IKPI Bali Nusra Dukung Penguatan Kurikulum Perpajakan di Universitas Warmadewa

IKPI, Denpasar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Bali dan Nusa Tenggara menegaskan komitmennya dalam membantu mencetak generasi profesional pajak yang tangguh. Hal tersebut diungkapkan Ketua IKPI Pengda Bali Nusra, Agus Ardika, saat menghadiri Lokakarya Kurikulum Program Studi Sarjana Terapan Akuntansi Perpajakan yang digelar Universitas Warmadewa, baru-baru ini.

Menurut Agus, keterlibatan IKPI dalam lokakarya ini merupakan langkah strategis untuk memastikan kurikulum pendidikan tinggi selaras dengan kebutuhan dunia kerja, khususnya di bidang perpajakan yang terus berkembang secara dinamis.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Bali dan Nusra)

“Kami hadir bukan hanya sebagai undangan, tapi sebagai mitra strategis yang siap memberikan masukan praktis dari lapangan. Dunia perpajakan mengalami perubahan regulasi yang cepat, dan kurikulum harus mampu mengakomodasi hal itu agar lulusan benar-benar siap kerja,” ujar Agus Ardika, Sabtu (26/7/2025).

Menurutnya, partisipasi IKPI dalam kegiatan ini juga menjadi wujud nyata dari semangat kolaborasi antara dunia akademik dan profesi. Ia menekankan pentingnya sinergi dalam membangun kurikulum yang adaptif, aplikatif, dan berorientasi masa depan, demi menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten secara teori, tapi juga teruji dalam praktik.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Bali dan Nusra)

IKPI Bali Nusra juga mengapresiasi Universitas Warmadewa yang telah membuka ruang dialog antara akademisi dan praktisi. Ia menyatakan, IKPI siap mendukung kolaborasi berkelanjutan melalui pelatihan, magang, hingga sertifikasi profesional yang dapat memperkuat link and match antara kampus dan dunia industri.

“Kami menyambut baik kesempatan kolaborasi ini dan berharap ke depan bisa melahirkan lebih banyak SDM pajak berkualitas dari Bali dan Nusa Tenggara yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun global,” ujarnya. (bl)

Ketua Umum IKPI Dorong Anggota Lanjutkan Studi ke UI dan UPH: “Kesempatan Emas, Ada Potongan Khusus untuk Anggota dan Keluarga”

IKPI, Jakarta: Dalam upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing konsultan pajak di Indonesia, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mengajak seluruh anggota untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ajakan tersebut mencakup program studi S2 dan S3 di dua perguruan tinggi ternama, yakni Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Pelita Harapan (UPH). Bahkan UPH bisa kuliah mulai S1.

Dalam sambutannya di Seminar Perpajakan dan Outing IKPI Cabang Jakarta Barat, Vaudy mengungkapkan bahwa IKPI telah menjalin kemitraan strategis dengan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) serta Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH), untuk mendukung anggota IKPI maupun keluarganya yang ingin menempuh pendidikan tinggi di bidang administrasi dan hukum.

“Beberapa waktu lalu, kami telah mengirimkan surat resmi kepada pihak FIA UI untuk mendukung pendaftaran anggota IKPI yang berminat kuliah di sana. Puji syukur, hampir sepuluh orang anggota telah diterima di program S2. Surat dari IKPI mendapat pertimbangan khusus dari kampus,” tutur Vaudy.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kesempatan untuk kuliah di FIA UI terbuka lebar untuk seluruh anggota IKPI yang ingin meningkatkan kualifikasi akademiknya, baik di jenjang magister maupun doktor. IKPI siap memfasilitasi proses administrasi dengan mengirimkan surat rekomendasi ke pihak fakultas, guna mempermudah proses seleksi.

Tak hanya dengan UI, IKPI juga menjalin kolaborasi yang erat dengan Fakultas Hukum UPH, yang membuka program pendidikan hukum dari jenjang sarjana hingga doktoral. Yang menarik, anggota IKPI dan keluarga intinya, termasuk anak dan cucu berhak mendapatkan potongan biaya khusus selama mengikuti program di FH UPH.

“Jika Bapak-Ibu ingin kuliah S1, S2, atau S3 di Fakultas Hukum UPH, silakan manfaatkan kerja sama ini. Cukup tunjukkan kartu anggota IKPI, akan langsung dapat potongan biaya. Termasuk anak atau cucu yang ingin melanjutkan kuliah di sana,” ujar Vaudy.

Menurutnya, kerja sama ini merupakan langkah konkret untuk mendorong konsultan pajak agar tak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga kuat dalam landasan akademik dan hukum. Pendidikan lanjutan dinilai penting untuk menjawab tantangan perpajakan modern yang kian kompleks, serta memperkuat posisi konsultan pajak sebagai mitra strategis negara dalam mendorong kepatuhan dan penerimaan pajak.

Program CEP di FIA UI: Kuliah Fleksibel, Sertifikasi Dapat Diakui Sebagai SKS

Selain program formal S2 dan S3, Vaudy juga memperkenalkan Credit Earning Program (CEP) dari FIA UI. Program ini memungkinkan anggota IKPI mengikuti kuliah bersama mahasiswa magister secara fleksibel, tanpa harus langsung menjadi mahasiswa tetap.

“Program CEP ini unik dan fleksibel. Bapak-Ibu bisa ikut perkuliahan bareng mahasiswa S2, tugas dan ujiannya sama. Tapi statusnya belum mahasiswa resmi. Setelah selesai satu semester, peserta dapat sertifikat. Nah, jika dalam waktu dua tahun ingin lanjut S2 resmi, nilai dari program CEP itu bisa diakui sebagai bagian dari SKS,” jelasnya.

Program ini dinilai sangat cocok bagi para profesional yang memiliki keterbatasan waktu, namun tetap ingin meningkatkan kompetensi dan mengikuti perkuliahan secara bertahap. Setiap semester, peserta CEP bisa memilih mata kuliah yang ingin diikuti. Tidak ada kewajiban mengambil seluruh mata kuliah seperti mahasiswa reguler.

“Misalnya, dalam satu semester ada lima mata kuliah, tapi waktu Bapak-Ibu hanya cukup untuk tiga. Itu tidak masalah. Ambil saja tiga. Nanti semester berikutnya ambil dua lagi. Jadi tidak memberatkan. Tapi jika dikumpulkan dalam waktu dua tahun, dan kemudian Bapak-Ibu daftar sebagai mahasiswa S2, hasil perkuliahan di CEP akan diakui,” tambah Vaudy.

Ajakan Terbuka dan Dukungan Penuh dari Organisasi

Pemegang sertifikat ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga mengingatkan seluruh anggota bahwa kesempatan ini sangat jarang dan berharga. IKPI sebagai organisasi profesi memberikan dukungan penuh, baik dalam bentuk fasilitasi administrasi maupun pengakuan akademik, agar para konsultan pajak dapat mengembangkan diri secara berkelanjutan.

“Silakan manfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Jika berminat, segera informasikan ke kami, supaya kami bisa menyurat ke UI atau UPH. Nama Bapak-Ibu akan masuk dalam daftar rekomendasi resmi IKPI. Ini bukan hanya peluang untuk kuliah, tapi juga bagian dari perjalanan profesional kita,” katanya. (bl)

DJP Perbarui Aturan Pertukaran Informasi Internasional, Perkuat Transparansi dan Cegah Penghindaran Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2025 sebagai pedoman teknis terbaru dalam pelaksanaan pertukaran informasi lintas negara untuk kepentingan perpajakan. Regulasi ini menggantikan empat aturan sebelumnya dan menjadi penyempurnaan dari implementasi Pasal 13 PMK Nomor 39/PMK.03/2017.

Langkah ini menegaskan komitmen DJP dalam mendukung kerja sama internasional di bidang perpajakan guna meningkatkan transparansi keuangan global, sekaligus mengantisipasi praktik penghindaran dan pengelakan pajak.

“Pertukaran informasi adalah proses berbagi data yang dilakukan oleh pejabat berwenang berdasarkan perjanjian internasional untuk kepentingan perpajakan,” tulis Pasal 1 angka 4 PER-10/PJ/2025.

Tiga Skema Pertukaran Informasi

Dalam peraturan baru ini, DJP menetapkan tiga skema utama pertukaran informasi:

• Exchange of Information on Request (EOIR): Pertukaran dilakukan atas dasar permintaan resmi dari otoritas pajak negara mitra atau sebaliknya.

• Spontaneous Exchange of Information (SEI): Informasi disampaikan secara proaktif tanpa permintaan sebelumnya.

• Automatic Exchange of Information (AEOI): Pertukaran dilakukan secara berkala dan sistematis, terutama menyangkut informasi keuangan.

“Pertukaran Informasi dapat bersifat timbal balik dan dijalankan dalam bentuk permintaan, spontan, maupun otomatis,” bunyi Pasal 3 ayat (2).

Cakupan informasi yang dapat dipertukarkan cukup luas, meliputi data identitas dan kepemilikan, informasi akuntansi dan perbankan, serta data perpajakan. Apabila informasi yang diminta tidak tersedia di basis data DJP, maka pencarian dilakukan melalui permintaan ke Wajib Pajak, lembaga keuangan, atau melalui pemeriksaan.

Kerahasiaan data menjadi perhatian penting dalam peraturan ini. “Dokumen dan data pertukaran informasi bersifat rahasia dan wajib dijaga kerahasiaannya sesuai peraturan perundang-undangan dan perjanjian internasional,” tegas Pasal 3 ayat (7).

Selain skema pertukaran, peraturan ini juga mengatur mekanisme pendukung seperti competent authority meetings, pemeriksaan pajak luar negeri (tax examinations abroad), serta pemeriksaan pajak simultan (simultaneous tax examinations). Semua proses ini harus dijalankan melalui sistem yang terintegrasi dengan administrasi DJP, baik oleh Kantor Wilayah (Kanwil) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

“Informasi yang dipertukarkan digunakan sebagai basis data perpajakan dan menjadi bagian dari pelaksanaan perjanjian internasional,” lanjut Pasal 3 ayat (5).

Cabut Empat Aturan Lama

Dengan diberlakukannya PER-10/PJ/2025, DJP secara resmi mencabut empat peraturan terdahulu, yaitu:

• PER-67/PJ/2009

• PER-28/PJ/2017

• PER-24/PJ/2018

• PER-02/PJ/2022

Keempat beleid tersebut sebelumnya mengatur skema pertukaran informasi berdasarkan permintaan, spontan, serta mekanisme kerja sama antarotoritas pajak negara mitra. (alf)

 

Podcast Kanwil DJP Banten: Kupas Tuntas Aturan Baru Surat Keterangan Fiskal

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Banten membedah tuntas ketentuan terbaru mengenai Surat Keterangan Fiskal (SKF) melalui siniar “Kata.Lo.Gue” yang tayang di kanal YouTube resmi @KanwilDJPBanten. Episode ini menghadirkan dua narasumber internal, Yasir Arafat (Penyuluh Pajak Ahli Muda) dan Rio Hermawan (Penyuluh Pajak Ahli Pertama), yang menjelaskan secara detail tata cara pengajuan SKF melalui sistem Coretax.

Dalam siaran yang dimoderatori Radityo Utomo, juga dari jajaran penyuluh Kanwil DJP Banten, dijelaskan bahwa pengaturan terbaru soal SKF kini merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2025 yang mulai berlaku sejak 24 Mei 2025. Peraturan ini merupakan tindak lanjut dari PMK Nomor 81 Tahun 2024 dalam rangka mendukung implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax.

“SKF adalah bentuk pengakuan atas kepatuhan Wajib Pajak. Dokumen ini sangat penting, karena menjadi syarat untuk berbagai keperluan administratif, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta,” ujar Yasir dikutip, Jumat (25/7/2025).

Ia menambahkan, untuk mendapatkan SKF, Wajib Pajak wajib memenuhi beberapa syarat, antara lain: telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dua tahun terakhir, SPT Masa PPN untuk tiga masa terakhir, tidak memiliki tunggakan pajak atau telah mengantongi izin angsuran, serta tidak sedang bersengketa dalam proses hukum perpajakan.

Rio Hermawan menggarisbawahi bahwa terdapat 12 jenis layanan administrasi perpajakan yang kini mewajibkan terpenuhinya ketentuan Pasal 4 dalam PER-8/PJ/2025. Beberapa di antaranya mencakup permohonan revaluasi aset tetap, penggunaan mata uang asing dalam pembukuan, serta pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) pemotongan PPh.

“Jika persyaratan belum lengkap, sistem akan menolak permohonan. Namun WP bisa mengajukan ulang setelah kewajiban diselesaikan,” jelasnya.

Tak hanya menjadi media sosialisasi, siniar ini juga diharapkan menjadi jembatan komunikasi yang lebih ramah antara otoritas pajak dan masyarakat. Format siniar dinilai lebih efektif menjangkau generasi digital yang akrab dengan platform audio-visual. (alf)

Isu Pajak Amplop Hajatan Dibantah Istana, DJP Tegaskan Tak Ada Pungutan

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan tidak ada rencana mengenakan pajak atas sumbangan dalam acara sosial seperti pernikahan. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menepis kabar yang sempat ramai di media sosial dan menyebut informasi tersebut sebagai kesimpulan yang keliru.

Pernyataan itu disampaikan Prasetyo dalam konferensi pers di ruang kerja wartawan, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Ia menegaskan bahwa pemerintah belum pernah merancang kebijakan perpajakan untuk hadiah atau amplop dalam hajatan.

“Teman-teman di Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, sudah memberikan klarifikasi. Tidak benar ada pajak untuk sumbangan di acara pernikahan. Itu tidak ada dan belum ada kebijakan seperti itu,” ujar Prasetyo.

Isu ini mencuat usai pernyataan anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam sebuah rapat di Kompleks Parlemen Senayan. Mufti menyinggung kondisi defisit anggaran dan menyebut bahwa pemerintah bahkan mempertimbangkan pajak atas uang amplop yang diterima saat kondangan.

“Negara kehilangan pemasukan, dan Kementerian Keuangan harus putar otak. Kami dengar, bahkan uang amplop di hajatan pun akan dikenai pajak,” kata Mufti.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menekankan bahwa DJP tidak memungut pajak dalam acara sosial dan tidak memiliki rencana melakukan hal tersebut.

Ia menjelaskan, meskipun Undang-Undang Pajak Penghasilan mengenal konsep tambahan kemampuan ekonomis sebagai objek pajak, terdapat pengecualian penting untuk hadiah atau sumbangan yang bersifat pribadi dan tidak terkait pekerjaan atau kegiatan usaha.

“Selama pemberian itu tidak rutin, tidak bersifat komersial, dan tidak terkait pekerjaan atau bisnis, maka tidak menjadi objek pajak. Ini bukan prioritas pengawasan DJP,” kata Rosmauli di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada mekanisme pemungutan pajak langsung di lokasi hajatan.

Dengan klarifikasi ini, pemerintah berharap masyarakat tidak lagi terpengaruh oleh kabar yang menyesatkan dan tetap merujuk pada informasi resmi. (alf)

 

Belgia Bakal Tutup Separuh Kantor Pajak, Fokus pada Layanan Digital dan Efisiensi

IKPI, Jakarta: Pemerintah Belgia melalui Kementerian Keuangan mengumumkan rencana untuk menutup 22 dari total 43 kantor pajak yang tersebar di seluruh negeri pada tahun 2030. Langkah ini merupakan bagian dari strategi efisiensi pemerintahan De Wever yang menitikberatkan pada konsolidasi layanan publik dan modernisasi sistem administrasi.

Dalam pernyataannya, juru bicara Kemenkeu Francis Adyns menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan mengorbankan kualitas layanan kepada masyarakat. “Layanan pajak yang efektif tidak perlu tersebar di banyak lokasi,” ujarnya, seperti dikutip The Brussels Times, Jumat (25/7/2025).

Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa penutupan akan dilakukan secara bertahap hingga 2030. Kantor-kantor yang tetap beroperasi nantinya akan dipilih berdasarkan beberapa kriteria, termasuk kemudahan akses, kemampuan mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan, serta efisiensi dalam penggunaan gedung dan sumber daya.

Langkah penyatuan ini, menurut Kemenkeu, dirancang untuk memperkuat kerja sama antardivisi, memangkas biaya operasional, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih adaptif terhadap tuntutan zaman.

Digitalisasi Layanan Pajak Dorong Transformasi

Seiring dengan penurunan signifikan kunjungan fisik ke kantor pajak dalam beberapa tahun terakhir, Belgia memang telah mengarahkan fokus pada transformasi digital. Pelayanan daring menjadi tulang punggung reformasi ini, memungkinkan wajib pajak mengakses layanan secara lebih cepat dan fleksibel.

Meski demikian, pemerintah tetap mengakomodasi kebutuhan kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya terjangkau teknologi. “Bagi warga yang kesulitan dengan akses digital, bantuan tetap tersedia melalui layanan telepon, termasuk untuk urusan penting seperti pelaporan SPT,” tegas Adyns.

Rencana penutupan separuh kantor pajak ini menuai perhatian sejumlah pihak, terutama terkait potensi dampaknya terhadap pegawai dan masyarakat di wilayah pedesaan. Namun, Kementerian Keuangan menyatakan akan memastikan proses transisi berjalan lancar dengan komunikasi terbuka dan solusi alternatif bagi para pemangku kepentingan. (alf)

 

Pengurus IKPI se-Jatim Audiensi ke Kanwil DJP I: Dorong Sosialisasi Coretax dan Usulkan Dummy SPT Tahunan

IKPI, Pengda Jatim: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) Jawa Timur bersama tiga Pengurus Cabang (Pengcab) Surabaya, Sidoarjo, dan Malang melakukan audiensi dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur I, Samingun, di Surabaya, Kamis (24/7/2025).

Ketua IKPI Pengda Jatim Zeti Arina mengatakan kunjungan ini bertujuan silaturahim, mengucapkan selamat datang dan selamat bertugas di Kantor Wilayah Jawa Timur 1, memperkenalkan jajaran pengurus sekaligus membangun sinergi antara IKPI dengan otoritas pajak, khususnya dalam mendukung implementasi sistem Coretax, yang tahun ini mulai digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan.

“Kami ingin bersinergi dalam kegiatan sosialisasi bersama terkait aktivasi akun dan pengisian SPT melalui Coretax, ujar Zeti, Kamis (24/07/2025)

Enggan selaku ketua cabang Surabaya juga telah memaparkan kegiatan bersama dengan beberapa Kantor Pelayanan Pajak di Surabaya.

Ika selaku pengurus dan pengajar juga mengusulkan adanya dummy SPT Tahunan OP dan Badan sebagai alat bantu dalam edukasi masyarakat dan materi ajar di kampus. Dummy ini akan sangat membantu wajib pajak dan para konsultan pajak pemula dalam memahami alur pengisian SPT di platform digital terbaru tersebut. Usulan ini dinilai penting agar edukasi bisa berjalan lebih efektif, terutama bagi pengguna baru Coretax.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Kepala Kanwil DJP Jatim I Samingun menyambut baik rencana sosialisasi bersama tersebut. Ia menekankan pentingnya kegiatan ini dilakukan lebih awal, agar masyarakat memiliki waktu yang cukup memahami sistem sebelum batas pelaporan.

“Kalau terlalu mepet waktunya, kami khawatir pelaporan SPT jadi chaos karena banyak masyarakat yang belum paham aktivasi dan pengisian Coretax. Kami siap mendukung sosialisasi ini ke berbagai komunitas, asosiasi, hingga warga tingkat kecamatan,” ungkap Samingun yang saat itu didampingi tim Humas Kanwil.

Terkait waktu pelaksanaan, bu Yayuk selaku team humas menyampaikan bahwa sosialisasi untuk pelaporan SPT Tahunan melalui Coretax masih menunggu arahan resmi dari kantor pusat DJP yang dijadwalkan berlangsung Agustus mendatang. Namun, untuk klien konsultan yang tahun bukunya tidak mengikuti tahun kalender DJP dapat memberikan jadwal sosialisasi lebih cepat.

Audiensi ini juga dihadiri sejumlah pengurus daerah dan cabang, di antaranya dari Pengda Jatim: Eddy Tajib (Bendahara), Ika Fransisca (Keanggotaan), Vivi Violeta (PPL), dan David (Kemitraan Instansi).

Dari Cabang Surabaya: Enggan Nursanti (Ketua), Renny Anggraeni (Sekretaris), Niniek Helina Kurniawan (Bendahara), Kuswijanti Kawarno, Diana Herawati, Yenny Purnamasari, Wibowo, Andy Setiabudi, Ferry Vincentius, Heru Suryanto, Albert H. Suriawidjaja, dan Arief Budianto.

Sementara dari Cabang Malang hadir Nanang Hemanto (Humas), serta dari Cabang Sidoarjo hadir Ghafiki dan Haryoko dari Bidang Hukum dan Litbang Organisasi.

Audiensi ini diakhiri dengan komitmen kedua pihak untuk terus berkolaborasi mendukung edukasi perpajakan berbasis teknologi serta mendekatkan layanan pajak kepada masyarakat. (bl)

DJP Dorong Wajib Pajak Segera Aktivasi Akun dan Sertifikat Digital di Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah gencar mengedukasi wajib pajak untuk segera melakukan aktivasi akun serta registrasi kode otorisasi atau sertifikat digital dalam sistem inti administrasi perpajakan (Coretax). Imbauan ini disampaikan DJP melalui email blast yang dikirimkan secara massal kepada para wajib pajak.

Langkah ini merupakan bagian dari transformasi digital layanan perpajakan yang menekankan transparansi, efisiensi, dan kemudahan dalam menjalankan kewajiban perpajakan.

Dalam email bertanggal Jumat (25/7/2025), DJP menyatakan bahwa aktivasi akun menjadi prasyarat penting untuk mengakses berbagai fitur dalam coretax system, termasuk pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2025 yang akan berlangsung pada awal 2026.

“Aktivasi akun ini juga dibutuhkan untuk menggunakan tanda tangan elektronik dalam seluruh proses administrasi perpajakan di sistem coretax,” tulis DJP dalam email tersebut.

DJP menjelaskan bahwa sertifikat digital berfungsi sebagai kunci otorisasi utama untuk layanan elektronik, seperti pelaporan SPT, pengajuan pemindahbukuan, hingga layanan lainnya yang sebelumnya memerlukan tatap muka langsung.

Wajib pajak dapat melakukan proses aktivasi dan registrasi tersebut melalui laman resmi: https://coretaxdjp.pajak.go.id. DJP menekankan pentingnya menyelesaikan proses ini lebih awal agar tidak terkendala saat masa pelaporan pajak tiba.

Adapun manfaat aktivasi akun dan sertifikat digital antara lain:

• Akses cepat dan aman ke layanan perpajakan digital,

• Proses administrasi yang lebih ringkas,

• Menghindari antrean fisik dan potensi kendala teknis saat tenggat waktu pelaporan.

Dalam email tersebut, DJP juga menyampaikan apresiasi kepada wajib pajak yang telah menyelesaikan aktivasi dan registrasi lebih awal.

Sebagai tambahan, DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap modus penipuan yang mengatasnamakan implementasi coretax system. Wajib pajak diminta untuk hanya mengakses layanan melalui saluran resmi dan menghindari tautan mencurigakan.

Bagi wajib pajak yang membutuhkan bantuan, DJP menyediakan berbagai kanal informasi seperti laman panduan aktivasi akun dan panduan sertifikat digital, layanan Kring Pajak di 1500200, serta bantuan langsung di kantor pelayanan pajak terdekat. (alf)

 

IKPI Angkat Tantangan Administrasi Pajak 2025 Lewat Edukasi Virtual

IKPI, Jakarta: Dinamika perubahan sistem pelaporan pajak yang terus berkembang menjadi sorotan dalam diskusi mingguan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang digelar Kamis (24/7/2025) secara daring melalui Zoom. Diskusi bertema “Tantangan Administrasi Perpajakan di 2025” ini menghadirkan praktisi perpajakan, Michael yang juga merupakan anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan sebagai narasumber, dengan dipandu moderator Tuti Nuryati dari IKPI Cabang Kota Bekasi.

Diskusi terbuka ini sukses menarik perhatian 513 peserta dari berbagai kalangan, menandakan tingginya kepedulian terhadap isu teknis dan administratif perpajakan di era digital.

Dalam pemaparannya, Michael menggarisbawahi sejumlah tantangan utama yang dihadapi wajib pajak dan konsultan di tahun 2025, salah satunya adalah perubahan proses pelaporan melalui sistem Cortex yang menuntut ketelitian lebih tinggi.

“Kalau dulu kita bisa hitung, bayar, baru lapor. Sekarang wajib input dulu, submit, lalu aktivasi lewat kode otentikasi (KO). Setelah itu baru bisa lanjut ke pelaporan,” jelasnya.

Michael menekankan pentingnya penguasaan teknis administrasi pelaporan seperti pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) secara benar, lengkap, dan jelas, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang KUP. Jika salah input dan sudah disubmit, pengguna harus menunggu 7 hari agar sistem dapat mengembalikan ke posisi awal.

Lebih lanjut, ia juga menyinggung tantangan yang kerap muncul di lapangan, termasuk kasus-kasus keterlambatan pelaporan, kesalahan data, hingga permasalahan SP2DK. Ia membagikan tips praktis dalam menangani pemeriksaan, salah satunya dengan memastikan asal-usul data pajak didokumentasikan dengan baik.

“SPT itu bukan sekadar form, tapi alat untuk melaporkan apa yang kita peroleh dan pertanggungjawabkan. Harus lengkap, benar, jelas jangan sampai asal isi,” ujar Michael.

Dalam diskusi, Michael juga menyinggung peran penting konsultan pajak dalam menyampaikan edukasi terkini tentang peraturan seperti PER-11/PJ/2025 yang memperkenalkan perubahan besar pada sistem pelaporan SPT Masa dan Tahunan. Ia menyarankan agar para pelaku usaha dan WP (wajib pajak) rutin mengikuti perkembangan aturan terbaru karena sifat perpajakan yang rule-based dan dinamis.

Topik lain yang mencuat dalam diskusi adalah keberlanjutan insentif tarif final 0,5% bagi pelaku UMKM sesuai PMK 164/2023, serta ketentuan pembukuan dan audit laporan keuangan yang semakin menjadi sorotan seiring peningkatan integrasi data otoritas pajak dengan sistem perbankan.

Diskusi edukatif ini menjadi bukti nyata peran IKPI dalam mendorong literasi perpajakan yang lebih luas dan inklusif, khususnya dalam menghadapi transisi sistem perpajakan yang semakin digital dan kompleks. (bl)

 

 

Panitia Apresiasi 147 Peserta di Seminar IKPI Jakarta Pusat, Peserta Terbanyak Sepanjang Sejarah

IKPI, Jakarta: Ketua Panitia Seminar dan Rapat Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat, Kurnia Eka Putri, menyampaikan apresiasi atas tingginya antusiasme peserta dalam acara yang digelar di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025). Seminar bertema “Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025” ini mencatatkan rekor jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah penyelenggaraan seminar di lingkungan IKPI Jakarta Pusat, yakni 147 orang.

“Ini luar biasa. Biasanya peserta kami di bawah 100 orang. Tapi kali ini jumlahnya melampaui ekspektasi, dan ini membuktikan bahwa tema PER-11/PJ/2025 ini memang sedang hangat dibahas di kalangan konsultan pajak,” ujar Kurnia.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ia menuturkan bahwa kesuksesan ini tak lepas dari strategi komunikasi yang dijalankan secara masif. Selain menggalang partisipasi aktif melalui grup internal IKPI, Kurnia juga memanfaatkan media sosial pribadi dan relasi profesionalnya untuk menjangkau peserta dari luar cabang.

Total peserta mencakup 147 orang, terdiri dari 8 peserta umum, 10 dari cabang IKPI lainnya, dan sisanya dari IKPI Jakarta Pusat. Sementara undangan yang hadir mencapai 16 orang, termasuk 6 perwakilan dari DJP dan Kanwil, 2 pengurus IKPI Pusat, serta 2 dari unsur Pengda.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Menariknya, narasumber yang dihadirkan bukan hanya dari kalangan konsultan pajak, tetapi juga langsung dari pihak pembuat regulasi, yakni pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Wilayah.

“Kami ingin memberi ruang dialog langsung antara konsultan pajak dengan regulator. Ini penting agar pemahaman atas PER-11/PJ/2025 tidak lagi berada di area abu-abu,” kata Kurnia.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ia berharap seminar ini mampu memberikan pemahaman yang lebih dalam dan praktis bagi para peserta, khususnya terkait ketentuan terbaru dalam pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sesuai PER-11/PJ/2025.

“Semoga ke depan partisipasi dalam kegiatan seperti ini terus meningkat. Karena update regulasi dan diskusi langsung dengan otoritas sangat penting bagi para profesional pajak,” tutupnya.

Selain itu lanjut Kurnia, acara ini juga menjadi bagian dari program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang menjadi kewajiban anggota IKPI demi menjaga kompetensi dan kredibilitas profesi konsultan pajak di tengah dinamika kebijakan perpajakan nasional. (bl)

en_US