IKPI Pengda Sumatera Utara Terima Piagam Wajib Pajak

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Utara (Sumut) menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) yang diserahkan langsung oleh Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I, Arridel Mindra. Penyerahan tersebut dilakukan pada Senin, 25 Agustus 2025, di Gedung Kanwil DJP Sumut I, Lantai 8, Jalan Suka Mulia No.17A, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan.

Acara peluncuran Piagam Wajib Pajak ini juga dirangkaikan dengan Forum Konsultasi Publik 2025, yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di bidang perpajakan.

Sekadar informasi, dari jajaran IKPI Sumatera Bagian Utara, hadir Lai Han Wie (Sekretaris Pengda Sumbagut) Lidya Veriyang selaku Humas (Pengda Sumbagut) dan Christine Loist (Ketua Cabang Pematangsiantar). Mereka bersama para undangan lainnya menyaksikan secara langsung komitmen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumatera Utara)

Dalam sambutannya, Arridel Mindra menegaskan bahwa Piagam Wajib Pajak merupakan bukti nyata keberpihakan DJP terhadap kepastian hukum bagi wajib pajak. “Piagam ini bukan hanya rangkuman aturan, tetapi menjadi pedoman yang jelas, sederhana, dan mudah dipahami masyarakat. Tujuannya adalah agar wajib pajak memperoleh perlindungan hak sekaligus memahami kewajibannya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Kepala Kanwil DJP Sumut II Anton Budhi Setiawan, yang juga hadir di acara tersbut. Ia menekankan bahwa piagam tersebut akan memperkuat sinergi antara fiskus dan wajib pajak melalui hubungan yang transparan dan saling percaya.

Sekretaris IKPI Pengurus Daerah Sumatera Utara, Lai Han Wie menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kepercayaan yang diberikan DJP. “Kami merasa bangga dapat menerima Piagam Wajib Pajak secara langsung. Bagi kami, piagam ini bukan hanya simbol penghargaan, tetapi juga pengingat bahwa peran konsultan pajak adalah mendampingi wajib pajak agar hak dan kewajibannya terpenuhi dengan benar. Dengan adanya piagam ini, kami semakin termotivasi untuk menjadi mitra strategis DJP dalam membangun kepatuhan pajak yang berkelanjutan,” ungkap Lai Han Wie.

Selain penyerahan piagam, forum juga dimanfaatkan DJP untuk memaparkan capaian kinerja di bidang penegakan hukum perpajakan. Fokus utama diarahkan pada penguatan fungsi pengawasan, peningkatan kualitas pemeriksaan, serta optimalisasi penagihan pajak yang dilakukan secara profesional sesuai ketentuan hukum. Dengan strategi ini, Kanwil DJP Sumut I dan II berupaya menjaga kredibilitas sistem perpajakan sekaligus meningkatkan penerimaan negara.

Forum Konsultasi Publik 2025 juga menjadi ajang bagi DJP untuk menyampaikan perkembangan kebijakan perpajakan nasional. Salah satu yang mendapat sorotan adalah implementasi Coretax Administration System, sistem administrasi modern yang dirancang untuk mengintegrasikan seluruh layanan perpajakan.

Sistem ini diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam era digital serta meningkatkan efisiensi kerja aparat pajak.

Adapun Piagam Wajib Pajak yang diluncurkan kali ini berisi 8 hak dan 8 kewajiban utama wajib pajak. Seluruh poin tersebut diringkas dari berbagai ketentuan hukum yang sebelumnya tersebar di UUD 1945, Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Dengan format yang ringkas, piagam ini diharapkan dapat menjadi panduan praktis, terutama dalam sistem self-assessment, di mana wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
Lahirnya piagam ini sekaligus menandai penerapan paradigma cooperative compliance, yaitu pola hubungan baru antara otoritas pajak dan wajib pajak yang berbasis keterbukaan, dialog, dan kepercayaan. Konsep tersebut sejalan dengan rekomendasi internasional, seperti Principles of Good Tax Administration dari OECD, Model Taxpayer Charter dari IBFD, hingga European Taxpayers’ Code.

Kehadiran piagam ini menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya mengejar penerimaan, tetapi juga mengutamakan keadilan, transparansi, dan pelayanan publik. Dengan penyerahan Piagam Wajib Pajak kepada IKPI Cabang Pematang Siantar, DJP Sumatera Utara menunjukkan komitmennya untuk menjadikan wajib pajak sebagai mitra sejajar negara dalam pembangunan.

Kehadiran piagam ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak serta menumbuhkan kepatuhan yang lahir dari kesadaran, bukan semata karena kewajiban hukum. (bl)

Ini Ciri Shadow Economy yang Jadi Sasaran Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan akan mulai menertibkan shadow economy atau aktivitas ekonomi yang selama ini luput dari sistem perpajakan pada 2026. Langkah ini sudah masuk dalam strategi pemerintah yang tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026.

DJP menjelaskan, ada sejumlah ciri usaha yang dikategorikan sebagai shadow economy dan akan menjadi sasaran penertiban pajak, yaitu:

  1. Usaha dengan omzet lebih dari Rp500 juta per tahun, namun belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  2. Perdagangan bernilai tinggi yang tidak pernah dilaporkan ke otoritas pajak.
  3. Sektor ekonomi besar yang beroperasi aktif, tetapi belum tercatat dalam sistem administrasi perpajakan.

Selain berdasarkan ciri-ciri tersebut, pemerintah juga sudah menargetkan sektor-sektor yang dinilai banyak menyimpan potensi shadow economy. Di antaranya adalah perdagangan eceran, usaha makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.

Menurut DJP, penertiban ini penting agar keadilan perpajakan bisa terwujud. Tanpa penertiban, beban pajak hanya dipikul oleh wajib pajak patuh, sementara sebagian besar aktivitas ekonomi bernilai besar tidak tersentuh.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, potensi dari shadow economy harus dimaksimalkan agar target penerimaan pajak Rp2.357,71 triliun pada 2026 dapat tercapai tanpa perlu menaikkan tarif pajak.

Untuk memuluskan rencana tersebut, sejak 2025 pemerintah telah melakukan pemetaan potensi, menyusun Compliance Improvement Program (CIP) khusus, hingga memperkuat basis data dengan integrasi NIK dan NPWP melalui sistem baru Core Tax Administration System (CTAS). (alf)

 

 

 

 

AS Gandakan Tarif Impor Barang India Jadi 50%, Indonesia Bisa Ambil Peluang Pasar

IKPI, Jakarta: Amerika Serikat (AS) resmi menggandakan tarif impor terhadap barang-barang asal India hingga 50 persen mulai Rabu (27/8/2025). Kebijakan ini diumumkan langsung Presiden AS Donald Trump dan dinilai sebagai sanksi tambahan atas kebijakan perdagangan India, khususnya terkait pembelian minyak dari Rusia yang dianggap berseberangan dengan kepentingan Washington.

Penerapan tarif baru tersebut merupakan gabungan dari bea masuk 25 persen yang sudah berlaku sebelumnya dan tambahan 25 persen akibat impor minyak Rusia. Alhasil, sejumlah produk seperti pakaian, perhiasan, alas kaki, perlengkapan olahraga, furnitur, hingga bahan kimia kini dikenakan tarif setengah dari total nilai impor.

Dengan kebijakan ini, India bergabung dengan Brasil dan China dalam daftar negara yang menghadapi tarif tinggi dari Negeri Paman Sam. Bagi India, lonjakan bea masuk tersebut menjadi ancaman serius bagi ribuan eksportir kecil hingga industri padat karya yang selama ini bergantung pada pasar AS.

Langkah keras Washington diperkirakan akan semakin memanaskan hubungan kedua negara demokrasi terbesar di dunia, di tengah upaya menjaga keseimbangan strategis di kawasan Indo-Pasifik. Di sisi lain, keputusan ini juga tidak lepas dari sorotan terhadap surplus perdagangan India dengan AS yang terus melebar. Data United States Census Bureau mencatat, surplus India meningkat dari US$8 miliar pada 2008 menjadi US$45,8 miliar pada 2024. Bahkan hanya dalam enam bulan pertama 2025, surplus dagang India sudah mencapai US$34,3 miliar.

Tingginya surplus tersebut didorong oleh kinerja ekspor India yang terus melesat. Pada 2024-2025, nilai ekspor India ke AS menembus US$86,5 miliar atau sekitar Rp1.412 triliun, tumbuh 11,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Produk andalan mencakup mutiara dan batu mulia (US$10,17 miliar), produk listrik dan elektronik (US$9,89 miliar), farmasi dan alat medis (sekitar US$8 miliar), pakaian dan tekstil (US$2,5 miliar), besi dan baja (US$2,76 miliar), bahan kimia organik (US$2,55 miliar), serta kendaraan bermotor (US$2,58 miliar).

Namun dengan tarif baru 50 persen, daya saing produk India di pasar AS diperkirakan menurun drastis. Importir AS kemungkinan besar akan mengalihkan pesanan ke negara lain yang menawarkan harga lebih murah dan tarif lebih rendah.

Indonesia dinilai memiliki peluang besar memanfaatkan celah ini, terutama di sektor padat karya dan manufaktur. Produk-produk seperti tekstil, alas kaki, elektronik, kimia, serta karet berpotensi memperluas pasar ke AS. Apalagi, sejumlah komoditas unggulan RI seperti mesin, peralatan listrik, minyak sawit, dan produk garmen sudah memiliki basis pasar yang kuat di sana.

Meski begitu, tantangan tetap ada. Indonesia harus mampu menjaga konsistensi pasokan, kualitas, dan harga agar bisa benar-benar menggantikan peran India di pasar AS. Jika strategi promosi ekspor dijalankan dengan tepat, ketegangan dagang AS–India justru bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbesar pengaruhnya di salah satu pasar terbesar dunia. (alf)

 

Vaudy Starworld: Saya Bangga dan Apresiasi Seluruh Pengda dan Pengcab IKPI, Rekor MURI Jadi Hadiah 60 Tahun

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan rasa bangga sekaligus apresiasi mendalam kepada seluruh pengurus daerah (Pengda), pengurus cabang (Pengcab), dan panitia yang telah bekerja keras menyukseskan kegiatan donor darah serentak dalam rangka HUT ke-60 IKPI. Berkat sinergi seluruh Pengda, Pengcab dan panitia, kegiatan ini berhasil melampaui target dan mencatatkan rekor di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

“Awalnya kita menargetkan 5.000 pendonor. Namun berkat kerja sama, semangat, dan dedikasi luar biasa dari seluruh cabang IKPI di Indonesia, jumlahnya justru mencapai 6.400 pendonor. Saya bangga sekaligus berterima kasih, karena pencapaian ini adalah hasil kebersamaan kita semua,” ujar Vaudy saat menerima penghargaan MURI, di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Vaudy menegaskan, capaian ini bukanlah prestasi pengurus pusat semata, melainkan jerih payah kolektif dari seluruh keluarga besar IKPI. Dari Sabang hingga Merauke, setiap cabang bergerak serentak demi suksesnya kegiatan kemanusiaan ini.

IKPI Cabang Padang, kata Vaudy bahkan tercatat sebagai penyumbang terbanyak dengan 2.051 pendonor, sebuah kontribusi besar yang menjadi kebanggaan tersendiri.

Pada waktu yang bersamaan, IKPI juga menerima rekor MURI lain sebagai asosiasi konsultan pajak dengan jumlah anggota terbanyak di Indonesia. Hingga kini, jumlah anggota IKPI telah menembus lebih dari 7.000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Angka ini setara dengan 80 persen dari total konsultan pajak resmi yang terdaftar di Kementerian Keuangan.

“Dua rekor ini kita persembahkan sebagai hadiah ulang tahun ke-60 IKPI. Namun lebih dari itu, pencapaian ini membuktikan bahwa konsultan pajak tidak hanya hadir untuk profesi dan negara melalui pajak, tetapi juga untuk masyarakat lewat aksi sosial,” tegas Vaudy.

Menurutnya, capaian ganda tersebut memperlihatkan kekuatan IKPI sebagai organisasi profesi sekaligus organisasi sosial. “Hari ini kita menunjukkan bahwa profesi konsultan pajak memiliki kontribusi yang besar—baik dalam mendukung penerimaan negara maupun dalam menebar manfaat kemanusiaan. Rekor ini adalah milik seluruh anggota IKPI,” tambahnya.

Bagi Vaudy, dua rekor MURI yang diraih menjadi kado ulang tahun paling indah bagi IKPI. “Enam puluh tahun adalah perjalanan panjang. Rekor ini adalah hadiah sekaligus motivasi untuk kita terus berkarya, menjaga soliditas profesi, dan semakin banyak memberi manfaat bagi masyarakat dan bangsa,” pungkasnya. (bl)

 

Pendapatan Pajak DKI Jakarta Tembus Rp 27,57 Triliun, PBB-P2 Jadi Penyumbang Terbesar

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencatat realisasi pendapatan pajak daerah mencapai Rp 27,57 triliun hingga 31 Juli 2025. Angka tersebut setara dengan 57,44 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sebesar Rp 48 triliun.

Kontributor terbesar berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dengan capaian Rp 5,6 triliun atau 57,79 persen dari target Rp 9,7 triliun. Disusul Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Rp 2,9 triliun (43,94 persen) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) Rp 1 triliun (47,62 persen).

Dari sisi pajak konsumsi, Pajak Rokok menyumbang Rp 541,7 miliar atau 60,19 persen dari target, sedangkan Pajak Reklame sudah mencapai Rp 647,5 miliar atau 71,94 persen. Pajak Air Tanah (PAT) juga menunjukkan kinerja positif dengan realisasi Rp 41,4 miliar atau 59,14 persen.

Sementara itu, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mencatat capaian terbesar yakni Rp 9 triliun atau 81,82 persen dari target Rp 10,5 triliun. Namun, kinerja Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) masih tertinggal dengan realisasi Rp 2,8 triliun atau 32,79 persen dari target Rp 10,3 triliun.

Menariknya, Pajak Alat Berat (PAB) justru melampaui target dengan realisasi Rp 260,5 juta atau 130,25 persen dari target Rp 200 juta. Pajak sektor jasa juga mencatat progres yang cukup baik, di antaranya Pajak Perhotelan Rp 1,1 triliun (66,67 persen) dan Pajak Makanan dan Minuman Rp 2,6 triliun (61,18 persen). Dari sektor hiburan, realisasi tercatat Rp 343,4 miliar (52,83 persen), sedangkan Pajak Tenaga Listrik menyumbang Rp 517,1 miliar (57,46 persen) dan Pajak Jasa Parkir Rp 183,5 miliar (61,17 persen).

Secara keseluruhan, pendapatan pajak daerah hingga Juli 2025 menunjukkan capaian yang bervariasi antar sektor. Beberapa jenis pajak bahkan sudah melampaui target, sementara lainnya masih perlu didorong, seperti BPHTB dan BBN-KB.

Insentif Pajak DKI

Selain mengandalkan penerimaan pajak, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan insentif guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya saing pelaku usaha. Gubernur Pramono Anung melalui kebijakan fiskalnya menyalurkan insentif pajak dengan total realisasi mencapai Rp 4,48 triliun hingga akhir Juli 2025.

Rinciannya, insentif PKB mencapai Rp 412,456 miliar untuk 100.427 kendaraan bermotor, termasuk penghapusan sanksi serta fasilitas pajak untuk kendaraan listrik. PBB-P2 mendapat alokasi terbesar dengan total tax expenditure Rp 2,7 triliun, terdiri dari pembebasan pajak Rp 706 miliar untuk rumah di bawah Rp 2 miliar, pengurangan Rp 1,031 triliun, dan keringanan Rp 963,387 miliar.

Adapun insentif BPHTB mencapai Rp 275,179 miliar, sementara untuk BBN-KB sebesar Rp 1,1 triliun. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan stimulus ekonomi, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, sekaligus menjaga stabilitas penerimaan daerah. (alf)

 

PER-11/PJ/2025 Tegaskan Hak PKP Kreditkan Pajak Masukan Tanpa Tunggu Pelaporan Penjual

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetap berhak melakukan pengkreditan Pajak Masukan, sepanjang telah memenuhi syarat formal dan material. Hak tersebut tidak bergantung pada pelaporan faktur pajak oleh PKP penjual.

Kepastian hukum ini tercantum dalam Pasal 122 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 (PER 11/2025). Regulasi tersebut menegaskan bahwa pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP pembeli atas barang atau jasa kena pajak tidak dipengaruhi oleh status pelaporan faktur pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN penjual.

Ketentuan baru ini memperjelas praktik di lapangan yang sebelumnya kerap menimbulkan ketidakpastian. Berdasarkan Surat Edaran DJP Nomor SE-45/PJ/2021, pengujian syarat formal dan material atas faktur pajak dapat dilakukan melalui dua cara.

Pertama, dengan menelusuri transaksi dasar (underlying transaction) yang mencakup arus barang, jasa, dokumen, maupun arus pembayaran. Kedua, dengan melakukan konfirmasi faktur pajak melalui sistem informasi DJP.

Namun dalam praktiknya, sebelum SE tersebut diterbitkan, masih sering terjadi perbedaan perlakuan. Dalam sejumlah kasus, jika hasil konfirmasi menunjukkan faktur pajak belum dilaporkan oleh penjual, PKP pembeli tidak diperkenankan mengkreditkan Pajak Masukan. Padahal, PKP pembeli sudah memenuhi persyaratan formal dan material serta telah membayar PPN secara nyata.

Dengan berlakunya PER 11/2025, kondisi ini tidak lagi terjadi. PKP pembeli tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan tanpa harus menunggu pelaporan penjual. Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk perlindungan hak PKP sekaligus upaya menciptakan iklim perpajakan yang lebih adil.

Meski demikian, DJP juga mendorong PKP pembeli untuk melakukan pengecekan mandiri atas status faktur pajak. Pengecekan dapat dilakukan melalui sistem Coretax, dengan mengakses menu e-Faktur → Pajak Masukan. Pada daftar Pajak Masukan, wajib pajak dapat menggeser layar ke kanan untuk menemukan kolom Dilaporkan oleh Penjual. Status akan muncul sebagai “NO” bila faktur belum dilaporkan, dan “YES” jika sudah.

Dengan mekanisme baru ini, DJP berharap transparansi dan kepatuhan dapat meningkat, baik dari sisi PKP penjual maupun pembeli. Pada akhirnya, sistem perpajakan diharapkan semakin akuntabel tanpa merugikan pihak yang telah patuh membayar pajak. (alf)

 

DJP Tegaskan Tidak Ada Pembebasan Pajak untuk Pejabat Negara, ASN, dan TNI/Polri

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI/Polri, maupun hakim tidak mendapatkan pembebasan pajak penghasilan (PPh). Penegasan ini disampaikan DJP melalui unggahan di akun resmi Instagram @ditjenpajakri, dikutip, Jumat (27/8/2025).

Dalam keterangan tersebut, DJP menekankan bahwa gaji dan tunjangan yang diterima pejabat negara maupun ASN sudah otomatis dipotong pajak. Pemotongan itu dilakukan melalui mekanisme perhitungan langsung dan disetor ke kas negara, sebagaimana berlaku di sektor swasta. Dengan demikian, penghasilan yang diterima merupakan penghasilan bersih setelah pajak.

“Segala tambahan penghasilan di luar gaji dan tunjangan dari APBN/APBD juga wajib dilunasi sendiri oleh yang bersangkutan dan dilaporkan dalam SPT Tahunan,” tulis DJP dalam unggahan tersebut.

Otoritas pajak juga mengingatkan, jika terdapat kekurangan pembayaran pajak, maka kewajiban pelunasan ada pada individu bersangkutan. Artinya, pejabat negara maupun ASN tetap harus menunaikan kewajiban perpajakan pribadi atas penghasilan tambahan seperti honorarium, usaha mandiri, maupun hasil investasi.

Dasar aturan mengenai hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010. Aturan tersebut menyebutkan bahwa PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan bulanan yang menjadi beban APBN maupun APBD ditanggung pemerintah. Skema ini, menurut DJP, sejatinya sama seperti praktik di dunia usaha, di mana banyak perusahaan memberikan tunjangan pajak agar karyawan memperoleh penghasilan bersih.

“Praktik ini juga lazim di sektor swasta, di mana perusahaan menanggung atau memberikan tunjangan pajak sehingga karyawan bisa menerima penghasilan bersih setelah pajak,” jelas DJP.

Lebih lanjut, DJP mengingatkan bahwa seluruh penghasilan, baik dari anggaran negara maupun sumber lain, wajib tercatat dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Bila ada selisih kurang bayar, maka menjadi kewajiban pribadi pejabat negara, ASN, atau anggota TNI/Polri yang bersangkutan.

Penegasan ini sekaligus menjawab anggapan keliru di masyarakat mengenai adanya pembebasan pajak bagi pejabat negara dan aparatur negara. DJP menekankan, prinsip keadilan pajak tetap berlaku untuk semua pihak, tanpa kecuali. (alf)

 

Kemenkeu Dorong Profesionalisme Lewat Sertifikasi dan Risk-Based Profiling

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan menekankan pentingnya penguatan profesionalisme di sektor perpajakan dan profesi keuangan lainnya. Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya, Ditjen Stabilitas dan Penguatan Sektor Keuangan (SPSK), Lury Sofyan, menyebut sertifikasi dan penerapan risk-based profiling menjadi fondasi utama.

Dalam Seminar Nasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (26/8/2025), Lury menegaskan bahwa eksistensi profesi tidak boleh sebatas formalitas. “Ini bukan hanya soal memungkinkan eksistensi, tetapi juga bagaimana kita membuat intake yang tepat dan tes yang benar-benar mampu menyaring kandidat profesional,” jelasnya.

Menurut Lury, sertifikasi adalah instrumen penting untuk menjamin kualitas profesi. Dengan adanya sertifikasi yang terukur, konsultan pajak maupun profesi keuangan lainnya memiliki standar kompetensi yang sama dan adil. “Tujuhnya adalah untuk menciptakan level playing field yang sepatutnya bergantung pada public protections,” tambahnya.

Ia juga menyoroti pentingnya risk-based profiling. Sistem ini diyakini dapat mengidentifikasi risiko lebih dini, sehingga proses pengawasan profesi bisa lebih akurat dan efisien. Hal ini juga menjadi cara untuk menjaga integritas profesi di mata publik.

Seminar Nasional IKPI dipandang sebagai momentum strategis untuk membangun kesadaran bersama. Kehadiran ratusan konsultan pajak menunjukkan besarnya komitmen profesi dalam menjunjung standar etika dan profesionalisme.

Lury menilai, kolaborasi antara pemerintah dan asosiasi profesi seperti IKPI sangat penting. Kemenkeu menyiapkan regulasi dan pengawasan, sementara asosiasi mengawal implementasi di lapangan. Dengan sinergi, kepercayaan masyarakat terhadap profesi pajak akan semakin kuat.

“Profesionalisme yang kita bangun bukan sekadar demi institusi, melainkan demi kepentingan ekonomi masyarakat secara keseluruhan,” tegasnya. (bl)

Hingga Awal Agustus, 51 Ribu Wajib Pajak di Denpasar Barat Sudah Laporkan SPT

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Barat mencatat capaian positif terkait kepatuhan pajak masyarakat. Sampai dengan 7 Agustus 2025, sebanyak 51.978 wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, dengan 46.428 di antaranya menyampaikan SPT tepat waktu.

Kepala Seksi Pelayanan KPP Pratama Denpasar Barat, Luh Putu Ika Aryaningsih, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang telah patuh memenuhi kewajiban perpajakannya.

“Kami wajib memberikan apresiasi kepada wajib pajak yang sudah melaporkan SPT tahunan maupun yang melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya tepat waktu,” ujar Ika, dikutip, Kamis (28/8/2025).

Menurutnya, meningkatnya kesadaran wajib pajak tidak lepas dari edukasi dan sosialisasi yang gencar dilakukan KPP Pratama Denpasar Barat. Hal ini juga sejalan dengan kampanye Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui tagline “Lebih Awal Lebih Nyaman” pada layanan e-Filing.

Ika menjelaskan kembali ketentuan batas waktu pelaporan SPT. Untuk wajib pajak orang pribadi, SPT tahunan paling lambat dilaporkan pada 31 Maret, sedangkan wajib pajak badan diberi waktu hingga 30 April setiap tahunnya.

Terkait teknologi perpajakan, ia mengingatkan bahwa meskipun DJP sudah meluncurkan sistem baru Coretax DJP, pelaporan SPT tahun pajak 2024 masih menggunakan e-Filing. Sementara itu, untuk pelaporan SPT tahun pajak 2025 mendatang, seluruh wajib pajak akan diarahkan menggunakan aplikasi Coretax DJP.

“KPP Pratama Denpasar Barat akan mengedukasi wajib pajak secara bertahap mengenai tata cara pelaporan SPT melalui Coretax DJP, agar transisi berjalan lancar,” pungkasnya.

Capaian tersebut menjadi bukti meningkatnya kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan, sekaligus menegaskan pentingnya edukasi dan inovasi digital dalam mendukung sistem perpajakan modern. (alf)

 

 

 

 

 

Ustaz Abdul Somad Ungkap Pernah Ditagih Pajak YouTube: “Saya Tak Terima Seperak Pun”

IKPI, Jakarta: Pendakwah kondang Ustaz Abdul Somad (UAS) berbagi pengalaman pribadinya soal urusan pajak yang sempat membuatnya terkejut. Ia mengaku pernah dipanggil ke kantor pajak karena dianggap memiliki penghasilan fantastis dari kanal YouTube miliknya.

Menurut UAS, kala itu petugas pajak menagih pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dengan dasar perhitungan bahwa kanal YouTube miliknya menghasilkan sekitar Rp150 juta per bulan. “Saya datang karena taat pajak, orang bijak taat pajak. Saya datang sebagai warga negara memenuhi panggilan Kepala Pajak,” kata UAS dalam sebuah ceramah yang viral di media sosial.

Namun, UAS menegaskan bahwa dana dari kanal YouTube tersebut tidak pernah masuk ke rekening pribadinya. “Bapak cek ke mana duit itu mengalir dari YouTube. Tak seperak pun masuk ke rekening saya. Semua langsung dipakai untuk beli beras, minyak, kompor, dan kebutuhan lainnya,” jelasnya.

Tak hanya itu, UAS bahkan sempat memberikan nasihat kepada para pegawai pajak agar juga gemar bersedekah. “Kalian menghitung dan mengumpulkan uang, maka bersedekahlah di jalan Allah. Kalau tidak, zalim. Kalau zalim, neraka jahanam tempatnya,” ujar UAS.

Meski begitu, ia mengaku ucapannya kepada pegawai pajak tidak sekeras saat menyampaikan ceramah di depan jamaah.

UAS menilai, apa yang dialaminya seperti sebuah fitnah. Ia menekankan bahwa seorang muslim tidak boleh diam ketika difitnah. “Kalau kita difitnah, jangan diam. Kalau diam, fitnah akan merajalela. Setelah kita jelaskan, kalau orang tetap memfitnah, itu sudah bukan salah kita lagi,” tegasnya. (alf)

 

en_US