DJP Targetkan Aturan Pajak Natura Terbit Juni 2023

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan aturan pajak natura alias barang/fasilitas dari kantor yang kena pajak terbit bulan depan atau Juni 2023. Aturannya sudah dalam tahap finalisasi dan selanjutnya harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

“Kita tinggal harmonisasikan di Kemenkumham. Mudah-mudahan dalam satu bulan ke depan sudah selesai. Tinggal ditunggu saja mudah-mudahan sebulan ke depan sudah bisa kita terbitkan,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama dalan media briefing seperti dikutip dari Detik Finance , Kamis (11/5/2023).

Untuk diketahui, dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) natura dikenakan sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh). Natura atau kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bagi pemberi kerja dan merupakan objek PPh bagi pegawai dan penerima.

“Ada batasan nggak? Ya nanti secara spesifik pasti akan kita atur. Yang basic pasti enggak (seperti) alat kerja pasti nggak, jadi ada semacam batasan. Ditunggu lah nanti kalau sudah kelihatan hilalnya akan segera disampaikan,” ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam kesempatan yang sama.

Sebelumnya, Suryo mengatakan kewajiban pemotongan PPh atas natura diperkirakan akan berlaku mulai semester II-2023. Pihaknya memastikan akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum memberlakukan pajak atas natura.

“Pemotongan natura kita harapkan mungkin semester II (2023) kita baru memulai. Supaya rada tenang menceritakan kepada masyarakat juga lebih sederhana, lebih mudah,” kata Suryo dalam media briefing, Selasa (10/1/2023).

Daftar Natura yang Dikecualikan dari Objek PPh:

1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai.

2. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya berupa:

a. tempat tinggal, termasuk perumahan;

b. pelayanan kesehatan;

c. pendidikan;

d. peribadatan;

e. pengangkutan; dan/atau

f. olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari DJP.

Dalam bagian kedua ini, pemerintah menetapkan pembebasan natura dari PPh hanya berlaku di wilayah tertentu atau yang terpencil. Artinya di wilayah lain pemberian fasilitas rumah masih bisa dikenakan PPh.

3. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan seperti persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:

a. pakaian seragam;

b. peralatan untuk keselamatan kerja;

c. sarana antar jemput Pegawai;

d. penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau

e. natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.

4. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

5. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu seperti hampers, ponsel, hingga laptop dikecualikan dari PPh atas natura. (bl)

 

 

Nitizen Heboh Pajak Tiket Konser Coldplay

IKPI, Jakarta: Coldplay dipastikan menggelar konser di Indonesia pada 15 November 2023. Band asal Inggris ini sangat dinanti penggemarnya. Maklum, pada 2017 silam band yang digawangi Chris Martin ini sempat batal manggung di Jakarta.

Konser Colplay yang bertajuk “Music of the Spheres World Tour” ini sudah diumumkan secara resmi di akun Instagram terverifikasi milik mereka, Selasa (9/5/2023).

Warganet di Twitter pun dihebohkan dengan desas-desus tingginya harga pajak tiket konser band Coldplay yang beredar di media sosial.

Akun @kulitmekdiii memaparkan perkiraan harga tiket Coldplay yang belum kena pajak 20 persen. Harga tiket paling murah dipatok Rp 800.000, lalu ditambah pajak sebesar 20 persen menjadi Rp 160.000.

Jadi, total harga 1 tiket konser menjadi Rp 960.000. Sementara itu, harga tiket paling mahal diperkirakan senilai Rp 5 juta. Ditambah pajak 20 persen sejumlah Rp 1 juta, sehingga harga satu tiketnya menjadi Rp 6 juta.

Pantesan pemerintah getol boleh ijinin konser konser musik, coldplay besok ini setelah kena pajak yg paling murah jadinya sektar 960rb,” cuit salah seorang netizen, dikutip dari Belasting.id, Rabu (10/5/2023).

Seperti diketahui, warga Indonesia bersorak riang karena band bergenre British Rock itu akan datang untuk konser pertama kali di Indonesia. Rencananya, Coldplay akan tampil di panggung GBK, Jakarta.

Kendati demikian, sebagian netizen berpikir ulang untuk menonton Coldplay karena menilik pajak yang tergolong tinggi. Ada juga yang memiliki preferensi menonton konser di luar negeri, karena tidak perlu berebut tiket, dan harganya tidak mencantumkan pajak.

Jujurly kalo konser aku prefer pilih Bangkok dan Manila karena aku gak pernah war tiket no pajak, harga nya lebih murah plus sekalian jalan2 liburan. Bahkan Coldplay aja gue bisa dapat di Bangkok no war, profesional plus tiketnya bentuk card gitu suka,” ulas netizen Twitter.

Tidak hanya itu, netizen yang mencibir tingginya harga pajak tiket Coldplay. Pasalnya, netizen mengaitkan penggunaan pungutan pajak tersebut dengan kasus penggelapan pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT).

Pajaknya nanti dipake Rafael Alun coy,” cuit salah seorang netizen. (bl)

Restitusi Pajak Dipercepat jadi 15 Hari

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempercepat proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) dari 12 bulan menjadi 15 hari mulai 9 Mei 2023.

Kemudahan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tanggal 9 Mei 2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

“Perdirjen tersebut terbit untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan percepatan layanan restitusi yang lebih sederhana, mudah, dan cepat. Proses restitusi yang lebih cepat akan sangat membantu cash flow Wajib Pajak,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Rabu (10/5).

Sesuai perdirjen itu, kemudahan tersebut diberikan khusus kepada WP Orang Pribadi (OP) yang mengajukan restitusi Pajak Penghasilan OP sesuai Pasal 17B dan 17D Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta.

Sebelum berlakunya aturan ini, WP OP yang mengajukan restitusi berdasarkan Pasal 17B UU KUP akan diproses melalui pemeriksaan dengan jangka waktu paling lama 12 bulan.

Dwi juga menegaskan proses restitusi tersebut dilakukan secara less intervention dan less face to face antara petugas pajak dan WP. Hal itu untuk lebih menjamin akuntabilitas dan menghindari penyalahgunaan kewenangan.

Apabila terdapat WP yang telah diberikan pengembalian pendahuluan dan jika di kemudian hari dilakukan pemeriksaan lalu ditemukan kekurangan pembayaran pajak, WP dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100 persen.

“Namun demikian, berdasarkan perdirjen ini sanksi administratif tersebut direlaksasi menjadi hanya sebesar sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP di mana sanksi per bulannya didasarkan pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 15 persen untuk paling lama 24 bulan,” tegas Dwi.

Apabila dibandingkan, sambung Dwi, sanksi tersebut jauh lebih rendah dari pada sanksi kenaikan 100 persen. Relaksasi tersebut dilakukan melalui mekanisme pengurangan sanksi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP. (bl)

DJP Tindaklanjuti Temuan Luhut tentang 9 Juta Hektare Lahan Sawit Belum Bayar Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menindaklanjuti temuan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan terkait dengan dugaan 9 juta hektare lahan perkebunan sawit yang belum membayar pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan penelusuran akan dimulai dengan mensinkronkan data yang dimiliki Luhut dan DJP.

Sebab, ada kemungkinan perbedaan data luas tanah yang dilaporkan mendapat izin Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) ke DJP dengan data yang ditemukan Luhut di lapangan.

“Saat ini, DJP sedang melakukan klarifikasi terkait perbedaan luasan tersebut,” ujar Dwi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/5/2023).

Menurutnya, jika nantinya hasil penelusuran menemukan perbedaan luasan yang dilaporkan dengan data di lapangan, maka akan dilakukan perbaikan SPPT PBB terhadap perusahaan atau pemilik perkebunan sawit tersebut.

Tak hanya itu, selisih pajak yang selama ini belum dibayarkan juga akan ditagihkan kepada perusahaan bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Jika akibat perbedaan luasan tersebut menimbulkan potensi PPh (Pajak Penghasilan) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai), maka akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan,” pungkasnya.

Luhut sebelumnya mengaku telah melapor ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemilik 9 juta hektare lahan sawit belum bayar pajak. Kesimpulan itu ia dapat setelah meminta BPKP mengaudit tata kelola industri dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

“Kelapa sawit itu kan laporannya 14,6 juta hektare. Setelah kami audit, saya minta BPKP audit, karena kita mesti audit dulu supaya kita tahu dari mana mulai kerja. Baru saya tahu hanya 7,3 juta hektare yang bayar pajak,” jelasnya di The Westin Jakarta pagi ini.

Luhut mengatakan selain kepada Jokowi, dirinya telah menginformasikan temuan itu ke Menkeu Sri Mulyani.

“Jadi saya bilang sama Menteri Keuangan (Sri Mulyani), ‘Eh itu yang lain ke mana?’ Akhirnya Dirjen Pajak sekarang lari suruh nyari,” tegas Luhut. (bl)

Bank Dunia Sebut RI Bisa Tingkatkan Penerimaan Pajak untuk Turunkan Kemiskinan

IKPI, Jakarta: Bank Dunia (World Bank) menilai Indonesia masih bisa meningkatkan penerimaan pajak dalam menciptakan ruang fiskal untuk menurunkan kemiskinan. Hal itu melihat dari rasio pajak yang baru 10,4% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2022.

“Rasio perpajakan Indonesia meskipun adanya reformasi perpajakan masih rendah sekitar 11%. Masih ada ruang untuk Indonesia mendatangkan upaya pendapatan,” kata Country Director World Bank Indonesia, Satu Kahkonen seperti dikutip dari Detikcom dalam acara World Bank’s Indonesia Poverty Assessment di The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui masalah perpajakan masih menjadi persoalan di Indonesia. Apalagi sejak ramai kasus Mario Dandy, anak mantan pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo yang menganiaya anak pengurus pusat GP Ansor, David pada Februari 2023.

“Dalam penagihan pajak di Indonesia saya selalu argumen dengan tim apalagi ada anak seorang pajak menonjok orang lain dan itu menjadi masalah pajak di Indonesia,” ujar Sri Mulyani.

Meski begitu, Sri Mulyani menyebut jumlah wajib pajak saat ini sudah meningkat jauh signifikan dibandingkan sejak dirinya menjadi Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Ini membuat kewalahan kantor pajak di Indonesia,” ucapnya.

Saat ini pihaknya sedang dalam tahap menuju reformasi perpajakan termasuk mengelola pengumpulan pajak dari sisi basis data dan memperkuat kantor pajak untuk mendeteksi jika terjadi kecurangan.

Menurut Sri Mulyani, insiden yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini telah menjadi katalis untuk mempercepat reformasi perpajakan. “Insiden apapun pasti ada sisi manfaatnya, jangan mengeluh,” sebutnya. (bl)

Menkeu Setujui Rekomendasi Bank Dunia Hapus Pembebasan PPN Pendidikan dan Sembako

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merespons Bank Dunia (World Bank) yang merekomendasikan pemerintah Indonesia menghapus pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Kebijakan itu dinilai dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara.

Dia-pun menyatakan  mendukung rekomendasi Bank Dunia itu dengan rencana mengenakan PPN sembako dan pendidikan bagi orang kaya. Namun, ia menyebut akan banyak risiko politiknya bagi pemerintah.

“Dalam hal ini Bank Dunia berusaha mendorong saya untuk mengambil risiko politik yaitu PPN sembako, pendidikan,” katanya, seperti dikutip dari Detikcom, Selasa (9/5/2023).

Sri Mulyani mengakui khusus sekolah papan atas memang harus dikecualikan dari pembebasan PPN. Berbeda dengan sekolah umum yang memang lebih banyak diisi masyarakat kalangan menengah bawah.

“Jadi pendidikan adalah sesuatu yang dibutuhkan. Oleh karena itu harus dikecualikan PPN-nya seperti pendidikan, sembako, ini sensitif. Pendidikan ada sekolah papan atas dan rendah, oleh karena itu perlakuan ini harus dibedakan,” katanya.

Bendahara negara itu menambahkan pengenaan pajak di Indonesia harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu ruang fiskal masih bisa memberikan perlindungan sosial ke masyarakat yang lebih membutuhkan.

“Saya setuju dengan rekomendasi Bank Dunia, tapi kita harus mempertimbangkan. Anda bisa memiliki rancangan ekonomi terbaik, tapi kalau tidak didukung politik hanya menjadi laporan saja,” katanya.

“Laporan itu menyebutkan harus menciptakan ruang fiskal, yang paling penting bagi saya menciptakan ruang politik,” lanjutnya. (bl)

 

 

Pemerintah Masih Siapkan Instrumen Pajak Karbon

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengaku masih menyiapkan instrumen pajak karbon. Adapun pemerintah memang sudah beberapa kali menunda kebijakan pajak karbon.

Berdasarkan catatan kumparan, mulanya pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022. Namun, kebijakan itu tiba-tiba ditunda ke Juli 2022. Namun, kemudian molor dan hingga kini belum jelas kapan pajak karbon akan diimplementasikan.

“Kita sedang terus mempersiapkan pajak karbon,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Kumparan.com, Selasa (9/5/2023).
Bendahara negara tersebut menekankan, pajak karbon bukan sekadar instrumen untuk menambah penerimaan negara saja. Melainkan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target net zero emission di tahun 2060.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah masih melihat momentum ekonomi Indonesia.
“Kita lihat dari sisi ekonomi kita, momentum ekonominya kuat berarti cukup baik,” terang Menkeu.

Sebelumnya, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, memastikan aturan soal bursa karbon akan terbit pada Juni 2023.

“Rencananya kami akan terbitkan POJK bulan depan dan dalam waktu bersamaan dikoneksikan antara registrasi sistem nasional dari karbon dengan yang diperlukan sistem bursa karbon,” kata Mahendra dalam konferensi pers KSSK, Senin (8/5/2023).

Mahendra menjelaskan, dengan terbitnya aturan soal bursa karbon, maka perdagangan karbon juga sudah dapat dilaksanakan pada tahun ini.

Pemerintah juga sudah melakukan persiapan lainnya mulai dari perangkat sistem registrasi nasional badan, hingga perangkat sertifikasi. Pasalnya, dalam perdagangan karbon diperlukan otorisasi dari produk yang diperjual belikan.
Mahendra menekankan, penarikan pajak karbon oleh pemerintah bukan dalam rangka meningkatkan pendapatan negara. Melainkan sebagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

“Terkait dengan kewenangan Kementerian Keuangan dalam berlakukan pajak karbon yang difinalisasi baik insentif dan disinsentif. Buka semata-mata peningkatan pendapatan pajak,” ujarnya. (bl)

Menkeu Klaim Penerimaan Negara Masih Kuat, Dari Pajak Sudah Rp504,48 Triliun

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa di tengah tren pelambatan ekonomi global dan moderasi harga komoditas, pendapatan negara masih kuat. Menurut dia, penerimaan perpajakan mencapai Rp504,48 triliun (24,95 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanda Negara atau APBN).

“Penerimaan pajak tumbuh 25,36 persen Year on Year (YoY),” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Tempo.co, yang disampaikan dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di LPS Learning Center, Gedung Pasific Century Place, Jakarta Barat, pada Senin (8/5/2023).

Adapun realisasi Pajak Pertambahan Nilai atau PPN mencapai Rp 185,7 triliun atau tumbuh 42,37 persen YoY, sementara Pajak Penghasilan atau PPh Nonmigas mencapai Rp 225,95 triliun atau tumbuh 31,03 persen YoY. “Secara sektoral, kinerja penerimaan pajak yang masih kuat ditopang oleh penerimaan dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan, dan transportasi yang tetap stabil,” kata Sri Mulyani.

Di tengah moderasi harga komoditas global, bendahara negara menambahkan, penerimaan pajak dari sektor pertambangan masih mampu tumbuh signifikan (113,55 persen). Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP mencapai Rp 142,66 triliun (32,32 persen dari target APBN) atau tumbuh 43,75 persen YoY.

“Kinerja PNBP tersebut terutama ditopang oleh Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) nonmigas sebesar Rp 44,28 triliun (tumbuh 194,04 persen) dan PNBP Lainnya Rp 44,31 triliun (tumbuh 30,21 persen),” ucap Sri Mulyani.

Dia juga menuturkan kinerja APBN pada kuarta pertama tetap positif. Menurut dia, hal itu ditandai dengan kinerja pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi dan realisasi belanja yang mampu menopang pemulihan ekonomi.

“Realisasi pendapatan negara selama kuartal pertama 2023 mencapai Rp 647,15 triliun atau 26,27 persen dari target APBN dan tumbuh sebesar 28,98 persen Year on Year (YoY),” ujar dia.

Sementara pada periode yang sama penyerapan belanja negara mencapai Rp 518,66 triliun (16,94 persen dari Pagu APBN) atau tumbuh 6,7 persen YoY. Posisi fiskal Pemerintah relatif kuat, tercermin dari surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp228,76 triliun.

“Dan surplus keseimbangan fiskal sebesar Rp 128,50 triliun, ekuivalen dengan 0,61 persen PDB (produk domestik bruto),” ucap Sri Mulyani. (bl)

Apindo Sebut Penurunan Restitusi Pajak Tanda Perekonomian Membaik

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak hingga akhir April 2023 sebesar Rp 60,96 triliun.

Restitusi pajak tersebut tumbuh negatif atau turun 13,47% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, penurunan restitusi pajak tersebut menandakan bahwa perekonomian Indonesia semakin membaik alhasil  pajak kurang bayar atau pajak lebih bayar berkurang.

“Di mana ekonomi meningkat, produktivitas usaha meningkat, omset naik, sehingga mengakibatkan pajak kurang bayar atau pajak lebih bayar berkurang,” terang Ajib seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (8/5/2023).

Selain itu, Ajib bilang, penurunan restitusi tersebut juga menandakan bahwa Wajib Pajak (WP) semakin cermat berhitung dan berhati-hati dalam pengajuan restitusi pajak.

Dirinya memperkirakan akan ada peningkatan restitusi pajak di akhir tahun nanti. Hal ini dikarenakan perusahaan biasanya hanya bisa mengajukan restitusi di akhir tahun.

“Kemungkinan besar iya (ada peningkatan), selain pertimbangan tutup buku akhir tahun, juga karena memang hanya bisa mengajukan restitusi di akhir tahun. Hanya perusahaan tertentu yang bisa mengajukan restitusi di masa pajak mana saja,” jelas Ajib.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan, tren penurunan restitusi pajak akan membuat realisasi penerimaan pajak lebih aman. Hal ini dikarenakan realisasi penerimaan pajak secara neto telah memperhitungkan realisasi restitusi pajak.

“Realisasi penerimaan pajak neto itu sudah memperhitungkan realisasi restitusi. Jadi, jika restitusi turun, penerimaan akan terjaga,” terang Prianto.

Ia juga menjelaskan, restitusi pajak terbagi menjadi dua jenis pajak, yaitu pajak penghasilan (PPh) Badan dan pajak pertambahan nilai (PPN). Untuk PPh Badan, momentum restitusi biasanya terjadi tahunan di periode Januari hingga April di setiap tahunnya.

Prianto mencontohkan, Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Badan 2021 biasanya dilaporkan di periode Januari hingga April 2022. Jika SPT PPh Badan tersebut menunjukkan pajak lebih bayar dan ada permohonan restitusi, permohonan tersebut harus dituntaskan maksimal 12 bulan sejak SPT dilaporkan dan setelah ada pemeriksaan.

“Dengan demikian, restitusi akan cair di periode Januari-April 2023,” katanya.

Sementara untuk PPN, restitusi bisa terjadi secara bulanan atau tahunan. Khusus untuk restitusi tahunan, biasanya permohonan diajukan di SPT Masa Desember yang dilaporkan di Januari.

Ia bilang, peningkatan ekonomi membuat restitusi PPN berkurang karena secara umum pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan. Adapun pajak keluaran berasal dari transaksi penjualan ke pelanggan, sedangkan pajak masukan berkaitan dengan transaksi ke pemasok.

“Restitusi pajak jarang dikabulkan  di akhir tahun karena setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan berusaha mengejar target penerimaan pajak untuk tahun tersebut. Jika di akhir tahun realisasi sudah mencapai target, restitusi PPN akan cair di awal tahun,” jelas Prianto. (bl)

Menkeu Sebut Uang Pajak Juga Diberikan untuk Beasiswa Dokter Spesialis

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku kerap mendapat julukan tukang pajak. Bahkan tidak sedikit orang yang iri ia diberi tugas untuk mengurus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani di depan pada penerima Beasiswa Fellowship Dokter Spesialis Dalam dan Luar Negeri melalui Lembaga Pengeloa Dana Pendidikan (LPDP), yang mana anggarannya bersumber dari APBN.

“Karena Kemenkeu mengurus APBN itu macam-macam, ada yang senang, ada yang suka marah, ada yang sirik, ada yang sangat mendukung. Salah satunya sering disebut menteri keuangan itu majekin terus, dokter pun marah dipajekin sama saya,” ungkapnya seperti dikutip dari Bisnis.com dalam Launching Beasiswa Fellowship Luar Negeri, Senin (8/5/2023).

Dia menjelaskan bahwa uang pajak sebagai pendapatan negara dipakai seluruhnya, salah satunya untuk biaya pendidikan berupa beasiswa bagi para dokter spesialis.

Dari pajak tersebut pun para dokter yang mendapat beasiswa dapat merasakan manfaat dari pajak itu sendiri.

“Kalau nanti para dokter mendapatkan benefit, fellowship, itu salah satu bagian, LPDP itu tools negara,” tambahnya.

Sri Mulyani menceritakan, bahwa awalnya pada 2010, LPDP hanya memiliki dana abadi sebesar Rp1 triliun. Hingga 2023, kini dana abadi atau endowment fund LPDP telah mencapai sekitar Rp140 triliun.

Dana tersebut bukan hanya untuk beasiswa pendidikan, juga diberikan untuk riset dan bagi para afirmasi di Timur Indonesia.

“Itu anggaran LPDP, fellowship ini adalah salah satu bagian saja, kami memberikan beasiswa juga afirmasi, bukan hanya bagi Jakarta,” jelasnya.

Per 28 Maret 2023, LPDP telah memberikan manfaat bagi 35.536 orang awardee, dan menghasilkan 17.979 orang alumni. LPDP juga telah membiayai sebanyak 1.891 riset dan menyasar 16.637 afirmasi. (bl)

en_US