Kemekeu Catat Setoran Pajak Industri Pengolahan Melambat

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat setoran pajak dari industri pengolahan masih menjadi penopang kinerja penerimaan pajak sampai dengan April 2023.

Tercatat, setoran pajak dari industri pengolahan berkontribusi 27,4% dari penerimaan dan berhasil tumbuh 9,5%. Hanya saja, pertumbuhan itu melambat dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama sebesar 51,0%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan setoran pajak dari industri pengolahan pada periode tersebut melambat.

Pertama, low based effect pada semester I-2021 karena adanya insentif. Ia bilang, insentif tersebut berakhir pada awal semester II-2022 sehingga hal ini menyebabkan pertumbuhan tahun 2022 sangat tinggi.

“Tingginya pertumbuhan tersebut menyebabkan pertumbuhan tahun 2023 terlihat rendah,” ujar Dwi seperti dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (31/5/2023).

Kedua, Dwi tidak mengelak bahwa normalisasi harga komoditas pada tahun ini berdampak kepada penerimaan pajak. Salah satunya adalah berdampak pada setoran pajak dari industri pengolahan yang hanya tumbuh 9,5% pada April 2023.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, perlambatan kontribusi penerimaan pajak di sektor industri pengolahan pada periode tersebut disebabkan oleh tingginya penerimaan angsuran pajak penghasilan (PPh) 25 selama 2022.

“Sebagai akibatnya, pembayaran PPh tahunan (PPh Pasal 29) 2022 yang dapat dibayar di Januari-April 2023 mengalami kontraksi,” kata Prianto.

Namun, Prianto meyakini, penerimaan pajak dari dari industri pengolahan ke depan masih tetap membaik dan masih menjadi penyumbang terbesar penerimaan pajak di 2023 ini.

Hal ini berkaca pada rilis data Januari-April 2023 yang menunjukkan bahwa dua terbesar kontributor penerimaan pajak masih diduduki oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi 27,4% dan perdagangan sebesar 19,8%. (bl)

Pemerintah Bebaskan Pajak Kendaraan Listrik Berbasis Baterai

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik berbasis baterai milik pribadi sebesar 0 persen.

Hal itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 6 tahun 2023 dalam pasal 10 nomor 1.

“Pengenaan PKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0 persen (nol persen) dari dasar pengenaan PKB,” dikutip dari Permendagri 6 tahun 2023, Senin.

Selain PKB, dalam Permendagri itu juga disebutkan bahwa Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan listrik berbasis baterai juga bernilai nol persen.

Hal itu dituangkan dalam pasal 10 nomor 2 yang berbunyi bahwa pengenaan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk angkutan umum orang ditetapkan sebesar nol persen (nol persen) dari dasar pengenaan BBNKB.

Secara khusus untuk PKB dan BBNKB bernilai nol persen tersebut hanya untuk kendaraan listrik yang bertenaga baterai.

Sementara untuk kendaraan listrik yang dikonversikan dari bahan bakar fosil, regulasi tersebut tidak berlaku.

Hadirnya regulasi ini, sejalan dengan langkah pemerintah untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik yang ramah lingkungan sejalan dengan upaya pemerintah menekan emisi karbon dengan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Misalnya seperti kebijakan pemberian bantuan untuk pembelian kendaraan listrik roda dua, yakni berupa potongan harga sebesar Rp7 juta untuk pembelian satu unit kendaraan listrik roda dua.

Bantuan tersebut bagi masyarakat yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu terdaftar sebagai penerima manfaat KUR, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, serta penerima subsidi listrik sampai dengan 900 VA.

Sementara itu, bantuan Pemerintah untuk kendaraan listrik roda empat berupa pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah (PPN-DTP) 10 persen.

Selain menghadirkan kendaraan listrik dan insentifnya, untuk menekan emisi karbon pemerintah juga mendorong dekarbonisasi listrik.

Pemerintah berkomitmen untuk memensiunkan dini PLTU dengan total kapasitas 9,2 gigawatt (GW) sebelum 2030 dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT). (bl)

Pemerintah Implementasikan Sistem Inti Perpajakan di 2024

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa arah kebijakan pajak pada 2024 akan dioptimalisasi melalui sistem inti perpajakan atau core-tax system.

“Arah kebijakan optimalisasi perpajakan tahun 2024 dilakukan dengan menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan melalui implementasi sistem inti perpajakan (core-tax system),” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Antaranews.com, Selasa (30/5/2023).

Pernyataan tersebut menanggapi pandangan fraksi terhadap dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun 2024 terkait pentingnya mendorong optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga keberlanjutan dunia usaha dan daya beli masyarakat.

Menkeu menjelaskan sistem inti perpajakan menjadi motor perubahan berbagai aspek perpajakan.

Pemerintah akan menjaga sistem perpajakan agar lebih adil, sehat, dan berkelanjutan serta berpihak kepada masyarakat serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menkeu menambahkan, implementasi sistem inti perpajakan juga akan diiringi oleh penguatan dari sisi administrasi untuk mengoptimalkan arah kebijakan perpajakan 2024. Penguatan administrasi yang dimaksud mencakup penguatan proses bisnis, regulasi, sumber daya manusia, dan penggunaan teknologi informasi.

Pemerintah juga secara konsisten melanjutkan upaya perluasan basis pajak sebagai tindak lanjut setelah pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP.

Selain itu, pemerintah juga akan tetap menyediakan insentif pajak untuk percepatan transformasi ekonomi sekaligus meningkatkan daya tarik investasi.

Pemerintah juga akan mendorong dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Upaya peningkatan PNBP akan terus diupayakan melalui penyempurnaan regulasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam (SDA), optimalisasi pengelolaan aset negara, serta inovasi layanan dengan tetap menjaga kualitas layanan publik.

Bendahara Negara menjelaskan upaya optimalisasi arah kebijakan perpajakan 2024 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong percepatan transformasi ekonomi melalui penguatan reformasi fiskal secara holistik. (bl)

MK Putuskan Putuskan Pembinaan Organisasi Pengadilan Pajak di Bawah Mahkamah Agung

IKPI, Jakarta:Pengadilan Pajak merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UUD 1945 sehingga termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Demikian pertimbangan hukum Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (25/5/2023) di Ruang Sidang Pleno.

Dikutip dari website resmi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (29/5/2023), permohonan ini diajukan oleh Nurhidayat yang merupakan advokat yang memiliki spesialisasi penanganan perkara perpajakan; Allan Fatchan Gani Wardhana yang berprofesi sebagai dosen; serta Sekjen PSHK UII Yuniar Riza Hakiki. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan Pasal 5 ayat (2)Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) bertentangan UUD 1945.

Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon II tidak dapat diterima serta mengabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon III untuk sebagian. “Menyatakan sepanjang frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi ‘Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026’, sehingga Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 selengkapnya berbunyi, ‘Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026’,” ucap Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.

Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah mendalilkan fakta hukum adanya dualisme kewenangan pembinaan pada Pengadilan Pajak. Hal demikian sama dengan mencampuradukkan pembinaan lembaga peradilan yang seharusnya secara terintegrasi berada dalam satu lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman dan terpisah dengan campur tangan kekuasaan eksekutif ataupun kekuasaan manapun.

“Sebab, makna pembinaan secara universal adalah melakukan bimbingan baik secara teknis yudisial maupun non-yudisial, di mana kedua hal tersebut berpotensi tumpang tindih (overlapping) karena tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan merupakan satu kesatuan pilar akan kemandirian lembaga peradilan,” ujar Wahiduddin.

Lebih jauh, sambung Wahiduddin, dengan tetap mempertahankan pembinaan badan peradilan pada lembaga yang tidak terintegrasi, maka hal tersebut dapat memengaruhi kemandirian badan peradilan atau setidak-tidaknya berpotensi lembaga lain turut mengontrol pelaksanaan tugas dan kewenangan badan peradilan in casu Pengadilan Pajak, meskipun hanya berkaitan dengan organisasi, administrasi dan keuangan. Namun hal tersebut, menunjukkan Pengadilan Pajak tidak dapat secara optimal melaksanakan tugas dan kewenangannya secara independen. Terlebih, dalam perspektif negara hukum berkaitan dengan sistem peradilan dan proses-proses penegakan hukum untuk memberikan keadilan dan juga kepastian hukum bagi pencari keadilan merupakan unsur yang fundamental dalam penguatan kedudukan lembaga peradilan. Dan menjadi satu-kesatuan implementasi adanya konsep negara hukum yang mencita-citakan adanya supremasi hukum maupun penegakan hukum yang adil.

Independensi Lembaga Peradilan

Kemudian Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan tanpa adanya independensi dalam lembaga peradilan dan juga setidak-tidaknya badan peradilan yang masih berpotensi dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah atau eksekutif. Hal ini dapat memperlebar peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau adanya kesewenang-wenangan dalam pemerintahan termasuk diabaikannya hak asasi manusia/hak konstitusional warga negara oleh penguasa, akibat terabaikannya independensi badan peradilan.

“Secara konstitusional, perihal independensi peradilan, telah diatur secara jelas dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sehingga, tujuan yang ingin dicita-citakan dari adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka atau dalam hal ini disebut sebagai independensi peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat,” urai Suhartoyo.

Suhartoyo menambahkan independensi peradilan merupakan unsur yang tidak dapat terpisahkan dan telah menjadi sifat kekuasaan peradilan. Kekuasan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan juga badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, dan juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

“Badan peradilan, in casu Pengadilan Pajak, sebenarnya dibentuk sebagai kelanjutan dari keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak berdasarkan UU 14/2002, di mana undang-undang ini memiliki beberapa kekhususan apabila Pengadilan Pajak dibandingkan dengan pengadilan lainnya dalam sistem peradilan di Indonesia,”ujarnya.

Berkenaan dengan sistem peradilan, Suhartoyo melanjutkan, setelah diundangkannya UU 14/2002, terdapat perubahan dalam sistem peradilan di Indonesia berdasarkan perubahan UUD 1945 dan perubahan UU 48/2009, di antaranya adalah tentang ketentuan mengenai pengadilan khusus dan hubungannya dengan lingkungan-lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebab, sejak tahun 2004, hanya ada 4 (empat) lingkungan peradilan yang diakui di Indonesia yaitu lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Dengan demikian, mengenai pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam dan melekat pada salah satu dari lingkungan peradilan tersebut. Sehingga, sejak saat itu Pengadilan Pajak dikategorikan sebagai Pengadilan Khusus yang termasuk dalam lingkungan peradilan Tata Usaha Negara di bawah Mahkamah Agung.

“Sehingga, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut dan merujuk fakta belum ditindaklanjutinya putusan Mahkamah Konstitusi hingga saat ini, Mahkamah berkesimpulan cukup beralasan secara hukum dalam putusan perkara a quo untuk menentukan tenggang waktu yang pasti kepada pembentuk undang-undang tidak hanya sekadar pesan-pesan sebagaimana dalam putusan Mahkamah sebelumnya,” ujar Suhartoyo.

Dalam kaitan ini, Suhartoyo menegaskan, penting bagi Mahkamah untuk menetapkan dengan memerintahkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026 dinilai sebagai tenggang waktu yang adil dan rasional untuk menyatukan kewenangan pembinaan Pengadilan Pajak dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung. Oleh karena itu, sambungnya, sejak putusan atas perkara a quo diucapkan, secara bertahap para pihak pemangku kepentingan (stakeholders) segera mempersiapkan regulasi berkaitan dengan segala kebutuhan hukum, termasuk hukum acara dalam rangka peningkatan profesionalitas sumber daya manusia Pengadilan Pajak, serta mempersiapkan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengintegrasian kewenangan di bawah Mahkamah Agung dimaksud. Dengan demikian, selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026 seluruh pembinaan Pengadilan Pajak sudah berada di bawah Mahkamah Agung.

“Selain itu, telah ternyata ketentuan norma Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan sebagaimana yang didalilkan para Pemohon, namun oleh karena pemaknaan yang dimohonkan oleh para Pemohon dalam petitumnya berbeda dengan pemaknaan yang dilakukan oleh Mahkamah sebagaimana tertuang dalam amar putusan perkara a quo. Oleh karena itu, dalil permohonan para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” tandasnya.

Sebelumnya, pada sidang pendahuluan pemohon menjelaskan persyaratan untuk menjadi kuasa hukum dalam pengadilan pajak yang harus dipenuhi, selain yang diatur dalam UU Pengadilan Pajak, juga ditetapkan oleh Menteri. Padahal seharusnya syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU Pengadilan Pajak, namun pada Pasal 34 ayat (2) huruf c UU Pengadilan Pajak, terdapat persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Menurut Pemohon, hal ini dampak dari adanya kewenangan Menteri Keuangan terhadap pembinaan organisasi serta administrasi Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak. Sehingga Menteri Keuangan memiliki juga kewenangan untuk mengatur wilayah profesi advokat dapat mempersulit Pemohon. Hal ini karena mengubah peryaratan yang sebenarnya sudah dipenuhi oleh Pemohon untuk menjadi kuasa hukum di pengadilan pajak. Dalam melaksanakan tugas dan profesinya tentunya Pemohon merasa dirugikan karena pengadilan pajak tempat Pemohon dalam memperjuangkan kepentingan klien masih tercengkram dalam kekuasaan eksekutif.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agara Mahkamah menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak terhadap frasa “Departemen Keuangan” bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Mahkamah Agung”. Sehingga ketentuan norma Pasal 5 ayat (2) selengkapnya berbunyi, “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung”. (bl)

Banggar DPR Apresiasi Pengelolaan Keuangan Negara

IKPI, Jakarta: Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) Said Abdullah, menilai laporan pemerintah terkait perkembangan pengelolaan keuangan negara sangat baik.

Hal itu tergambar pada kinerja APBN per April 2023 menunjukkan perkembangan surplus Rp. 234,7 triliun atau 1,12 persen PDB. Realisasi pendapatan negara telah mencapai Rp. 1.000,5 triliun atau 40,6 persen dari target APBN 2023.

Meskipun di tengah berita miring terkait berbagai kasus pajak oleh oknum pegawai pajak, menurut Said, capaian tersebut patut apresiasi para pegawai pajak tetap setia dan bekerja keras.

“Selain itu kepatuhan wajib pajak terhadap kasus pajak yang mencuat tidak menggoyahkan mereka untuk tetap membayar pajak. Kita wajib bangga terhadap kepatuhan para wajib pajak. Total SPT tahun 2023 ini meningkat dari tahun lalu 13,11 juta menjadi 13,49 juta,” kata Said Abdullah, seperti dikutip dari Liputan6.com, Rabu (24/5/2023).

Menurut Said, atas kepatuhan itu pula, ditambah tumbuhnya perekonomian nasional, penerimaan pajak hingga April 2023 mencapai Rp. 688,15 triliun atau 40,05 persen dari target.

Bahkan PPh Non Migas telah mencapai Rp. 410,92 triliun atau 47,04 persen dari target, PPh Migas mencapai Rp. 32,33 triliun atau 52,62 persen dari target, PPN dan PPnBM mencapai Rp. 239,98 triliun atau 32,2 persen dari target.

Kendati demikian, sektor PPB dan pajak lainnya harus memacu lebih baik, sebab realisasinya per April 2023 baru 12,3 persen dari target atau setara Rp. 4,92 triliun. Kinerja Pemda lebih aktif untuk mendorong realisasi penerimaan PBB lebih baik.

“Karena dampak ekonomi yang tumbuh baik, ikut mendongkrak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tercapai Rp. 217,8 triliun atau 49,3 persen. Sebaliknya sektor kepabeanan dan cukai masih perlu effort lebih keras sebab terjadi perlambatan, baru terealisasi Rp. 94,5 triliun atau baru 31,17 persen dari target,” ujarnya.

Disamping itu, Ketua Banggar menilai belanja negara terkelola cukup sehat, meskipun kementerian/lembaga serta pemda harus lebih progresif lagi, agar memiliki daya ungkit perekonomian lebih besar. Realisasi belanja negara mencapai Rp. 765,8 triliun, masih cukup rendah, karena masih 25 persen dari pagu.

“Realisasi pendapatan negara yang tumbuh 17 persen dibandingkan tahun lalu ini patut kita syukuri, mengingat berbagai harga komoditas ekspor andalan tidak setinggi tahun lalu,” ujar Said.

Komoditas Batubara, CPO, jagung dan minyak bumi semuanya menunjukkan tren penurunan harga. Pada tahun lalu pemerintah menerima windfall effect akibat melambungnya harga batubara, minyak bumi dan CPO.

Disisi lain, ancaman dari sisi moneter tampaknya juga mereda. Sebaliknya rupiah malah dihadapkan tren penguatan terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). The Fed diperkirakan tidak lagi menerapkan kebijakan hawkish untuk menurunkan inflasi di Amerika Serikat.

“Terlihat sejak Mei tahun lalu hingga Mei 2023 inflasi di Amerika Serikat cenderung turun sebagaimana yang mereka harapkan. Kini mereka dihadapkan persoalan baru, soal ancaman gagal bayar surat utang pemerintah, serta rontoknya beberapa bank baru setelah Silicon Valley Bank (SVB),” pungkasnya. (bl)

 

Pemerintah Siapkan Sejumlah Super Tax Insentif untuk Investor IKN

IKPI, Jakarta: Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono mengatakan, ada sejumlah fasilitas yang digelontorkan pemerintah untuk menstimulasi kegiatan usaha di IKN.

Salah satunya super tax insentif dalam bentuk pengurangan pajak. “Ada serangkaian super tax insentif dalam bentuk pengurangan pajak penghasilan, pembebasan bea masuk impor, dan pengurangan pajak untuk kegiatan research and development,” ujar Bambang dilansir siaran pers Otorita IKN, Rabu (24/5/2023).

Semua fasilitas itu akan dilayani dalam mekanisme perizinan online single submission, OSS-Plus, sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik.

Berdasarkan serangkaian kebijakan tersebut, kata Bambang, usaha di IKN akan disokong dengan super tax deduction, tax holiday, dan pembebasan bea masuk serta Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

“Dengan kemudahan tersebut OIKN berharap pembangunan IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, berjalan cepat dan berkelanjutan hingga 2045,” jelas Bambang.

Bambang melanjutkan, pada tahap pertama, ada sekitar 300 paket investasi yang siap ditawarkan pada para investor. Termasuk penyediaan sarana dan prasarana di bidang perumahan, transportasi, dan energi.

Investasi ini, lanjutnya, tidak terbatas hanya pada proyek pendirian infrastruktur/bangunan atau hal fisik, hardware, tetapi juga meliputi investasi di bidang software, atau penyediaan perangkat lunak bagi kota pintar IKN nantinya.

“Investor juga dapat berinvestasi sebagai pengembang kawasan (area developer) dan mengelola kawasan tertentu, seperti kawasan pariwisata atau financial center,” ungkap Bambang.

“Dalam konteks ini, berbagai insentif diberikan oleh tiga instansi pemerintah sesuai kewenangannya. Fasilitas fiskal, seperti pembebasan dan keringanan pajak dan fasilitas kepabeanan diberikan oleh pemerintah pusat,” lanjutnya.

Menurut Bambang, Otorita IKN berkonsentrasi memberikan fasilitas penyediaan lahan, sarana prasarana, dan asistensi bagi pelaku usaha.

Sementara itu, fasilitas penanaman modal disediakan oleh Kementerian Keuangan. Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan, dalam hal pajak, terdapat sembilan insentif PPh yang diberikan bagi investor yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023.

Di antaranya Pengurangan PPh badan bagi wajib pajak badan dalam negeri, pengurangan PPh atas kegiatan sektor keuangan di financial center, dan pengurangan PPh badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan kantor regional.

Selain itu, ada pengurangan pajak penghasilan bruto atas kegiatan tertentu seperti penelitian dan pengembangan bidang tertentu, biaya pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Bagi UMKM, pemerintah menggratiskan PPh dan penghasilan bruto usaha tertentu. Selain itu, ada pengurangan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan.

Bambang menuturkan, sejauh ini berbagai rangsangan fasilitas dari pemerintah Indonesia telah diterima baik oleh dunia usaha.

Hingga Mei 2023, IKN telah menerima sekitar 220 Letters of Intent (LoI) dari dunia usaha yang siap berinvestasi di IKN. “Termasuk 24 LoI yang diterima saat Presiden Jokowi melakukan lobi-lobi di Hiroshima, Jepang, beberapa waktu lalu,” kata Bambang.

“Dari sekian LoI tersebut, 34 di antaranya telah menandatangani non-disclosure agreement (NDA), atau perjanjian tertutup dengan pemerintah Indonesia, dan siap berproses lebih lanjut,” katanya. (bl)

DJP Sebut Pemilu 2024 Berikan Dampak Positif Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemilihan umum (pemilu) pada 2024 mendatang dinilai akan mampu menggenjot perekonomian nasional. Hal ini turut akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak.

“Biasanya konsumsi naik, karena kan orang banyak spending uang kampanye, itu biasanya konsumsi naik, sehingga mau enggak mau PPN jadi terkerek naik,” kata Direktur P2 Humas DJP Dwi Astuti  seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Ketika kampanye, kata Dwi, uangnya akan digunakan untuk membeli kaos, membuat spanduk, dan lainnya. Hal ini kemudian berkontribusi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Konsumsi.

“Biasanya kalau mau pemilu juga orang untuk biaya kampanye misalnya, bikin spanduk, beli kaos apa segala macem, PPN biasanya naik,” jelas Dwi.

Fenomena ini juga terjadi ketika memasuki tahun ajaran baru dan hari raya Idul Fitri. Pada momen tersebut, konsumsi masyarakat menjadi naik.

“Kalau lebaran orang banyak belanja, biasanya PPN naik, kalau mau sekolah juga biasanya beli seragam, beli baju, beli sepatu, beli tas, itu konsumsi naik biasanya seperti itu,” tuturnya.

Ketika ditanya terkait sektor penerimaan pajak yang akan dioptimalkan tahun depan, Dwi mengaku masih belum dapat memberi jawaban. Namun, pemerintah akan terus berupaya melakukan pengawasan dan memantau pertumbuhan ekonomi.

“Kalau terkait dengan sumber sumber penerimaan di tahun 2024, saya masih belum tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Kita fokus tahun ini ajalah,” ujar Dwi. (bl)

 

 

Sebanyak 90 Aset Wajib Pajak di Jawa Timur akan Dilelang

IKPI, Jakarta: Sebanyak 90 aset senilai Rp16,9 miliar milik 45 wajib pajak (WP) yang disita selama triwulan I 2023, dilelang guna mengoptimalkan penerimaan negara.

Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur Taukhid di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa pelelangan 90 aset tersebut, bertujuan untuk memastikan seluruh piutang negara bisa ditagih dengan baik dan semaksimal mungkin.

“Objek yang dilelang secara daring tersebut adalah aset sitaan pada triwulan I 2023. Sebanyak 90 aset dengan total nilai limit sebesar Rp16.9 miliar,” kata Taukhid seperti dikutip dari Antara News, Rabu (24/5/2023).

Taukhid menjelaskan, sejumlah barang yang dilelang tersebut terdiri dari kendaraan bermotor, tanah dan bangunan, apartemen, barang elektronik, kayu gelondongan, partisi elektronik, partisi kendaraan, generator, dan lain-lain.

Menurutnya, aset tersebut berasal dari 45 wajib pajak pada 30 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, II dan III serta dua Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC), di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I.

Lelang tersebut dilaksanakan secara daring melalui situs www.lelang.go.id yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Diharapkan seluruh barang yang dilelang, bisa bisa terjual seluruhnya.

“Lelang dilakukan hari ini guna optimalisasi penerimaan negara,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jawa Timur, Tugas Agus Priyo Waluyo menyatakan bahwa target lelang yang ditetapkan pada 2023 senilai Rp3,8 triliun dan hingga April sudah terealisasi sebesar Rp1,6 triliun.

“Kegiatan lelang serentak dilaksanakan dua kali pada tahun ini. Pertama yang saat ini berjalan, dan selanjutnya pada November 2023,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jatim III Farid Bachtiar menambahkan bahwa penjualan barang sitaan merupakan tindakan penagihan aktif yang dilakukan setelah penyampaian surat teguran, surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan.

Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan PMK-189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.

Sebelum sampai pada tahapan penyitaan, lanjutnya, petugas telah melaksanakan pendekatan persuasif terlebih dahulu. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, wajib pajak yang bersangkutan tidak kunjung melunasi utang pajaknya.

“Tindakan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi wajib pajak penunggak pajak, dan memerikan edukasi tentang wewenang DJP untuk melakukan penyitaan dan pelelangan atas aset penunggak pajak,” katanya. (bl)

Menkeu Sebut 4 Juta Wajib Pajak Belum Lapor SPT 2023

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mengungkapkan, masih ada sekira 4 juta wajib pajak yang harus melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak tahun 2022 di sisa tahun 2023 ini.

Hal tersebut tertuang di dalam bahan materi konferensi pers APBN Kita edisi April 2023 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin, dikutip Rabu (23/5/2023).

“Total SPT Tahunan yang disampaikan sepanjang tahun 2022 adalah 17,20 juta SPT. Sehingga dalam sisa tahun 2023 ini diperkirakan masih akan ada sekitar 4 juta SPT yang akan disampaikan oleh wajib pajak,” jelas Sri Mulyani.

Adapun SPT Tahunan PPh yang disampaikan pada tahun 2023 mencapai 13,49 juta SPT atau meningkat 2,89% dibandingkan dengan SPT Tahunan PPh pada 2022 yang sebesar 13,11 juta SPT.

Secara rinci, penyampaian SPT Wajib Pajak Orang Pribadi pada 2023 mencapai 12,5 juta atau meningkat 2,53% dibandingkan dengan jumlah penyampaian SPT Wajib Pajak Orang Pribadi pada 2022 yang sebesar 12,19 juta.

Adapun jumlah penyampaian SPT Wajib Pajak Badan pada 2023 sebesar 0,99 juta atau naik 7,65% dibandingkan dengan jumlah SPT WP Badan pada 2022 yang sebesar 0,92 juta.

Kementerian Keuangan mencatat, penyampaian SPT Tahunan melalui media elektronik mencapai 96,21%. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan catatan sepanjang tahun 2022 yang sebesar 91,08%.

Sementara penyampaian SPT Tahunan secara manual mencapai 3,79%. (bl)

 

 

KPK Selidiki Asal Usul Perusahaan Konsultan Pajak Rafael Alun

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik asal usul perusahaan konsultan pajak yang didirikan oleh eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo. Informasi ini didalami dengan memeriksa tiga orang saksi pada Senin (22/5/2023).

Ketiga saksi itu merupakan pihak swasta. Mereka adalah Oki Hendarsanti, Ujeng Arsatoko, dan Jeffry Amsar. “Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pendirian perusahaan konsultan pajak oleh Tersangka RAT yang digunakan untuk mengondisikan temuan pajak dari para wajib pajak yang bermasalah,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, seperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).

Ali tak menjelaskan lebih rinci mengenai hasil pemeriksaan tersebut. Namun, keterangan ketiga saksi ini diyakini dapat mengusut tuntas kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah menjerat Rafael.

KPK telah menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka dugaan TPPU. Dia diduga menyamarkan sejumlah aset miliknya yang berasal dari hasil korupsi.

KPK menduga nilai TPPU yang dilakukan Rafael mencapai puluhan miliar rupiah. Namun, jumlah ini masih dapat bertambah. Sebab, tim penyidik KPK masih terus mengusut dan mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan.

Sebelumnya, Rafael Alun telah ditahan atas kasus dugaan gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam.

Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaan miliknya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.

Rafael seringkali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak. Dia diduga menerima gratifikasi sebesar 90 ribu dolar Amerika Serikat melalui perusahaan miliknya itu. (bl)

en_US