Pemprov DKI Tawarkan Diskon Pajak Hotel dan Restoran, Begini Mekanismenya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menggulirkan insentif pajak daerah untuk sektor perhotelan serta makanan dan minuman. Melalui Keputusan Gubernur Nomor 722 Tahun 2025, para pelaku usaha kini berkesempatan menikmati keringanan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hingga 50%. Kebijakan ini berlaku mulai 25 Agustus 2025 sampai 31 Januari 2026.

Langkah tersebut diambil untuk menjaga roda perekonomian Ibu Kota tetap berputar, sekaligus membantu daya tahan bisnis di tengah tantangan ekonomi global. Sektor hotel dan restoran dipilih karena kontribusinya yang signifikan terhadap pendapatan daerah sekaligus penyerapan tenaga kerja.

Rincian Insentif Pajak

Jasa perhotelan: potongan pajak sebesar 50% untuk masa pajak Agustus–September 2025, lalu berlanjut 20% pada Oktober–Desember 2025.

Makanan/minuman: pengurangan pajak sebesar 20% yang berlaku sejak Agustus hingga Desember 2025.

Dengan skema ini, Pemprov berharap pelaku usaha memiliki ruang lebih untuk bertahan dan tumbuh, tanpa mengurangi kontribusi sektor tersebut terhadap pendapatan daerah.

Cara Memanfaatkan Insentif

Wajib Pajak tidak perlu mengajukan permohonan khusus. Cukup mengunggah Surat Pernyataan Kesediaan untuk melaporkan data transaksi usaha secara elektronik melalui sistem Electronic Transaction Perporation Agent (E-TRAPT) di situs pajakonline.jakarta.go.id. Surat ini harus ditandatangani oleh direksi perusahaan yang berwenang.

Bagi pemilik lebih dari satu objek pajak, hanya perlu membuat satu surat pernyataan dengan melampirkan daftar seluruh objek usahanya. Untuk mempermudah, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta juga menyiapkan panduan lengkap melalui video tutorial di situs resmi maupun akun YouTube resminya.

Pemprov DKI menegaskan bahwa insentif ini diberikan secara otomatis dan transparan. Tujuannya tidak hanya meringankan beban pelaku usaha, tetapi juga memastikan ekosistem bisnis perhotelan dan restoran tetap kondusif, stabil, dan berdaya saing.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah daerah mengajak seluruh pengusaha hotel dan restoran agar memanfaatkan fasilitas pajak tersebut seoptimal mungkin. Diharapkan, langkah ini akan menciptakan iklim usaha yang sehat, menjaga stabilitas ekonomi Jakarta, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. (alf)

 

 

 

 

 

KPP di Jakarta Tetap Buka Normal Meski Ada Imbauan WFH dari Pemprov

IKPI, Jakarta: Di tengah imbauan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar perusahaan mengaktifkan skema work from home (WFH) akibat aksi demonstrasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetap berjalan normal.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli, menegaskan seluruh KPP di wilayah Jakarta tetap melayani Wajib Pajak pada Senin, 1 September 2025, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB.

“Pelayanan di kantor pajak berjalan normal hari ini. Namun, DJP menyiapkan mekanisme fleksibel agar layanan bisa terus diakses sesuai kondisi lapangan. Kami berkomitmen memberikan layanan perpajakan yang efisien, aman, dan nyaman,” ujar Rosmauli.

Selain layanan tatap muka di KPP, Wajib Pajak juga bisa memanfaatkan berbagai kanal digital maupun layanan jarak jauh. Misalnya melalui Kring Pajak 1500200 yang beroperasi pukul 08.00–16.00 WIB. Di luar jam tersebut, sistem interactive voice response akan mengambil alih dengan layanan informasi dasar, seperti kurs pajak, data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga status Surat Pemberitahuan (SPT).

Layanan lain yang dapat diakses melalui Kring Pajak mencakup perubahan data Wajib Pajak, pengaktifan kembali NPWP non-efektif, pemadanan data mandiri, pemberitahuan norma perhitungan penghasilan neto, serta panduan penggunaan aplikasi elektronik DJP seperti e-Filing, e-Billing, hingga e-Faktur.

Secara simultan, Wajib Pajak juga bisa bertanya melalui kanal resmi DJP, mulai dari fitur Tanya Fiska Fisko di laman www.pajak.go.id, akun X @kring_pajak, hingga e-mail informasi@pajak.go.id.

Sementara itu, imbauan WFH Pemprov Jakarta tercantum dalam Surat Edaran Nomor E-0014/Se/2025. Edaran tersebut meminta perusahaan yang berlokasi di sekitar titik demonstrasi menerapkan WFH.

Untuk sektor yang wajib beroperasi penuh, seperti layanan masyarakat 24 jam, aturan WFH dapat dikombinasikan dengan sistem work from office (WFO).

Perusahaan juga diminta melaporkan penerapan kebijakan tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi Jakarta melalui tautan resmi yang telah disediakan.

Dengan demikian, meski ibu kota diramaikan demonstrasi, Wajib Pajak tetap bisa mengakses layanan perpajakan tanpa hambatan, baik secara langsung maupun melalui berbagai saluran daring. (alf)

 

Pajak Tinggi vs Pajak Rendah, Negara Mana yang Paling Sejahtera?

IKPI, Jakarta: Isu pajak selalu menjadi perbincangan hangat di banyak negara, termasuk Indonesia. Perdebatan biasanya berputar pada besaran tarif yang dianggap membebani masyarakat. Namun, pengalaman internasional menunjukkan, kesejahteraan warga ternyata tidak semata ditentukan oleh tinggi rendahnya tarif pajak, melainkan bagaimana dana publik itu digunakan.

Finlandia, Denmark, dan Jepang misalnya, mematok pajak penghasilan di atas 50 persen. Meski begitu, warganya menikmati layanan publik kelas dunia. Finlandia menyediakan pendidikan gratis dari sekolah dasar hingga universitas, sementara Denmark dikenal dengan jaminan sosial bagi pengangguran. Jepang pun mampu menjaga kualitas hidup di tengah tantangan populasi lansia melalui sistem kesehatan nasional dan pensiun publik.

Berbeda dengan Belanda dan Swiss yang tarif pajaknya sedikit lebih rendah masing-masing sekitar 49,5 persen dan 40 persen namun hasilnya tetap serupa: masyarakat memperoleh akses kesehatan, pendidikan, serta transportasi umum yang modern dan efisien. Bahkan Belanda diakui UNICEF sebagai salah satu negara dengan anak-anak paling bahagia di dunia.

Menariknya, Singapura membuktikan bahwa pajak relatif rendah, sekitar 21 persen, juga bisa menopang kesejahteraan. Kuncinya terletak pada investasi berkelanjutan di pendidikan, pelatihan tenaga kerja, dan digitalisasi layanan publik. Negara kota ini bahkan menjadi salah satu pusat perdagangan paling maju di Asia.

Model berbeda terlihat di Uni Emirat Arab. Tanpa pajak penghasilan sama sekali, negara ini mampu membiayai layanan publik melalui pendapatan minyak dan gas. Subsidi listrik, air, dan perumahan membuat warganya tetap nyaman meski tidak menyetor pajak dari gaji.

Perbandingan ini memberi pelajaran penting bagi Indonesia. Tarif pajak yang tinggi atau rendah bukanlah penentu utama kesejahteraan. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan dalam pengelolaan dana publiklah yang menentukan apakah masyarakat merasa terbebani atau justru terlindungi. (alf/berbagai sumber)

 

 

Manfaatkan Segera! Pemutihan Pajak Kendaraan di Jabar Berakhir 30 September 2025

IKPI, Jakarta: Waktu hampir habis bagi masyarakat Jawa Barat yang ingin menikmati program pemutihan pajak kendaraan bermotor. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar menegaskan, fasilitas keringanan tersebut hanya berlaku sampai akhir September 2025.

Melalui program ini, pemilik kendaraan cukup membayar pajak tahun berjalan tanpa harus menanggung denda maupun beban tunggakan lama. Bahkan, masyarakat juga bisa memperoleh pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II.

Kepala Bapenda Jabar, Asep Supriatna, mengingatkan masyarakat agar tidak menunda pembayaran hingga detik terakhir. “Biasanya antrean membludak menjelang penutupan. Lebih baik segera diselesaikan sekarang, apalagi layanan Samsat juga tetap buka di akhir pekan,” jelasnya.

Program pemutihan ini awalnya digelar mulai 20 Maret 2025 hingga 6 Juni 2025, namun diperpanjang oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi lantaran minat masyarakat cukup tinggi. Dedi menegaskan, setelah masa relaksasi berakhir, tidak ada toleransi lagi bagi wajib pajak yang masih membandel.

“Semua keringanan sudah diberikan. Jika sampai batas akhir belum juga bayar, kendaraan tidak akan diperbolehkan beroperasi di jalan raya,” tegasnya.

Bapenda bersama Jasa Raharja dan Polda Jabar akan melakukan evaluasi setelah program selesai. Fokusnya, merumuskan strategi baru agar kepatuhan pajak kendaraan terus meningkat, baik melalui edukasi maupun langkah penegakan aturan yang lebih tegas. (alf)

 

Ini Tarif PPh Transaksi Emas Bullion Sesuai PMK 51/2025 dan Cara Penghitungannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 menetapkan ketentuan baru mengenai pajak penghasilan (PPh) atas transaksi emas bullion. Aturan yang berlaku sejak 1 Agustus 2025 ini menetapkan bahwa tarif PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 0,25% dari nilai jual emas.

Pemungutan PPh 22 ini berlaku pada transaksi yang dilakukan oleh:

• Lembaga Jasa Keuangan (LJK) bullion saat membeli emas batangan, kecuali jika nilai transaksinya tidak lebih dari Rp10 juta.

• Pedagang perhiasan atau pabrikan emas batangan yang menjual ke pihak selain konsumen akhir, wajib pajak dengan PPh final, atau wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas (SKB) PPh Pasal 22.

Pemerintah menegaskan bahwa konsumen akhir tidak dipungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas. Namun, pembelian emas perhiasan oleh konsumen tetap dikenakan PPN 1,65% dari harga jual sesuai ketentuan di PMK 52/2025.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap regulasi pajak emas menjadi lebih sederhana, adil, dan transparan, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari sektor perdagangan emas.

Cara Hitung Pajak Emas

Pemerintah juga memberikan contoh perhitungan agar lebih mudah dipahami.

• Emas batangan (pabrikan): jika sebuah perusahaan menjual emas senilai Rp180 juta, maka PPh 22 sebesar 0,25% atau Rp450 ribu wajib dipungut dan disetorkan ke negara.

• Emas perhiasan (pedagang): penjualan ke konsumen senilai Rp75 juta akan dikenakan PPN 1,65%, sehingga total pembayaran menjadi Rp76,237 juta. (alf)

 

Misbakhun Dorong PPN 10% untuk Jaga Daya Beli Rakyat

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengusulkan agar tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan dari 11% menjadi 10%. Menurutnya, kebijakan fiskal tersebut akan menjadi langkah nyata pemerintah dalam meringankan beban masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah.

“Presiden Prabowo Subianto ingin wong cilik podho gemuyu, rakyat kecil bisa tersenyum. Semangat itu sederhana tetapi sarat makna. Maka harus ada kebijakan yang betul-betul terasa bagi masyarakat,” kata Misbakhun saat berbincang di sebuah kedai kopi kawasan Senayan, Minggu (31/8/2025).

Politisi Golkar yang juga Ketua Umum DEPINAS SOKSI itu menegaskan, konsumsi masyarakat harus tetap terjaga agar daya beli tidak melemah. Karena itu, DPR siap mendorong berbagai kebijakan fiskal yang bisa mempertahankan kekuatan belanja rakyat.

Tidak hanya soal tarif umum PPN, Misbakhun bahkan menyarankan agar beberapa produk turunan pertanian yang kini terkena pajak diberikan tarif lebih rendah, yakni 8%. Menurutnya, hal itu akan mendukung hilirisasi dan industrialisasi sektor pertanian yang tengah digencarkan pemerintah.

“Kalau produk turunan pertanian diberikan tarif lebih rendah, dampaknya akan positif bagi hilirisasi. Memang penerimaan negara bisa tertekan, tapi manfaat jangka panjang bagi sektor riil jauh lebih besar,” ujarnya.

Meski begitu, Misbakhun menilai penurunan PPN dari 11% ke 10% tidak akan menggerus penerimaan secara drastis. Ia yakin, berkurangnya tarif dapat tertutup oleh peningkatan volume transaksi ekonomi.

“Dengan tarif PPN yang lebih rendah, konsumsi masyarakat akan terdorong. Permintaan barang meningkat, dan sektor riil pun akan lebih produktif,” tutupnya. (alf)

 

Ratusan Anggota IKPI Ikuti KKL di Hanoi, Tampil di Forum Pajak Internasional

IKPI, Hanoi: Sebanyak 130 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dari berbagai daerah di Tanah Air ambil bagian dalam Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Hanoi, Vietnam, pada 28–31 Agustus 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari mata kuliah semester dua Program RPL S1 Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang.

Dikomando oleh 2 orang komandan tingkat (komting) yaitu Lilisen Ketua IKPI Pengurus Daerah Sumatera Bagian Tengah (Pengda Sumbagteng), dan Mardi Sekretaris IKPI Pengda DKJ

Lilisen menyampaikan bahwa KKL merupakan syarat penting bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi.

“KKL ini merupakan mata kuliah semester 2 yang wajib dilaksanakan sebagai bagian dari persyaratan kuliah S1. Kami bersyukur bisa melaksanakannya di luar negeri sehingga memberikan pengalaman berbeda bagi para peserta,” kata Lilisen, Minggu (31/8/2025).

Menurutnya, partisipasi besar anggota IKPI di kegiatan ini menunjukkan komitmen kuat para konsultan pajak dalam mengembangkan kapasitas akademik sekaligus menambah wawasan global. “Sebagai konsultan pajak, kita tidak bisa hanya terpaku pada praktik nasional. Perkembangan perpajakan dunia, terutama terkait digitalisasi dan kerja sama antarnegara, harus kita pahami. Karena itu, KKL ini sangat relevan,” tegasnya.

Mardi menyatakan, interaksi dengan mahasiswa di Hanoi Law University (HLU) juga menjadi momen penting untuk saling belajar. “Kami bangga melihat teman-teman Unwahas berani tampil membawakan presentasi di hadapan forum internasional. Ini membuktikan konsultan pajak dan praktisi hukum Indonesia siap bersuara di level global,” ujarnya.

Mereka yang tampil dalam forum akademik di Hanoi Law University (HLU), Vietnam pada Sabtu (30/8) adalah Arvin Max Samuels (anggota IKPI Tangkot) dan Roy David Kiantiong (anggota IKPI Jakbar).

Dalam forum akademik tersebut, Arvin mempresentasikan kajian berjudul “Indonesia – Vietnam Tax Administration Comparison Updates” dan Roy mempresentasikan kajian berjudul “Comparative Overview of Transfer Pricing Legal Basis in Indonesia and Vietnam.”

Dekan FH Unwahas, Dr. M. Shidqon Prabowo, SH., MH., menegaskan bahwa agenda ini merupakan bagian dari upaya internasionalisasi kampus. “Kami ingin mahasiswa tidak hanya jago di hukum nasional, tetapi juga melek tren global, termasuk isu pajak yang kini menjadi perhatian banyak negara,” ujarnya.

Selain di HLU, delegasi Unwahas juga melakukan kunjungan resmi ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Hanoi.

Dalam kesempatan itu, Dubes RI untuk Vietnam, Benny Abdi, menyampaikan pentingnya peran perguruan tinggi dalam mendukung diplomasi Indonesia melalui riset dan forum akademik.

Lilisen menilai seluruh rangkaian kegiatan ini memberi manfaat ganda bagi peserta, baik dari sisi akademik maupun profesional. “KKL di Hanoi ini bukan sekadar perjalanan studi, tetapi juga pembelajaran tentang bagaimana Indonesia bisa berdialog dan bekerja sama dengan negara lain melalui jalur akademik dan profesi. Saya yakin pengalaman ini akan menjadi bekal berharga bagi seluruh peserta, khususnya anggota IKPI,” katanya. (bl)

Afrika Selatan Bidik Orang Kaya dan Influencer untuk Perluas Basis Pajak

IKPI, Jakarta: Afrika Selatan (Afsel) tengah menyiapkan strategi baru dalam memperkuat pendapatan negara melalui sektor perpajakan. Badan Pendapatan Afrika Selatan (South African Revenue Service/SARS) mengumumkan rencana memperluas cakupan pajak bagi individu superkaya sekaligus membidik kalangan influencer yang selama ini dinilai belum maksimal dalam kontribusi pajaknya.

Pajak Kekayaan untuk Individu Tajir

SARS mengungkap tengah memantau warga dengan aset minimal 75 juta rand atau sekitar Rp69,4 miliar. Kelompok ini akan masuk dalam kategori High Wealth Individual (HWI), yang nantinya dikenakan skema pajak khusus.

Langkah ini sejalan dengan upaya Menteri Keuangan Afsel, Enoch Godongwana, yang hingga tiga kali merevisi anggaran negara tahun ini. Ia bahkan menanggalkan wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) setelah menuai penolakan luas.

Menurut laporan New World Wealth, Afsel masih menjadi rumah bagi lebih dari 37.400 individu dengan kekayaan di atas 1 juta dolar AS (Rp16,3 miliar). Sementara, Knight Frank mencatat setidaknya ada 5.000 orang dengan kekayaan lebih dari 10 juta dolar AS (Rp163 miliar).

Influencer Masuk Radar Pajak

Tak hanya menyasar orang superkaya, otoritas pajak Afsel juga menyoroti kalangan influencer yang mendapatkan penghasilan dari media sosial.

“Influencer memperoleh pendapatan dari konten dan jumlah pengikut, sehingga pada dasarnya mereka adalah pelaku usaha digital yang wajib bayar pajak,” ujar Mohau Lebese, Manager Accountant on Point, dikutip dari Business Tech.

Ia menekankan pentingnya edukasi pajak bagi influencer, sebab mayoritas dari mereka belum memahami kewajiban perpajakan dengan baik.

Meski terus berupaya meningkatkan penerimaan, Afsel menghadapi dilema lain: eksodus orang kaya. Laporan Africa Wealth Report 2025 menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir ribuan jutawan meninggalkan negara itu. Populasi orang kaya diperkirakan anjlok hingga 65 persen dalam dekade mendatang.

Meski begitu, Afsel masih menempati posisi puncak di benua Afrika dengan 41.100 jutawan, 112 centi-millionaire (memiliki aset lebih dari 100 juta dolar AS), dan 8 miliarder.

Fenomena hengkangnya orang kaya diyakini akibat keresahan terhadap kondisi politik, tingginya angka kriminalitas, lemahnya layanan pendidikan dan kesehatan, serta instabilitas ekonomi.

Dengan kondisi demikian, ekspansi pajak bagi individu kaya raya dan influencer menjadi salah satu opsi realistis bagi pemerintah Afsel untuk menjaga penerimaan negara. Namun, kebijakan ini juga berisiko menambah arus keluar kalangan tajir bila tidak diimbangi perbaikan iklim investasi dan keamanan domestik. (alf)

 

 

KPK Setor PNBP Rp403 Miliar dari Penindakan Korupsi Semester I-2025

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara mencapai Rp403,02 miliar sepanjang Januari–Juni 2025. Capaian ini bersumber dari penanganan tindak pidana korupsi (TPK), tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga pelaporan gratifikasi.

Ketua KPK Setyo Budianto menegaskan bahwa kontribusi tersebut merupakan bukti nyata dukungan lembaganya terhadap upaya pemerintah dalam memperkuat penerimaan negara. Ia menilai transparansi dalam penyetoran PNBP penting untuk memastikan akuntabilitas sekaligus menjadi indikator kinerja yang dapat dipantau publik.

“PNBP yang dihimpun KPK mencerminkan kinerja konkret pemberantasan korupsi. Tidak hanya dari penanganan perkara, tapi juga dari pencegahan dan pengelolaan aset yang terintegrasi,” ujar Setyo dalam Konferensi Pers Kinerja Semester I-2025 KPK di Gedung Merah Putih, Minggu (31/8/2025).

Dari total Rp403,02 miliar tersebut, perinciannya meliputi uang rampasan TPK dan TPPU sebesar Rp70,13 miliar, uang pengganti Rp253,41 miliar, denda Rp9,44 miliar, hasil lelang barang rampasan Rp61,36 miliar, gratifikasi Rp1,59 miliar, serta penerimaan lain Rp7,09 miliar.

Selain itu, KPK mencatat total asset recovery atau pemulihan keuangan negara mencapai Rp452,88 miliar. Angka tersebut terdiri dari PNBP Rp402,61 miliar dan realisasi hibah atau penetapan status penggunaan (PSP) sebesar Rp50,26 miliar.

“Efektivitas asset recovery tidak hanya diukur dari seberapa besar nilai yang dikembalikan, tetapi juga dari strategi penelusuran dan penyitaan aset yang dijalankan secara proaktif,” tambah Setyo.

Dari sisi penindakan, KPK menangani 186 perkara TPK pada semester pertama 2025. Rinciannya meliputi 31 penyelidikan, 43 penyidikan, 46 penuntutan, 31 perkara inkracht, dan 35 eksekusi.

Lembaga antirasuah ini juga melaksanakan dua operasi tangkap tangan (OTT) di sektor strategis, yakni dugaan suap proyek Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu serta dugaan korupsi pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

Tidak hanya menjerat pelaku, KPK turut menyita berbagai aset bernilai tinggi. Antara lain 13 kendaraan dari kasus dugaan TPK pengurusan Tenaga Kerja Asing di Kementerian Tenaga Kerja, 26 kendaraan dari dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Jabar Banten (BJB), serta 11 kendaraan dan uang tunai Rp56 miliar dari perkara dugaan gratifikasi eks Bupati Kutai Kartanegara. (alf)

 

Jangan Salah! Ini Saat Bea Meterai Harus Dibayar Menurut UU

IKPI, Jakarta: Tidak semua dokumen bisa digunakan begitu saja tanpa kewajiban fiskal. Undang-Undang Bea Meterai menegaskan, setiap dokumen yang termasuk objek bea meterai wajib dilunasi pada saat terutang. Pasal 8 UU Bea Meterai menyebutkan, kewajiban ini dapat timbul pada lima momentum berbeda, mulai dari ketika dokumen ditandatangani hingga saat digunakan di Indonesia.

Pertama, dokumen dibubuhi tanda tangan. Pada tahap ini, begitu dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris beserta salinannya, atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah selesai dibuat dan ditandatangani, bea meterai harus segera dilunasi.

Kedua, dokumen selesai dibuat. Ketentuan ini berlaku bagi dokumen yang tidak memerlukan tanda tangan, misalnya surat berharga berupa saham, obligasi, cek, wesel, hingga dokumen transaksi surat berharga. Tanggal atau tanda pembuatan dokumen menjadi dasar penentuan saat terutang bea meterai.

Ketiga, dokumen diserahkan. Apabila surat keterangan, pernyataan, dokumen lelang, atau dokumen yang menyatakan jumlah uang lebih dari Rp5 juta diserahkan kepada pihak yang berkepentingan, maka pada saat itu pula bea meterai terutang.

Keempat, dokumen diajukan ke pengadilan. Dalam praktik, tidak jarang dokumen baru ditempeli meterai ketika digunakan sebagai alat bukti di persidangan. Hal ini dikenal sebagai pemeteraian kemudian, berlaku bagi dokumen yang bea meterainya belum lunas maupun dokumen yang awalnya tidak termasuk objek bea meterai.

Kelima, dokumen digunakan di Indonesia. Bagi dokumen yang dibuat di luar negeri, kewajiban bea meterai muncul ketika dokumen tersebut difungsikan di Indonesia. Misalnya, perjanjian utang piutang yang dibuat di luar negeri akan terutang bea meterai saat dijadikan dasar penagihan, pembukuan, atau lampiran laporan di Indonesia.

Dengan ketentuan ini, pemerintah menegaskan bahwa kewajiban bea meterai tidak hanya berlaku pada dokumen tertentu, tetapi juga pada momen spesifik penggunaannya. Kepatuhan menjadi penting agar dokumen sah secara hukum dan memiliki kekuatan pembuktian yang utuh. (alf)

 

 

en_US