Pengusaha Industri Pariwisata Terbitkan Surat Tolak Kenaikan Tarif Pajak Hiburan

IKPI, Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) resmi menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada lima sektor pelaku usaha.

Lima sektor usaha itu adalah yang terdampak tarif pajak hiburan 40%-75% Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Surat Edaran bernomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 tertanggal 12 Februari 2024 itu ditujukan kepada pelaku usaha diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Isinya, secara garis besar ialah menyerukan kepada lima sektor usaha itu supaya membayar pajak sesuai tarif lama sambil menunggu proses hukum Pasal 58 ayat 2 UU HKPD selesai dibahas Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam skema tarif pajak hiburan khusus yang lama, seperti untuk lima sektor itu ditetapkan tanpa tarif minimal 40% dalam UU PDRD. UU itu hanya mematok batas maksimal tarif pajak 75% untuk hiburan khusus.

“DPP GIPI menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan Uji Materi di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) membayar pajak hiburan dengan tarif lama,” dikutip dari Surat Edaran yang ditandatangani Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani dan Sekretaris GIPI Pauline Suharno seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (16/2/2024).

GIPI menekankan, pembayaran tarif pajak lama selama proses gugatan di MK ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan dlskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen.

Sebagai informasi, DPP GIPI telah mendaftarkan uji materi terhadap Pasal 58 ayat 2 UU HKPD ke Mahkamah Konstitusi pada 7 Februari 2024. Nomor Tanda Terima Pengajuan Permohonan Online 23/PAN.ONLINE/2A24 dan Tanda Terima Penyerahan Dokumen No. 23-1/PUU/PAN.MK/AP3.

Pasal 58 Ayat (2) UU HKPD yang digugat menyebutkan bahwa khusus tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

DPP GIPI Berharap, dengan adanya uji materi ini, MK dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama dengan tarif pajak hiburan lain, yaitu antara O – 1O%.

“Dengan dicabutnya Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, maka tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan,” tulis DPP GIPI dalam surat edarannya itu.

Batu uji yang digunakan DPP GIPI terhadap Pasal 58 ayat 2 UU HKPD ialah UUD 1945 Pasal 28 ayat 1 tentang kepastian hukum yang adil; hingga Pasal 28 i ayat 2 tentang larangan untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif.

Lalu, Pasal 28 g ayat 2 tentang perlindungan harta di bawah kekuasaannya; Pasal 28 h ayat 1 tentang layanan kesehatan; dan Pasal 27 ayat 2 tentang hak untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. (bl)

Pengusaha Pengemplang Pajak di Vonis Penjara dan Denda Rp1,6 Miliar

IKPI, Jakarta: Pengusaha berinisial SAP, Direktur CV AJ asal Purwodadi, Jawa Tengah terpaksa berakhir di penjara karena melakukan tindak pidana pajak. Hal ini sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri Purwodadi pada Kamis (15/2/2024)

Berdasarkan siaran pers Ditjen Pajak, pengadilan menjatuhkan vonis penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp1.663.194.820,-

Perkara tersebut bermula dari tindak pidana pajak yang dilakukan oleh SAP melalui CV AJ yang tidak melaporkan peredaran usaha dan tidak menerbitkan faktur pajak pada SPT Tahunan PPh Badan dan pada SPT Masa PPN. SAP tidak menerbitkan faktur pajak mulai Masa Pajak Januari 2019 sampai dengan Desember 2019. Aksi SAP membuat negara rugi Rp831.597.410.

Perbuatan SAP tersebut melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU KUP).

Dalam putusannya Majelis Hakim juga menyatakan apabila terdakwa tidak membayar denda paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, maka Jaksa akan melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila terdakwa tidak memiliki harta kekayaan yang mencukupi untuk membayar pidana denda maka terdakwa dijatuhkan hukuman kurungan sebagai subsider denda selama 6 (enam) bulan.

Seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (16/2/2024) Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Jawa Tengah I, Santoso Dwi Prasetyo, menerangkan bahwa telah diberikan kesempatan kepada tersangka untuk melunasi kerugian negara dan menghentikan proses penyidikan, namun tidak dilakukan.

“Saat dilakukan penyidikan, tersangka sebenarnya masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 UU KUP ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara,” ungkapnya.

“Namun tersangka tidak menggunakan hak tersebut sehingga perkara dilimpahkan ke Pengadilan” terang Santoso.

Santoso menambahkan bahwa dalam penegakan hukum, DJP tetap mengutamakan penerapan restorative justice. “Proses penegakan hukum pajak sebenarnya lebih mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang dan penyidikan pidana pajak adalah bagian dari tindakan penegakan hukum di Direktorat Jenderal Pajak yang mana ini adalah upaya terakhir atau ultimum remedium.” ujarnya.

Santoso juga mengatakan keberhasilan penegakan hukum tindak pidana di bidang perpajakan ini merupakan wujud koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum sekaligus menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah Kanwil DJP Jawa Tengah I. Santoso berharap adanya efek jera bagi wajib pajak lain sehingga tidak ada lagi pihak yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

“Kanwil DJP Jawa Tengah I senantiasa berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan. Semoga sinergi yang baik ini terus terjalin dan dapat ditingkatkan,” pungkasnya. (bl)

Pemadanan NIK jadi NPWP Bisa Hapus Tambahan Pajak 20%

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak akan lagi mengenakan tambahan pajak 20% terhadap pekerja penerima penghasilan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), asalkan memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Syaratnya yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah diadministrasikan oleh DJP dan Pencatatan Sipil, serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi DJP. Hal itu sesuai Pengumuman DJP No. PENG-6/PJ.09/2024 tentang Penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak Pada Sistem Administrasi Perpajakan tertanggal 13 Februari 2024.

“Dalam hal identitas penerima penghasilan… diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak…tarif lebih tinggi dimaksud tidak dikenakan atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud,” tulis poin 7 pengumuman tersebut, dikutip Jumat (16/2/2024).

Sebagaimana diketahui, pemerintah dalam hal ini DJP sedang mendorong masyarakat untuk melakukan aktivasi maupun pemadanan NIK dengan NPWP. Pasalnya per 1 Juli 2024 mendatang NIK menjadi NPWP sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023.

Sebelumnya dalam aturan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari wajib pajak yang memiliki NPWP, di mana tarif PPh Pasal 21 ditetapkan mulai dari 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp 60 juta per tahun hingga maksimal 35% untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar.

Kini dengan telah terintegrasinya NIK dengan NPWP, masyarakat yang tidak memiliki NPWP tidak perlu membayar tarif lebih tinggi lagi. Harapannya cara ini dapat menjaring wajib pajak yang selama ini tidak terdeteksi oleh radar DJP.

Cara Aktivasi NIK Jadi NPWP:

1. Buka laman DJP Online dipajak.go.id

2. Login menggunakan 15 digit NPWP, masukkan password dan kode keamanan

3. Setelah berhasil masuk, klik logo orang di samping nama lengkap wajib pajak, pilih menu profil saya

4. Isi 16 digit NIK dan data lain yang masih kosong

5. Klik validasi di bagian bawah untuk melihat Status Validitas Data Utama

6. Tulisan Valid dengan warna latar hijau akan muncul jika NIK telah sesuai dengan NPWP.

Bagi Anda yang ingin mengetahui apakah NIK sudah tervalidasi menjadi NPWP, berikut cara pengecekannya:

1. Akses laman https://djponline.pajak.go.id/

2. Login pada laman DJP online tersebut dengan menggunakan NIK atau nomor yang tertera di KTP

3. Jika Anda berhasil login, itu artinya NIK sudah tervalidasi sebagai NPWP. Jika tidak bisa login maka NIK belum tervalidasi

4. Jika belum bisa bisa login, maka Anda perlu melakukan login ulang menggunakan NPWP

5. Setelah login berhasil, Anda bisa melakukan validasi pada menu profil.

Bali Resmi Berlakukan Tarif Pajak Masuk Wisatawan Asing Rp150.000

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Bali pada Rabu (14/2/2024) secara resmi memberlakukan pajak sebesar Rp150.000 kepada turis asing sebagai upaya untuk melestarikan budaya ‘Pulau Dewata’, kata para pejabat.

“Pungutan ini ditujukan untuk melindungi budaya dan lingkungan di Bali,” ujar Pelaksana Tugas Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (15/2/2024).

Biaya tersebut harus dibayar secara elektronik melalui portal online “Love Bali” dan akan berlaku untuk wisatawan asing yang memasuki Bali dari luar negeri atau dari daerah lain di Indonesia, menurut sebuah siaran pers.

Namun, pungutan tersebut tidak akan berlaku untuk wisatawan domestik.

Hampir 4,8 juta wisatawan mengunjungi Bali antara Januari dan November 2023, menurut data resmi.

Bali berkomitmen untuk menegakkan aturan bagi para wisatawan yang berperilaku tidak pantas.

Kejadian-kejadian dalam beberapa tahun terakhir ini melibatkan turis asing yang berpose tanpa busana di tempat-tempat suci dan di jalanan.

Tahun lalu, pemerintah setempat menerbitkan panduan etika bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Bali setelah didesak oleh kantor imigrasi pulau tersebut. (bl)

Pemprov DKI Jakarta Tetap Pungut Pajak Hiburan 40%

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan tetap memungut pajak sesuai dengan tarif yang telah ditentukan dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No. 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.  Pusat Data dan Informasi Badan Pendapatan Daerah (Pusdatin Bapenda) DKI Jakarta menyampaikan, pengenaan tarif pajak akan disesuaikan dengan bisnis jasa usaha.

Misalnya, penjualan makanan dan minuman akan dikenakan tarif pajak barang dan jasa tertentu atau PBJT untuk kelab malam, bar, diskotek, dan mandi uap/spa sebesar 40%, sebagaimana tercantum dalam pasal 53 ayat (2) beleid itu.

Sementara, tarif PBJT atas makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan dipatok sebesar 10% dalam Pasal 53 ayat (1).

“Sejauh ini, itulah kebijakan Bapenda DKI Jakarta yang diterapkan kepada Wajib Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta,” kata Pusdatin Bapenda seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (15/2/2024).

Pusdatin Bapenda menyampaikan, pihaknya beberapa waktu lalu telah mengundang para pengusaha WP hiburan dan Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) untuk membahas penyesuaian tarif pajak hiburan.

Dalam pertemuan tersebut, Pusdatin Bapenda telah menjelaskan bahwa  pengenaan tarif pajak disesuaikan dengan bisnis jasa usahanya. Dengan demikian, pemprov DKI Jakarta akan mengenakan sanksi kepada pengusaha yang terlambat ataupun lalai dalam pembayaran pajak daerah.

“Sanksi sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi) sebelumnya menginstruksikan para pengusaha jasa hiburan dalam hal ini diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa untuk membayar pajak hiburan dengan tarif lama, sembari menunggu putusan uji materiil atas Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 tentang Pajak Hiburan. “Hal ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen,” tulis Ketua Umum Gipi Hariyadi B. S. Sukamdani dalam surat edaran yang diterima Bisnis.com.

Gipi pada Rabu (7/2/2024) telah mendaftar ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk pengujian materiil atas UU HKPD, khususnya pasal 58 ayat (2). Pasal itu mengatur bahwa khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu atau PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Melalui permohonan uji materiil atas regulasi tersebut, Hariyadi mengharapkan MK mencabut pasal 58 ayat (2) UU No. 1/2022. Dengan begitu, penetapan PBJT yang termasuk dalam jasa kesenian dan hiburan sama seperti sebelumnya, antara 0%-10%.

“Dengan dicabutnya pasal 58 ayat 2 pada UU No. 1/2022, tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha jasa kesenian dan hiburan,” ujar Hariyadi. (bl)

Cetak Bukti Potong Pajak Karyawan Semakin Mudah Melalui Aplikasi e-Bupot

IKPI, Jakarta: Pemerintah mempermudah pembuatan bukti potong pajak penghasilan karyawan baik PPh Pasal 21 ataupun Pasal 26 melalui aplikasi e-Bupot 21/26.

Kemudahan pembuatan itu telah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 yang diterbitkan sejak 19 Januari 2024.

Ketentuan yang mulai berlaku sejak masa pajak Januari 2024 ini merupakan peraturan pengganti atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti mengatakan, PER-2/PJ/2024 mencakup beberapa pengaturan terkait pembuatan bukti potong dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26.

“Dengan aplikasi e-Bupot 21/26, kini pemberi kerja tidak harus datang ke kantor pajak untuk lapor SPT. Pelaporan SPT yang sebelumnya harus dilakukan di kantor pajak dengan cara mengunggah dokumen di TPT, kini dapat dilakukan dari mana saja melalui koneksi internet,” ujar Dwi Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (15/2/2024).

Pokok pengaturan yang tertuang dalam peraturan itu di antaranya terkait aplikasi pelaporan, yakni adanya perubahan aplikasi pelaporan elektronik, dari aplikasi berbasis desktop (e-spt) ke aplikasi berbasis web (e-Bupot 21/26).

Lalu, bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dalam bentuk Dokumen Elektronik dibuat menggunakan Aplikasi e-Bupot 21/26 yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Selain itu, SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dalam bentuk Dokumen Elektronik yang telah ditandatangani secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik, disampaikan oleh Pemotong Pajak melalui aplikasi e-Bupot 21/26 di laman milik Direktorat Jenderal Pajak, serta Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan.

Di samping aplikasi pelaporan yang berubah, bentuk formulirnya juga berubah karena adanya penyesuaian bentuk formulir untuk mengadopsi kebutuhan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 dan fasilitas perpajakan.

Bukti potong nya pun berubah karena adanya penambahan bukti potong bulanan yang di ketentuan sebelumnya belum diatur. Kemudian, bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh Pasal 21/26 bisa dibuat dan dilaporkan dalam bentuk formulir kertas atau dokumen elektronik.

Demikian juga untuk bentuk dan tanda tangan. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 yang dibuat dalam bentuk formulir kertas ditandatangani Pemotong Pajak dan dibubuhi cap, sedangkan dokumen elektronik ditandatangani secara elektronik dengan tanda tangan elektronik. (bl)

Pemerintah Catat 3,07 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sudah 3,07 juta wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan per 11 Februari 2024. Realisasi itu tumbuh 2,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Kami mengimbau agar wajib pajak segera melaporkan SPT Tahunan mereka melalui berbagai kanal yang telah disediakan. Karena lapor lebih awal, lebih nyaman,” kata Dwi seperti dikutip dari Detik Finance, Kamis (15/2/2024).

Dari 3,07 juta wajib pajak yang sudah lapor SPT Tahunan, 2,96 juta orang di antaranya berasal dari wajib pajak orang pribadi dan sisanya 107,9 ribu orang merupakan wajib pajak badan.

Adapun jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT tahunan melalui e-Filing yaitu sebesar 2,77 juta yang terdiri dari 5,1 ribu SPT Tahunan PPh Badan dan 2,7 juta SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

“Terkait target pelaporan SPT Tahunan, saat ini sedang dalam pembahasan internal,” ucapnya.

Untuk diketahui, SPT Tahunan 2023 sudah dapat dilaporkan mulai 1 Januari 2024. Pelaporan dilakukan melalui laman djponline.pajak.go.id.

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak alias dalam hal ini 31 Maret 2024. Sementara untuk SPT Tahunan wajib pajak badan, paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2024. (bl)

Empat Perusahaan Swasta Gugat UU Pengadilan Pajak ke MK

IKPI, Jakarta: UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak digugat empat perusahaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai Pasal 78 UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan konstitusi dan UUD 1945 karena multitafsir.

Keempat perusahaan itu adalah PT Adonara Bakti Bangsa, PT Central Java Makmur Jaya, PT Gan Wan Solo, dan PT Juma Berlian Exim. Mereka menggugat Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, yang berbunyi:

Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.

“Menyatakan frasa ‘peraturan perundang-undangan’ dalam Pasal 78 UU Nomor 14 Tahun 2022 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘undang-undang’,” demikian petitum pemohon dalam berkas yang dilansir website MK, Selasa (13/2/2024).

Latar belakang mengajukan gugatan karena para pengusaha itu ingin mencari keadilan ke MK atas putusan-putusan Pengadilan Pajak yang selama ini dianggap tidak adil dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Pasal 78 UU Pengadilan Pajak tersebut bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945,” kata kuasa hukum para pemohon, Cuaca Teger dan Timbul Siahaan seperti dikutip dari Detik.com, Selasa (13/2/2024).

Pasal 23A UUD 1945 berbunyi:

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan UUD 1945, putusan pengadilan pajak harusnya hanya mendasarkan pada UU, bukan peraturan perundang-undangan.

“Sering kali putusan Pengadilan Pajak hanya berdasarkan peraturan di bawah UU, misalnya peraturan Menteri Keuangan atau bahkan berdasarkan keputusan Dirjen Pajak, padahal menurut konstitusi, seharusnya berdasarkan Undang-Undang Perpajakan,” ucap Cuaca Teger.

Irah-irah putusan pengadilan pajak berbunyi ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Namun pertimbangan hakim sering kali hanya berdasarkan peraturan menteri atau keputusan Dirjen pajak.

“Banyak putusan Pengadilan Pajak didasarkan atas pertimbangan keyakinan hakim sendiri tanpa dukungan dasar hukum undang-undang. Keyakinan hakim diterjemahkan secara bebas,” ujar Cuaca Teger.

Pajak itu bersifat memaksa, makanya perlu persetujuan rakyat dalam bentuk UU. Sesuai falsafah ‘No Taxation Without Representation’ dan ‘Taxation Without Representation is Roberry’.

“Pertimbangan hakim Pengadilan Pajak yang tidak berdasarkan UU akan merugikan wajib pajak pencari keadilan. Karena itu, di dalam petitum, kami minta MK memutus agar hakim memutus sengketa perpajakan berdasarkan UU. Dengan demikian, putusan Pengadilan Pajak diharapkan betul-betul diputuskan sesuai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tutup Cuaca Teger.

Permohonan ini sudah didaftarkan ke MK dan sedang diproses oleh kepaniteraan MK. (bl)

Pengusaha Pariwisata Ikut Gugat Kenaikan Pajak Hiburan ke MK

IKPI, Jakarta: Setelah tempat karaoke keluarga Happy Puppy menggugat kenaikan pajak hiburan menjadi 40-75 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK), kini gugatan datang kembali. Kali ini diajukan oleh sejumlah pelaku industri pariwisata di Indonesia.

“Menyatakan UU Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 58 ayat 2 yang berbunyi ‘Khusus tarif PBJT (pajak barang dan hiburan tertentu) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen’ bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi permohonan pelaku pariwisata sebagaimana tertuang dalam salinan permohonan yang dilansir website MK, Senin (12/2/2024).

Dikutip dari Detik.com, DPP Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI). Organisasi ini merupakan induk organisasi industri pariwisata di Indonesia yang memiliki asosiasi sektoral yang merupakan anggota GIPI. Misalnya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang memiliki anggota 2.471 hotel, 830 restoran, 59 lembaga pendidikan, dan lain-lain.

PT Kawasan Pantai Indah yang memiliki sektor bisnis jasa menyajikan makanan dan minuman di tempat, jasa kesenian panggung, dan usaha yang kegiatannya menghidangkan minuman alkohol dan nonalkohol.

CV Puspita Nirwana, yang bergerak dalam bisnis penyediaan jasa layanan minum yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menari dengan diiringi musik hidup, atraksi pertunjukan lampu, serta pramuria.

PT Serpong Abadi Sejahtera, distributor yang bergerak dalam bisnis usaha distribusi minuman nonalkohol.

CV Citra Kreasi Terbaik, yang bergerak dalam bidang usaha pertunjukan kesenian.
PT Serpong Kompleks Berkarya, yang bergerak dalam bidang usaha pertunjukan kesenian.

“Frase ‘pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa’ dengan reklasifikasi yang keliru, ambigu, dan tidak otentik sebagai kualitas jasa hiburan khusus, namun adalah nama jenis usaha bersifat umum yang tidak identik diklaim bersifat mewah (luxury) dan dituduh yang perlu dikendalikan,” urainya.

Menurut para penggugat, pasal yang digugat bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.

“Akibatnya, para pemohon mengalami perlakukan diskriminatif dalam pengenaan tarif pajak hiburan tertentu sehingga melanggar hak konstitusional pemohon atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil,” ucapnya.

Pemohon juga menilai pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28H ayat 1 UUD 1945. Termasuk juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.

“Norma objek uji materiil a quo keliru mengidentifikasi kenyataan empiris dan konsep hukum pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa yang diasumsikan sebagai jasa hiburan yang sifatnya mewah/luxury dan sifatnya perlu dikendalikan,” tegasnya.

Permohonan ini sudah didaftarkan di MK dan sedang diproses kepaniteraan. (bl)

Ini Cara Buat dan Lapor Bukti Potong PPh 21

IKPI, Jakarta: Pemerintah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26.

Peraturan ini terbit pada tanggal 19 Januari 2024 serta mulai berlaku sejak masa pajak Januari 2024. Aturan ini merupakan peraturan pengganti atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013.

PER-2/PJ/2024 mencakup beberapa pengaturan terkait pembuatan bukti potong dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26. “Dengan aplikasi e-Bupot 21/26, kini pemberi kerja tidak harus datang ke kantor pajak untuk lapor SPT. Pelaporan SPT yang sebelumnya harus dilakukan di kantor pajak dengan cara mengunggah dokumen di TPT, kini dapat dilakukan dari mana saja melalui koneksi internet,” ujar Dwi seperti dikutip dari Liputan6.com.

Adapun pokok pengaturan PER-2/PJ/2024 disajikan pada tabel sebagai berikut:

  • Adanya perubahan aplikasi pelaporan elektronik, dari aplikasi berbasis  desktop (e-spt)  ke aplikasi berbasis web  (e-Bupot21/26).
  • Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dalam bentuk DokumenElektronik dibuat menggunakan Aplikasi e-Bupot 21/26 yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  • SPT  Masa  Pajak  Penghasilan  Pasal  21/26  dalam  bentuk Dokumen   Elektronik   yang   telah   ditandatangani   secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik, disampaikan oleh Pemotong Pajak melalui:
  1. Aplikasi e-Bupot 21/26 di laman milik Direktorat Jenderal Pajak
  2. Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan.
  • Adanya  penyesuaian  bentuk  formulir  untuk  mengadopsi kebutuhan  Peraturan  Menteri  Keuangan  Nomor  168  Tahun 2023 dan fasilitas perpajakan.
  • Adanya penambahan bukti potong bulanan yang di ketentuan sebelumnya belum diatur.
  • Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan SPTMasa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dibuat dan dilaporkandalam bentuk formulir kertas atau dokumen elektronik.
  • Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan SPTMasa  Pajak  Penghasilan  Pasal  21/26  yang  dibuat  dalam bentuk:
  1. Formulir  kertas ditandatangani  Pemotong Pajak  dandibubuhi cap
  2. Dokumen Elektronik ditandatangani secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik.

Ketentuan mengenai PPh lebih lengkap dapat dilihat pada Salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) Nomor PER-2/PJ/2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26. (bl)

en_US