Penerimaan Pajak 2023 Diperkirakan Lampaui Target APBN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap outlook pendapatan negara hingga akhir 2023. Outlook tersebut melihat tren realisasi pendapatan negara semester I dan kondisi perekonomian di Indonesia.

“Outlook pendapatan diperkirakan akan melebihi target APBN,” ujar Menkeu seperti dikutip dari Tempo.co, Rabu (12/7/2023).

Menurut dia, hingga akhir 2023, penerimaan pajak diperkirakan akan mencapai Rp 1.818,2 triliun. Artinya, kata Sri Mulyani, pendapatan akan melampaui target dari tahun ini, yakni mencapai 105,8 persen.

Namun, meski melampaui target, pertumbuhan penerimaan pajak diperkirakan hanya berkisar 5,9 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 34,3 persen.

“Jadi ini di satu sisi kombinasi antara kewaspadaan bahwa trennya mulai berbalik. Namun kita masih mempertahankan penerimaan, sehingga kita bisa mencapai di atas target sebesar 105,8 persen,” tutur Sri Mulyani.

Untuk kepabeanan dan cukai terkontraksi 18,8 persen di semester I, bendahara negara tersebut memperkirakan semester II akan mengalami hal yang relatif lebih baik. Terutama untuk beberapa penerimaan sumber daya alam.

Namun, Sri Mulyani berujar, tarif bea keluar dari produk mineral dengan adanya proses hilirisasi juga memberikan kontribusi terhadap penerimaan bea keluar Indonesia. Sehingga pada akhir tahun ini, kepabeanan dan cukai kita perkirakan akan mengumpulkan Rp 300,1 triliun. Artinya 99 persen dari target tahun ini.

“Ini masih cukup baik karena bea dan cukai selama pandemi 3 tahun berturut-turut tidak pernah mengalami kontraksi penerimaan. Jadi dia terkontraksi karena adanya normalisasi harga dari komoditas,” ucap Sri Mulyani.

Di sisi lain penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Sri Mulyani melihat levelnya cukup baik yaitu Rp 515,8 triliun atau perkirakan di atas target sebesar Rp 116,9 persen dari target APBN 2023. Namun, PNBP mengalami kontraksi 13,4 persen dibandingkan tahun lalu yang cukup tinggi yaitu Rp 595,6 triliun.

Menurut dia PNBP tersebut terlihat konsisten pada level pemerintah yang masih optimis, tapi harus tetap waspada. Sehingga, untuk penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta PNBP levelnya masih cukup tinggi. “Namun tren pelemahan growth harus kita waspadai. Terutama saat kita nanti menyusun UU APBN 2024,” kata Menkeu Sri Mulyani. (bl)

MPR Minta Kemenkeu Sosialisasi Aturan Pajak Natura Kepada Pimpinan Kantor

IKPI, Jakarta: Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyosialisasikan aturan pajak natura kepada setiap pimpinan kantor di Indonesia secara detail dan komprehensif.

Bamsoet mengatakan hal tersebut merespons atas penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

“Meminta Pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu, menyosialisasikan aturan tersebut kepada pimpinan tiap kantor di seluruh Indonesia secara detail dan komprehensif agar pihak kantor dapat segera menyesuaikan diri dan mengikuti aturan tersebut,” kata seperti dikutip dari Jawapos.com, Senin, (10/7/2023).

Selain itu, Bamsoet juga meminta Kemenkeu untuk memastikan pengawasan terhadap implementasi aturan natura secara masif. Hal tersebut untuk mencegah keterlambatan atau mangkirnya pihak perkantoran dalam pembayaran pajak.

“Hal itu guna mencegah kantor yang terlambat atau tidak membayar pajak fasilitas kantor sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut,” kata dia.

Bamsoet mengatakan bahwa Kemenkeu perlu meminta kepada pihak perkantoran untuk menghormati dan mematuhi aturan natura tersebut.

“Dengan memastikan pembayaran pajak terhadap fasilitas kantor yang telah ditentukan dalam aturan tersebut, dapat dilakukan tepat waktu,” terang Bamsoet.

Kemenkeu, kata Bamsoet, juga perlu meminta pihak perkantoran segera menyusun daftar fasilitas kantor yang dikenai pajak sesuai dengan aturan natura.

“Kemenkeu meminta pihak kantor berkomitmen untuk disiplin membayar pajak tepat waktu terhadap fasilitas kantor tersebut,” imbuh Ketua MPR.

Sebelumnya, Pemerintah menerbitkan aturan pajak natura melalui PMK Nomor 66 Tahun 2023 guna memberikan kepastian hukum dan keadilan. Dengan demikian, pemberi natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang melebihi batasan nilai mulai 1 Juli 2023.

“Namun, penerapan pajak natura sangat memperhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan sehingga natura dan/atau kenikmatan dalam jenis dan batasan nilai tertentu dikecualikan dari objek PPh,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Dwi Astuti dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (5/7/2023). (bl)

 

Penerimaan Pajak Tumbuh Moderat, Terbesar Dihasilkan dari PPN

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak masih tumbuh moderat sebesar 5,4% pada akhir semester I-2023. Tercatat, penerimaan pajak mencapai Rp 970,2 triliun atau 56,5% dari APBN 2023.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penerimaan perpajakan ditopang oleh peningkatan semua jenis pajak, terutama PPN yang tumbuh 23,5%.

“Jadi PPN dalam negeri termasuk kontributor terbesar dalam penerimaan pajak kita. Sudah terkumpul Rp 175,6 triliun,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).

Kemudian, kontributor terbesar lainnya adalah PPh badan. Pajak ini terkumpul hingga Rp 209 triliun per akhir Juni 2023. PPh badan tumbuh 26,2%, lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 133%.

“Ini karena faktor harga komoditas memang,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, PPh 21 juga memberikan kontribusi signifikan. Pajak ini masih tumbuh hingga 18,3%. Selanjutnya, Sri Mulyani mewaspadai pelemahan PPN impor.

Meskipun tumbuh tinggi 44,7%, tetapi PPN impor mulai mengalami kontraksi sebesar 0,4% pada akhir Juni 2023.

“Ini yang kami baca sebagai sebuah pencapaian namun juga perlu kewaspadaan karena tren semenjak Juni ini akan terus ajeg sampai akhir tahun yang diperkirakan trennya pertumbuhannya mulai normalisasi atau bahkan cenderung melemah,” ujar Sri Mulyani. (bl)

Ini Sebab PNS Tak Dikenakan Pajak Natura

IKPI, Jakarta: Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak terkecuali Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak bisa dikenakan pajak natura jika mendapatkan fasilitas dari kantor. Pajak natura sendiri adalah ketentuan pengenaan pajak penghasilan (PPh) terhadap fasilitas (non tunai) yang diberikan pemberi kerja ke penerima kerja.

Ketentuan tersebut tercatat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 dan sudah resmi diberlakukan sejak tahun 2023.

Dari adanya aturan tersebut, fasilitas kantor dikategorikan sebagai pendapatan atas jasa yang diberikan penerima kerja kepada pemberi kerja. Sehingga, fasilitas tersebut dikenakan pajak.

Lantas, mengapa PNS bisa “kebal” terhadap pajak natura?

Seperti dikutip dari Suara.com, PNS bisa kebal terhadap pajak natura karena pemerintah menetapkan sejumlah pengecualian terhadap pajak natura. Salah satunya yaitu natura yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 Butir PMK Nomor 66 tahun 2023.

Meski begitu, para Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), tidak dikenakan pajak natura jika mendapatkan fasilitas dari kantor.

(Dikecualikan dari PPh) Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja desa,” bunyi aturan tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti menyebut, memang terdapat perlakuan berbeda dan aturan tersendiri pada fasilitas PNS.

Oleh karena itu, fasilitas tersebut tidak diberlakukan dari ketentuan pajak natura.

Kalau dari APBN itu memang ada mekanismenya sendiri. Ketika itu dianggarkan, untuk pajaknya itu sudah dihitung tersendiri lah intinya. Jadi memang bukan dari natura ini,”  tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan aturan pajak natira melalui Peratiran Menteri Keuanhan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Secara singkat, pajak natura merupakan pajak yang diberlakukan atas barang dan/atau fasilitas yang diterima oleh karyawan bukan berupa uang.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuanhan, Dwi Astuti menyebut pemberi natura dan/atau saat ini kenikmatan atas pemberian pemotongan pajak penghasilan atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang melebihi batasan nilai mulai tanggal 1 Juli 2023.

DJP sendiri menyebut Pajak Natura ini akan berdampak pada gaji karyawan di tingkat atas. (bl)

DJP Sebut Pajak Natura Bisa Buat Gaji Karyawan Mengecil

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui pajak terhadap fasilitas atau kenikmatan kantor bakal membuat take home pay (THP) alias gaji bersih yang diterima karyawan mengecil.

Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama mencontohkan karyawan yang selama ini menerima gaji serta disewakan apartemen Rp50 juta per bulan oleh perusahaan.

Dalam PMK Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan diatur batas pengecualian biaya sewa apartemen karyawan yang bebas pajak.

Lampiran nomor 7 dalam beleid ini menyatakan bahwa pengecualian terhadap kenikmatan atau natura biaya sewa apartemen hanya dibatasi Rp2 juta per bulan. Dengan begitu, Rp48 juta sisanya menjadi objek pajak.

“Sekarang dengan regulasi ini maka yang Rp48 juta dia harus dipotong pajak penghasilan (PPh)-nya. Nah, kemungkinan take home pay (THP) dia turun,” kata Hestu Yoga, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (10/7/2023).

“Jadi, memang natura itu boleh dibebankan di perusahaan, tapi menjadi penghasilan bagi karyawan. Kalau dia kena penghasilan kembali lagi yang layak, pada layer yang mana kita pajaki. Memang penghasilan tinggi-tinggi yang akan kena,” imbuh Yoga.

Di lain sisi, Dirjen Pajak Suryo Utomo membantah PMK Nomor 66 Tahun 2023 hanya menyasar kaum pekerja elite alias eksekutif. Ia menegaskan eksekutif perusahaan satu dengan yang lain bisa berbeda kelasnya.

Suryo mengatakan pemerintah mengukur dari apa yang diterima karyawan, bukan kelompok mana yang dipajaki. Ia menegaskan beleid ini diterbitkan berdasarkan asas kepantasan.

“Mengenai batasan, kami bicara kepantasan. Saya gak memunculkan cerita yang disasar siapa. Kan pemberi dan penerima kerja dilihat berapa pantasnya. Kalau dirasa gak pantas, kami lihat lagi (evaluasi),” jelas Suryo.

“Kami nyasar pemberiannya, bukan orangnya. Karena eksekutif itu variatif, perusahaan besar dengan kecil berbeda. Bukan siapa penerimanya, tapi apa yang diterimanya. Yang kami coba batasi adalah besaran, kepantasan yang kami berikan. Level eksekutif itu macam-macam, ada direktur, manajer,” tandasnya. (bl)

 

DJP Klaim Pajak Natura Sejahterakan Karyawan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapan alasan pemerintah menerapkan pajak natura pada tahun ini. Hal ini bertujuan mendorong pemberi kerja atau perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan para karyawan.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan natura atau kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang mencakup 3M yakni mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bagi pemberi kerja dan merupakan objek pajak penghasilan bagi para karyawan.

“Tadinya itu bukan pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh korporasi, sekarang menjadi pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh korporasi,” ujarnya dilansir dari Youtube Ditjen Pajak dikutip Jumat (7/7/2023).

Suryo menyebut secara prinsip, pajak natura merupakan objek pajak penghasilan bersumber dari fasilitas yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Adapun fasilitas tersebut yang kemudian akan dikenakan sebagai objek pajak penghasilan.

“Jangan sampai kalau urusan pekerjaan kami kenai pajak, itu yang selama ini kami diskusikan. Jangan sampai infrastruktur atau alat bekerja itu dipajaki,” ucapnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, aturan pajak natura bertujuan mendorong pengenaan pajak penghasilan yang lebih adil dan netral atas imbalan yang diberikan. Contoh, seorang direktur mendapatkan fasilitas mobil dinas dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan Rp 50 juta setiap bulan. Namun, fasilitas tersebut dikecualikan dari objek pajak penghasilan.

 

 

 

Dari sisi lain, seorang karyawan administrasi yang mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp 500 ribu setiap bulannya merupakan objek pajak penghasilan.

 

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menambahkan ada 15 fasilitas atau barang yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan dengan memperhatikan batasan tertentu.

“Jadi bagi karyawannya batasannya sangat pantas, tidak sedikit-sedikit kena pajak,” tegas Hestu.

Sebanyak 15 fasilitas atau barang yang dikecualikan ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 yang berlaku sejak 1 Juli 2023. Hestu mengingatkan, batasan ini telah sesuai dengan praktik yang dilakukan di banyak tempat maupun banyak negara.

“Yang kita bicarakan kepantasannya, jadi saya tidak memunculkan cerita yang disasar siapa, antara perusahaan dan karyawan ada hubungan kerja, nah pantasnya berapa, ini kita exercise berapa pantasnya,” ucapnya.

Adapun batasan nilai atau kepantasan tersebut telah mempertimbangkan Indeks Harga Beli/Purchasing Power Parity (OECD), Survey Standar Biaya Hidup (BPS), Standar Biaya Masukan (SBU Kemenkeu), Sport Development Index (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.

Berikut ini 15 jenis dan batasan natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh antara lain:

1. Makanan/minuman disediakan di tempat kerja bagi seluruh pegawai yang ditetapkan tanpa batasan.

2. Kupon makanan/minuman bagi pegawai bagian dinas luar termasuk reimbursement biaya makanan/minuman. Adapun batasan yang dikecualikan dari objek PPh maksimal sebesar Rp 2.000.000,00/pegawai/bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja (mana yang lebih tinggi).

 

3.Fasilitas di Daerah Tertentu berupa tempat tinggal, termasuk perumahan; pelayanan kesehatan; pendidikan; peribadatan; pengangkutan; dan/atau olahraga (tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang dan olahraga otomotif), ditetapkan tanpa batasan nilai.

4. Natura/kenikmatan harus disediakan pemberi kerja terkait standar keamanan, kesehatan, dan keselamatan meliputi pakaian seragam seperti seragam satpam, seragam pegawai produksi; peralatan keselamatan kerja; antar jemput pegawai; penginapan awak kapal/pesawat/sejenisnya; natura dan/atau kenikmatan penanganan pandemi seperti vaksin dan tes pendeteksi covid-19. Ini juga tanpa batasan.

5. Bingkisan dari pemberi kerja antara lain berbentuk bahan makanan, bahan minuman, makanan dan/atau minuman dalam rangka hari besar keagamaan meliputi Hari Raya Idulfitri, Hari Raya Natal, Hari Suci Nyepi, Hari Raya Waisak, atau Tahun Baru Imlek. Batasannya adalah diterima atau diperoleh seluruh pegawai.

6. Bingkisan dari pemberi kerja yang diberikan selain dalam rangka hari raya keagamaan. Batasannya diterima atau diperoleh Pegawai; dan Secara keseluruhan bernilai maksimal sebesar maksimal sebesar Rp 3 juta/pegawai/tahun pajak.

7. Peralatan dan fasilitas kerja yang diberikan pemberi kerja kepada pegawai untuk pelaksanaan pekerjaan antara lain komputer, laptop, atau ponsel beserta penunjangnya seperti pulsa dan sambungan internet. Batasannya adalah diterima atau diperoleh Pegawai; dan menunjang pekerjaan pegawai.

8. Fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja, dengan batasan diterima atau diperoleh seluruh Pegawai; dan diberikan dalam rangka penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa atau pengobatan lanjutan sebagai akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

9. Fasilitas olahraga dari pemberi kerja selain fasilitas olahraga golf, pacuan kuda, balap perahu bermotor, terbang layang dan/atau olahraga otomotif. Batasannya diterima atau diperoleh Pegawai; dan secara keseluruhan bernilai maksimal sebesar Rp 1,5 juta/pegawai/tahun pajak.

10. Fasilitas tempat tinggal dari pemberi kerja yang bersifat komunal (dimanfaatkan bersama-sama) antara lain mes, asrama, pondokan, atau barak, dengan batasan diterima atau diperoleh Pegawai.

11. Fasilitas tempat tinggal dari pemberi kerja yang hak pemanfaatannya dipegang oleh perseorangan (individual) antara lain apartemen atau rumah tapak. Batasannya adalah diterima atau diperoleh Pegawai; dan secara keseluruhan bernilai maksimal sebesar Rp 2 juta/pegawai/bulan.

12. Fasilitas kendaraan dari pemberi kerja diterima atau diperoleh, dengan batasan pegawai yang tidak memiliki penyertaan modal pada pemberi kerja; dan memiliki rata-rata penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir sampai dengan Rp 100 juta/pegawai/tahun pajak dari pemberi kerja.

13. Fasilitas iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh OJK yang ditanggung pemberi kerja. Batasannya adalah diterima atau diperoleh Pegawai.

14. Fasilitas peribadatan antara lain berbentuk musala, masjid, kapel, atau pura. Batasannya ialah diperuntukkan semata-mata kegiatan peribadatan.

15. Seluruh natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh 2022, dengan batasan diterima atau diperoleh pegawai atau pemberi jasa. (bl)

 

 

Pajak Natura Tak Berdampak Pada Gaji Pegawai “Biasa”

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pajak natura atau kenikmatan tidak berdampak pada gaji bersih atau take home pay pekerja golongan kelas bawah.

“Untuk karyawan biasa mungkin tidak terdampak, justru bisa makin makmur karena perusahaan bisa menambah fasilitas,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama, seperti dikutip dari Antaranews.com, Kamis (6/7/2023)

Menurut Yoga, pajak natura yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 lebih berpengaruh kepada pekerja level atas, seperti direktur atau manajer.

Sebab, DJP telah mengatur jenis dan batasan nilai yang telah ditetapkan untuk natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh) dalam PMK 66/2023. Batasan nilai memperhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan.

Oleh karena itu, pekerja yang menerima kenikmatan lebih tinggi yang akan lebih terpengaruh oleh pajak natura.

Dia mencontohkan, seorang manajer yang menerima fasilitas apartemen senilai Rp50 juta yang disewa oleh kantor dibebankan PPh 21 sebesar untuk nilai Rp48 juta dari biaya sewa. Sebab, PMK 66/2023 hanya membebaskan fasilitas tempat tinggal nonkomunal, seperti sewa apartemen atau rumah, dengan nilai maksimal Rp2 juta per bulan.

“Mungkin pegawai level atas take home pay-nya turun. Ini karena memang natura boleh dibebankan ke perusahaan tetapi menjadi penghasilan bagi karyawan,” ujar Yoga.

Adapun untuk tempat tinggal komunal, seperti asrama dan sebagainya, terbebas dari pajak natura.

Jenis dan batasan natura lain yang dikecualikan dari objek PPh di antaranya makanan atau minuman yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja tanpa batasan nilai, sedangkan kupon makan bagi karyawan dinas luar (termasuk dalam bentuk reimbursement biaya makan atau minum) maksimal Rp2 juta per bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja (pilih yang lebih tinggi). (bl)

PNS Tak Dikenakan Pajak Fasilitas Kantor

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani mengecualikan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari pengenaan pajak penghasilan (PPh) untuk fasilitas kantor yang berlaku sejak 1 Juli 2023.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa seluruh kenikmatan atau fasilitas kantor yang diterima oleh pegawai dan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Daerah dikecualikan dari objek PPh.

“Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa dikecualikan dari objek pajak,” tulis PMK 66 tersebut yang dikutip, Kamis (6/7/2023).

Selain itu, fasilitas lain yang juga dibebaskan PPh nya adalah makanan, bahan makanan, bahan minuman dan atau minuman bagi seluruh pegawai tanpa batasan nilai. Sedangkan, jika pegawai menerima uang makan di atas Rp2 juta saat dinas luar akan dikenakan pajak.

Natura atau kenikmatan terkait standar keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja meliputi pakaian seragam, antar jemput karyawan, peralatan keselamatan kerja, obat-obatan/vaksin dalam penanganan pandemi tanpa batasan nilai juga dibebaskan dari objek pajak penghasilan.

Selanjutnya, fasilitas kegiatan olahraga juga dikecualikan dari objek PPh, tapi ini tidak termasuk untuk olahraga golf, balap pacuan kuda, balap perahu bermotor, terbang layang, dan olahraga otomotif yang dikenakan pajak jika nilainya di atas Rp1,5 juta.

Fasilitas kantor berupa komputer, laptop, atau telepon seluler beserta sarana penunjang lainnya seperti pulsa dan paket internet juga dibebaskan dari pemungutan PPh tanpa batasan nilai. (bl)

 

Pemerintah Pungut Pajak Biaya Perawatan Penyakit Bawaan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memungut pajak dari biaya perawatan penyakit bawaan karyawan yang ditanggung perusahaan. Artinya, besaran biaya yang ditanggung itu dianggap sebagai natura yang menjadi objek pajak penghasilan (PPh) 21.

Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama menyebut pungutan pajak itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Beleid yang berlaku 1 Juli itu menguraikan sejumlah fasilitas atau kenikmatan dari kantor yang dikenakan PPh 21. Namun, ada beberapa batasan yang ditetapkan pemerintah. Khusus dalam hal pengobatan dan fasilitas kesehatan, beberapa yang dikecualikan.

Yang bebas pajak antara lain perawatan imbas kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa, serta perawatan dan pengobatan lanjutan sebagai akibat dari kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.

“Kesehatan, misal kecelakaan atau memang lingkungan kerja berdebu orang jadi sakit silakan diobati. Tapi kalau memang itu bawaan, tentunya tidak masuk konteks natura yang bukan menjadi objek (pajak),” ungkapnya di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Kamis (6/7/2023).

“Kalau (penyakit) bawaan ya mohon maaf tidak dalam konteks untuk dikecualikan dari objek PPh bagi penerima,” tegas Yoga.

Saat dihubungi terpisah, Yoga menerangkan secara praktik, biasanya perusahaan mengalihkan beban kesehatan menggunakan perusahaan asuransi.

“Kalau karyawan sakit, dan pengobatannya dibayar asuransi, itu bukan penghasilan bagi karyawan,” ujarnya.

Perusahaan juga bisa menanggung pajak untuk biaya perawatan karyawan yang memiliki penyakit bawaan terkait.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menegaskan PMK Nomor 66 Tahun 2023 hadir untuk mendorong perusahaan menyejahterakan pegawai. Dengan begitu, tidak semua fasilitas dari kantor dipungut pajak.

Ia mengklaim DJP mengikhlaskan kenikmatan yang dikantongi pekerja sepanjang 2022 lalu dari pengenaan pajak. Alasannya, beleid yang mengatur soal pungutan pajak tersebut baru diterbitkan tahun ini dan efektif per 1 Juli 2023.

“Yang sudah terlanjur bayar kan 2022, mau diikhlaskan boleh, mau diminta balik juga monggo perbaikan SPT. Saya tidak mengatur ini dipercepat atau enggak, kami punya platform restitusi,” tegas Suryo.

Selain itu, ia menekankan pemerintah mengukur pungutan pajak ini dari apa yang diterima karyawan, bukan kelompok mana yang dipajaki. Ia menegaskan beleid ini diterbitkan berdasarkan asas kepantasan. (bl)

Terima Bingkisan di Luar Hari Keagamaan, Siap-Siap Bayar Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memungut pajak penghasilan (PPh) untuk bingkisan yang diterima karyawan di luar hari raya keagamaan.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Namun, bingkisan yang dikenakan pajak tersebut nilainya di atas Rp3 juta per tahun. Artinya, bila nilai bingkisan di luar hari raya keagamaan diterima di bawah Rp3 juta tak dipungut pajak.

“Secara keseluruhan bernilai tidak lebih dari Rp3 juta untuk tiap pegawai dalam jangka waktu satu tahun pajak,” tulis lampiran PMK tersebut yang dikutip, Kamis (6/7/2023).

Adapun pengenaan pajak Natura ini sudah mulai berlaku sejak 1 Juli 2023.

Sedangkan, untuk bingkisan yang diterima pegawai dari pemberi kerja berupa makanan dan minum dalam rangka hari raya keagamaan dikecualikan dari objek PPh atau tak dipungut pajaknya. Dengan syarat diterima atau diperoleh oleh seluruh pegawai.

Selain itu, fasilitas lain yang diterima pekerja dari kantor yang tak dipungut pajaknya adalah komputer, laptop, atau telepon selular beserta sarana penunjang lainnya seperti pulsa dan paket internet. Namun, dengan syarat untuk menunjang pekerjaan pegawai.

Berikut daftar lengkap fasilitas kantor yang dibebaskan sebagai objek PPh sesuai dengan batasan yang ditetapkan:

1. Makanan/minuman yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja tanpa batasan nilai, sedangkan kupon makan bagi karyawan dinas luar (termasuk dalam bentuk reimbursement biaya makan/minum) maksimal Rp2 juta per bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja (mana yang lebih tinggi).

2. Natura atau kenikmatan terkait standar keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja meliputi pakaian seragam, antar jemput karyawan, peralatan keselamatan kerja, obat-obatan/vaksin dalam penanganan pandemi tanpa batasan nilai.

3. Sarana, prasarana, dan fasilitas bagi pegawai beserta keluarga yang bekerja di daerah tertentu termasuk daerah terpencil meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengangkutan dan olahraga tanpa batasan nilai.

4. Bingkisan hari raya keagamaan meliputi Hari Raya Idulfitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek tanpa batasan nilai, sedangkan bingkisan selain hari raya keagamaan tersebut maksimal Rp3 juta per tahun.

Lihat Juga :
Profil Bandara Ewer di Papua Selatan yang Jokowi Resmikan Hari Ini
5. Peralatan dan fasilitas kerja seperti laptop, komputer, ponsel, pulsa, dan internet tanpa batasan nilai.

6. Fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dalam penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan, dan pengobatan lanjutannya tanpa batasan nilai.

7. Fasilitas olah raga selain golf, pacuan kuda, powerboating, terbang layang, dan otomotif maksimal Rp1,5 juta per tahun.

8. Fasilitas tempat tinggal komunal (asrama dan sebagainya) tanpa batasan nilai, sedangkan nonkomunal (sewa apartemen/rumah) maksimal Rp2 juta per bulan.

9. Fasilitas kendaraan bukan objek pajak jika pegawai/penerima bukan pemegang saham dan penghasilan bruto dari pemberi kerja tidak lebih dari Rp100 juta per bulan.

10. Fasilitas iuran kepada dana pensiun yang ditanggung pemberi kerja bagi pegawai.

11. Fasilitas peribadatan antara lain berbentuk mushola, masjid, kapel, atau pura yang diperuntukkan semata-mata untuk kegiatan peribadatan. (bl)

 

en_US