggal termasuk perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, olahraga itu juga akan kita atur sebagai kenikmatan yang ada di daerah tertentu,” ucapnya.

Khusus olahraga yang dikecualikan dari PPh, tidak termasuk fasilitas atau pelayanan golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, power boating, terbang layang, paralayang, dan olahraga otomotif.

“Main golf tidak dalam rangka mencari penghasilan. Ini contohnya saja. Ini nanti kita definisikan pelan-pelan (dalam PMK),” ucap Suryo.

Ketiga, natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan seperti persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Seperti pakaian seragam antara lain seragam satpam, seragam pegawai produksi, peralatan keselamatan kerja, antar jemput pegawai, penginapan awak kapal/pesawat/sejenisnya, vaksin, tes pendeteksi COVID-19,” bebernya.

Keempat, natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

Kelima, natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu yang tidak masuk dalam kelompok di atas seperti hampers, ponsel, hingga laptop dikecualikan dari PPh atas natura.

“Bingkisan hari raya kami sedang diskusikan kira-kira bingkisan seperti apa sih yang memang boleh dibiayakan tapi bukan merupakan penghasilan bagi penerima atau pegawai. Lalu peralatan kerja seperti laptop, ponsel dan penunjangnya, pelayanan kesehatan dan pengobatan di lokasi kerja, mes, asrama, pondokan, serta fasilitas kendaraan yang diterima oleh selain pegawai yang menduduki jabatan manajerial,” ungkapnya.

Suryo memastikan kriteria natura yang dikecualikan atau dikenakan PPh akan mempertimbangkan kepantasan dan keadilan. Batasan masing-masing natura yang tidak dikenakan pajak akan diatur lebih lanjut dalam PMK.

“Kami mencoba untuk masyarakat yang selama ini mendapatkan bukan merupakan objek dari penghasilan. Di sisi lain memberikan treatment natura tersebut dapat dibebankan sebagai cost atau biaya perusahaan,” tuturnya.(bl)

Wajib Pajak Harus Lakukan Pemadanan NIK Sebelum Pelaporan SPT

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah gencar mengintegrasikan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Masyarakat pun diminta melakukan validasi atau pemadanan secara sukarela.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, pemadanan data NIK dapat dilakukan masyarakat melalui laman https://pajak.go.id/. Pemadanan ini harus dilakukan sebelum pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

“Validasi NIK sebaiknya dilakukan sebelum menyampaikan SPT Tahunan Tahun 2022 yang disampaikan tahun ini,” ujar Neilmaldrin seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (10/1/2023).

Ada konsekuensi tersendiri yang bakal didapat wajib pajak tidak melakukan pemadanan data NIK ini. Diantaranya bisa kesulitan mengakses seluruh layanan pajak secara online. Makanya validasi ini malah bisa memudahkan akses untuk ke layanan digital pajak.

“Agar wajib pajak dapat menikmati kenyamanan akses terhadap semua layanan pada laman djponline.pajak.go.id,” ujar Neilmaldrin.

Ditjen Pajak telah berhasil mengintegrasikan sekitar 76,81% data nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Jumlahnya mencapai 53 juta hingga 8 Januari 2022 dari total data NIK yang ada di Indonesia sebanyak 69 juta.

Pemadanan data NIK sebagai NPWP ini merupakan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021, yang aturan turunannya dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022.

Melalui pemadanan itu pengurusan administrasi untuk hak dan kewajiban pajak nantinya hanya memanfaatkan satu nomor identitas saja, yakni cukup melalui NIK, sehingga masyarakat tak lagi perlu banyak ingat nomor identitas.

Setelah 1 Januari 2024, dia memastikan NPWP tidak lagi dibutuhkan dan tidak lagi menjadi persyaratan layanan administrasi. Namun, data-data NPWP akan tetap tersimpan dan dipelihara Ditjen Pajak untuk kebutuhan internal.(bl)

Ini Asal Usul Pajak Natura Menurut Staf Khusus Menkeu

IKPI, Jakarta: Sejak tahun 2022 pemerintah mengeluarkan kebijakan pemungutan pajak natura yang merupakan bagian dari Pajak Penghasilan (PPh). Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membeberkan asal-usul pemerintah menarik pajak atas fasilitas yang diberikan perusahaan kepada pegawainya.

Pras bilang, penarikan pajak natura merupakan upaya pemerintah menertibkan perusahaan yang menghindari pajak dengan memberikan fasilitas kepada pegawai.

“Jangan sampai orang (perusahaan) kasih natura (kenikmatan berupa fasilitas) untuk menghindari pajak,” kata Pras seperti dikutip dari Merdeka.com dalam Media Brief di kantor Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

Pemotongan pajak natura ini berangkat dari adanya praktik perusahaan memberikan fasilitas kepada pegawai berupa kenikmatan yang menambah nilai ekonomis. Namun fasilitas tersebut diberikan bukan dalam bentuk uang.

“Kalau diberikan kendaraan mewah dan dinikmati hanya oleh pegawai itu saja. Apalagi kalau kendaraan itu harganya mahal, termasuk juga kalau disediakan rumah tapi rumahnya mewah,” kata dia.

Pembelian barang atau fasilitas tersebut oleh perusahaan akan menjadi faktor pengurang pajak perusahaan atau Pajak Penghasilan (PPh) badan. Praktik ini pun bisa digunakan perusahaan untuk mengurangi pajak perusahaan yang disetorkan ke negara. Makanya pemerintah menerapkan pajak natura kepada pegawai yang mendapatkan fasilitas dari perusahaan.

Namun tidak semua fasilitas yang diberikan perusahaan akan dikenakan pajak natura. Pemerintah telah memberikan daftar rincian fasilitas dari perusahaan yang akan dikenakan pajak natura.

“Jadi pajak natura ini tidak ada niat sama sekali dari pemerintah memberatkan wajib pajak kalau cuma dapat fasilitas seperti laptop dan barang-barang lainnya. Ini tidak bisa jadi pajak natura,” kata dia.

Termasuk makanan-minuman juga tidak masuk dalam objek pajak natura. Fasilitas ini bisa masuk dalam kategori pengeluaran perusahaan untuk kegiatan operasional.

Dia menambahkan pajak natura juga bukan jenis pajak baru. Melainkan bagian dalam Pajak Penghasilan (PPh) yang sudah ada. Namun diatur kembali dalam rangka reformasi perpajakan dengan landasan hukum UU Harmonisasi Pengaturan Perpajakan dan PP Nomor 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh. (bl)

Dirjen Pajak: Pemotongan PPh Natura Berlaku Semester II-2023

IKPI, Jakarta: Natura alias barang/fasilitas dari kantor bakal dikenakan pajak. Kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas natura diperkirakan berlaku mulai semester II-2023.

Demikian kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo. Pihaknya memastikan akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum memberlakukan pajak atas natura.

“Pemotongan natura kita harapkan mungkin semester II (2023) kita baru memulai. Supaya rada tenang menceritakan kepada masyarakat juga lebih sederhana, lebih mudah,” kata Suryo seperti dikutip dari Detik Finance dalam media briefing di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sedang merancang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang merinci daftar natura yang dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh. Hal itu sebagai aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Mengingat ketentuan teknis terkait pemotongan PPh atas natura belum tersedia, wajib pajak karyawan penerima natura diharuskan menghitung dan membayar sendiri PPh yang terutang atas natura. Ketentuan itu berlaku atas natura yang diterima pegawai pada tahun pajak 2022.

Jika PMK sudah terbit dan berlaku, selanjutnya pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan PPh atas imbalan dalam bentuk natura yang diberikan karyawan.

Natura yang Dikecualikan dari Objek PPh:

1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai.

2. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya berupa:

a. tempat tinggal, termasuk perumahan;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan;
d. peribadatan;
e. pengangkutan; dan/atau
f. olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak (DJP).

Dalam bagian kedua ini, pemerintah menetapkan pembebasan natura dari PPh hanya berlaku di wilayah tertentu atau yang terpencil. Artinya di wilayah lain pemberian fasilitas rumah masih bisa dikenakan PPh.

3. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan seperti persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:

a. pakaian seragam;
b. peralatan untuk keselamatan kerja;
c. sarana antar jemput Pegawai;
d. penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau
e. natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.

4. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

5. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu seperti hampers, ponsel, hingga laptop dikecualikan dari PPh atas natura.

“Bingkisan hari raya kami sedang diskusikan kira-kira bingkisan seperti apa sih yang memang boleh dibiayakan tapi bukan merupakan penghasilan bagi penerima atau pegawai. Lalu peralatan kerja seperti laptop, ponsel dan penunjangnya, pelayanan kesehatan dan pengobatan di lokasi kerja, mes, asrama, pondokan, serta fasilitas kendaraan yang diterima oleh selain pegawai yang menduduki jabatan manajerial,” beber Suryo.(bl)

Direktorat Jenderal Pajak Catat 53 Juta NIK Terintegrasi NPWP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sudah ada 53 juta wajib pajak yang Nomor Induk Kependudukan (NIK)-nya sudah terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sehingga masih ada sekitar 16 juta wajib pajak (WP) yang belum mengintegrasikan NPWP dengan NIK.

Meski begitu, Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pihaknya tidak akan menghapus NPWP atau dalam artian masih bisa digunakan sebagai nomor identitas wajib pajak.

“NPWP masih bisa dipakai, masih kita coba pelihara terus,” kata Suryo seperti dikutip dari Merdeka.com di kantor Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

Suryo menjelaskan, penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP sebenarnya untuk memudahkan proses administrasi. Sehingga dalam pengelolaan sistem administrasi lebih teratur dan tidak menghilangkan hak dan kewajiban.

“Jadi NIK bukan membuat sesuatu bertambah atau berkurang dan kewajiban dalam hal perpajakan,” kata dia.

Dia mengatakan, penggunaan NIK dipakai sebagai common identifier dalam sistem administrasi. Mengingat penggunaan NIK hampir digunakan untuk berbagai keperluan seperti membuka rekening di bank, mengurus perizinan, mendaftar sekolah dan sebagainya.

“Kami menyadari dalam setiap sisi kehidupan, kita sebagai masyarakat WNI pada saat kita urus apapun juga yang digunakan adalah NIK,” kata dia.

Selain itu, penggunaan NIK sebagai NPWP juga akan memudahkan masyarakat. Mereka tidak perlu membawa banyak kartu atau menghapal banyak nomor identitas.

“Supaya di dompet kita yang disimpan satu saja nomornya yaitu NIK dan tidak perlu hapal banyak nomor,” kata dia.(bl)

Pemanfaatan Insentif Pajak di KEK Sepi Peminat, Ini Kata BKF

IKPI, Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, pemanfaatan insentif tax holiday dan tax allowance yang ditawarkan pemerintah di kawasan ekonomi khusus (KEK) ternyata realisasinya masih minim.

Merujuk pada dokumen Laporan Belanja Perpajakan 2021, pemanfaatan insentif tax holiday di KEK pada tahun 2021 masih tercatat nol rupiah. Pun, pada tahun 2018 hingga Rp 2020 realisasinya juga masih nihil. Bahkan untuk tahun 2022, diproyeksikan realisasinya juga tetap nol rupiah.

Sementara terkait dengan tax allowance, BKF mencatat nilai penerimaan pajak yang tidak dipungut akibat insentif tersebut pada tahun 2021 hanya Rp 11 miliar, bahkan di tahun 2022 juga diproyeksikan dengan nilai yang sama.

Namun, pada tahun 2018 hingga 2020, nilai penerimaan pajak yang tidak dipungut akibat insentif tersebut masih nol rupiah.

Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu mengatakan memang saat ini sudah banyak wajib pajak yang memperoleh fasilas tax holiday dan tax allowance di KEK. Hanya saja, dampaknya ke nilai belanja perpajakan masih nihil, lantaran wajib pajak penerima insentif tersebut masih dalam tahap perencanaan penanaman modalnya di KEK.

“Memang dalam prosesnya investor harus merealisasikan rencana penananan modalnya, sehingga nanti dengan masuknya tahap komersialisasi di situlah mereka mulai menikmati tax holiday,” ujar Febrio dalam Konferensi Pers APBN Kita, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (9/1/2023).

Febrio bilang, saat ini banyak investor yang sedang dalam menyelesaikan rencana penanaman modalnya, sehingga mereka bisa menikmati kedua insentif tersebut setelah masuk ke tahap komersialisasi.

Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong kedua insentif tersebut guna mendukung pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

“Untuk mendorong pertumbuhan sektor manufaktur, dan dalam konteks melihat pertumbuhan ekonomi di sektor pionir, sehingga membutuhkan dukungan perpajakan dan non perpajakan,” katanya.

Seperti dikutip dari Kontan.co.id, Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Pande Putu Oka mengatakan, pemanfaatan fasilitas tax holiday dan tax allowance, baik pada skema umum maupun skema KEK bergantung pada realisasi penanaman modal yang telah masuk tahap komersialisasi.

Senada dengan Febrio, Oka bilang, sampai dengan akhir tahun 2022, telah cukup banyak wajib pajak yang memperoleh keputusan fasilitas tax holiday di KEK. Namun, dari seluruh WP yang telah memperoleh fasilitas tersebut, sampai dengan tahun pajak 2021 belum banyak yang telah menyelesaikan realisasi rencana penanaman modalnya.

“Sebagian besar penanaman modal yang memperoleh tax holiday masih dalam tahap penyelesaian realisasi. Hal yang sama juga terjadi pada fasilitas tax allowance di KEK ,” ujar Oka kepada Kontan.co.id belum lama ini, dikutip Senin (9/1/2023).

Mengutip berita Kontan sebelumnya, Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani juga menyoroti insentif pajak di KEK yang realisasinya masih rendah. Menurutnya, hal tersebut tidak terlepas dari ketentuan nilai investasi yang terlalu besar untuk mendapatkan fasilitas tersebut.

Terlebih lagi, perekonomian global saat ini masih tidak menentu, sehingga pengusaha masih akan wait and see dan tidak berani mengambil risiko.

“Nilai investasinya terlalu besar. Di tengah ekonomi global yang tidak menentu ini, para pemodal tidak berani berisiko,” tutur Ajib. (bl)

Empat Koruptor Pajak Dituntut 8 Tahun Penjara

IKPI, Jakarta: Empat terdakwa korupsi dana wajib pajak di Samsat Kelapa Dua senilai Rp 10,8 miliar dituntut 8 tahun penjara. Mereka dinilai bersalah berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Terdakwa pertama adalah Zulfikar, eks Kasi Penetapan Penerimaan dan Penagihan di Samsat Kelapa Dua. Zulfikar dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan selama 6 bulan.

Terdakwa kedua Budiono, sebagai mantan tenaga honorer di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten sekaligus pembuat aplikasi, juga divonis 8 tahun bui dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Termasuk terdakwa ketiga, yaitu PNS Samsat M Bagza Ilham dan honorer bernama Achmad Pridasya.

“Menuntut agar supaya majelis hakim menetapkan terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama terdakwa dalam masa tahanan dengan perintah membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Yudhi Purnama seperti dikuti dari Detik.com di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (10/1/2023).

Keempat terdakwa ini juga dituntut membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp 1,1 miliar lebih. Nilai uang pengganti ini adalah dari nilai Rp 4,7 miliar kerugian negara yang belum dikembalikan.

Jaksa Yudhi mengatakan, jika uang pengganti tidak dikembalikan dalam waktu satu bulan setelah inkrah, harta benda milik keempat terdakwa bisa disita. Dan jika harga benda yang disita tidak menutupi, diganti dengan penjara.

“Maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata JPU.

Catatan detikcom, selama persidangan terungkap bahwa rencana pembobolan pajak dari wajib pajak di Samsat Kelapa Dua direncanakan sejak 2020. Tes pertama membobol aplikasi dilakukan pada Maret 2020.

Setelah itu, mereka membuat grup khusus serta berkantor di sebuah apartemen di dekat kantor Samsat Kelapa Dua. Pembobolan dan penggelapan pajak ini dilakukan sepanjang Juni 2021 hingga Februari 2022 dengan kerugian total 10,8 miliar. (bl)

 

 

en_US