Tanggapi Pegawai Pajak yang Meninggal, DJP Sebut Almarhum Miliki Riwayat Sakit Serius

IKPI, Jakarta: Kabar duka datang dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setelah Abang Muhammad Nurul Azhar, petugas Pelaksana Seksi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan, Tanjungpinang, meninggal dunia pada Kamis, 14 Maret 2025. Abang Muhammad diduga meninggal akibat kelelahan saat menangani validasi Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPhTB) melalui sistem Coretax milik DJP.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, Abang Muhammad memiliki riwayat sakit yang serius dan sedang dalam pengawasan dokter. “Yang bersangkutan memiliki riwayat sakit yang serius dan sedang dalam pengawasan dokter,” ujar Dwi Astuti, Minggu (16/3/2025).

Dwi Astuti menjelaskan kronologis kejadian tersebut. Pada Kamis pagi, 14 Maret 2025, Abang Muhammad tiba di kantor seperti biasa pukul 07.30 WIB. Namun, tak lama setelah tiba, ia mengeluh sesak napas dan muntah.

“Lalu dibawa ke rumah sakit di Tanjungpinang. Yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit tersebut pada pukul 09.30 WIB,” jelas Dwi.

DJP menyatakan turut berduka atas meninggalnya Abang Muhammad. Dwi Astuti memuji dedikasi dan integritas almarhum selama bekerja. “Abang Muhammad Nurul Azhar adalah sosok yang luar biasa, yang memiliki integritas, dedikasi, dan pekerja keras dengan etos kerja yang tinggi,” ujarnya.

Sekadar informasi, kabar meninggalnya Abang Muhammad ramai diperbincangkan di media sosial X sejak Jumat malam, 14 Maret 2025. Sebuah akun bernama Minceu Nings mengunggah kabar tersebut pukul 22.51 WIB dengan menyebut, “Korban Coretax ini.” Unggahan tersebut viral dan hingga Sabtu malam, 15 Maret 2025, telah dilihat lebih dari 2,5 juta kali, diunggah ulang 484 kali, dan mendapat 37 komentar.

Selain itu, akun bernama Virus Dari juga membagikan percakapan WhatsApp yang menyebutkan bahwa Abang Muhammad diduga kelelahan akibat menyelesaikan validasi PPhTB hingga dini hari. Dalam percakapan tersebut, disebutkan bahwa almarhum melanjutkan pekerjaan koleganya yang terkendala sistem Coretax sejak sore hingga pukul 23.00 WIB. “Almarhum meninggal di kantor,” tulis percakapan tersebut.

Sistem Coretax sendiri disebut bermasalah sejak tiga bulan terakhir. Kondisi ini diperparah dengan minimnya jumlah staf di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan. Dalam percakapan WhatsApp yang beredar, disebutkan bahwa hanya ada enam orang pelaksana yang menangani tugas back office dan TPT (Tenaga Pelaksana Teknis). “Kondisi kami memang kurang ideal. Kami cuma 6 orang pelaksana, sudah semua back office dan TPT,” tulis percakapan tersebut.

Kematian Abang Muhammad menimbulkan sorotan terhadap beban kerja yang tinggi dan kondisi sistem Coretax yang bermasalah. DJP diharapkan dapat mengevaluasi sistem dan kondisi kerja para petugasnya untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. (alf)

THR ASN Bebas Pajak, Pegawai Swasta Dikenakan PPh 21 dengan TER: Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Mulai hari ini, Senin (17/3/2025), Aparatur Negara, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri akan mulai menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Berbeda dengan pegawai swasta, THR bagi ASN dipastikan tidak akan dikenakan pajak.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemberian THR dan Gaji ke-13 kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2025. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa komponen THR yang dibayarkan mencakup gaji, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja 100% dengan dasar perhitungan menggunakan penghasilan Februari 2025. “Tidak ada potongan atau iuran dan PPh-nya ditanggung oleh pemerintah,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa di Kemenkeu, Jakarta Pusat.

Total anggaran yang akan dicairkan untuk THR ASN mencapai Rp 49,9 triliun. Rinciannya adalah Rp 17,7 triliun untuk ASN pusat dan TNI/Polri sebanyak 2 juta orang, Rp 12,4 triliun untuk pensiunan sebanyak 3,6 juta orang, dan Rp 19,3 triliun untuk ASN daerah. Suahasil menambahkan bahwa seluruh kelengkapan untuk pembayaran THR ASN pusat telah selesai, sementara pembayaran untuk ASN daerah akan ditetapkan melalui peraturan kepala daerah masing-masing.

Pajak THR Pegawai Swasta

Sementara itu, bagi pegawai swasta, ketentuan THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Pendistribusian THR bagi pegawai swasta sudah mulai dilakukan sejak pertengahan Maret dan diharapkan selesai selambat-lambatnya tujuh hari sebelum lebaran.

Berbeda dengan ASN, THR bagi pegawai swasta akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 21. Dikutip dari artikel Kania Laily Salsabila, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, implementasi Tarif Efektif Rata-Rata (TER) terhadap PPh 21 atas gaji juga berpengaruh pada THR pegawai swasta. TER adalah kebijakan pemerintah yang memudahkan pemberi kerja dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa Januari hingga November.

Untuk menghitung pajak THR dengan TER, pemberi kerja hanya perlu mengalikan penghasilan bruto yang diterima pegawai dengan tarif TER yang sesuai. TER bagi pegawai tetap dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan jumlah tanggungan pada awal tahun pajak.

Sebagai contoh, jika pegawai X berstatus PTKP TK/0 dengan gaji tetap Rp 5.000.000 dan menerima THR sebesar satu kali gaji, maka total penghasilan bruto pada bulan tersebut menjadi Rp 10.000.000. Sesuai ketentuan TER, pegawai X dikenakan tarif pajak 2%, sehingga jumlah PPh 21 yang terutang adalah Rp 200.000.

Meski pada bulan-bulan biasa pegawai X tidak dipotong PPh 21, saat menerima THR akan ada potongan pajak sebesar Rp 200.000. Hal ini tidak menambah beban pajak tahunan karena perhitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. (alf)

 

Ekonom: Potensi Shortfall Pendapatan Negara 2025 Menguat, Imbas Setoran Pajak Pajak Merosot

IKPI, Jakarta: Sinyal melesetnya target pendapatan negara atau shortfall untuk tahun anggaran 2025 mulai terlihat sejak awal tahun. Hal ini diduga akibat turunnya penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sejumlah ekonom memperingatkan potensi tersebut karena setoran pajak sudah merosot dalam dua bulan pertama tahun ini, dengan angka yang lebih buruk dibanding kondisi tahun anggaran 2024.

Pada 2024, penerimaan pajak mengalami shortfall untuk pertama kalinya dalam empat tahun APBN. “Dengan awalan kinerja yang tidak menggembirakan, terdapat risiko shortfall yang lebih dalam,” ujar Ekonom senior sekaligus founder Bright Institute, Awalil Rizky, Senin (17/3/2025).

Hingga akhir Februari 2025, total pendapatan negara hanya mencapai Rp 316,9 triliun, turun 20,82% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 400,36 triliun. Komponen setoran pajak hanya mencapai Rp 187,8 triliun, terkontraksi 30,19% dibandingkan catatan Februari 2024 yang sebesar Rp 269,02 triliun. PNBP pun hanya senilai Rp 76,4 triliun, turun 4,15% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 79,71 triliun. Sebaliknya, penerimaan bea dan cukai naik 2,13% dari Rp 51,50 triliun menjadi Rp 52,6 triliun.

“Target APBN 2024 saja tidak capai, hanya sebesar 97,2% dari target atau shortfall sebesar 2,8%. Dengan kinerja hingga Februari, kemungkinan besar akan tak mencapai target. Kinerja penerimaan pajak ini juga dipengaruhi oleh batalnya kenaikan PPN secara menyeluruh, padahal telah diperhitungkan dalam target,” kata Awalil.

Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai selain karena batalnya kenaikan tarif PPN pada 2025 untuk semua barang dan jasa, merosotnya setoran pajak juga dipicu oleh melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, hingga masalah pada sistem Coretax yang diterapkan pemerintah sejak 1 Januari 2025. Ia menilai faktor-faktor tersebut akan semakin memperburuk penerimaan pajak dan pendapatan negara sepanjang tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, telah menyiapkan sejumlah strategi tambahan (extra effort) untuk mengejar penerimaan negara. Extra effort ini ditempuh untuk menambal potensi pendapatan yang hilang akibat batalnya penerapan tarif PPN 12% untuk semua barang dan jasa pada 2025, yang sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto hanya berlaku untuk barang mewah.

Anggito menambahkan bahwa penurunan penerimaan negara ini sudah diantisipasi agar target APBN 2025 sebesar Rp 3.005,1 triliun tetap tercapai. Untuk itu, Kementerian Keuangan menyiapkan empat Inisiatif Strategis yang akan dilaksanakan bersama kementerian, lembaga, pemda, dan instansi lain pada 2025. Strategi tersebut dilengkapi dengan empat Aspek Kolaborasi internal di Kemenkeu yang meliputi kolaborasi sistem, big data, regulasi, dan proses bisnis.

Dalam aspek sistem, dilakukan Interoperabilitas Sistem/IT antar Core Revenue System dengan Core System K/L/D/I terkait. Pemanfaatan big data digunakan untuk optimalisasi penerimaan industri dan SDA. Aspek regulasi mencakup Harmonisasi Regulasi, Kebijakan, dan Strategi Pengamanan Penerimaan. Sementara itu, kolaborasi pada proses bisnis dilakukan melalui Sinkronisasi Proses Bisnis Hulu Hilir Sektor Prioritas dengan Fungsi Pengawasan Penerimaan Kemenkeu.

Empat Inisiatif Strategis yang dicanangkan meliputi:

• Transformasi Joint Program Sinergi Penerimaan yang akan mencakup Analisis, Pengawasan, Pemeriksaan, Penagihan, hingga Intelijen, dengan menargetkan 2.000 wajib pajak baru yang selama ini belum tercakup dalam sistem perpajakan.

• Penguatan Perpajakan Transaksi Digital di dalam dan luar negeri, termasuk program trace and track untuk mengurangi penyelundupan dan memastikan pemantauan pajak digital yang lebih efektif.

• Intensifikasi PNBP SDA, khususnya komoditas Batubara, Nikel, Timah, Bauksit, dan Satgas Sawit, yang akan disertai dengan perubahan kebijakan tarif dan harga acuan.

• Intensifikasi PNBP K/L Layanan Premium untuk sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan yang menargetkan kalangan menengah ke atas guna meningkatkan tambahan penerimaan.

“Kami berharap melalui strategi ini, potensi shortfall pendapatan negara dapat ditekan dan penerimaan negara bisa tetap optimal,” kata Anggito. (alf)

 

Pemerintah Perketat Pengawasan Pajak, Ini Empat Langkah yang Diterapkan!

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan langkah-langkah strategis guna meningkatkan penerimaan negara di tengah penurunan signifikan pada awal 2025. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, baru baru ini menyebutkan bahwa terdapat empat langkah utama yang akan diterapkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.

Langkah pertama adalah transformasi program gabungan antar-eselon 1 Kemenkeu yang mencakup analisis pengawasan, penagihan, hingga kegiatan intelijen terhadap 2.000 wajib pajak tertentu. Langkah ini diharapkan dapat mengidentifikasi potensi kebocoran pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Langkah kedua adalah menggenjot pengumpulan pajak dari transaksi digital, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Seiring pesatnya perkembangan ekonomi digital, Kemenkeu berkomitmen untuk memastikan transaksi lintas batas turut berkontribusi pada penerimaan negara.

Langkah ketiga mencakup digitalisasi yang bertujuan untuk mengurangi potensi penyelundupan serta menekan peredaran cukai dan rokok palsu. Digitalisasi ini juga akan menyasar komoditas utama seperti batu bara, nikel, timah, bauksit, dan kelapa sawit yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia.

Langkah keempat adalah intensifikasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui layanan premium yang menyasar kalangan menengah ke atas. Sektor yang akan terdampak kebijakan ini meliputi layanan imigrasi, kepolisian, dan perhubungan.

Meski berbagai strategi telah dirumuskan, data menunjukkan bahwa penerimaan negara hingga Februari 2025 baru mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN 2025. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp240,4 triliun dan PNBP sebesar Rp76,4 triliun. Namun, penerimaan pajak hanya mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target APBN 2025, turun signifikan sebesar 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi akibat koreksi harga komoditas utama seperti batu bara, minyak, dan nikel. Selain itu, kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) turut berkontribusi terhadap penurunan penerimaan negara di awal tahun.

Dengan langkah-langkah strategis yang telah dirumuskan, Kemenkeu optimistis dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan pada semester berikutnya. (alf)

 

IKPI Sumbagteng Jadikan Ramadan Momentum Pererat Kerja Sama dengan DJP Riau Layani Wajib Pajak

IKPI, Pekanbaru: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), Lilisen, memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara buka puasa bersama yang diadakan oleh IKPI Cabang Pekanbaru dengan mengundang pihak Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau.

“Saya sebagai Ketua Pengda, sangat mengapresiasi atas acara buka bersama yang diselenggarakan oleh Cabang Pekanbaru dengan mengundang pihak Kanwil DJP Riau,” ujar Lilisen, Senin (17/3/2025).

Lilisen berharap acara tersebut dapat menjadi momentum yang baik bagi para konsultan pajak dan pihak Kanwil DJP untuk saling membantu dan bekerja sama dalam melayani kebutuhan masyarakat di bidang perpajakan.

“Besar harapan saya pada acara buka bersama ini, IKPI dan DJP dapat saling membantu dan memberikan kontribusi dalam menjalankan kebutuhan masyarakat di bidang perpajakan,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan ucapan selamat menjalankan ibadah puasa kepada seluruh anggota IKPI dan tamu yang hadir. “Kami selaku Pengurus Daerah Sumbagteng mengucapkan selamat berpuasa kepada Bapak/Ibu yang menjalankan ibadah puasa. Semoga selalu diberikan kesehatan dan dikuatkan sampai di hari kemenangan,” ujarnya.

Menurut Lilisen, acara buka puasa bersama tersebut terasa istimewa karena menjadi momen untuk berkumpul kembali di bulan Ramadan yang penuh berkah. “Tentu saja acara ini sangat spesial, karena kita bisa berkumpul kembali bersama-sama di bulan yang penuh berkah ini. Harapan saya agar kita dapat mempererat tali silaturahmi antara konsultan pajak dan DJP,” katanya.

Lilisen menambahkan bahwa acara tersebut merupakan momentum yang tepat untuk membangun dan mempererat ikatan persaudaraan yang telah terjalin antara kedua pihak. “Seperti yang kita ketahui, bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan rahmat,” tuturnya.

Acara tersebut turut dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari DJP, di antaranya:

• Kepala Kantor Wilayah DJP Riau Ardianto Basuki, yang diwakilkan.

• Kepala KPP Madya Pekanbaru, Wahyu Winardi, yang diwakilkan.

• Kepala KPP Pratama Pekanbaru Tampan, Imam Teguh Suyudi, yang hadir secara langsung.

• Kepala KPP Pratama Senapelan, Tunas Hariyulianto, yang hadir secara langsung.

• Kepala KPP Pratama Bangkinang, Ghulam Ahmad Syafaqi, yang turut hadir secara langsung.

Sekadar informasi, acara tersebut berlangsung di Hotel Premiere, Jl. Jend. Sudirman Pekanbaru, dengan dua agenda utama, yakni:

• Pertemuan Anggota IKPI Cabang Pekanbaru pada pukul 16.00 WIB hingga 17.30 WIB.

• Acara Buka Puasa Bersama yang dimulai pukul 17.30 WIB hingga selesai.

Acara yang berlangsung penuh keakraban ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara IKPI dan DJP dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat di bidang perpajakan. (bl)

 

IKPI Buleleng Gelar Konsultasi Pajak dan Senam Bersama di Taman Kota Singaraja.

IKPI, Buleleng: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Buleleng menggelar acara konsultasi pajak dan senam bersama di Taman Kota Singaraja pada Minggu (16/3/2025) pagi. Kegiatan ini merupakan bagian dari program IKPI Pusat yang digelar secara serentak oleh seluruh cabang IKPI se-Indonesia.

Ketua IKPI Cabang Buleleng I Made Susila Darma, menjelaskan bahwa acara ini merupakan kegiatan perdana yang digelar cabangnya setelah pengurusannya terbentuk. “Hari ini kami mengadakan kegiatan konsultasi pajak sekaligus senam bersama warga Buleleng,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Buleleng)

Kegiatan tersebut juga berkolaborasi dengan KPP Pratama Singaraja yang mengadakan layanan pojok pajak untuk konsultasi terkait Electronic Filing Identification Number (EFIN) dan layanan perpajakan lainnya.

“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak KPP Pratama Singaraja yang turut membuka layanan di lokasi yang sama, meski berada di area yang berbeda,” kata Susila Darma, Senin (17/3/2025).

Acara yang berlangsung di tengah keramaian Car Free Day ini turut dihadiri Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra dan Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna yang tengah menghadiri acara Gelar Pangan Murah di lokasi terdekat yang diadakan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan bersama Dinas Perindustrian, Perdagangan dan UMKM Buleleng serta BUMD terkait dalam rangka menyambut Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) yakni Idul Fitri dan Nyepi.

Dalam kunjungannya, Bupati Buleleng menyempatkan diri untuk mendatangi stan IKPI dan menyampaikan dukungannya terhadap kegiatan konsultasi pajak dan senam bersama yang diadakan oleh IKPI Cabang Buleleng.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Buleleng)

“Pak Bupati mendukung penuh kegiatan ini karena bisa membantu masyarakat lebih memahami layanan konsultasi pajak di luar kantor pajak,” ungkap Susila Darma.

Diceritakannya, antusiasme warga terlihat cukup baik, dengan sekitar sepuluh warga yang mendatangi stan IKPI untuk berkonsultasi, di mana dua hingga tiga orang di antaranya berhasil menyelesaikan laporan pajaknya.

“Meski ini kegiatan pertama kami, hasil ini sudah cukup positif mengingat belum banyak warga yang mengetahui keberadaan IKPI di Buleleng,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, IKPI Cabang Buleleng juga berencana untuk berkolaborasi dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan UMKM Buleleng dalam mendukung pelaku usaha kecil menengah di bidang perpajakan. “Kami akan turut serta mendampingi UMKM terkait kewajiban perpajakan mereka,” tambahnya.

Rangkaian acara IKPI Buleleng akan berlanjut pada Mei mendatang dengan rencana pelantikan pengurus sekaligus seminar yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah.
Dengan adanya kegiatan ini, IKPI Buleleng berharap dapat semakin dikenal masyarakat sebagai mitra dalam mendukung kesadaran dan kepatuhan pajak di wilayah tersebut. (bl)

Lonjakan Restitusi Pajak Capai Rp 111,04 Triliun hingga Februari 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat adanya lonjakan signifikan dalam realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak hingga Februari 2025. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti di Jakarta, Jumat (14/3/2025) mengungkapkan bahwa realisasi restitusi pajak hingga Februari 2025 mencapai Rp 111,04 triliun.

Sekadar informasi, angka ini mengalami peningkatan 93,11% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya Rp 57,5 triliun. Secara agregat, total realisasi restitusi sampai 28 Februari 2025 adalah sebesar Rp 111,04 triliun.

Dwi menjelaskan bahwa berdasarkan jenis pajaknya, realisasi restitusi tersebut didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) yang mencapai Rp 86,31 triliun.

Selain itu, restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan turut berkontribusi signifikan dengan total mencapai Rp 22,96 triliun.

Lebih lanjut, Dwi memaparkan bahwa jika dilihat dari sumbernya, restitusi normal mendominasi dengan nilai Rp 70,92 triliun. Selain itu, terdapat restitusi dipercepat sebesar Rp 35,16 triliun dan restitusi upaya hukum senilai Rp 4,97 triliun.

Lonjakan restitusi ini mencerminkan dinamika perpajakan yang semakin aktif, dengan adanya peningkatan pengajuan restitusi dari wajib pajak baik melalui mekanisme normal, percepatan, maupun upaya hukum. (alf)

 

Industri Perkapalan Nasional Minta Pemerintah Insentifkan Pembebasan PPN

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Anita Puji Utami, menegaskan bahwa dukungan pemerintah sangat dibutuhkan agar industri perkapalan nasional dapat tumbuh dan berkontribusi terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen.

“Saat ini, kebijakan fiskal dan nonfiskal yang ada belum cukup untuk membuat industri perkapalan nasional mandiri dan kompetitif. Kami menginginkan insentif pembebasan PPN (pajak pertambahan nilai) sebagaimana yang sudah diberikan kepada industri pelayaran,” ujar Anita dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu (15/3/2025).

Menurut Anita, jika industri pelayaran telah mendapatkan pembebasan PPN, maka industri pendukungnya, termasuk industri perkapalan, seharusnya memperoleh perlakuan yang sama. Ia juga meminta pemerintah untuk mempermudah regulasi terkait Bea Masuk bahan baku industri perkapalan, mengingat sebagian materialnya masih harus diimpor.

“Kami berharap ada pembebasan maksimal Bea Masuk, sehingga industri galangan kapal dalam negeri bisa lebih berkembang,” tambahnya.

Selain itu, Anita juga menyoroti persoalan infrastruktur dari dan menuju galangan kapal yang masih belum memadai, terutama di daerah pesisir. Menurutnya, hal ini menghambat kelancaran aktivitas industri perkapalan.

“Kami sudah membayar pajak dan dikenakan PNBP, seharusnya pemerintah daerah maupun provinsi bisa lebih memperhatikan infrastruktur yang mendukung industri perkapalan,” tegas Anita.

Meski menghadapi berbagai tantangan, Anita memastikan bahwa Iperindo siap membangun kapal-kapal yang dapat diproduksi di dalam negeri. Ia juga mengapresiasi kerja sama antara BUMN dan swasta dalam mendukung pertumbuhan industri perkapalan nasional. (alf)

 

 

Setoran PPN DN Turun 9,53% di Awal Tahun, Pemerintah dan Ekonom Berbeda Pandangan

IKPI, Jakarta: Setoran Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) pada dua bulan pertama tahun 2025 mencatatkan penurunan signifikan. Hingga Februari 2025, realisasi PPN DN hanya mencapai Rp 102,5 triliun, turun 9,53% dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang mencapai Rp 113,3 triliun.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, mengungkapkan bahwa penerimaan PPN DN untuk Februari 2025 tercatat sebesar Rp 48,1 triliun, lebih rendah dibanding Januari 2025 yang mencapai Rp 54,4 triliun. Bahkan, penerimaan pada Desember 2024 mencapai Rp 95,4 triliun.

Anggito menjelaskan bahwa penurunan ini merupakan pola musiman yang lazim terjadi di awal tahun. “Jadi ini juga mengikuti pola musiman yang kurang lebih sama, awal tahun Januari itu turun dibanding Desember tahun sebelumnya,” ujar Anggito dalam konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

Selain faktor musiman, Anggito juga menyebutkan adanya kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari sebagai faktor tambahan yang menekan setoran. Relaksasi ini memungkinkan PPN DN Januari 2025 dibayarkan pada 10 Maret 2025. Jika dampak relaksasi diperhitungkan, rata-rata penerimaan PPN DN periode Desember 2024 hingga Februari 2025 diperkirakan mencapai Rp 69,5 triliun, lebih tinggi dari rata-rata periode yang sama pada 2024 sebesar Rp 64,2 triliun.

Anggito menegaskan bahwa kondisi ini tetap mencerminkan tren positif. Ia menunjuk pada data penjualan kendaraan yang tumbuh positif per Februari 2025, dengan penjualan motor naik 4% secara tahunan dan mobil tumbuh 2,2%. “Kalau Anda lihat, kita hubungkan penerimaan pajak dengan PMI, indeks industri manufaktur, dan kita lihat dengan data ekonomi terkait penjualan kendaraan yang mulai tumbuh positif,” jelasnya.

Namun, pandangan Anggito ini bertolak belakang dengan sejumlah ekonom. Arif, seorang ekonom yang pernah menjadi staf khusus presiden bidang ekonomi era pemerintahan Joko Widodo, menilai bahwa penurunan setoran PPN DN lebih mencerminkan pelemahan daya beli masyarakat. Menurutnya, PPN merupakan cerminan konsumsi rumah tangga, yang erat kaitannya dengan daya beli. “Jika PPN menurun, hal ini dapat tercermin pula pada PPh Badan dan memberikan indikasi kondisi makro ekonomi, khususnya ketenagakerjaan,” jelas Arif.

Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, juga menilai bahwa penurunan 9% pada PPN DN mencerminkan tekanan pada konsumsi masyarakat. “Jika pemerintah terus menutup-nutupi masalah fundamental ekonomi, Indonesia berisiko terjebak dalam siklus defisit yang makin lebar, utang yang membengkak, dan daya beli masyarakat yang semakin melemah,” ujar Syafruddin.

Dengan perbedaan pandangan tersebut, isu penurunan setoran PPN DN terus menjadi sorotan, mencerminkan dinamika yang perlu dicermati baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun perkembangan ekonomi masyarakat. (alf)

 

 

Ini Pengertian Sistem Pemotongan Pajak PPh 21 dengan Format TER 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara resmi mulai menerapkan sistem pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dengan format TER (Tarif Efektif Rata-Rata) pada tahun 2024. Sistem ini bertujuan untuk menyederhanakan penghitungan PPh 21 sekaligus menciptakan keadilan dalam perhitungan pajak bagi para wajib pajak.

Sebelumnya, penghitungan PPh 21 dilakukan dengan tarif progresif yang kerap dianggap rumit dan kurang fleksibel. Dengan format baru ini, pemotongan pajak setiap bulan akan menyesuaikan dengan penghasilan bruto yang diterima oleh wajib pajak pada bulan tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah pajak yang dipotong dapat bervariasi dari bulan ke bulan, berbeda dengan sistem sebelumnya yang menerapkan pemotongan tetap setiap bulan.

Meskipun terjadi perubahan dalam jumlah pemotongan pajak bulanan, DJP menegaskan bahwa total pajak yang dipotong dalam setahun akan tetap sama baik dengan sistem sebelumnya maupun dengan sistem TER. Hal ini memberikan jaminan bahwa wajib pajak tidak akan dirugikan secara keseluruhan.

Namun, DJP juga mengingatkan bahwa penerapan sistem TER ini berpotensi menimbulkan kasus “Lebih Bayar” bagi karyawan yang tidak bekerja penuh selama satu tahun kalender.

Contohnya, mereka yang mulai bekerja setelah Januari atau berhenti sebelum akhir tahun berisiko mengalami pemotongan pajak yang lebih besar dari seharusnya. Jika terjadi lebih bayar, penyelesaiannya akan dilakukan di tempat kerja masing-masing, di mana pemberi kerja diwajibkan mengembalikan kelebihan pajak secara tunai kepada karyawan.

Penting untuk dicatat bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk pegawai negeri, anggota TNI/Polri, serta para pensiunan.

Dengan diberlakukannya sistem TER ini, diharapkan wajib pajak dapat lebih mudah memahami kewajiban perpajakan mereka dan merasa lebih adil dalam perhitungan pajak. Sistem yang lebih sederhana dan transparan ini diharapkan mampu mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik di kalangan masyarakat. (alf)

 

 

en_US