IKPI Depok Pecahkan Rekor Peserta PPL Terbanyak Sepanjang Sejarah

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok, berhasil memecahkan rekor atas kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang mereka lakukan selama ini. Bertempat di Hotel Santika Depok, Sabtu (18/11/2023) penyelenggaraan PPL dihadiri lebih dari 90 peserta.

“Jumlah peserta sebanyak ini tidak pernah ada sepanjang berdirinya IKPI Depok,” kata Sekretaris II IKPI Depok Wisnu Sambhoro di lokasi acara.

Menurut Wisnu, pada setiap penyelenggaraan PPL, baik itu secara daring maupun luring, peserta PPL biasanya paling banyak hanya diikuti sekira 40-60 peserta saja. “Hari ini jumlah pesertanya melonjak sekira dua kali lipat dari biasanya,” ujarnya.

Diungkapkan Wisnu, PPL dengan tema “Tax Diagnostic Review SPT Tahunan PPh Badan Sebagai Persiapan Wajib Pajak untuk Mitigasi Terbitnya SP2DK dan Pemeriksaan Pajak”.

“Yang lebih spesial pada PPL kali ini, peserta bukan hanya berasal dari anggota IKPI se-Jabodetabek saja, melainkan ada juga anggota IKPI dari Kalimantan dan pihak swasta yang mengikuti kegiatan ini,” katanya.

Wisnu.mengaku heran dengan membludaknya PPL IKPI Depok kali ini. untuk menghilangkan rasa penasaran, dia mengaku akan menyelidiki apa yang memancing minat peserta untuk ikut PPL, IKPI Depok.

“Ada beberapa kemungkinan yang bisa saya gambarkan mengenai ketertarikan peserta dalam mengikuti kegiatan tersebut. Pertama dari tema PPL yang memang masih menjadi isu hangat di kalangan konsultan pajak. Kedua, memang lokasi acara dan narasumber PPL yang.mumpuni juga bisa berpengaruh terhadap jumlah peserta,” katanya.

Sekadar informasi, narasumber pada kegiatan PPL IKPI Depok yang dilaksanakan 18 November 2023 diisi oleh Nur Hidayat, ya juga sebagai anggota tetap IKPI Bandung, Jawa Barat, sejumlah anggota dan pengurus IKPI Depok, pihak swasta dan anggota IKPI dari luar daerah lainnya., (bl)

 

Anggota IKPI se-Jabodetabek dan Kalimantan Nyanyikan Jingle UU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Lebih dari 90 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) se-Jabodetabek, Kalimantan dan masyarakat umum terlihat bersemangat menyanyikan jingle Undang-Undang Konsultan Pajak, pada acara Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar IKPI Cabang Depok, di Hotel Santika Margonda, Sabtu (19/11/2023).

Sekretaris I IKPI Depok Bachtiar Dewantara, mengungkapkan bahwa jingle ini dinyanyikan pertama kali dalam kegiatan resmi (PPL) IKPI Depok, setelah lirik dan aransemen lagu tersebut sudah final.

“Kami akan menjadikan jingle UU Konsultan Pajak ini sebagai lagu pendamping untuk mars IKPI di dalam setiap kegiatan formal dan non formal, khususnya di IKPI Depok,” kata Bachtiar di lokasi acara.

Menurutnya, menyanyikan jingle di forum resmi bisa menjadi penyemangat mereka untuk terus memperjuangkan lahirnya UU Konsultan Pajak.

“Lirik dalam jingle ini bukan hanya jadi penyemangat, tetapi bisa terus mengingatkan kita mengenai pentingnya selalu menjaga integritas dan profesionalitas,” ujarnya.

(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Depok)

Diceritakan Bachtiar, awalnya pembuatan jingle ini hanya sebagai penyemangat Tim Task Force RUU Konsultan Pajak bekerja menggolkan RUU tersebut. Selanjutnya Ketua IKPI Banjarmasin Martha Leviana yang juga pencipta lagu Mars IKPI berkolaborasi dengan Ketua Cabang Depok Nuryadin Rahman menggarap pembuatan jingle UU KP.

Tidak membutuhkan waktu lama, dalam semalam Martha bisa menyelesaikan lirik jingle tersebut dan meminta Nuryadin membuat aransemen lirik tersebut menjadi lagu UU KP.

“Saat itu, Ketua IKPI Depok bekerja cepat dengan mengumpulkan jajaran pengurus melalui Zoom Meeting untuk mencari musisi dalam pembuatan nadanya. Ditunjuklah Saudara Hendra Damanik menjadi ketua projek bersama ketua IKPI Depok. Dalam waktu seminggu akhirnya jadilah jingle UU Konsultan Pajak. Dilanjutkan dengan Take Vocal oleh Nuryadin, Hendra D, Kasan Basri, Ilham, Eddi, Wisnu S, Mujiono, Puji, Andi P dan Lita,” katanya.

Sementara itu, Anggota Tetap IKPI Cabang Bandung Nur Hidayat yang juga hadir sebagai narasumber di dalam PPL tersebut mengungkapkan jingle UU Konsultan Pajak adalah suara hati seluruh konsultan pajak di Indonesia, yang menginginkan adanya payung hukum yang kuat untuk melindungi profesi konsultan pajak dan wajib pajak.

“Saat ini banyak orang yang bukan berprofesi sebagai konsultan pajak, tetapi mereka bisa berpraktek layaknya konsultan pajak. Tetapi praktek yang mereka lakukan akhirnya merugikan wajib pajak yang dibantunya. Nah UU Konsultan Pajak adalah solusi untuk menertibkan kasus-kasus seperti ini,” kata Nur Hidayat.

Menurutnya, profesi konsultan pajak sudah layak mempunyai UU untuk memayungi mereka dan para wajib pajak, seperti halnya profesi-profesi lain yang sudah memiliki UU (advokat, dokter, notaris) dan lainnya.

Nur Hidayat.mengungkapkan, sekira 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia diperoleh dari sektor pajak. Dengan demikian, keberadaan UU tersebut dinilai sudah sewajarnya diterbitkan.

“Profesi kami sangat membantu pemerintah dalam pencapaian target penerimaan pajak. Konsultan pajak bukan hanya membantu klien dalam mengurus pajak mereka, tetapi keberadaannya juga membantu pemerintah dalam hal sosialisasi peraturan perpajakan, serta melakukan edukasi kepada seluruh wajib pajak di Indonesia,” ujarnya. (bl)

Gathering Pengurus Pusat IKPI Bersama IKPI Cabang Malang Bahas RUU KP hingga Pengalihan USKP

Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bersama IKPI Cabang Malang, mengadakan gathering di Malang, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023). Dalam kegiatan tersebut, pengurus pusat IKPI memberikan update perkembangan kegiatan pengurus pusat, kelanjutan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) yang kini sepenuhnya berada di bawah Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Kementerian Keuangan, dan Rancangana Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP).

Hadir sejumlah pengurus pusat IKPI dalam kegiatan tersebut yakni, Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, Wakil Sekretaris Umum Toto, Ketua Departemen Pendidikan Lisa Purnamasari, Ketua Departemen Sosial dan Pengabdian Masyarakat Alwi A Tjandra, Ketua Departemen Keanggotaan dan Pembinaan Robert Hutapea, Ketua Bidang Pendidikan Brevet Sri Sulistyowati.

Dari IKPI Malang dihadiri lengkap oleh jajaran pengurus, seperti Ketua IKP Cabang Malang Agus Sambodo, serta puluhan anggota lainnya. (bl)

 

(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)
(Foto: Dok. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Malang)

Kadin: Momentum Menaikan Target Penerimaan Pajak Tak Tepat

IKPI, Jakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai upaya pemerintah untuk menaikan target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 pada saat ini momentumnya tidak normal.

Pasalnya, sejumlah Menteri baik yang bukan pengurus atau juga pengurus partai politik di kabinet sudah mulai fokus dalam menghadapi pemilu tahun 2024 mendatang, setelah penentuan 3 (tiga) capres/cawapres oleh KPU.

Revisi target penerimaan pajak tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 yang merevisi Perpres Nomor 130 Tahun 2022 tentang perincian APBN 2023. Pemerintah mematok target penerimaan pajak pada tahun ini sebesar Rp1.818 triliun. Target tersebut meningkat 5,82 persen  jika dibandingkan dengan Perpres 130/2022 yang dipatok sebesar Rp1.718 triliun.

Deputi Kepala Komite Tetap untuk Asia Pacific Kadin Bambang Budi Suwarso mengatakan, 
untuk mencapai target tersebut tidak hanya tugas dari Direktorat Jendral Pajak (DJP) saja, 
tapi semua Kementerian dan Lembaga (K/L) yang lain juga harus membantu agar target tersebut tercapai. 

Ada beberapa K/L yang mempunyai peran langsung dalam peningkatan perekonomian misalkan BPKM, BI, OJK, 
KemenkopUKM, Kemen BUMN, tetapi juga ada Kemenlu yang bisa mendorong investasi dan perdagangan 
antar negara melalui penyediaan market intelligence.

“Yang jadi masalah saat ini, para Menteri dari masing-masing Kementerian dan Lembaga sudah mulai fokus dalam menghadapi Pemilu 2024 dengan partai politiknya. Hal ini yang membuat target penerimaan pajak tersebut tidak bisa dicapai secara maksimal,” ujar Bambang Budi seperti dikutip dari Infobank, Jumat (17/11/2023).

Bambang juga menambahkan, jika target dinaikan, penerimaan pajak tahun ini akan didorong oleh kenaikan PPh minyak dan gas, tentunya hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kampanye Pemerintah dimana salah satunya dekarbonisasi yang mendukung penggunaan energi terbarukan (renewable energy), sebagai bentuk energy transition. Kementerian keuangan harus berjalan seiring dengan agenda utama pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Presiden Joko Widodo selalu menggaungkan kampanye energi terbarukan di Indonesia, sebagai komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon pada 2060 mendatang,” ungkapnya.

Seperti diketahui, target PPh migas dipatok meningkat 16,62 persen menjadi Rp71,65 triliun dari sebelumnya yang sebesar Rp61,44 triliun. Sedangkan target penerimaan PPh nonmigas meningkat 11,94 persen menjadi Rp977,89 triliun dari sebelumnya sebesar Rp879,62 triliun. (Wis)

DJP Catat 84,11 Persen Wajib Pajak Sudah Laporkan SPT

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 84,11 persen surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan yang dilayangkan wajib pajak (WP) per November 2023.

“Kepatuhan SPT sampai dengan 15 November tengah malam sudah masuk sekitar 84,11%. Jadi, masih ada sekitar 16 persen lagi yang belum menyampaikan SPT tahunan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Kemenkeu Dwi Astuti seperti dikutip dari Beritasatu.com, di Kantor Pusat DJP, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2023).

Dikatakan Dwi, WP karyawan yang menyampaikan SPT tahunan sudah mencapai 103,6 persen. Kendati demikian, masih banyak perusahaan-perusahaan badan yang mengajukan penundaan SPT tahunan karena penghitungan kewajiban pajaknya belum selesai.

“Biasanya perusahaan-perusahaan badan mengajukan penundaan karena pembukaan pembukuannya belum selesai atau penghitungan kewajiban pajaknya belum selesai,” pungkasnya.

Dwi mengimbau agar WP segera melaporkan SPT tahunan hingga Desember 2023. Bagi WP yang terlambat melaporkan SPT tahunan, maka akan dikenakan denda. Dwi optimistis di akhir tahun nanti akan kepatuhan SPT akan mencapai 100 persen.

Denda telat lapor SPT senilai Rp 100.000 untuk wajib pajak perorangan per SPT masa pajak. Sementara denda telat lapor SPT senilai Rp 1.000.000 untuk wajib pajak badan per SPT masa pajak.

“Kami mengimbau untuk tahun-tahun selanjutnya teman-teman wajib pajak untuk memasukkan SPT tidak melewati dari 31 Maret dan untuk badan tidak melewati dari 30 April,” katanya.

DJP juga mencatat 59,23 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah terintegrasi dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP) per 16 November 2023 dari total 71 juta wajib pajak (WP) orang pribadi.

DJP  menargetkan 15 digit nomor NPWP tidak lagi digunakan per 1 Januari 2024 jika seluruh data perpajakan masyarakat sudah tervalidasi sepadan dengan NIK. (bl)

 

KPP Medan Sita Kendaraan Bermotor Milik Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Juru Sita Pajak Negara (JSPN) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Dua Medan menyita aset penunggak pajak baru-baru ini. Diduga, penunggak tak membayar pajak hingga mencapai Rp 834 juta.

JSPN KPP Madya Dua Medan Harris dan Surya didampingi oleh Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan Jauliman Purba serta Kepala KPP Madya Dua Medan Meidijati melaksanakan penyitaan aset penunggak pajak berupa kendaraan bermotor. Tindakan penagihan aktif tersebut dilakukan terhadap penunggak pajak berinisial RA.

“Penyitaan aset yang diperkirakan senilai Rp 24 juta tersebut, diakibatkan oleh RA yang tidak melunasi tunggakan pajak sebesar Rp 834 juta sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Proses sita turut disaksikan oleh pihak penanggung pajak,” ungkap Meidijati melalui keterangan resminya, seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (17/11/2023).

Meidijati menyebutkan bahwa sebelum penyitaan, pihaknya telah melakukan pendekatan persuasif agar wajib pajak melunasi utang pajaknya.

Sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah pemberitahuan Surat Paksa wajib pajak tidak memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya, maka JSPN akan melakukan penyitaan aset sita.

“Selanjutnya, jika wajib pajak tidak melunasi utang pajak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pelaksanaan sita, maka akan dilakukan lelang aset wajib pajak yang telah disita, dan hasil lelang akan masuk ke kas negara sebagai pelunasan utang pajak,” kata Meidijati.

Ia menyebutkan bahwa tindakan ini dilakukan sebagai bentuk keberpihakan dan memunculkan rasa keadilan kepada wajib pajak yang sudah patuh.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Sumut I Lusi Yuliani menyampaikan bahwa penyitaan aset penunggak pajak diharapkan dapat memberi kesadaran kepada wajib pajak untuk senantiasa patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

“Kanwil DJP Sumut I tengah melaksanakan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Untuk itu kami mohon dukungan dan kerja sama dari seluruh stakeholders, agar hal tersebut dapat terwujud dengan baik,” ucapnya.

Sebelumnya, JSPN KPP Madya Dua Medan juga telah melaksanakan penyitaan aset berupa kendaraan bermotor senilai Rp 6 juta di Kota Medan pada Selasa (17/10) lalu. Tindakan penagihan akif tersebut dilakukan terhadap wajib pajak dengan inisial BUK yang tidak melunasi tunggakan pajak sebesar Rp 318 juta.

Selain itu, penyitaan kendaraan bermotor senilai Rp 65 juta turut dilaksanakan oleh JSPN KPP Madya Dua Medan pada Jumat (15/9). Kegiatan penegakan hukum tersebut diakibatkan oleh wajib pajak dengan inisial SBI yang memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 371,64 juta. (bl)

Mengenal Kode Objek Pajak PPh 21 dalam SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Kode objek pajak PPh 21 adalah deretan angka yang perlu dicantumkan Wajib Pajak pada saat mengisi SPT Tahunan. Kode tersebut berfungsi untuk membedakan masing-masing objek pajak dalam PPh 21.
Hal ini telah diatur dalam PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
Tujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat kode objek pajak PPh 21 yaitu untuk mengawasi dan menjaga kualitas pemungutan PPh 21 yang dilakukan wajib pajak badan (perusahaan) kepada seluruh karyawannya.
Klasifikasi Kode Objek Pajak PPh 21
Mengutip buku Administrasi Pajak SMK/MAK Kelas XI karya Binti Chomsiatin, S.E., M.M, klasifikasi kode objek pajak PPh 21 dibedakan berdasarkan subjek pemotongnya, yakni:
  • Sektor swasta (Wajib Pajak Badan Non-Bendaharawan Pemerintah) yang menerbitkan Formulir 1721 A1 untuk memotong PPh 21 karyawannya (pegawai swasta).
  • Sektor pemerintahan (Bendaharawan Pemerintah) yang menerbitkan Formulir 1721 A2 untuk memotong PPh 21 karyawannya (Pegawai Negeri Sipil).
Klasifikasi kode objek pajak PPh 21 pun dapat dibedakan berdasarkan sifat penghasilannya, yaitu final dan tidak final. Berbeda dengan penghasilan tidak final (PPh 26), objek pajak PPh 21 Final dipotong atas penghasilan yang dibayarkan sekaligus.
Daftar Kode Objek Pajak PPh 21
Berikut daftar kode objek pajak PPh 21, sebagaimana dinukil dari buku Administrasi Pajak (PPH Pasal 21) Kelas XI yang ditulis oleh Wuryanti, M.Pd.

1. Kode Objek Pajak PPh 21 Formulir 1721 A1 (Dipotong oleh Wajib Pajak Badan Non Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Swasta)

  • 21-100-01: Pegawai Tetap
  • 21-100-02: Penerima Pensiun secara teratur

2. Kode Objek Pajak PPh 21 Formulir 1721 A2 (Dipotong oleh Bendaharawan Pemerintah)

  • 21-100-0: Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara
  • 21-100-02: Penerima Pensiun yang menerima penghasilan secara teratur
  • 21-100-03: Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
  • 21-100-04: Distributor Multi Level Marketing (MLM)
  • 21-100-05: Petugas Dinas Luar Asuransi
  • 21-100-06: Penjaja Barang Dagangan
  • 21-100-07: Tenaga Ahli
  • 21-100-08: Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-09: Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-10: Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
  • 21-100-11: Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan
  • 21-100-12: Pegawai yang melakukan penarikan Dana Pensiun
  • 21-100-13: Peserta Kegiatan yang menerima imbalan

3. Kode Objek Pajak PPh 21 Final

  • 21-401-01: Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
  • 21-401-02: Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
  • 21-402-01: Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
  • 21-499-99: Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya

4. Kode Objek Pajak PPh 21 Tidak Final atau PPh 26

  • 21-100-03: Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
  • 21-100-04: Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)
  • 21-100-05: Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
  • 21-100-06: Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
  • 21-100-07: Imbalan Kepada Tenaga Ahli
  • 21-100-08: Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-09: Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-10: Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
  • 21-100-11: Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai
  • 21-100-12: Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
  • 21-100-13: Imbalan Kepada Peserta Kegiatan
  • 21-100-99: Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya PPh Pasal 26
  • 27-100-99: Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang dipotong PPh Pasal 26

Pengelola Hotel Hingga Tempat Hiburan Dikirim “Surat Cinta Pajak” oleh Walkot Surabaya

IKPI, Jakarta: Wali Kota (Walkot) Surabaya Eri Cahyadi mengirimkan ‘surat cinta’  berupa edaran kepada sebanyak 712 ribu Wajib Pajak (WP) untuk patuh membayar pajak.

Ratusan ribu wajib pajak tersebut merupakan pemilik atau pengelola hotel, restoran, tempat hiburan, parkir, pajak penerangan jalan (PPJ), air tanah, reklame, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Eri menegaskan apabila terjadi ketidaksesuaian atas kewajiban perpajakan, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

“Pemkot Surabaya bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan pembayaran Pajak Daerah melalui monitoring center for prevention (MCP) KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Eri seperti dikutip dari Liputan6.com, Kamis (16/11/2023).

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) Surabaya Hidayat Syah menjelaskan, pihaknya sudah mengirimkan surat edaran itu kepada semua wajib pajak se Surabaya. Ia memastikan di Surabaya ada sembilan jenis pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak hotel, pajak restoran, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), pajak air tanah, pajak reklame, pajak parkir, dan pajak hiburan.

“Surat edaran itu dilayangkan melalui asosiasi usaha maupun individu WP. Jika ditotal dari 9 kategori pajak itu ada sebanyak 712.000 WP di Surabaya,” katanya.

Melalui surat edaran ini, ia meminta wajib pajak untuk membayarkan pajak yang sudah dititipkan oleh pengunjung atau masyarakat. Artinya, setiap ada pengunjung hotel atau restoran, pasti mereka kena pajak yang dibayarkan kepada pihak hotel dan restoran itu. (bl)

 

Jabar Gandeng DJP Integrasikan Data Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Komitmen untuk mengoptimalkan penerimaan pajak terus dilakukan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat. Terbaru, Bapenda menggandeng Dirjen Pajak untuk sama-sama melakukan integrasi data wajib pajak.

Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Optimalisasi Perjanjian Kerja Sama dan Penerimaan Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I di Bandung, Rabu (15/11/2023).

Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin yang hadir langsung dalam kesempatan itu mengatakan, integrasi data antara Bapenda dan Dirjen Pajak diyakini dalam meningkatkan pendapatan bukan hanya di daerah, namun juga di tingkat pusat.

“(Sinergi) Ini sangat baik, data lebih terintegrasi lagi dan akan terjadi optimalisasi penerimaan pajak,” kata Bey seperti dikutip dari DetikJabar.

“Data perpajakan daerah nanti disinkronkan dengan pusat. Jadi dari Bapenda data-data yang belum terintegrasi seperti data pertambangan, nanti terlihat mana yang pusat mana daerah. Sehingga tidak akan terduplikasi dan ketinggalan,” sambungnya.

Lewat kerjasama itu nantinya data yang terintegrasi akan berdampak positif untuk banyak hal, seperti pengelolaan pajak pusat dan daerah yang bisa lebih terukur, hingga peningkatan potensi pajak.

“Banyak dampak positif yang bisa dirasakan. Di antaranya, lokal taxing daerah meningkat karena datanya sudah terintegrasi. Kemudian ada harmonisasi dalam coding antar daerah dan pusat. Data yang terintegrasi bisa membuat potensi meningkat,” ujar Kepala Bapenda Jabar Dedi Taufik.

Dedi mengungkapkan, implementasi integrasi data dengan Dirjen Pajak bukanlah hal yang sulit dilakukan. Sebab menurutnya, Bapenda sudah menerapkan inovasi tersebut sejak 2020.

“ini adalah bagian dari upaya kami dalam reformasi pajak. Alhamdulillah 18 September kemarin mendapat penghargaan dari DJP,” ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan data dari DJP Jabar 1, pertukaran data ini memberikan keuntungan lebih besar bagi pemerintah daerah. Sebab Pemda akan menerima pencairan pajak yang lebih besar ketimbang pusat.

“Berdasarkan data kami dengan pertukaran data ini ternyata keuntungan lebih banyak di daerah karena potensi yang banyak dicairkan itu lebih besar di daerah,” terang Kepala Kanwil DJP Jabar 1 Erna Sulistyowati.

“Kita bisa saling bertukar data dan bekerja bersama untuk meningkatkan penerimaan pajak,” tutup Erna. (bl)

BI Bayarkan Pajak Kenikmatan 2023 Rp 1,94 Triliun

PMK tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan itu merupakan aturan turunan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Dalam hal ini berlaku sejak Januari 2023, BI sebagai wajib pajak dikenakan pajak penghasilan atau PPh 21, atas natura dan atau kenikmatan yang diterima oleh pegawai dan anggota dewan gubernur,” kata Perry saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (15/11/2023).

Menurut Perry, total pajak yang telah digelontorkan BI dalam anggaran operasional tahun 2023 akan mencapai Rp 1,94 triliun, naik 132,35% dari alokasi pembayaran pajak dalam Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2023 sebesar Rp 1,47 triliun.

“Ini kami sudah hitung-hitung kembali jadi yang dihitung pajak tidak hanya kenikmatan atas pajak yang ditanggung oleh BI tapi kenikmatan-kenikmatan yang lain,” ungkap Perry.

“Misalnya fasilitas rumah dinas, dan lain-lain itu juga dihitung, sehingga kami kotakan merah kenapa terjadi kenaikan yang semula realisasinya Rp 881 miliar (September 2023), menjadi Rp 1,94 triliun (Prognosa 2023),” tegasnya.

Dengan adanya peningkatan pembayaran pajak tersebut, tidak membuat anggaran operasional BI mengalami defisit. Perry mengatakan, prognosa ATBI Operasional Tahun Anggaran 2023 masih akan surplus Rp 23,98 triliun, jauh lebih tinggi dari ATBI anggaran operasional 2023 sebesar Rp 11,63 triliun.

Terdiri dari total penerimaan sebesar Rp 40,94 triliun yang berasal dari hasil pengelolaan aset valas Rp 40,84 triliun, penerimaan kegiatan kelembagaan Rp 17 triliun, dan penerimaan administrasi Rp 81 triliun.

Sementara itu, total pengeluaran anggaran operasional sebesar Rp 16,95 triliun, terdiri dari gaji dan penghasilan lainnya Rp 4,61 triliun, manajemen SDM Rp 3,04 triliun, layanan sarana dan prasarana Rp 2,35 triliun, hingga perumusan dan pelaksanaan kelembagaan Rp 1,67 triliun.

Selain itu ada pengeluaran untuk operasionalisasi kebijakan utama sebesar Rp 1,45 triliun, program sosialisasi BI, pemberdayaan UMKM, serta stabilisasi harga dan digitalisasi sebesar Rp 1,47 triliun, serta cadangan anggaran Rp 359 miliar.

“Jadi kami upayakan anggaran-anggaran yang ada kami efisiensikan, kami ambil sana, ambil sini untuk menambahkan itu (anggaran pajak Rp 1,94 triliun),” ucap Perry. (bl)

en_US