DJP Catat 3,78 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 3,78 juta wajib pajak (WP) telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2023 per 18 Februari 2024.

“Sampai dengan tanggal 18 Februari 2024 pukul 23.42 WIB, SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) yang telah disampaikan berjumlah 3,78 juta SPT,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti kepada media di Jakarta, Senin.

Jumlah itu terdiri atas 124,7 ribu SPT Tahunan PPh Badan dan 3,65 juta SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Menurut Dwi, capaian tersebut tumbuh negatif 3,3 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Kami mengimbau wajib pajak segera melaporkan SPT Tahunan mereka melalui berbagai kanal yang telah disediakan. Karena lapor lebih awal, lebih nyaman,” ujar Dwi.

Batas waktu pelaporan SPT untuk wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2024, sementara untuk wajib pajak badan pada 30 April 2024.

Adapun sistem pelaporan pada SPT kali ini masih menggunakan sistem pelaporan yang berlaku sebelumnya. Sebab, sistem inti perpajakan (core tax system) yang sedang dipersiapkan DJP baru akan berlaku pada 1 Juli 2024.

Core tax system atau pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) bertujuan untuk mengoptimalkan layanan dan pengawasan terhadap para wajib pajak.

Manfaat lain dari core tax system yakni terciptanya sebuah sistem yang terintegrasi sehingga mengurangi beban pekerjaan manual, mendorong lebih produktif, serta adanya peningkatan kapabilitas pegawai.

Progres pengembangan sistem inti perpajakan tengah berada pada tahap habituasi untuk pengujian sebelum diimplementasikan. DJP memastikan sistem perpajakan baru yang akan diterapkan nantinya sudah dalam kondisi kesiapan yang memadai. (bl)

Waktu Pelaporan SPT Pajak Akan Berakhir, Begini Cara Lapornya!

IKPI, Jakarta: Lapor surat pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak harus dilakukan seluruh wajib pajak setiap tahunnya. Wajib pajak orang pribadi memiliki waktu sampai 31 Maret 2024 dan wajib pajak badan sampai 30 April 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan pelaporan SPT Tahunan pajak semakin mudah dilakukan karena tidak perlu lagi datang ke kantor pajak. Pelaporan bisa dilakukan secara online dengan mengakses https://djponline.pajak.go.id/.

“Kami mengimbau agar wajib pajak segera melaporkan SPT Tahunan mereka melalui berbagai kanal yang telah disediakan. Karena lapor lebih awal, lebih nyaman,” kata Dwi seperti dikutip dari Detik Finance, Selasa (20/2/2024).

Bagi wajib pajak orang pribadi berstatus pegawai, ada dua jenis formulir yang harus dipilih berdasarkan besaran penghasilannya selama setahun yakni formulir 1770 dan formulir 1770 S. Wajib pajak dapat mengisi formulir tersebut melalui laman DJP Online.

Perbedaan masing-masing formulir yakni formulir 1770 diperuntukkan untuk wajib pajak yang berpenghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun, sedangkan untuk yang berpenghasilan di atas Rp 60 juta per tahun menggunakan formulir 1770 S.

Cara Lapor SPT Tahunan Pajak:

1. Buka laman https://djponline.pajak.go.id/

2. Login dengan memasukkan nomor NIK/NPWP dan password serta kode keamanan

3. Jika sudah login, maka klik ‘Lapor’ dan pilih layanan “e-filing’

4. Klik ‘Buat SPT’. Nanti akan muncul beberapa pertanyaan terkait status kamu yang harus dijawab untuk mendapatkan formulir SPT Tahunan yang sesuai. Pilih form yang sesuai dengan penghasilan per tahun

5. Isi data formulir yang berisi tahun pajak dan status SPT normal. Klik langkah selanjutnya

6. Isi SPT sesuai formulir bukti potong pajak dari pemberi kerja. Lakukan langkah-langkah sesuai panduan pada e-filing.

7. Jika sudah, akan muncul ringkasan SPT dan pengambilan kode verifikasi. Klik ‘Di Sini’ untuk pengambilan kode verifikasi. Tunggu sampai kode verifikasi dikirim ke email atau nomor ponsel kamu.

8. Setelah itu, masukkan kode verifikasi yang sudah didapat ke kolom yang sudah disediakan dan klik ‘Kirim SPT’.

9. Laporan SPT akan terekam dalam sistem DJP dan bukti penyelesaian laporan akan dikirimkan melalui email.

Sebelum itu, Anda harus memastikan telah memiliki electronic filing identification number (EFIN). EFIN adalah 10 digit nomor identifikasi yang diterbitkan oleh DJP kepada wajib pajak dan bersifat sangat rahasia.

Jika belum memiliki EFIN, wajib pajak bisa mendapatkan EFIN secara online dengan mengirim permohonan pembuatan EFIN ke alamat email kantor pajak terdekat dengan tempat tinggal atau domisili. Berikut cara mendapatkan EFIN secara online.

1. Kirim e-mail ke alamat kantor pajak “kpp.xxx@pajak.go.id” (tanpa tanda kutip). Alamat email kantor pajak selengkapnya dapat dilihat dihttps://www.pajak.go.id/unit-kerja.

2. Tulis “Permintaan EFIN” di bagian subjek e-mail. Kemudian di dalam badan email cantumkan data pendukung meliputi nama lengkap WP, NPWP, NIK, nomor HP, alamat e-mail aktif.

3. Lampirkan juga foto/scan KTP asli, foto/scan NPWP asli, selfie/swafoto memegang KTP dan NPWP asli dengan wajah terlihat jelas.

4. Apabila sudah lengkap semua, silahkan kirim. Tunggu hingga nomor EFIN dikirimkan ke alamat e-mail WP yang telah tercantum tadi.

 

 

Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Bersumber dari Pajak dan Subsidi BBM

IKPI, Jakarta: Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan rencana realisasi program makan siang gratis senilai Rp400 triliun akan berasal dari dua sumber dana. Salah satunya dengan memangkas anggaran subsidi energi dan BBM.

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menyampaikan pemerintah akan berusaha mengerek penerimaan negara, dalam hal ini pajak.  “Pemerintah juga harus menutup celah-celah dalam pengumpulan pajaknya untuk menghasilkan lebih banyak pemasukan,” ungkapnya seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (19/2/2024).

Pasalnya, saat ini rasio perpajakan atau tax ratio Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi salah satu yang terendah di antara negara-negara di Asia Tenggara.  Dirinya menyebutkan bahwa saat ini posisi tax ratio Indonesia di angka 10%, sementara negara tetangga seperti Malaysia hingga Thailand telah mencapai di rentang 12% hingga 16%.

Menurutnya, reformasi pajak akan membantu membebaskan dana untuk janji kampanye Prabowo dalam menyediakan makan siang dan susu untuk 80 juta anak sekolah di Indonesia.

Selain itu, juga membantu meningkatkan hasil kesehatan dan pendidikan, sambil menciptakan lapangan kerja bagi perempuan dan pengusaha.  Program makan siang gratis yang dibanggakan oleh Prabowo-Gibran diperkirakan akan menelan biaya Rp400 triliun, lebih besar dari seluruh defisit anggaran pada 2023 yang mencapai Rp347,6 triliun.

Bukan hanya memaksimalkan penerimaan negara, Eddy juga menyebutkan Prabowo akan memangkas subsidi energi, termasuk di dalamnya BBM, untuk mendanai program makan siang gratis senilai Rp400 triliun.  “Kami akan membiayai program ini [makan siang gratis] dengan memangkas subsidi yang tidak dibutuhkan,” tuturnya.

Eddy menjelaskan pasalnya saat ini 80% subsidi yang digelontorkan tidak tepat sasaran. Sebanyak 80% dari anggaran subsidi Rp350 triliun atau sekitar Rp280 triliun mengalir ke masyarakat kelas menengah hingga atas.  Dalam dokumen Visi, Misi, dan Program milik Prabowo-Gibran, tercatat terdapat 8 Program Hasil Terbaik Cepat yang dikawal langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam 5 tahun ke depan. Makan siang gratis menjadi program paling pertama yang akan dieksekusi oleh Prabowo setelah resmi dilantik sebagai Presiden RI.

Prabowo-Gibran akan memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil.  Dia mengatakan kebijakan ini dapat menurunkan stunting yang menjadi masalah konkret dan mendesak yang harus segera ditangani secara langsung dan massal oleh pemerintah untuk memastikan tercapainya kualitas SDM dan kualitas hidup yang baik.

Makan siang harian ini akan diberikan kepada siswa pra-sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan pesantren. Bantuan gizi diberikan kepada ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesehatan dan membantu ekonomi keluarga. Sebagai catatan, program ini akan berlangsung secara bertahap dan menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100% pada 2029. (bl)

Ekonom Sebut Penyatuan Bersama Bea dan Cukai Rawan Konflik Internal

IKPI, Jakarta: Peneliti Indef (Institute for Development of Economics and Finance), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkap sejumlah kekurangan atas rencana Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk menyatukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Bea Cukai menjadi satu lembaga bernama Badan Penerimaan Negara.

Salah satu kekurangan yang harus diamati adalah ego sektoral dari Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu). Dipastikan akan ada kekhawatiran Kementerian Keuangan kehilangan fungsi dan tugasnya. “Kemudian Ego sektoral di kemenkeu juga penting dilihat. Ibaratnya kalau DJP-bea cukai keluar dari Kemenkeu maka hilang sebagian wewenang menteri keuangan,” kata Bhima seperti dikutip dari Tirto.id, Senin (19/2/2024).

Hal ini mengingat keputusan rancangan anggaran negara diputuskan bersama dirjen dan lembaga di bawah naungan . “Padahal soal rancangan APBN dirumuskan bersama Dirjen dan lembaga dibawah kendali Menkeu,” kata Bhima.

Dia juga mengingatkan pembuatan lembaga akan menghabiskan biaya yang cukup besar. Bhima khawatir penerimaan pajak tak sebanding dengan biaya yang dihabiskan untuk pembiayaan lembaga yang akan diberi nama Badan Penerimaan Negara tersebut.

“Namanya bikin lembaga baru pasti ada biayanya. Tapi biaya tadi sebenarnya sepadan dengan potensi penerimaan perpajakan yang lebih besar pasca pemisahan DJP-bea cukai dari Kemenkeu,” kata Bhima.

Saat dikonfirmasi apakah pembentukan Badan Penerimaan negara akan efektif menaikkan rasio pajak, Bhima menyebut butuh waktu hingga satu periode kabinet kepemimpinan presiden. “Dalam jangka panjang iya, tapi pertimbangan waktu dan proses bisa jadi tidak selesai di era presiden 2024-2029,” ujarnya.

Meski demikian, terdapat sejumlah manfaat dengan penyatuan Dirjen Pajak dan Bea Cukai. Salah satunya kemudahan dalam koordinasi baik dengan DPR maupun presiden dalam pembentukan aturan.

“Koordinasi DJP -bea Cukai dengan lintas lembaga jadi lebih fleksibel dan langsung dibawah Presiden sehingga kuat posisinya. Bahkan DJP bisa langsung diskusi dengan DPR soal strategi perpajakan dan target pajak,” kata dia. (bl)

DJP bersama Bea dan Cukai akan Dipisah dari Kemenkeu

IKPI, Jakarta: Pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming sejauh ini unggul di hitung cepat atau quick count Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jika keduanya jadi dilantik untuk memimpin Indonesia 2024-2029, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan dipisah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengatakan pemisahan DJP dan DJBC dari Kemenkeu akan dilakukan lewat pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang akan berada langsung di bawah presiden.

“Iya jadi (pisah DJP dan DJBC dari Kemenkeu). Pembentukan BPN itu menjadi salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Prabowo-Gibran,” kata Drajad seperti dikutip dari Detik.com, Senin (19/2/2024).

Rencana Prabowo-Gibran membentuk BPN sudah tercantum dalam dokumen visi misi dan program kerja. Meski begitu, program itu diakui tidak bisa terealisasi dengan cepat karena perlu persiapan bahkan jika perlu sejak transisi pemerintahan.

“Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu 1 tahunan atau lebih sedikit,” ucap Drajad.

Selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan akan mulai dijalankan. Pra-transisi ini maksudnya desain kelembagaan dimatangkan dan untuk sementara masih dalam bingkai Kemenkeu.

“Sehingga kita tidak membuang waktu, ketika peraturan perundang-undangan selesai, BPN sudah bisa langsung berjalan cepat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Gibran mengatakan BPN harus dibentuk untuk meningkatkan penerimaan negara guna membiayai kebutuhan pembangunan yang besar. DJP dan DJBC akan dilebur dan dipisah dari Kemenkeu.

“Kita akan membentuk Badan Penerimaan Negara yang dikomandoi langsung Presiden, sehingga mempermudah kementerian-kementerian terkait. DJP dan Bea Cukai akan dilebur jadi satu, fokus ke penerimaan negara saja, tidak lagi akan mengurusi masalah pengeluaran,” kata Gibran dalam Debat Kedua Pemilu 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023).

Plus Minus Ditjen Pajak-Bea Cukai Dipisah dari Kemenkeu
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan sisi positif dua lembaga tersebut dipisah dari Kemenkeu yakni memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pengambil kebijakan perpajakan dan kebijakan cukai. Misalnya jika mau menerapkan pajak karbon, maka bisa langsung dieksekusi.

“Kemudian mau kejar pajak kekayaan (wealth tax) juga bisa lebih cepat masuk kantong penerimaan negara. Apalagi mau kejar rasio pajak 18-25% di 2045 dan Indonesia mau jadi negara anggota OECD yang rasio pajaknya tinggi butuh lembaga perpajakan yang superpower,” katanya kepada detikcom, Minggu (24/12/2023).

Selain itu perluasan objek kena cukai seperti cukai plastik, minuman berpemanis dan 5 barang kena cukai baru lainnya tidak perlu menunggu lama.

“Koordinasi DJP -Bea Cukai dengan lintas lembaga jadi lebih fleksibel dan langsung dibawah Presiden sehingga kuat posisinya. Bahkan DJP bisa langsung diskusi dengan DPR soal strategi perpajakan dan target pajak,” katanya.

Kelemahannya, kata Bhima, proses pemisahan butuh waktu tidak sebentar. Menurutnya, ego sektoral di Kemenkeu juga penting dilihat.

“Ibaratnya kalau DJP-Bea Cukai keluar dari Kemenkeu maka hilang sebagian wewenang menteri keuangan. Padahal soal rancangan APBN dirumuskan bersama dirjen dan lembaga dibawah kendali Menkeu. Kemudian anggaran untuk pemisahan DJP juga tidak murah. Namanya bikin lembaga baru pasti ada biayanya,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut sisi positif dari penggabungan ini adalah lembaga yang baru punya otoritas sendiri.

“Plusnya otoritasnya sendiri, target pajaknya dan sebagainya itu memang bisa bertanggung jawab presiden. Urusan kebijakan dan sebagainya presiden nanti yang kemudian memerintahkan ke Kementerian Keuangan kalau belanja dan sebagainya duitnya ada nggak,” terangnya.

Dia mengatakan, fleksibilitas dari penerimaan pajak lebih banyak. Hanya saja masalahnya, kalau tidak ada penambahan SDM, teknologi dan ruang lingkup kebijakan, maka tidak akan jauh berbeda.

“Ketika dia berada dalam institusi nggak bisa ditekan untuk meningkatkan pajak atau sebaliknya dia bisa nekan, tapi on planning tidak bisa mendadak,” katanya. (bl)

IKPI-Poltekba Kolaborasi Implementasikan Program Praktisi Mengajar

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bersama Politeknik Negeri Balikpapan (Poltekba) segera berkolaborasi untuk mewujudkan berbagai kegiatan dibidang ilmu perpajakan. Beberapa kegiatan yang akan diimplementasikan dalam waktu dekat adalah praktisi mengajar, penyelenggaraan kursus brevet pajak, dan kesempatan magang untuk para mahasiswa di kantor konsultan pajak.

Demikian disampaikan Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari usai melakukan penandatanganan nota kesepahaman antara IKPI dan Poltekba di kampus Poltekba, Jumat (16/2/2024) pagi.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

Dikatakan Lisa, penandatanganan dilakukan oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan Direktur Poltekba Ramli dan bertindak sebagai Saksi adalah Ketua IKPI Cabang Balikpapan, Juliansyah dan Ketua Jurusan Bisnis Poltekba Dessy Sari.

Diceritakan Lisa, dalam sambutannya Direktur Poltekba Ramli menyatakan sangat antusias dan mengapresiasi terlaksananya kerja sama ini. Harapannya, agar para lulusan kapus tersebut nantinya dapat terserap dengan baik di dunia kerja atau dunia industri.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

“Selain itu, memang sudah merupakan tuntutan dunia kampus untuk melaksanakan kerja sama baik dalam skala lokal maupun internasional,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, implementasi kegiatan kerja sama itu nantinya akan ditindak lanjuti oleh IKPI Cabang Balikpapan dan tentunya dengan support sepenuhnya dari Pengurus Pusat sesuai kebutuhan.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

Menurut Lisa, dari paparan yg disampaikan oleh Direktur Poltekba ada hal menarik yang perlu dicermati. Dimana Direktur Poltekba menyatakan bahwa idealnya pengajar di Politeknik adalah berasal lulusan Politeknik jg, namun saat ini para pengajar lebih banyak berasal dari akademisi karena lulusannya lebih senang bekerja di dunia industri dibanding menjadi pengajar karena masalah remunerasi.

Dikatakan Lisa, di awal tahun 2024 ini, IKPI telah melakukan kerja sama dengan Universitas Tarumanagara, Politeknik Negeri Balikpapan, dan pada 1 Maret 2024 nanti in shaa allah dengan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

Hadir dalam kesempatan ini dari Pengurus Pusat IKPI: Ketua Umum Ruston Tambunan, Wakil Sekretaris Umum Toto, Ketua Departemen Pendidikan Lisa Purnamasari, Ketua Departemen Hubungan Internasional T Arsono, Ketua Bidang Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Hung Hung Natalya.

Sementara dari IKPI Cabang Balikpapan: Ketua Cabang Juliansyah, Sekretaris Yohanes Krisbiyantara, dan Bendahara Yoyok Manuhardi S. (bl)

 

Menko Perekonomian Sebut Insentif Pajak Mobil Listrik 1% Segera Terbit

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan aturan insentif mobil listrik bakal segera terbit pada bulan ini. Setelah terbit, mobil listrik bakal mendapatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 1% atau hilang 10%.

“[Bulan ini goal?] Insyaallah selesai, karena pemilu kan udah selesai, jadi kita urus,” kata Airlangga di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di JI-Expo, Kemayoran seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (16/2/2024).

Adapun, resmi berlakunya insentif ini bergantung pada terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Insentif mobil listrik untuk tahun anggaran 2023 telah diatur melalui PMK 38/2023 yang masa berlakunya habis pada 31 Desember 2023.

Namun, ada syarat yang ditetapkan untuk mobil listrik bisa mendapatkan insentif yang berlaku untuk masa pajak tahun ini, yakni Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan tersebut minimal 40%. Hal ini telah ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

“Dengan TKDN di atas 40% mengikuti program Kemenperin (Kementerian Perindustrian) diberikan insentif PPN 10% sehingga PPN yang harus dibayar hanya 1%,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Berikut rincian aturan lengkapnya:

  1. Mobil atau bus listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 40% dan mengikuti program Kementerian Perindustrian maka diberikan insentif PPN sebesar 10% sehingga PPN yang harus dibayar hanya 1%.
  2. Mobil atau bus listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 20-40% diberikan insentif 5% dengan demikian PPN yang harus dibayar 6%.

Adapun ketentuan TKDN yang dimaksud diatur oleh Kementerian Perindustrian.

“Secara akumulatif insentif yang diberikan dari sisi fiskal perpajakan selama perkiraan masa pemakaiannya akan mencapai 32% dari harga jual mobil listrik dan 18% harga jual motor listrik,” tegas Sri Mulyani. (bl)

Pengusaha Industri Pariwisata Terbitkan Surat Tolak Kenaikan Tarif Pajak Hiburan

IKPI, Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) resmi menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada lima sektor pelaku usaha.

Lima sektor usaha itu adalah yang terdampak tarif pajak hiburan 40%-75% Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Surat Edaran bernomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 tertanggal 12 Februari 2024 itu ditujukan kepada pelaku usaha diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Isinya, secara garis besar ialah menyerukan kepada lima sektor usaha itu supaya membayar pajak sesuai tarif lama sambil menunggu proses hukum Pasal 58 ayat 2 UU HKPD selesai dibahas Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam skema tarif pajak hiburan khusus yang lama, seperti untuk lima sektor itu ditetapkan tanpa tarif minimal 40% dalam UU PDRD. UU itu hanya mematok batas maksimal tarif pajak 75% untuk hiburan khusus.

“DPP GIPI menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan Uji Materi di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) membayar pajak hiburan dengan tarif lama,” dikutip dari Surat Edaran yang ditandatangani Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani dan Sekretaris GIPI Pauline Suharno seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (16/2/2024).

GIPI menekankan, pembayaran tarif pajak lama selama proses gugatan di MK ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan dlskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen.

Sebagai informasi, DPP GIPI telah mendaftarkan uji materi terhadap Pasal 58 ayat 2 UU HKPD ke Mahkamah Konstitusi pada 7 Februari 2024. Nomor Tanda Terima Pengajuan Permohonan Online 23/PAN.ONLINE/2A24 dan Tanda Terima Penyerahan Dokumen No. 23-1/PUU/PAN.MK/AP3.

Pasal 58 Ayat (2) UU HKPD yang digugat menyebutkan bahwa khusus tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

DPP GIPI Berharap, dengan adanya uji materi ini, MK dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama dengan tarif pajak hiburan lain, yaitu antara O – 1O%.

“Dengan dicabutnya Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, maka tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan,” tulis DPP GIPI dalam surat edarannya itu.

Batu uji yang digunakan DPP GIPI terhadap Pasal 58 ayat 2 UU HKPD ialah UUD 1945 Pasal 28 ayat 1 tentang kepastian hukum yang adil; hingga Pasal 28 i ayat 2 tentang larangan untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif.

Lalu, Pasal 28 g ayat 2 tentang perlindungan harta di bawah kekuasaannya; Pasal 28 h ayat 1 tentang layanan kesehatan; dan Pasal 27 ayat 2 tentang hak untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. (bl)

Pengusaha Pengemplang Pajak di Vonis Penjara dan Denda Rp1,6 Miliar

IKPI, Jakarta: Pengusaha berinisial SAP, Direktur CV AJ asal Purwodadi, Jawa Tengah terpaksa berakhir di penjara karena melakukan tindak pidana pajak. Hal ini sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri Purwodadi pada Kamis (15/2/2024)

Berdasarkan siaran pers Ditjen Pajak, pengadilan menjatuhkan vonis penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp1.663.194.820,-

Perkara tersebut bermula dari tindak pidana pajak yang dilakukan oleh SAP melalui CV AJ yang tidak melaporkan peredaran usaha dan tidak menerbitkan faktur pajak pada SPT Tahunan PPh Badan dan pada SPT Masa PPN. SAP tidak menerbitkan faktur pajak mulai Masa Pajak Januari 2019 sampai dengan Desember 2019. Aksi SAP membuat negara rugi Rp831.597.410.

Perbuatan SAP tersebut melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU KUP).

Dalam putusannya Majelis Hakim juga menyatakan apabila terdakwa tidak membayar denda paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, maka Jaksa akan melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila terdakwa tidak memiliki harta kekayaan yang mencukupi untuk membayar pidana denda maka terdakwa dijatuhkan hukuman kurungan sebagai subsider denda selama 6 (enam) bulan.

Seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (16/2/2024) Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Jawa Tengah I, Santoso Dwi Prasetyo, menerangkan bahwa telah diberikan kesempatan kepada tersangka untuk melunasi kerugian negara dan menghentikan proses penyidikan, namun tidak dilakukan.

“Saat dilakukan penyidikan, tersangka sebenarnya masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 UU KUP ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara,” ungkapnya.

“Namun tersangka tidak menggunakan hak tersebut sehingga perkara dilimpahkan ke Pengadilan” terang Santoso.

Santoso menambahkan bahwa dalam penegakan hukum, DJP tetap mengutamakan penerapan restorative justice. “Proses penegakan hukum pajak sebenarnya lebih mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang dan penyidikan pidana pajak adalah bagian dari tindakan penegakan hukum di Direktorat Jenderal Pajak yang mana ini adalah upaya terakhir atau ultimum remedium.” ujarnya.

Santoso juga mengatakan keberhasilan penegakan hukum tindak pidana di bidang perpajakan ini merupakan wujud koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum sekaligus menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah Kanwil DJP Jawa Tengah I. Santoso berharap adanya efek jera bagi wajib pajak lain sehingga tidak ada lagi pihak yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

“Kanwil DJP Jawa Tengah I senantiasa berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan. Semoga sinergi yang baik ini terus terjalin dan dapat ditingkatkan,” pungkasnya. (bl)

Pemadanan NIK jadi NPWP Bisa Hapus Tambahan Pajak 20%

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak akan lagi mengenakan tambahan pajak 20% terhadap pekerja penerima penghasilan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), asalkan memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Syaratnya yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah diadministrasikan oleh DJP dan Pencatatan Sipil, serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi DJP. Hal itu sesuai Pengumuman DJP No. PENG-6/PJ.09/2024 tentang Penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak Pada Sistem Administrasi Perpajakan tertanggal 13 Februari 2024.

“Dalam hal identitas penerima penghasilan… diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak…tarif lebih tinggi dimaksud tidak dikenakan atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud,” tulis poin 7 pengumuman tersebut, dikutip Jumat (16/2/2024).

Sebagaimana diketahui, pemerintah dalam hal ini DJP sedang mendorong masyarakat untuk melakukan aktivasi maupun pemadanan NIK dengan NPWP. Pasalnya per 1 Juli 2024 mendatang NIK menjadi NPWP sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023.

Sebelumnya dalam aturan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari wajib pajak yang memiliki NPWP, di mana tarif PPh Pasal 21 ditetapkan mulai dari 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp 60 juta per tahun hingga maksimal 35% untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar.

Kini dengan telah terintegrasinya NIK dengan NPWP, masyarakat yang tidak memiliki NPWP tidak perlu membayar tarif lebih tinggi lagi. Harapannya cara ini dapat menjaring wajib pajak yang selama ini tidak terdeteksi oleh radar DJP.

Cara Aktivasi NIK Jadi NPWP:

1. Buka laman DJP Online dipajak.go.id

2. Login menggunakan 15 digit NPWP, masukkan password dan kode keamanan

3. Setelah berhasil masuk, klik logo orang di samping nama lengkap wajib pajak, pilih menu profil saya

4. Isi 16 digit NIK dan data lain yang masih kosong

5. Klik validasi di bagian bawah untuk melihat Status Validitas Data Utama

6. Tulisan Valid dengan warna latar hijau akan muncul jika NIK telah sesuai dengan NPWP.

Bagi Anda yang ingin mengetahui apakah NIK sudah tervalidasi menjadi NPWP, berikut cara pengecekannya:

1. Akses laman https://djponline.pajak.go.id/

2. Login pada laman DJP online tersebut dengan menggunakan NIK atau nomor yang tertera di KTP

3. Jika Anda berhasil login, itu artinya NIK sudah tervalidasi sebagai NPWP. Jika tidak bisa login maka NIK belum tervalidasi

4. Jika belum bisa bisa login, maka Anda perlu melakukan login ulang menggunakan NPWP

5. Setelah login berhasil, Anda bisa melakukan validasi pada menu profil.

en_US