Realisasi Penerimaan Pajak 2024 Capai 101,3 Persen

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan pajak sampai 12 Desember 2023, telah mencapai Rp 1.739,84 triliun. Jika dibandingkan dengan target awal APBN 2023, sudah melewati batas 101,3 persen.

Namun, jika dibandingkan dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN 2023, penerimaan pajak baru terealisasi 95,7 persen dari Rp 1.818,2 triliun.

“Ini kalau dibandingkan dengan target awal itu sudah lewat dari target 101 persen, jika dibandingkan target revisi dinaikkan yaitu Rp 1.818,2 triliun, dia masih 95, persen. Ini Pak Suryo (Dirjen Pajak) dalam dua minggu ke depan untuk mencapai revisinya,” kata Sri Mulyani, seperti dikutip dari Detik Finance, dalam konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2023).

“Penerimaan pajak ini cukup menggembirakan naik 7,3 persen dibandingkan tahun lalu. Jangan lupa gross tahun lalu di atas 30%, jadi 30 persen dan ini 7,3 persen,” lanjutnya.

Secara rinci, penerimaan pajak sampai 12 Desember 2023, Rp 1.739,84 triliun terdiri dari Pajak Penghasilan (Pph) non migas Rp 951,83 triliun atau 108 dari target dan PPh Migas Rp 64,36 triliun atau 104,75 persen

Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 683,32 triliun atau 91,97 persen dari target. Lalu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 40,34 triliun atau 100,82 persen dari target.

Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan penerimaan pajak saat ini disebut telah kembali ke posisi sebelum pandemi. Karena saat pandemi pada 2020, penerimaan pajak sempat turun 19 persen, kemudian pada 2021 kembali naik 19 persen.

“Lalu nanjak dua kali di 34 persen (2022) dan sekarang 6 persen. Ini menggambarkan sudah di atas sebelum pandemi,” jelas Sri Mulyani.

Angka-angka ini berpacu dari target penerimaan pajak per tahunnya. Sri Mulyani berharap, momentum perkembangan penerimaan pajak yang baik ini tetap terjaga agar bisa mendorong rasio pajak.

Pada paparannya, penerimaan pajak pada 2020 Rp 1.072,11 triliun, kemudian 2021 sebesar Rp 1.278,63 triliun, pada 2022 sebesar Rp 1.716,77 triliun, dan target 2023 mencapai Rp 1.818,24 triliun. (bl)

Jelang Natal 2023, IKPI Berbagi Kebahagian dengan Penghuni Panti Jompo

IKPI, Jakarta: Setelah memberikan bantuan sosial kepada anak yatim piatu, kali ini Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali berbagi kebahagiaan dengan penghuni panti jompo di kawasan Duren Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat, Sabtu (16/12/2023).

Wakil Sekretaris Umum yang juga sebagai Koordinator Bakti Sosial Panitia Natal IKPI 2023 Toto, menyatakan kunjungan tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan bakti sosial yang dilakukan IKPI dalam menyambut perayaan Natal 2023.

(Foto: Dok. Panitia Natal IKPI 2023)

“Setelah berbagi dengan anak-anak yatim piatu, kami juga tidak lupa untuk berbagi dengan para lansia. Semoga bantuan kami bisa bermanfaat, tetap semangat dan terus serta menjaga pengharapan akan kasih Tuhan,” kata Toto melalui keterangan tertulisnya, Minggu (17/12/2023) malam.

Dia mengungkapkan, pada kesempatan ini IKPI memberikan bantuan senilai Rp 10 juta dan bingkisan makanan sebagai hadiah Natal dari asosiasi untuk para warga panti jompo.

Toto menegaskan, melalui kunjungan bakti sosial ke panti asuhan dan panti jompo ini, sekiranya bisa menjadi renungan bagi kita semua bahwa dari anak hingga lansia masih banyak pihak yang membutuhkan peran para dermawan, khususnya konsultan pajak.

(Foto: Dok. Panitia Natal IKPI 2023)

“Kunjungan ini sekaligus sebagai renungan bagi semua pihak, betapa besar karunia yang telah kita terima dari Tuhan,” ujarnya.

Sebagai informasi, hadir dalam kunjungan tersebut Ketua Panitia Natal IKPI 2023 Tan Alim, didampingi Koordinator Natal IKPI 2023 Toto, dan seluruh jajaran kepanitiaan.

Diberitakan sebelumnya, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) juga menggelar bakti sosial dengan para yatim piatu di Panti Asuhan Vita Dulcedo, Bekasi, Jawa Barat.

Dalam gelaran tersebut, IKPI memberikan bantuan uang tunai sebesar Rp 10 juta, makanan ringan, serta mainan anak kepada pihak panti asuhan.

Bantuan diberikan langsung oleh Wakil Sekretaris Umum yang juga sebagai Koordinator Bakti Sosial Panitia Natal IKPI 2023 Toto, yang didampingi Ketua Departemen PPL IKPI Vaudy Starworld. (bl)

 

Sambut Natal 2023, IKPI Bantu Panti Asuhan Vita Dulcedo

IKPI, Jakarta: Menyambut perayaan Natal 2023, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar bakti sosial. Kali ini, asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia itu berbagi kebahagiaan dan rejekinya dengan para yatim piatu di Panti Asuhan Vita Dulcedo, Bekasi, Jawa Barat.

Wakil Sekretaris Umum yang juga sebagai Koordinator Bakti Sosial Panitia Natal IKPI 2023 Toto, mengungkapkan, dalam gelaran tersebut IKPI memberikan bantuan uang tunai sebesar Rp 10 juta kepada pihak panti asuhan.

(Foto: Dok. Panitia Natal IKPI 2023)

“Kami juga memberikan bingkisan berupa makanan ringan dan sejumlah mainan anak. Tujuannya, untuk menghilangkan rasa bosan dan kemudian mereka bisa bermain dengan barang yang kami berikan,” kata Toto melalui keterangan tertulisnya, Minggu (17/12/2023).

Menurut Toto, kunjungan mereka ke panti asuhan tersebut dikarenakan belum optimalnya pengelolaan yang dilakukan Dinas Sosial. “Karena itu, panti ini membutuhkan uluran tangan dari para dermawan, seperti kegiatan yang kita lakukan saat ini,” kata Toto.

(Foto: Dok. Panitia Natal IKPI 2023)

⁠Pesan dan harapan kami pada Perayaan Natal 2023 ini kata Toto, semoga niat dan upaya baik yang dilakukan IKPI, bisa mengingatkan semua insan untuk terus memiliki harapan dan semangat berjalan menuju masa depan yang lebih baik.

“Kami juga mengajak semua umat kristiani khususnya anggota IKPI untuk dapat hadir mengikuti perayaan natal nasional IKPI 2023 di bulan Januari 2024 mendatang. Baik secara Online maupun Offline. Terus berbagi semangat dan semua hal baik yang kita miliki untuk sesama,” ujarnya.

(Foto: Dok. Panitia Natal IKPI 2023)

Lebih lanjut Toto mengungkapkan, IKPI juga secara rutin menyelenggarakan bakti sosial untuk setiap perayaan keagamaan dan bukan hanya saat perayaan Natal saja. (bl)

Realisasi Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Rp 8,9 Triliun

IKPI, Jakarta: Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta mencatat, realisasi Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta sejak Januari hingga per tanggal 14 Desember 2023 sebesar Rp 8,9 triliun atau 92 persen dari target APBD tahun 2023 sebesar Rp 9,6 triliun.

Wakil Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Elvarinsa mengatakan, masyarakat Jakarta dapat memanfaatkan insentif pajak daerah berupa penghapusan sanksi administrasi untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Elvarinsa menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan insentif pajak daerah berupa pengenaan sebesar nol persen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan kedua dan seterusnya (kendaraan second). Insentif ini berlaku mulai 10 Oktober 2023 hingga 30 Desember 2023.

Dia menilai, melalui insentif ini Pemprov DKI Jakarta membantu meringankan pembayaran pajak kendaraan bermotor sekaligus berupaya mendorong masyarakat untuk menjalankan administrasi kendaraannya secara tepat waktu.

“Dengan tertibnya pelaksanaan dan pembayaran pajak daerah, diharapkan pajak daerah dapat menyumbang kontribusi yang nyata dalam pembangunan kota Jakarta yang berkelanjutan,” kata Elvarinsa seperti dikutip dari Berita Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Elvarinsa menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Dirlantas Polda Metro Jaya dan Jasa Raharja melaksanakan kegiatan penertiban pengesahan kendaraan bermotor.

Terbaru, Tim Pembina Samsat Provinsi DKI Jakarta melakukan kegiatan penertiban pengesahan kendaraan bermotor di Jalan Lebak Bulus Raya Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tepatnya depan Carrefour Lebak Bulus, Kamis (14/12/2023).

“Kegiatan ini merupakan sinergitas antara Tim Pembina Samsat untuk melakukan imbauan kepada masyarakat melaksanakan kewajibannya dalam pengesahan STNK dan pembayaran PKB tahunannya,” katanya.

Masyarakat diajak untuk tertib dalam pembayaran kewajiban perpajakan daerah setiap tahunnya dan melakukan pengesahan STNK Tahunan di bawah kewenangan Polda Metro Jaya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu pengesahan STNK harus dilakukan setiap tahun.

“Informasi mengenai Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2023 tentang penghapusan sanksi denda administrasi pembayaran PKB sampai dengan akhir Desember 2023 serta insentif pengenaan nol persen BBNKB penyerahan kedua dan seterusnya kepada para pengendara di lokasi razia kendaraan bermotor tersebut berlangsung,” ujarnya.(bl)

Kemenkeu Catat Belanja Perpajakan 2022 Naik 4,4 Persen

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai belanja perpajakan Indonesia tahun 2022 tercatat sebesar Rp323,5 triliun atau sebesar 1,65 persen dari PDB.

Nilai tersebut secara nominal meningkat sebesar 4,4 persen dibandingkan nilai belanja perpajakan tahun 2021 yang bernilai Rp310,0 triliun atau 1,83 persen PDB yang disebabkan oleh mulai pulihnya perekonomian nasional.

Belanja perpajakan merupakan bentuk dukungan Pemerintah kepada masyarakat dan dunia usaha, di antaranya bagi iklim investasi dan sektor perekonomian di Indonesia. Hal ini dimuat dalam Laporan Belanja Perpajakan Tahun 2022 yang merupakan terbitan keenam sejak pertama kali diperkenalkan kepada publik pada tahun 2018.

Berdasarkan jenis pajak, PPN masih mendominasi nilai belanja perpajakan yaitu mencapai lebih dari setengah total belanja perpajakan. Untuk tahun 2022, belanja perpajakan PPN mencapai Rp192,8 triliun atau sebesar 59,6 persen dari total belanja perpajakan tahun 2022. Sementara itu, belanja perpajakan PPh mencapai Rp113,9 triliun atau sebesar 35,2 persen  dari total belanja perpajakan tahun 2022.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan belanja perpajakan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga daya beli masyarakat serta mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan belanja perpajakan telah dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan UMKM.

“Selain itu belanja perpajakan juga berperan dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan daya saing serta memberikan dorongan yang kuat untuk peningkatan aktivitas investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” kata Febrio seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (15/12/2023).

Berdasarkan tujuan kebijakannya, nilai belanja perpajakan terbesar adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencapai Rp162,4 triliun atau sebesar 50,2% dari total belanja perpajakan tahun 2022.

Mayoritas belanja ini diberikan dalam bentuk pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok sebesar Rp38,6 triliun, jasa angkutan umum sebesar Rp14,3 triliun, serta jasa pendidikan dan kesehatan masing-masing sebesar Rp20,8 triliun dan Rp5,8 triliun.

Selanjutnya, UMKM menerima manfaat sebesar Rp69,7 triliun atau sebesar 21,5 persen dari total belanja perpajakan. Insentif tersebut diberikan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih adil yang dapat mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah semakin berkembang.

Sementara itu, untuk peningkatan iklim investasi dan dukungan kepada dunia bisnis, Pemerintah memberikan berbagai fasilitas antara lain tax holiday, tax allowance, dan penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka yang pada tahun 2022 masing-masing bernilai Rp4,7 triliun, Rp416 miliar, dan Rp8,0 triliun. (bl)

Kemplang Pajak Rp 4,3 Miliar Bos Industri Logam Diseret ke Kejaksaan

IKPI, Jakarta: Seorang bos perusahaan yang bergerak di industri logam ditangkap Otoritas Pajak dan Polda Jawa Barat, karena diduga menjadi pengemplang pajak.

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat III bersama Polda Jabar telah menyerahkan pengusaha berinsial BMS itu ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melalui Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor.

“BMS adalah penanggungjawab PT IPK yang bergerak di industri logam. BMS merugikan negara sebesar Rp4,3 miliar sepanjang 2017 hingga 2018,” ucap Romadhaniah, Kepala kanwil DJP Jawa Barat III, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (15/12/2023).

Otoritas Pajak, telah menetapkannya sebagai tersangka tindak pidana di bidang perpajakan yaitu modus tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Ia juga diduga tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut.

“Atas perbuatannya, tersangka terancam dipenjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun. Denda paling sedikit dua kali hingga empat kali dari jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” ucap Romadhaniah.

BMS diduga melanggar ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d dan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pada 4 April 2023 lalu, Penyidik Kanwil DJP Jawa Barat III telah menyita rumah dan dua mobil milik BMS di Cilendek, Bogor. Tersangka juga telah diinformasikan mengenai hak dan kewajibannya sebagai tersangka dalam proses penyidikan.

“Kami memberikan kesempatan kepada tersangka untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP. Setelah melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi administratif berupa denda sebesar tiga kali jumlah kerugian pada pendapatan negara,” kata Romadhaniah.

Sampai dengan kegiatan penyerahan tersangka dan barang bukti, wajib pajak tidak memanfaatkannya permohonan penghentian penyidikan. Akibatnya, penyitaan dilakukan untuk memberikan efek jera kepada tersangka dan wajib pajak lain yang memiliki tendensi untuk melakukan tindak pidana perpajakan.

“Selain itu, proses penegakan hukum sebagai bentuk imbauan tidak langsung kepada wajib pajak untuk mematuhi hukum yang berlaku,” ucap Romadhaniah. (bl)

Insentif Tax Holiday dan Tax Allowance di KEK Sepi Peminat

IKPI, Jakarta: Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat, pemanfaatan insentif tax holiday dan tax allowance yang ditawarkan pemerintah di kawasan ekonomi khusus (KEK) rupanya masih sepi peminat.

Merujuk pada dokumen Laporan Belanja Perpajakan 2022, pemanfaatan insentif tax holiday di KEK pada tahun 2022 masih tercatat Rp 0. Pun, pada tahun 2019 hingga 2021 nilai estimasi belanja perpajakan masih tetap Rp 0.

Bahkan, untuk tahun 2023 hingga 2025 diperkirakan nilai estimasi belanja perpajakan tetap Rp 0. Estimasi perpajakan sendiri merupakan nilai pajak penghasilan (PPh) Ditanggung Pemerintah yang dilaporkan wajib pajak pemanfaat fasilitas tax holiday pada induk SPT Tahunan PPh Badan.

“Belum ada Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memanfaatkan tax holiday di KEK,” dikutip dari dokumen tersebut, Rabu (13/12).

Sebagai informasi, setiap badan usaha pengelola KEK dan pelaku usaha di KEK bisa memperoleh fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) Badan alias tax holiday bagi badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK dan pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama di KEK.

Sementara terkait dengan tax allowance, BKF mencatat nilai belanja perpajakan pada tahun 2022 juga tercatat nihil alias Rp 0. Padahal pada tahun 2021, nilai belanja perpajakan tersebut mencapai Rp 11 miliar.

Hanya saja, pada tahun 2019 dan 2020, nilai penerimaan pajak yang tidak dipungut akibat insentif tersebut masih nihil alias Rp 0.

“Telah ada wajib pajak yang telah diberikan fasilitas tax allowance di KEK, namun sampai dengan tahun 2020 laporan keuangan wajib pajak masih mengalami kerugian fiskal,” seperti dikutip dari dokumen tersebut.

Untuk diketahui, pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama di KEK atau kegiatan lainnya di KEK bisa mendapatkan insentif tax allowance berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva tetap terwujud.

Kemudian, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri sebesar 10%, serta kompensasi kerugian selama 10 tahun. (bl)

 

Sri Mulyani Kasih Diskon PBB Hingga 100 Persen

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan ketentuan baru yang memungkinkan para wajib pajak bisa mendapatkan pengurangan pajak bumi dan bangunan atau PBB.

Ketentuan itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129 Tahun 2023 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. PMK ini berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 30 November 2023.

“Menteri dapat memberikan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan kepada subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak sehingga menjadi wajib pajak menurut Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan,” dikutip dari Pasal 2 ayat 1 PMK 129/2023, Kamis (14/12/2023).

Menteri keuangan melimpahkan kewenangan pemberian pengurangan PBB dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak, dan pengurangan PBB itu diberikan berdasarkan permohonan wajib pajak atau secara jabatan.

Pengurangan PBB berdasarkan permohonan wajib pajak dapat diberikan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dimanfaatkan oleh wajib pajak meliputi Objek Pajak sektor perkebunan; sektor perhutanan pada hutan alam, selain areal produktif; dan hutan tanaman; sektor pertambangan minyak dan gas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi.

Lalu ada sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi; sektor pertambangan mineral atau batubara, selain tubuh bumi operasi produksi yang mempunyai hasil produksi; dan sektor lainnya, selain perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan yang terdapat hasil produksi.

“Wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu wajib pajak yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama 2 (dua) tahun berturut-turut,” tertulis dalam PMK ini.

Besaran Diskon PBB

Pengurangan PBB diberikan kepada wajib pajak atas PBB yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang; atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berupa jumlah atau selisih Pajak Bumi dan Bangunan terutang, ditambah dengan denda administratif.

Pengurangan PBB dapat diberikan paling tinggi 75% dari PBB atau paling tinggi 100% dari PBB yang belum dilunasi oleh wajib pajak.

Adapun ketentuan untuk mendapat pengurangan PBB atas permohonan di antaranya seperti tidak mengajukan keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak PBB, hingga wajib pajak tidak sedang mengajukan pembetulan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak PBB.

Syaratnya di antaranya ialah diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase PBB yang dimohonkan dengan disertai alasan permohonan, hingga surat pernyataan wajib pajak bahwa Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

Untuk pengurangan yang didasarkan secara jabatan, diberikan kepada wajib pajak dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam. Bencana alam itu harus mendapatkan penetapan status bencana alam oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

“Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat diberikan paling tinggi 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang belum dilunasi oleh wajib pajak,” sebagaimana tertera dalam Pasal 16 ayat 4 PMK 129/2023. (bl)

Ini Alasan Pemerintah Tunda Implementasi Penuh NIK Sebagai NPWP

IKPI, Jakarta: NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024. Sementara itu, NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang.

Pemerintah menetapkan pengaturan kembali saat mulainya implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

Menurut Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti, terdapat beberapa pertimbangan sebagai dasar penundaan penerapan penuh NIK sebagai NPWP. Salah satunya adalah kesiapan stakeholder.

“Mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi Coretax Administration System (CTAS) pada pertengahan tahun 2024 dan juga setelah melakukan assessment kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti ILAP (Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga Lainnnya) dan Wajib Pajak, maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi Wajib Pajak,” kata Dwi dalam pernyataan resmi seperti dikutip dari Hukum Online, Rabu (13/12/2023).

Dengan adanya pengaturan kembali ini, lanjutnya, maka NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024. Sementara itu, NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang.

“Sebagai informasi, sampai dengan 7 Desember 2023, total terdapat sebanyak 59,56 juta NIK dan NPWP yang telah dipadankan. Sebanyak 55,76 juta dipadankan oleh sistem dan 3,80 juta dipadankan oleh WP. Jumlah pemadanan tersebut mencapai 82,52% dari total Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Dwi menyampaikan apresiasi dari Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo kepada seluruh ILAP maupun perusahaan yang telah selesai melakukan penyiapan sistem aplikasi terdampak NPWP 16 Digit dan pemadanan database terkait NIK sebagai NPWP.

Selanjutnya, untuk ILAP dan perusahaan yang masih berproses untuk melakukan penyesuaian sistem aplikasi terdampak dan juga pemadanan database NIK sebagai NPWP, diharapkan dapat menggunakan waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya.

Dalam rangka memastikan layanan perpajakan dapat berjalan dengan baik pada tahun 2024, Direktorat Jenderal Pajak menyediakan Virtual Help Desk bagi ILAP maupun Wajib Pajak yang membutuhkan bantuan terkait dengan implementasi NPWP 16 digit.

Help Desk tersebut dibuka setiap hari kerja dengan alamat sebagai berikut:

Virtual Help Desk

Senin–Jumat (hari kerja)

Pukul 10.00 s.d 14.00 WIB

Meeting ID : 865 5844 8199

Passcode : Helpdesk

Link : https://tinyurl.com/helpdeskvirtual2023

“Memperhatikan bahwa NIK/NPWP 16 digit merupakan identitas WP yang akan digunakan di CTAS nantinya, kami mengharapkan kerja sama yang baik dari seluruh stakeholder. Implementasi CTAS dan seluruh sistem informasi terdampak lainnya dapat berjalan dengan baik jika seluruh ILAP dan perusahaan memiliki kesiapan sistem aplikasi dan database yang sama,” tutup Dwi. (bl)

Konsultan Pajak Minta MK Pisahkan DJP dari Kemekeu

IKPI, Jakarta: Seorang konsultan pajak bernama Sangap Tua Ritonga mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan yang diregistrasi MK dengan Nomor 155/PUU-XXI/2023 ini mempersoalkan Pasal 5 dan Pasal 15 UU Kementerian Negara yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara menyatakan, “Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf (b) meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.” Sementara Pasal 15 UU Kementerian Negara menyatakan, “Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).”

Dalam sidang yang digelar pada Selasa (12/12/2023) tersebut, Pemohon yang diwakili oleh Pither Ponda Barany mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak menyosialisasikan slogan Kemenkeu “SATU” sejak 2022. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum akibatnya terjadi pencampuradukan nomenklatur keuangan dan nomenklatur pajak.

“Padahal secara konstitusi sejak amendemen ketiga UUD 1945 antara nomenklatur keuangan dan nomenklatur pajak secara nyata dan jelas telah dipisahkan dari sebelumnya hanya diatur dalam Pasal 23, namun pada amandemen ketiga dipisahkan menjadi Pasal 23 untuk nomenklatur keuangan dan Pasal 23A UUD 1945 untuk nomenklatur pajak,” katanya  seperti dikutip dari Website resmi MK, Rabu (13/12/2023).

Pemohon juga menilai pencampuradukan nomenklatur seperti di atas ke depannya akan mengakibatkan tercampur segala aspek yaitu, organisasi, SDM, sistim Informasi Tehnologi (IT) dan banyak lagi aspek operasional. Menurut Pemohon, hal ini mempengaruhi interaksi Pemohon dalam melaksanakan pelayanan klien Pemohon.

“Secara nyata pencampuradukan treasury dan fungsi penerimaan negara dalam satu komando dalam nomenklatur keuangan dalam prakteknya berpotensi akan menimbulkan masalah public policy khususnya pembuat kebijakan pajak yang pada ujungnya akan menjadi beban dari klien Pemohon dan tentunya Pemohon sendiri yang berprofesi sebagai konsultan pajak,” urai Pither.

Selanjutnya, Pither menjelaskan, fungsi treasury dan fungsi pembuat kebijakan pajak dan administrasi pajak yang menjadi satu komando tentunya akan diwujudkan dalam APBN setiap tahunnya. Namun dalam kenyataannya, hal tersebut akan melahirkan adanya target pajak yang naik tanpa didasari oleh dasar perhitungan kenaikan yang didasarkan gap potensi pajak yang belum dilaporkan oleh wajib pajak. Kondisi demikian akan membuat para wajib pajak menjadi sasaran untuk selalu harus menambah konstribusi pajaknya karena adanya kebutuhan APBN yang sangat meningkat. Padahal Pemohon selaku profesi konsultan yang mendapat kuasa dari klien sering mengedukasi klien untuk membayar pajak secara self assesment dengan jujur dan terbuka sesuai dengan gap potensi pajak yang terbuka dan riil.

Pemohon juga mendalilkan seharusnya ada pemisahan Direktorat Perpajakan dengan Kementerian Keuangan bertujuan agar secara umum tata kelola kelembagaan Ditjen Pajak sebagai lembaga otonom bisa mengurangi kewenangan berlebih Kementerian Keuangan karena terdapat pemisahan kewenangan penerimaan negara dan perbendaharaan negara. Selain itu, pemisahan ini juga dapat meningkatkan akuntabilitas, meningkatkan pengawasan, dan mengurangi potensi conflict of interest. Sehingga, pada petitum, ia mengharapkan MK menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara inkonstitusional sepanjang tidak mencantumkan kata “pajak” sebagai nomenklatur yang terpisah dari nomenklatur “keuangan”. Kemudian, dengan mendasarkan pada Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 yang tidak secara tersurat membatasi jumlah kementerian, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 15 UU a quo.

Kerugian Konstitusional

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyarankan Pemohon untuk memperbaiki permohonan dengan menguraikan kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya Pasal 5 dan Pasal 15 UU Kementerian Negara. Menurut Arief, sangat penting untuk menjelaskan apakah Pemohon mempunyai kedudukan atau tidak.

“Untuk bisa menerangkan itu maka Pak Sangap Tua Ritonga itu perorangan atau apa? Jadi subjek hukum bisa mengajukan judicial review itu apa saja? Pak Sangap Tua Ritonga ini masuk subjek hukum yang mana? Perorangan, badan hukum atau masyarakat adat nanti disebutkan di situ? Kemudian, ada kerugian. Bukan kerugian ekonomi tetapi kerugian hak konstitusional warga karena diberlakukan oleh Pasal 5 dan Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 2008, tolong dijelaskan,” urai Arief.

Sedangkan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta Pemohon untuk mengecek apakah perkara ini pernah diujikan ke MK atau apakah sudah pernah diputuskan oleh MK. “Itu harus dicek supaya tidak sampai permohonan ini dinyatakan sesuatu yang nebis in idem. Jadi, tolong diperhatikan semuanya,” tegasnya.

Sebelum menutup persidangan, Enny menegaskan penyerahan berkas perbaikan paling lambat diterima oleh Kepaniteraan MK pada Rabu, 27 Desember 2023 pukul 09.00 WIB. Agenda sidang berikutnya adalah sidang mendengarkan perbaikan permohonan. (bl)

en_US