Mahasiswa UI dan IKPI Bahas Tantangan Pajak di Era Digital dan AI

IKPI, Jakarta: Revolusi digital telah mengubah hampir semua aspek kehidupan, termasuk dunia perpajakan. Dalam podcast spesial Hari Sumpah Pemuda yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), topik tersebut menjadi sorotan utama.

Diskusi yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan wahyu Setiawan.

Dalam perbincangan, Rian Sumarta menyoroti reformasi digital yang tengah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui sistem Coretax (Core Tax Administration System). Ia menyebut sistem itu sebagai tonggak baru untuk mempercepat transformasi layanan perpajakan nasional.

“Dengan Coretax pelaporan dan pembayaran pajak jadi lebih cepat dan efisien. Tapi memang, tantangan di lapangan masih ada, terutama di daerah yang belum sepenuhnya siap secara digital,” kata Rian.

Pandangan serupa disampaikan oleh Pasha, yang menilai reformasi digital adalah langkah maju meski belum sempurna. “Masih banyak error karena masa transisi. Tapi arah perubahannya sudah benar—menuju digitalisasi dan pelayanan satu pintu,” jelasnya.

Menurutnya, digitalisasi pajak akan membuka ruang bagi generasi muda untuk terlibat dalam inovasi sistem dan penyederhanaan regulasi.

Selain membahas Coretax, podcast ini juga menyinggung pengalaman para mahasiswa saat magang di kantor konsultan pajak. Ryan menceritakan tantangan menghadapi klien dari berbagai latar belakang.

“Wajib pajak di Indonesia sangat beragam. Ada yang belum paham aturan, ada juga perusahaan asing yang suka membandingkan kebijakan Indonesia dengan negaranya. Di situlah kita harus tanggap menjelaskan perbedaan secara profesional,” ujarnya.

Pasha menambahkan, perubahan regulasi yang cepat membuat para calon konsultan pajak harus terus belajar. “Tahun ini aja sudah ada Omnibus Law, aturan Coretax  sampai global minimum tax. Kita harus paham semuanya supaya bisa bantu wajib pajak dengan benar,” ujarnya.

Diskusi kemudian berlanjut pada topik masa depan profesi konsultan pajak di era kecerdasan buatan (AI). Pasha sempat bertanya apakah teknologi mampu menggantikan peran manusia dalam bidang perpajakan. Pertanyaan itu memicu respons menarik.

Rian menegaskan bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti. “AI bisa bantu analisis data, tapi tidak bisa menggantikan empati, interpretasi, dan komunikasi manusia. Profesi konsultan pajak bukan sekadar menghitung, tapi memahami konteks dan niat wajib pajak,” katanya.

Sementara Dewi menilai bahwa AI justru dapat menjadi mitra strategis bagi konsultan pajak. Dengan bantuan teknologi, pekerjaan bisa lebih efisien tanpa menghilangkan nilai kemanusiaan di dalam profesi.

“AI bisa mempercepat pekerjaan, tapi human touch—kemampuan menjelaskan, menenangkan, dan membimbing klien itu tetap tak tergantikan,” ujarnya.

Dewi juga menekankan bahwa di tengah percepatan teknologi, semangat kemanusiaan dan etika profesional justru harus diperkuat. “Kecerdasan buatan bisa meniru logika, tapi tidak bisa meniru empati. Itu sebabnya konsultan pajak tetap relevan, karena mereka bekerja dengan hati,” tegasnya.

Dewi juga menegaskan, mereka bisa belajar banyak dari semangat Sumpah Pemuda, bahwa perubahan besar selalu dimulai dari generasi muda yang berani beradaptasi. Digitalisasi dan AI bukan ancaman, tapi peluang untuk berkontribusi lebih baik bagi negeri. (bl)

Mantan Pejabat DJP Tegaskan Kepatuhan Pajak Harus Tumbuh dari Kepercayaan, Bukan Ketakutan

IKPI, Jakarta: Mantan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Catur Rini Widosari, menegaskan bahwa kepatuhan pajak tidak boleh dibangun atas dasar rasa takut terhadap sanksi, melainkan atas kesadaran dan kepercayaan terhadap institusi perpajakan. Pernyataan itu disampaikan dalam podcast Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertema “Kepatuhan Pajak: Takut Sanksi atau Sadar Kewajiban?”  yang dipandu oleh Agnez, dengan narasumber pendamping Asih Arianto, selaku Direktur Eksekutif IKPI, baru baru ini.

Podcast tersebut dikemas santai namun mendalam antara praktisi dan mantan pejabat pajak mengenai akar masalah kepatuhan di Indonesia yang sering kali masih bersifat formalitas.

Dalam sesi tersebut, Catur (sapaan akrab) menekankan bahwa efektivitas sistem perpajakan nasional tidak bisa hanya bertumpu pada ancaman sanksi atau kekuatan otoritas, tetapi harus ditopang oleh trust (kepercayaan) masyarakat terhadap pemerintah.

“Mau sekuat apa pun aturan dibuat, tanpa adanya kepercayaan, masyarakat tidak akan takut pada sanksi itu. Karena yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun kepercayaan terhadap institusi,” ujar Catur.

Menurutnya, banyak wajib pajak yang selama ini patuh hanya karena takut diperiksa atau dikenai denda. Padahal, kepatuhan sejati justru lahir dari kesadaran bahwa pajak adalah bentuk kontribusi bersama untuk membangun negara.

“Kepatuhan tidak cukup hanya sekadar melapor SPT. Datang memenuhi SP2DK pun sudah bagian dari kepatuhan. Tapi kalau masyarakat memahami tujuan pajak, mereka akan patuh tanpa harus ditekan,” jelasnya.

SP2DK Bukan Ancaman, tapi Kesempatan untuk Klarifikasi

Catur juga menyoroti persepsi keliru masyarakat terhadap surat SP2DK atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan Keterangan dari DJP, yang sering kali dianggap sebagai ancaman.

Padahal, menurutnya, SP2DK adalah sarana klarifikasi yang justru memberi ruang dialog antara wajib pajak dan fiskus.

“SP2DK itu bukan surat ancaman, tapi permintaan penjelasan. Kalau belum paham, wajib pajak bisa datang dan bertanya. Kalau belum siap, mereka berhak meminta waktu tambahan. DJP harus melayani, bukan menakuti,” tegas Catur.

Ia menambahkan, era digital membuat pengawasan pajak semakin terbuka melalui integrasi data ILAP (Institusi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain) serta sistem Coretax. Sistem ini memungkinkan data ekonomi mengalir otomatis ke DJP tanpa perlu pelaporan manual. Namun, kemajuan teknologi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan.

“Sekarang semua serba transparan, tidak ada lagi tempat bersembunyi. Tapi pelayanan juga harus seimbang edukatif, komunikatif, bukan intimidatif,” katanya.

Catur menjelaskan bahwa rendahnya tingkat kepatuhan sebagian masyarakat sering kali bukan karena enggan bayar pajak, melainkan karena rasa tidak percaya bahwa uang pajak benar-benar dikelola dengan baik.

“Banyak yang bilang, ‘Saya tidak masalah bayar pajak, tapi uangnya dipakai untuk apa?’ Nah, di situ letak tantangannya. Membangun kepercayaan itu tidak bisa hanya dari DJP, tapi dari seluruh pemerintah,” ungkapnya.

Ia menilai kepercayaan publik akan meningkat jika pemerintah konsisten menjaga transparansi penggunaan anggaran, memperbaiki pelayanan publik, dan menunjukkan hasil nyata dari penerimaan pajak.

Contohnya, infrastruktur yang baik, bantuan sosial yang tepat sasaran, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi bukti nyata manfaat pajak yang bisa dirasakan langsung.

“Jangan menuntut hasil langsung dari pembayaran pajak. Lihatlah di sekitar jalan yang lebih baik, fasilitas publik yang lebih rapi itu semua hasil kontribusi kita bersama,” ucapnya.

Pendidikan Pajak Jadi Kunci

Sebagai akademisi dan pembimbing mahasiswa setelah pensiun dari DJP, Catur menekankan pentingnya edukasi pajak sejak dini.

Ia berpendapat, literasi pajak harus menjadi bagian dari pembentukan karakter warga negara agar generasi muda memahami fungsi pajak bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga tanggung jawab moral.

“Kepatuhan lahir dari tahu, paham, lalu sadar. Karena kalau sudah sadar, orang akan patuh bahkan tanpa diawasi,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa dunia pendidikan dan profesi pajak harus berperan aktif dalam menanamkan nilai integritas dan kesadaran pajak.

Menurutnya, para mahasiswa dan calon konsultan pajak perlu memahami bahwa mereka bukan hanya pekerja pajak, tapi juga bagian dari sistem yang menjaga keberlanjutan fiskal negara.

Perjalanan Karier dan Refleksi

Dalam kesempatan itu, Catur juga bercerita tentang pengalamannya saat dipindah ke Direktorat Keberatan Pajak DJP sebuah posisi yang awalnya mengejutkan namun kemudian menjadi titik penting dalam kariernya.

“Awalnya saya kaget juga, tapi saya percaya pada takdir. Tidak ada pilihan selain menjalankan amanah dengan ikhlas. Yang penting kita bekerja sesuai etika dan menjaga integritas,” ucapnya.

Ia menilai, kejujuran dan ketulusan dalam bekerja adalah bagian dari kepatuhan moral yang sejalan dengan nilai-nilai pajak itu sendiri: gotong royong, kontribusi, dan tanggung jawab sosial.

Namun, ia mengingatkan bahwa membangun kepatuhan pajak adalah pekerjaan jangka panjang yang harus dilakukan bersama oleh pemerintah, aparat pajak, konsultan, akademisi, dan masyarakat.

“Kita harus beralih dari kepatuhan karena takut menjadi kepatuhan karena sadar. Karena ketika kepercayaan tumbuh, kepatuhan akan datang dengan sendirinya,” pungkasnya. (bl)

IKPI Ajak Generasi Muda Wujudkan Semangat Sumpah Pemuda Lewat Kontribusi Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam momentum Hari Sumpah Pemuda tahun ini, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam memperkuat kontribusi pajak untuk pembangunan nasional. Pesan itu mengemuka dalam podcast spesial bertema “Semangat Sumpah Pemuda dan Kontribusi Lewat Pajak” yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan Aahyu Setiawan, dari Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, baru- baru ini.

Dewi Sukowati membuka perbincangan dengan nada optimistis. Ia menyebut semangat Sumpah Pemuda tak hanya dimaknai sebagai peringatan sejarah, tetapi juga sebagai panggilan bagi generasi muda untuk memberi kontribusi nyata bagi negeri.

“Pajak itu bentuk modern dari semangat Sumpah Pemuda. Kalau dulu para pemuda bersatu memperjuangkan kemerdekaan, sekarang kita bersatu menjaga keberlanjutan bangsa melalui kepatuhan pajak,” ujarnya.

Dewi menegaskan bahwa pajak merupakan instrumen vital dalam pembiayaan negara. Karena itu, memahami pajak sejak dini menjadi bentuk partisipasi cerdas generasi muda terhadap pembangunan nasional. Menurutnya, edukasi pajak seharusnya tidak lagi dianggap rumit, melainkan perlu dibawa ke ruang-ruang diskusi populer seperti podcast, agar lebih mudah dicerna oleh masyarakat luas.

Dalam sesi perkenalan, Pasha dan Ryan dari Universitas Indonesia mengaku banyak teman sebayanya masih merasa pajak itu menakutkan.

“Kalau aku, satu kata: serem,” ungkap Pasha.

Ia menjelaskan, banyak masyarakat yang melihat pajak hanya dari sisi kewajiban membayar, tanpa memahami manfaat yang dihasilkan bagi kesejahteraan publik.

Sementara itu, Ryan menggambarkan kesan pertamanya tentang pajak dengan kata “bingung”. Menurutnya, masyarakat sering kali tidak tahu pajak apa saja yang mereka bayarkan setiap hari.

“Kita makan di restoran, beli barang, semua kena pajak. Tapi banyak yang nggak tahu bedanya pajak pusat dan pajak daerah,” tuturnya.

Bagi Ryan, tantangan mahasiswa fiskal justru terletak pada bagaimana menjelaskan konsep rumit itu dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum.

Dewi menilai fenomena itu sebagai peluang bagi kalangan muda untuk menjadi agen edukasi pajak. Ia berharap mahasiswa jurusan fiskal mampu berperan aktif di masyarakat dengan cara menjelaskan sistem perpajakan secara sederhana dan komunikatif.

“Kalau anak muda sudah paham dan bisa menjelaskan pajak dengan bahasa rakyat, itu langkah besar untuk menumbuhkan budaya pajak yang sehat,” katanya.

Di sisi lain, Dewi juga menyinggung soal persepsi negatif yang kerap melekat pada pajak. Menurutnya, hal itu hanya bisa diubah dengan memperbanyak literasi, transparansi, dan komunikasi dua arah antara otoritas pajak, konsultan, dan masyarakat.

“Kalau masyarakat merasa didengarkan dan dijelaskan dengan baik, kepatuhan pajak akan tumbuh dari kesadaran, bukan paksaan,” ujarnya.

Diskusi podcast kemudian menyoroti peran konsultan pajak dalam membangun jembatan komunikasi antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dewi menekankan, profesi konsultan pajak memiliki fungsi edukatif, bukan sekadar administratif.

“Kami tidak hanya membantu menghitung pajak, tapi juga menjelaskan aturan baru, menenangkan wajib pajak yang bingung, bahkan mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung sengketa,” jelasnya.

Dewi berpesan kepada generasi muda Indonesia.

“Sumpah Pemuda adalah semangat untuk bersatu, berkontribusi, dan mencintai negeri. Hari ini, cara termudah melanjutkan semangat itu adalah dengan menjadi warga negara yang sadar pajak. Dari pemuda, untuk Indonesia,” tutupnya. (bl)

Bangun Sinergi Pajak, IKPI Pengda DKJ Kunjungi KPP Badan dan Orang Asing

IKPI, Jakarta: Dalam rangka mempererat kemitraan antara konsultan pajak dan otoritas perpajakan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah DKI Jakarta (Pengda DKJ) melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Badan dan Orang Asing (Badora), Rabu  (29/10/2025).

Kunjungan yang berlangsung hingga sore hari itu diterima langsung oleh Kepala KPP Badora Natalius, didampingi para kepala seksi pengawasan dan para supervisor fungsional di ruang rapat lantai 2.

Ketua IKPI Pengda DKJ Tan Alim menyampaikan, suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh keakraban. “Pak Natalius menyambut kami dengan sangat terbuka dan humoris. Beliau menegaskan keinginannya untuk menjalin kemitraan yang positif dan produktif dengan rekan-rekan di IKPI,” ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Natalius juga mengimbau agar para konsultan pajak anggota IKPI memperkenalkan diri sebagai kuasa Wajib Pajak (WP) setiap kali berurusan di KPP Badora. Ia menegaskan keterbukaannya terhadap masukan dari para konsultan jika terdapat hal-hal yang dirasa kurang berkenan dalam pelayanan jajarannya.

“Pak Natalius berpesan agar seluruh jajaran di KPP Badora bertindak profesional dan menjaga integritas kantor,” tambah Tan Alim.

KPP Badora saat ini memiliki 132 pegawai dengan target penerimaan pajak sebesar Rp17,268 triliun pada tahun 2025. Sekitar 70 persen penerimaan ditopang dari sektor Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Adapun lebih dari 40.000 Wajib Pajak terdaftar di KPP tersebut, meliputi ekspatriat, pelaku PMSE, Bentuk Usaha Tetap (BUT), Kantor Perwakilan Dagang Asing (KPDA), kerja sama operasi (KSO), pelayaran asing, penerbangan asing, serta badan internasional.

Dalam kunjungan tersebut, IKPI Pengda DKJ diwakili oleh:

• Tan Alim (ketua)

• Hery Juwana

• Chamdun M.

• Esty Aryani

• Kosasih

Sedangkan dari pengurus cabang hadir:

• Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara)

• Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur)

• Santoso Aliwarga (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Wiwik Budiarti (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Yustinus Taruna (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Herry Purwanto (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Kegiatan ini menandai semangat kolaborasi antara IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperkuat profesionalisme dan sinergi dalam sistem perpajakan nasional. (bl)

KPP PMA 1 Apresiasi Peran IKPI dalam Menjembatani Wajib Pajak dan Otoritas Pajak

IKPI, Jakarta: Pengurus Daerah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) melakukan kunjungan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 1 pada Rabu (29/10/2025). Rombongan dipimpin oleh Ketua IKPI Pengda DKI Jakarta, Tan Alim, dan diterima langsung oleh Kepala KPP PMA 1, Oding Rifaldi, beserta jajarannya di ruang rapat lantai dua kantor tersebut.

Dalam kesempatan itu, Oding Rifaldi menegaskan pentingnya kepatuhan perpajakan bagi perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Ia mengingatkan agar Wajib Pajak (WP) Penanaman Modal Asing membayar Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku, bukan di luar negeri.

“Kami akan menindaklanjuti Wajib Pajak yang seharusnya membayar PPh di Indonesia tetapi justru membayarnya di luar negeri,” tegas Oding di hadapan pengurus IKPI.

Oding menjelaskan, KPP PMA 1 membawahi sekitar 650 Wajib Pajak, mayoritas bergerak di sektor industri farmasi dan kimia. Banyak di antaranya berlokasi di Bekasi, Karawang, Serang, Mojokerto, Gresik, dan Tuban.

Lebih lanjut, Oding mengapresiasi peran konsultan pajak anggota IKPI yang dinilainya berperan penting dalam memperlancar komunikasi antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Dari pengalaman saya selama berkarir di DJP, konsultan pajak yang tergabung dalam IKPI cukup membantu menjembatani urusan antara Wajib Pajak dan KPP,” ujar Oding.

Ketua IKPI Pengda DKI Jakarta Tan Alim menyampaikan apresiasi atas penerimaan dan keterbukaan KPP PMA 1. Ia menegaskan bahwa IKPI akan terus memperkuat kolaborasi dengan otoritas pajak dalam mendorong kepatuhan pajak dan meningkatkan kualitas profesi konsultan pajak.

“Kami berterima kasih atas sambutan yang hangat. IKPI berkomitmen untuk terus berkontribusi melalui sinergi yang konstruktif dan profesional antara konsultan pajak, Wajib Pajak, dan DJP,” tutur Tan Alim.

Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain:

Pengurus Daerah IKPI DKJ:

• Tan Alim (Ketua)

• Hery Juwana

• Chamdun M.

• Esty Aryani

• Kosasih

Pengurus Cabang IKPI:

• Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara)

• Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur)

• Santoso Aliwarga (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Wiwik Budiarti (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Yustinus Taruna (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Herry Purwanto (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Pusat)

(bl)

Pengadilan Negeri Ambon Hukum Pelaku Perpajakan Kayu dengan Penjara dan Denda Fantastis

IKPI, Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan kepada HS, terdakwa dalam kasus tindak pidana perpajakan, sekaligus denda sebesar Rp4,75 miliar atau empat kali lipat dari jumlah pajak terutang.

Kasus ini bermula dari ketidakpatuhan HS yang tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari penjualan kayu oleh CV Titian Hijrah kepada PT MEI dan PT KMI pada tahun 2019. Menurut Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama), Taufik Seno Anggoro, tindakan tersebut menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,19 miliar.

“Dalam praktiknya, terdakwa tidak menyetorkan seluruh PPN yang telah dipungut, sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp1.188.786.733,00,” ujar Taufik dalam siaran pers, Jumat (31/10/2025).

Perbuatan HS melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang terakhir diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sebelum dilakukan penyidikan, Kanwil DJP Papabrama telah memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melunasi pajak yang terutang secara persuasif. Namun, kewajiban tersebut tidak dipenuhi hingga batas waktu yang ditentukan. Langkah penyidikan pun diambil sebagai upaya penegakan hukum terakhir, dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Papabrama bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Maluku dan Kejaksaan Tinggi Maluku.

Kepala Kanwil DJP Papabrama, Dudi Edendi Karnawidjaya, menekankan bahwa putusan ini menjadi pelajaran bagi seluruh wajib pajak, khususnya di wilayah Papua dan Maluku, agar selalu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan jujur dan sukarela.

“Apabila wajib pajak belum sepenuhnya memahami ketentuan perpajakan, kami mengimbau agar tidak ragu melakukan konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) terdekat,” ujar Dudi. (alf)

Mendagri Tito Dorong Digitalisasi Pajak Daerah untuk Cegah Potensi Konspirasi

IKPI, Jakarta: Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengingatkan adanya potensi persekongkolan antara pemerintah daerah dan pihak swasta dalam pelaporan pajak. Modus ini, menurut Tito, terjadi akibat pencatatan pajak yang masih bersifat manual, sehingga membuka celah penggelapan penerimaan pajak yang seharusnya masuk ke kas daerah.

“Kalau masih manual, potensi manipulasi tetap ada. Petugas bisa saja bekerja sama dengan pengelola usaha agar sebagian pajak yang dipungut dari masyarakat tidak dilaporkan,” ungkap Tito usai menghadiri peluncuran program Katalis P2DD (Kapasitas serta Literasi Sinergi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah), Jumat (31/10/2025).

Tito menekankan pentingnya digitalisasi sistem pajak daerah sebagai solusi utama. Dengan mekanisme digital, setiap pembayaran pajak, baik dari hotel, restoran, maupun layanan parkir, akan langsung tercatat dan masuk ke rekening pemerintah tanpa perantara manual.

“Itu tadi, di antara yang paling baik adalah digitalisasi. Kalau kita ke restoran, bayar, pajaknya langsung masuk ke Dispenda. Sistem ini akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa memberatkan masyarakat,” jelasnya.

Mendagri menilai digitalisasi lebih efektif dibandingkan menaikkan tarif pajak, yang berisiko menimbulkan resistensi masyarakat, terutama kelompok rakyat kecil. Menurut Tito, kasus di beberapa daerah yang menaikkan pajak pembangunan sempat menimbulkan protes karena masyarakat terdampak secara langsung.

Dengan digitalisasi, Tito yakin pemerintah bisa memaksimalkan PAD dari pajak yang sebenarnya sudah dibayarkan masyarakat, tetapi belum tercatat akibat mekanisme lama. Untuk itu, Tito meminta dukungan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, untuk merancang sistem yang mengintegrasikan pembayaran pajak di daerah dengan Dinas Pendapatan Daerah atau Bapenda.

“Digitalisasi ini bukan sekadar modernisasi, tapi juga mencegah kebocoran PAD dan meningkatkan transparansi,” pungkas Tito. (alf)

IKPI Pengda DKJ Jalin Silaturahmi ke KPP Migas, Bahas Tata Kelola dan Joint Audit Sektor Hulu

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Khusus Jakarta (Pengda DKJ) bersama jajaran pengurus cabang di lingkungannya menggelar silaturahmi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Migas, Rabu (29/10/2025). Kegiatan ini menjadi ajang penting untuk memperkuat sinergi antara konsultan pajak dan otoritas pajak, khususnya di sektor strategis minyak dan gas bumi.

Rombongan IKPI yang tiba tepat pukul 10.10 WIB diterima langsung Kepala KPP Migas, Luky Priyanto, beserta para kepala seksi dan supervisor fungsional pemeriksa. Dalam pertemuan tersebut, Luky memaparkan tata kelola pertanggungjawaban keuangan wajib pajak migas yang memiliki karakteristik berbeda dibanding wajib pajak lainnya.

Menurut Luky, wajib pajak yang dapat terdaftar di KPP Migas adalah mereka yang memiliki blok migas serta kontrak bagi hasil (production sharing contract). Penunjukan wajib pajak tersebut dilakukan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP Dirjen). Ia juga menjelaskan bahwa Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang terdaftar di KPP Migas meliputi dua kelompok besar, yaitu usaha migas dan jasa penunjang migas, dengan total sekitar 1.200 wajib pajak yang terdaftar.

Selain itu, Luky turut mengungkapkan bahwa sejak tahun 2018 telah dibentuk Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama (Joint Audit Task Force) yang terdiri atas KPP Migas, SKK Migas, dan BPKP. Tim ini berfokus pada pengawasan pelaksanaan kontrak, mekanisme bagi hasil, dan cost recovery untuk memastikan transparansi serta akuntabilitas fiskal di sektor hulu migas.

Lebih lanjut, Luky menjelaskan bahwa setiap wajib pajak K3S diwajibkan untuk melampirkan laporan keuangan triwulan keempat (Financial Quarter 4) dalam SPT Tahunan, khususnya bagi wajib pajak yang terikat kontrak bagi hasil.

Sementara itu, Ketua IKPI Pengda DKJ, Tan Alim, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen IKPI dalam membangun komunikasi aktif dan kolaboratif dengan otoritas pajak. “Melalui silaturahmi seperti ini, anggota IKPI dapat memperdalam pemahaman terhadap tata kelola perpajakan sektor migas yang kompleks. Hal ini penting agar konsultan pajak dapat memberikan layanan profesional sekaligus mendukung kebijakan fiskal nasional,” ujar Tan Alim.

Tan Alim juga menambahkan bahwa sektor migas memiliki sistem perpajakan yang sangat spesifik sehingga membutuhkan kompetensi dan pembaruan pengetahuan yang berkelanjutan. “Kami ingin memastikan bahwa para konsultan pajak IKPI senantiasa memahami dinamika regulasi di sektor strategis seperti migas ini,” tambahnya.

Dalam kunjungan tersebut, IKPI Pengda DKJ diwakili oleh:

1. Tan Alim (ketua)

2. Hery Juwana (Humas)

3. Chamdun M.

4. Esty Aryani

5. Kosasih

Sedangkan dari pengurus cabang di lingkungan Pengda DKJ turut hadir:

    1. Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara) 

    2. Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat)

    3. Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur)

    4. Santoso Aliwarga (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Pusat)

    5. Wiwik Budiarti (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

    6. Yustinus Taruna (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

    7. Herry Purwanto (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Tan Alim menegaskan bahwa IKPI DKJ akan terus memperkuat hubungan sinergis dengan otoritas pajak, guna mendorong terciptanya profesionalisme, kepatuhan, dan integritas tinggi dalam praktik perpajakan nasional. (bl)

IKPI Depok Jadi Pelopor Aktivasi Akun Coretax, Waketum Nuryadin: Konsultan Pajak Harus Jadi yang Terdepan

IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok kembali menunjukkan kiprahnya sebagai cabang yang inovatif dan responsif terhadap perkembangan kebijakan perpajakan nasional. Bersama Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III, KPP Pratama Depok Sawangan, dan KPP Pratama Depok Cimanggis, IKPI Depok menggelar Sosialisasi dan Asistensi Aktivasi Akun & Kode Otorisasi/Sertifikat Digital Coretax Wajib Pajak (UMKM & Koperasi Kota Depok) di D’Mall, Kamis (30/10/2025).

Acara dibuka dengan sambutan Wakil Ketua Umum IKPI, Nuryadin Rahman, mewakili Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld yang berhalangan hadir.  

Ia mengapresiasi langkah cepat IKPI Cabang Depok dalam membantu masyarakat memahami sistem pajak digital terbaru. “Saya pantau di pusat, belum ada cabang lain yang melaksanakan kegiatan aktivasi akun Coretax seperti ini. IKPI Depok selalu jadi pelopor, dan hasil kegiatannya sering jadi inspirasi di tingkat nasional,” ujar Nuryadin.

Menurutnya, kegiatan ini penting untuk mendorong kesiapan para konsultan pajak menghadapi implementasi penuh sistem Coretax. “Kami harapkan seluruh anggota IKPI yang jumlahnya lebih dari 7.600 orang di seluruh Indonesia — menjadi yang pertama mengaktifkan akunnya. Jangan sampai nanti Januari atau Februari justru ikut antre dengan wajib pajak,” tegasnya.

Nuryadin juga menyoroti berbagai program edukatif yang selama ini dijalankan oleh IKPI Cabang Depok, mulai dari Tax Corner di pusat perbelanjaan hingga Bincang Pajak daring yang membahas aturan baru secara rutin.

“Tax Corner itu luar biasa. Bapaknya lapor SPT, ibunya belanja, anaknya main. Lapor pajak jadi terasa menyenangkan,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa konsultan pajak memiliki peran penting sebagai intermediary antara wajib pajak dan otoritas pajak. “Kita berada di tengah. Tugas kita bukan hanya mendampingi klien, tapi juga membantu pemerintah meningkatkan kepatuhan pajak. Karena lebih dari 80 persen pendapatan negara berasal dari pajak, maka kontribusi IKPI harus terasa nyata bagi Nusa dan Bangsa,” tutupnya.

Sekadar informasi, kegiatan ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah dan instansi terkait, antara lain:

  1. Hendra Damanik, Ketua IKPI Cabang Depok beserta jajaran pengurus cabang.
  2. Chairuddin Umsohi, Kepala KPP Pratama Depok Sawangan.
  3. Agung Sugiharti, Staf Ahli Bidang Ekonomi Pemkot Depok, mewakili Wali Kota.
  4. Yati Sumiati, Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Dinas Koperasi dan UKM Kota Depok.

Acara yang berlangsung di D’Mall Depok ini diikuti dengan antusias oleh para pelaku UMKM dan koperasi. Melalui kegiatan ini, IKPI Depok berharap semakin banyak wajib pajak yang memahami pentingnya aktivasi akun Coretax dan pelaporan pajak digital secara mandiri.

Kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah penyuluh dan relawan pajak dari  Kanwil DJP Jabar 3, KPP Depok Cimanggis, dan STIE BMI. Mereka membantu melayani para pelaku UMKM yang hadir untuk melakukan aktivasi akun Coretax. (bl)

Kuliah Umum MAKSI FEB UGM: Ketum IKPI Paparkan Peran Strategis Konsultan Pajak di Era Kepatuhan Sukarela

IKPI, DIY: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menegaskan bahwa profesi konsultan pajak memegang peran strategis dalam menjaga ekosistem perpajakan yang berkeadilan sekaligus meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

Hal itu disampaikan Vaudy dalam kuliah umum di Program Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa, 29 Oktober 2025.

Dalam paparannya, Vaudy menjelaskan bahwa konsultan pajak saat ini sudah beralih dari administrator perpajakan menjadi pemberi nasihat perpajakan, bahkan dengan otoritas perpajakan konsultan pajak telah juga mitra pemerintah dalam mewujudkan peningkatan penerimaan negara, kepastian hukum dan keadilan fiskal.

“Profesi ini menuntut integritas, kompetensi, dan tanggung jawab tinggi karena berkaitan langsung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan masyarakat, di satu sisi sebagai pihak yang harus cinta tanah air yaitu bagian dari pihak yang menentukan penerimaan negara,” ujar Vaudy.

Menurutnya, seorang konsultan pajak wajib memiliki izin praktik yang diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan. Izin ini terbagi menjadi tiga tingkat:

• Tingkat A untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk yang berdomisili di negara dengan P3B (perjanjian penghindaran pajak berganda);

• Tingkat B untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan, kecuali orang asing, PM, dan BUT;

• Tingkat C untuk seluruh Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan termasuk orang asing, PMA, dan BUT.

Izin praktik tersebut hanya dapat diperoleh setelah seseorang memiliki Sertifikat Konsultan Pajak (SKP) melalui Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) atau penyetaraan kompetensi, dan menjadi anggota asosiasi profesi konsultan pajak yang diakui pemerintah, seperti IKPI.

Membangun Generasi Konsultan Pajak Baru

Melalui kuliah umum di dua kampus ternama itu, Vaudy mengajak mahasiswa S2 dan S3 untuk memandang profesi konsultan pajak sebagai karier profesional yang menjanjikan sekaligus berkontribusi langsung terhadap pembangunan nasional.

“Dengan pemahaman yang baik dan kompetensi yang terukur, lulusan akuntansi dan perpajakan bisa menjadi konsultan pajak profesional baik membuka kantor sendiri, bergabung dengan firma nasional atau global, maupun bekerja di sektor korporasi dan akademik,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya penerapan empat standar utama dalam profesi konsultan pajak:

1. Standar Kompetensi,

2. Standar Kode Etik,

3. Standar Profesi, dan

4. Standar Pengendalian Mutu.

“Profesi konsultan pajak bukan hanya soal menghitung pajak, tetapi juga soal tanggung jawab moral dan etika dalam mendampingi wajib pajak,” tambah Vaudy.

Pasa kesempatan itu, Vaudy juga menceritakan IKPI yang telah berdiri sejak 27 Agustus 1965 atas prakarsa J. Sopaheluwakan, Drs. A. Rahmat Abdisa, Erwin Halim, A.J.L. Loing, dan Drs. Hidayat Saleh. Organisasi ini kini menaungi 7.635 anggota yang tersebar di 13 Pengurus Daerah (Pengda) dan 46 Pengurus Cabang (Pengcab) di seluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut, 6.903 anggota atau 88,67% telah memiliki izin praktik aktif. IKPI memiliki misi menjaga martabat profesi, mengawal pelaksanaan peraturan perpajakan agar adil dan pasti, serta mempererat solidaritas antaranggota.

Selain pelatihan dan sertifikasi, IKPI juga aktif bekerja sama dengan perguruan tinggi dan pemerintah dalam riset serta edukasi perpajakan bagi masyarakat.

Dalam penutup kuliahnya, Vaudy menegaskan bahwa sistem perpajakan modern menuntut ekosistem yang adil, efisien, dan ramah pengguna. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi penting mendorong kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dan memperkuat penerimaan pajak negara.

“Ekosistem pajak yang berkeadilan hanya bisa terwujud jika semua pihak—pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan profesi berjalan seimbang. IKPI berkomitmen terus menjadi jembatan antara wajib pajak dan otoritas untuk menciptakan sistem perpajakan yang transparan dan berintegritas,” tutup Vaudy.

Sekadar informasi, dalam kuliah umum ini IKPI menghadirkan dua pemateri yakni Ketua Umum Vaudy Starworld dan Ketua Departemen Humas Jemmi Sutiono. Hadir juga sebagai host, Ketua IKPI Cabang Sleman Hersona Bangun (bl)

en_US