Proses Ubah Metode Pembukuan dan Tahun Buku Kini Lebih Cepat dan Jelas, Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-8/PJ/2025 yang mengatur secara rinci tata cara perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku oleh wajib pajak. Aturan ini sekaligus menegaskan ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang mensyaratkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk setiap perubahan tersebut.

Selama ini, DJP sempat merujuk pada dua surat edaran lama, yaitu SE-14/PJ.313/1991 dan SE-40/PJ.42/1998. Kini, PER-8/PJ/2025 hadir sebagai pembaruan yang lebih sistematis dan adaptif terhadap era digital, termasuk dengan pengajuan permohonan yang sudah bisa dilakukan secara elektronik melalui sistem coretax.

Tiga Syarat Utama untuk Dapat Persetujuan

Mengacu Pasal 4 PER-8/PJ/2025, wajib pajak yang ingin mengubah metode pembukuan dan/atau tahun buku harus terlebih dahulu memenuhi tiga syarat utama agar bisa memperoleh Surat Keterangan Fiskal (SKF), yakni:

• Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dua tahun terakhir dan SPT Masa PPN tiga masa pajak terakhir.

• Tidak memiliki utang pajak, atau jika ada, sudah memiliki izin penundaan atau angsuran pembayaran.

• Tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana perpajakan.

Motif Perubahan Harus Valid dan Wajar

Dalam aturan baru ini, alasan pengajuan perubahan juga harus logis dan tidak bermuatan manipulatif. Permohonan akan disetujui jika perubahan dibutuhkan oleh pemegang saham, kreditur, rekanan, atau lembaga lain yang relevan, serta dapat menunjukkan bahwa tanpa perubahan tersebut akan timbul kerugian atau hambatan bagi perusahaan.

DJP juga menegaskan bahwa permohonan hanya akan dipertimbangkan jika ini adalah permohonan pertama kali, dan tidak mengindikasikan adanya niat untuk mengubah kembali di masa depan. Selain itu, permohonan harus bebas dari indikasi pergeseran laba/rugi yang bertujuan menghindari beban pajak.

Keputusan Maksimal 15 Hari Kerja

Salah satu terobosan dalam PER-8/PJ/2025 adalah percepatan waktu penyelesaian permohonan. Bila sebelumnya, berdasarkan SE-14/PJ.313/1991, keputusan baru keluar dalam waktu dua bulan, kini DJP menetapkan batas waktu maksimal hanya 15 hari kerja sejak bukti penerimaan elektronik diterbitkan.

Hal ini merupakan upaya nyata DJP dalam menyederhanakan birokrasi dan memberikan kepastian hukum lebih cepat bagi wajib pajak.

Selain mempercepat proses, PER-8/PJ/2025 juga mengakomodasi digitalisasi layanan. Permohonan perubahan kini tidak lagi mengandalkan proses manual, tetapi dapat disampaikan langsung melalui platform coretax, lengkap dengan pernyataan pemenuhan syarat yang cukup dicentang pada formulir elektronik.

Dengan hadirnya aturan ini, DJP berharap kepatuhan dan transparansi perpajakan semakin meningkat, sekaligus menciptakan sistem yang lebih efisien dan ramah bagi dunia usaha. (alf)

 

 

 

 

 

Produsen Otomotif Minta Pemerintah Daerah Tinjau Kebijakan Opsen Pajak

IKPI, Jakarta: Rencana penerapan pungutan tambahan pajak atau opsen di 18 wilayah Indonesia mulai memicu kekhawatiran di sektor otomotif. Kenaikan harga kendaraan akibat kebijakan tersebut dikhawatirkan semakin menekan daya beli masyarakat yang kini sudah melesu.

Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil secara wholesales dari pabrik ke dealer pada periode Januari hingga April 2025 hanya mencapai 256.368 unit. Angka ini menurun 2,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan 264.014 unit.

Penyebab utama penurunan tersebut tak lepas dari mahalnya harga mobil, salah satunya akibat beban pajak yang terus meningkat. Opsen menjadi salah satu instrumen baru yang memicu lonjakan harga. Sebagai informasi, opsen adalah pungutan tambahan dalam persentase tertentu dari pajak daerah. Setidaknya ada tiga jenis pajak yang dikenakan opsen, yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Sejumlah daerah seperti Aceh, Riau, Lampung, Jawa Tengah, Bangka Belitung, hingga Papua sempat memberikan angin segar dengan program relaksasi pajak atau pemutihan selama Juni 2025. Langkah ini memberikan dampak positif karena menjaga harga kendaraan tetap stabil dan diharapkan bisa memicu minat beli masyarakat.

Namun, produsen mobil tetap menyoroti penerapan opsen yang bisa memperberat kondisi pasar. Deputy 4W Sales & Marketing Managing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Donny Saputra, meminta agar pemerintah daerah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.

“Kami sangat berharap rekan-rekan pemerintah daerah bisa mengevaluasi kembali rencana penerapan opsen, apalagi melihat kondisi pasar yang masih belum pulih sepenuhnya,” ujar Donny dalam keterangan di Jakarta baru-baru ini.

Menurutnya, jika masyarakat menunda pembelian mobil karena harga yang terlalu tinggi, justru potensi pendapatan daerah bisa ikut terdampak. “Kalau penjualan turun, penerimaan daerah dari pajak juga bisa ikut berkurang,” tambahnya.

Untuk mengimbangi tekanan tersebut, Suzuki telah meluncurkan berbagai program penjualan khusus untuk seluruh lini produknya. Tujuannya agar calon pembeli tetap punya kesempatan memiliki mobil baru meski kondisi pasar menantang.

“Dalam situasi seperti ini, konsumen tentu lebih hati-hati mengambil keputusan. Oleh karena itu, kami menghadirkan program menarik untuk mendorong daya beli,” jelas Donny.

Dengan masih lesunya pasar otomotif nasional, pelaku industri berharap ada sinergi lebih kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha agar ekosistem industri kendaraan tetap tumbuh sehat di tengah tantangan fiskal dan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. (alf)

 

 

 

 

 

Guru Besar UI: Legalisasi Kasino Bisa Tambah Penerimaan Negara Lewat Pajak

IKPI, Jakarta: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana, mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pelokalisasian kasino sebagai strategi meningkatkan penerimaan pajak negara. Hal ini disampaikan dalam diskusi publik bertema “Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi”, yang digelar Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta Selatan, Sabtu (7/6/2025).

Hikmahanto menilai negara perlu bersikap realistis terhadap fakta bahwa aktivitas perjudian tetap berlangsung meski dilarang. Karena itu, ia mendorong legalisasi terbatas dan terkontrol terhadap kasino agar negara dapat memanen manfaat ekonomi, terutama dari sisi perpajakan.

“Kalau tetap dilarang tapi praktiknya jalan terus, lebih baik kita kompromi. Dilokalisasi saja, diawasi ketat, tapi dikenakan pajak. Itu sumber pendapatan yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan,” jelasnya.

Ia menyoroti potensi besar dari sektor ini. Merujuk data PPATK, terdapat perputaran dana perjudian hingga seribu triliun rupiah.

Sayangnya, tanpa regulasi yang jelas, uang tersebut justru lari ke luar negeri dan tidak memberikan kontribusi fiskal bagi Indonesia.

“Bayangkan kalau uang sebanyak itu diputar di dalam negeri dan dikenai pajak. Bisa jadi tambahan APBN yang signifikan, bisa digunakan untuk sektor publik seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur,” tegas Hikmahanto.

Sebagai perbandingan, ia menyebut Singapura yang mampu memanfaatkan industri kasino untuk menopang ekonominya. Negara tersebut berhasil mengoptimalkan pajak dari perjudian sebagai salah satu sumber pemasukan, tanpa kehilangan kontrol terhadap dampak sosialnya.

“Kita jangan sampai rugi dua kali yakni dilarang, tapi tetap jalan dan uangnya dinikmati negara lain. Kita harus bisa memikirkan kepentingan fiskal tanpa abai pada pengawasan sosial,” ujarnya.

Hikmahanto juga menekankan bahwa isu legalisasi kasino sebaiknya tidak semata dilihat dari kacamata moral atau keagamaan, tetapi juga dari sisi manfaat riil bagi negara dan masyarakat.

“Kalau kita biarkan seperti sekarang, kita tidak dapat apa-apa. Tapi kalau kita kelola dan kenakan pajak, kita bisa dapat manfaat yang sah dan berdampak langsung ke masyarakat,” pungkasnya.

Dengan potensi penerimaan pajak yang besar dari sektor kasino, wacana legalisasi yang terlokalisasi dinilai bisa menjadi salah satu solusi untuk memperluas basis pajak nasional di tengah tekanan fiskal saat ini. (alf)

 

Pemutihan Pajak Kendaraan di Banten hingga 30 Juni 2025

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi pemilik kendaraan bermotor di Banten! Pemerintah Provinsi Banten resmi meluncurkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang berlaku mulai 10 April hingga 30 Juni 2025. Program ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 170 Tahun 2025 dan bertujuan untuk meringankan beban masyarakat di tengah dinamika ekonomi saat ini.

Dalam program ini, pemilik kendaraan yang memiliki tunggakan pajak sejak tahun 2024 ke bawah berkesempatan menghapuskan pokok dan denda pajak dengan syarat melunasi kewajiban pajak tahun 2025. Selain itu, pembebasan denda juga diberikan untuk keterlambatan pembayaran pajak tahun berjalan.

Ragam Manfaat dalam Program Pemutihan

Berikut ini sejumlah insentif yang ditawarkan dalam program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Banten:

1. Bebas Bea Balik Nama Kedua (BBNKB II)

Masyarakat yang melakukan balik nama kendaraan bermotor ke-2, baik dari dalam maupun luar daerah, dibebaskan dari biaya BBNKB.

2. Diskon 20% untuk Kendaraan Mutasi Masuk

Kendaraan yang dimutasi dari luar Banten ke wilayah Banten akan mendapatkan potongan pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 20%.

3. Penghapusan Pokok PKB untuk Tunggakan Lebih dari 3 Tahun

Pokok pajak kendaraan bermotor yang menunggak selama empat tahun atau lebih akan dihapuskan, dengan ketentuan wajib pajak tetap membayar pajak tahun 2025.

4. Penghapusan Denda Administratif

Denda keterlambatan dan sanksi administrasi atas tunggakan pajak juga akan dihapuskan. Namun, ini tidak berlaku bagi kendaraan yang akan dimutasi keluar dari Banten.

Prosedur Mudah untuk Mengikuti Program

Warga yang ingin mengikuti program ini hanya perlu menyiapkan dokumen kendaraan seperti STNK, BPKB, dan KTP. Selanjutnya, wajib pajak dapat mengunjungi kantor Samsat terdekat  misalnya di wilayah Tangerang  dan mengikuti proses berikut:

  • Mengisi formulir pengajuan pemutihan pajak.
  • Melakukan pembayaran pajak sesuai ketentuan yang dikenakan.
  • Menerima bukti pembayaran sebagai tanda sah bahwa kewajiban pajak telah dipenuhi tanpa denda.

Syarat Utama Program Pemutihan di Tangerang

Untuk bisa mengikuti program ini, wajib pajak harus memastikan beberapa hal berikut:

  • Kendaraan terdaftar di wilayah Tangerang.
  • Memiliki tunggakan pajak tahun sebelumnya.
  • Dokumen kendaraan lengkap dan dalam kondisi baik.
  • Kendaraan tidak dalam status sengketa hukum atau menjadi barang bukti.

Program pemutihan pajak ini merupakan langkah konkret Pemprov Banten untuk mendorong kepatuhan pajak serta memberikan ruang bagi masyarakat dalam menyelesaikan kewajiban administrasi kendaraan tanpa beban tambahan. Diharapkan, program ini dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah sekaligus membantu masyarakat mengurus legalitas kendaraan dengan lebih ringan dan mudah. (alf)

 

 

 

Indonesia Manjakan Turis Asing Lewat Skema VAT Refund

IKPI, Jakarta: Wisatawan mancanegara kini punya alasan lebih untuk berbelanja selama liburan di Indonesia. Pemerintah resmi menghadirkan fasilitas Value Added Tax Refund for Tourism (VAT Refund), sebuah kebijakan yang memungkinkan turis asing mendapatkan kembali Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang-barang yang mereka beli dan bawa keluar dari Indonesia.

Program ini bukan sekadar insentif belanja, melainkan strategi fiskal cerdas yang menggabungkan promosi pariwisata dengan penguatan ekonomi nasional. VAT Refund menjadi bukti bahwa sistem perpajakan Indonesia semakin adaptif dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Dengan adanya VAT Refund, wisatawan asing tidak hanya menikmati keindahan alam dan budaya Indonesia, tetapi juga merasa lebih terdorong untuk memborong produk lokal. Mulai dari batik, perhiasan, kriya, hingga karya seni barang-barang khas Indonesia kini menjadi incaran karena keuntungan finansial yang ditawarkan.

Efek domino dari kebijakan ini terasa hingga ke sektor ritel dan UMKM. Peningkatan konsumsi dari wisatawan mendorong omzet toko-toko lokal dan memperluas eksposur produk Indonesia ke pasar global.

Mudah, Cepat, dan Transparan

Proses pengajuan VAT Refund dirancang ramah pengguna. Wisatawan cukup menyiapkan paspor, boarding pass, bukti pembayaran, faktur elektronik dari toko bertanda “VAT Refund”, serta barang yang akan dibawa pulang. Selanjutnya, registrasi dan pengisian formulir dapat dilakukan secara daring melalui sistem Coretax DJP sebelum keberangkatan.

Layanan VAT Refund tersedia di lima bandara internasional utama: Soekarno-Hatta (Jakarta), Ngurah Rai (Bali), Kualanamu (Medan), Juanda (Surabaya), dan Yogyakarta International Airport. Minimal belanja yang dapat diklaim adalah Rp500.000, dengan pengembalian tunai hingga Rp5 juta. Jika melebihi batas tersebut, refund dilakukan melalui transfer bank.

VAT Refund bukan sekadar kebijakan teknis fiskal, tetapi juga representasi dari keadilan pajak. Barang-barang yang dibeli oleh turis dan tidak dikonsumsi di dalam negeri diperlakukan layaknya barang ekspor—bebas PPN. Dengan begitu, Indonesia menyamakan langkahnya dengan negara-negara maju yang telah lebih dahulu menerapkan sistem serupa.

Pemerintah berharap, melalui langkah ini, Indonesia mampu menarik lebih banyak wisatawan berkualitas dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Tak bisa disangkal, belanja adalah bagian penting dari pengalaman wisata. Dengan VAT Refund, Indonesia memberi nilai tambah bagi pengalaman tersebut mendorong konsumsi, memperluas pasar produk lokal, dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata. (alf)

 

 

 

Pajak Turis di Norwegia untuk Lindungi Destinasi Populer

IKPI, Jakarta: Norwegia resmi memperkenalkan pajak turis sebagai upaya mengatasi lonjakan wisatawan yang kian membebani infrastruktur dan kehidupan warga lokal. Kebijakan ini mendapat persetujuan parlemen dan memungkinkan pemerintah kota mengenakan pajak sebesar 3 persen untuk setiap akomodasi di wilayah yang terdampak pariwisata.

Langkah ini muncul setelah rekor kunjungan tercatat pada 2024, dengan 38,6 juta pemesanan akomodasi di seluruh Norwegia. Dari jumlah itu, lebih dari 12 juta adalah wisatawan mancanegara  naik 4,2 persen dari tahun sebelumnya. Gelombang pengunjung ini sebagian besar didorong oleh minat terhadap destinasi sejuk di Eropa Utara, sebagai pelarian dari cuaca panas ekstrem di bagian selatan benua.

Salah satu wilayah yang paling merasakan dampaknya adalah Kepulauan Lofoten. Dulunya tenang dan jarang tersentuh turis, kini kawasan tersebut dibanjiri pelancong berkat popularitasnya di media sosial. Namun dengan hanya sekitar 24.500 penduduk yang tersebar di komunitas kecil, kapasitas wilayah ini untuk menampung wisatawan sangat terbatas.

“Lonjakan wisatawan telah menyebabkan tekanan nyata pada fasilitas publik,” ujar Cecilie Myrseth, Menteri Perdagangan dan Industri Norwegia dikutip dari Euronews,Sabtu(7/6/2025).

Ia menambahkan bahwa pajak baru ini akan memberikan sumber daya tambahan untuk memperkuat infrastruktur lokal.

Survei dari Norwegian Tourism Partners mengungkapkan bahwa 77 persen warga Tromsø  kota di dalam Lingkaran Arktik  merasa kewalahan oleh jumlah turis yang terus meningkat.

Tromsø sendiri menjadi magnet bagi pemburu Cahaya Utara, wisata alam liar, serta pengalaman budaya unik masyarakat Sami.

Permasalahan yang timbul pun semakin beragam. Mulai dari kemacetan di jalan-jalan kecil, fasilitas umum seperti toilet dan parkir yang tak mampu menampung pengunjung, hingga laporan wisatawan yang menggunakan halaman belakang rumah warga sebagai tempat buang air.

Melalui kebijakan ini, dana pajak akan diarahkan khusus untuk proyek-proyek peningkatan infrastruktur pariwisata. Pemerintah kota harus menunjukkan kebutuhan konkret dan mendapatkan persetujuan pemerintah pusat untuk menggunakan dana tersebut.

Selain akomodasi, pemerintah juga mempertimbangkan pemberlakuan pajak pada kapal pesiar yang singgah di kawasan rawan kelebihan turisme. Dengan kebijakan ini, Norwegia mengikuti jejak negara-negara Eropa lainnya seperti Italia dan Spanyol dalam menerapkan biaya tambahan untuk pengunjung demi menjaga keberlanjutan pariwisata.

Tujuan utamanya bukan untuk menghambat wisatawan, tetapi untuk menjamin bahwa pengalaman berkunjung tetap berkualitas, tanpa mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. (alf)

DJP Terbitkan SE-7/PJ/2025: Indonesia dan Tunisia Sepakati Modifikasi Tax Treaty Melalui MLI

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-7/PJ/2025 sebagai pedoman implementasi Multilateral Instrument (MLI) terhadap Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Tunisia. Surat edaran ini merupakan langkah strategis dalam rangka memperkuat kerja sama perpajakan internasional dan mengantisipasi praktik penghindaran pajak lintas negara.

Dalam surat edaran tersebut, DJP merinci waktu berlakunya MLI untuk kedua negara. Indonesia telah mengesahkan MLI sejak 1 Agustus 2020, sementara Tunisia menyusul pada 1 November 2023. Adapun ketentuan MLI mulai berlaku efektif untuk pajak yang dipotong di negara sumber sejak 1 Januari 2025.

Untuk jenis pajak lainnya, ketentuan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026 di Indonesia dan 28 Agustus 2025 di Tunisia.

“Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberitahukan seluruh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak mengenai saat berlaku dan saat berlaku efektif MLI untuk P3B Indonesia-Tunisia,” demikian isi kutipan SE-7/PJ/2025.

Tak hanya menjelaskan teknis pemberlakuan, SE-7/PJ/2025 juga menyertakan naskah sintesis hasil modifikasi P3B Indonesia-Tunisia dalam Bahasa Inggris. Naskah ini ditujukan sebagai panduan untuk memahami dampak MLI terhadap ketentuan dalam tax treaty tersebut.

MLI sendiri merupakan instrumen global yang memungkinkan modifikasi massal terhadap tax treaty tanpa perlu melalui jalur negosiasi bilateral yang biasanya memakan waktu lama. Dengan diberlakukannya MLI, Indonesia dan Tunisia dapat langsung menyesuaikan klausul-klausul dalam P3B guna mencegah praktik penghindaran pajak yang agresif.

Sebagai informasi, Indonesia telah meratifikasi MLI sejak 2019 melalui Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2019. Dalam perpres tersebut, Indonesia memasukkan P3B dengan berbagai negara sebagai covered tax agreement (CTA), termasuk dengan Tunisia. (alf)

 

 

IMF Sarankan Rumania Lakukan Reformasi Pajak untuk Tekan Defisit Anggaran

IKPI, Jakarta: Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan Pemerintah Rumania untuk segera melakukan reformasi struktural di sektor perpajakan guna meredam lonjakan defisit anggaran negara yang kian mengkhawatirkan. Dalam laporan terbarunya, IMF menggarisbawahi bahwa tanpa langkah konkret, Rumania berisiko terus melampaui batas defisit yang ditetapkan Uni Eropa.

“Mobilisasi pendapatan sudah menjadi keharusan,” tulis IMF dalam laporan tersebut, yang dikutip, Sabtu (7/6/2025).

Lembaga keuangan internasional itu mengusulkan serangkaian kebijakan seperti kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan cukai, penghapusan berbagai insentif PPN, serta penerapan sistem Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi progresif.

Naikkan PPN dan Cukai, Hapus Diskon PPN

IMF menyebut tarif umum PPN di Rumania yang saat ini sebesar 19% masih di bawah rata-rata Uni Eropa, yakni 22%. Laporan itu menyarankan agar tarif dinaikkan menjadi 20% tahun ini, dan meningkat menjadi 21% dalam waktu dekat.

Lebih lanjut, fasilitas pengurangan tarif PPN untuk berbagai barang dan jasa juga dinilai perlu dihapus, kecuali untuk makanan pokok. “Kebijakan ini akan membantu memperkuat basis pajak dan mendorong keadilan fiskal,” sebut IMF.

Di sisi lain, cukai atas minuman beralkohol dan produk tembakau yang tergolong rendah dibanding negara-negara Uni Eropa juga menjadi sorotan. Meski kontribusinya pada PDB mencapai 1,2% pada 2022, tarifnya dinilai belum optimal.

IMF mengusulkan agar tarif cukai disesuaikan secara berkala mengikuti inflasi, termasuk cukai bahan bakar kecuali untuk gas alam, demi mendukung kebijakan lingkungan hidup.

PPh Progresif Gantikan Tarif Tunggal

IMF juga merekomendasikan agar Rumania meninggalkan sistem PPh orang pribadi dengan tarif tunggal 10%, dan beralih ke skema tarif marjinal progresif, yakni 15% dan 25%. Langkah ini dinilai dapat meningkatkan keadilan pajak sekaligus memperkuat penerimaan negara.

Desakan ini mencuat di tengah sorotan tajam terhadap kondisi fiskal Rumania. Komisi Eropa sebelumnya menyatakan bahwa negara tersebut gagal mengendalikan defisit sejak 2020. Pada 2024, defisit APBN Rumania mencapai 9,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tertinggi di antara seluruh negara anggota Uni Eropa, dan jauh melampaui target 7,9%.

Kondisi ini memburuk dari tahun sebelumnya yang mencatat defisit 6,6%. Tanpa reformasi kebijakan yang mendalam, Rumania berpotensi menghadapi sanksi fiskal dari Brussels dan tekanan pasar yang lebih besar di masa mendatang. (alf)

 

Pemerintah Longgarkan Pajak Barang Bawaan Penumpang, Aturan Baru Berlaku 6 Juni 2025

IKPI, Jakarta: Ada kabar gembira bagi para pelancong dari luar negeri. Pemerintah resmi melonggarkan aturan perpajakan atas barang bawaan penumpang internasional melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2025. Regulasi anyar ini menjadi revisi total atas PMK 203 Tahun 2017, dan akan mulai diterapkan pada 6 Juni 2025.

PMK 34/2025 membawa angin segar bagi pelaku perjalanan internasional, dengan memberikan sejumlah kemudahan serta kejelasan hukum dalam proses kepabeanan. Diundangkan pada 28 Mei lalu, aturan ini mempertegas hak dan kewajiban penumpang serta awak sarana pengangkut, sekaligus menyederhanakan sejumlah prosedur yang sebelumnya dianggap rumit dan memberatkan.

Salah satu hal utama adalah perluasan fasilitas pemberitahuan lisan. Jika sebelumnya hanya bisa dilakukan di tempat tertentu, kini kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, jemaah haji reguler, hingga tamu negara kategori VVIP mendapat kemudahan menyampaikan pemberitahuan secara langsung tanpa prosedur rumit.

Yang juga patut dicatat, dalam aturan baru ini barang pribadi yang melebihi batas nilai bebas bea (FOB US$500) tetap dikenai bea masuk dan PPN/PPnBM, namun tidak lagi dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Ini artinya, beban fiskal bagi penumpang jadi lebih ringan dan jelas.

Bagi jemaah haji, kebijakan ini adalah bentuk nyata perhatian pemerintah. Jemaah reguler kini bebas dari bea masuk untuk seluruh barang pribadi. Sementara jemaah haji khusus mendapat pembebasan hingga FOB US$2.500 per orang, per kedatangan.

PMK ini juga mengakomodasi penghargaan internasional. Bagi WNI yang menerima medali, trofi, atau hadiah lain dari ajang resmi luar negeri, bea masuk akan dibebaskan selama penerima bisa menunjukkan bukti sah partisipasi.

Tak kalah penting, tarif untuk barang nonpribadi kini lebih spesifik. Ketimbang mengikuti tarif umum, barang-barang tersebut dikenakan bea masuk 10%, PPN/PPnBM, serta PPh 5%. Sementara untuk barang pribadi yang melebihi batas bebas bea, tarif tetap 10% dengan penghapusan pungutan PPh.

Pemerintah juga memperjelas dasar pengenaan pajak. Dokumen Customs Declaration (CD) dan PIBK ditetapkan sebagai acuan resmi untuk perhitungan nilai dan pungutan pajak. Hal ini memberikan kepastian hukum dan meminimalisir potensi sengketa.

Aturan Berlaku Surut, Mulai Januari 2025

Yang cukup mengejutkan, PMK 34/2025 berlaku surut. Artinya, penghapusan PPh juga berlaku bagi barang pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut yang sudah diimpor sejak 1 Januari 2025—selama mendapat pembebasan bea masuk.

Pemerintah juga menegaskan bahwa bea masuk tambahan tidak dikenakan pada barang pribadi penumpang dan awak, sebuah ketentuan baru yang memberikan rasa aman tambahan bagi pelancong.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa terbitnya PMK 34/2025 adalah wujud komitmen pemerintah untuk terus menyempurnakan pelayanan.

“Aturan ini hadir sebagai respons atas kebutuhan masyarakat dan demi memberikan kepastian hukum dalam proses kepabeanan barang bawaan penumpang,” ujar Nirwala saat media briefing di Jakarta, Rabu (4/6/2025).

Dengan kebijakan ini, Bea Cukai berharap arus masuk barang bawaan akan lebih terkendali, sesuai dengan arah kebijakan ekonomi dan perdagangan nasional, tanpa mengorbankan kenyamanan masyarakat. (alf)

 

Faktur Pajak Gabungan jadi Solusi Praktis PKP dengan Banyak Transaksi Bulanan

IKPI, Jakarta: Pelaku usaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menyusun faktur pajak setiap kali melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Namun, bagi PKP yang kerap melakukan transaksi berulang kepada pelanggan yang sama dalam satu bulan, kini ada solusi efisien dengan menggunakan faktur pajak gabungan.

Ketentuan terbaru mengenai faktur pajak gabungan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, yang memberikan kemudahan dalam penyusunan administrasi pajak. Faktur ini memperbolehkan PKP menggabungkan seluruh transaksi kepada satu pembeli dalam sebulan menjadi satu dokumen pajak.

Apa Itu Faktur Pajak Gabungan?

Faktur pajak gabungan adalah faktur yang memuat akumulasi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada satu pihak yang sama dalam satu bulan kalender. Misalnya, jika PT A menjual barang kepada PT B sebanyak tiga kali selama bulan April, PT A dapat menyusun satu faktur gabungan yang mencakup semua transaksi tersebut.

Berbeda dari faktur pajak pedagang eceran (faktur digunggung), faktur gabungan bisa digunakan tanpa mempersoalkan apakah pembelinya merupakan konsumen akhir atau bukan. Ini menjadikannya fleksibel dan sangat berguna untuk pelaku usaha menengah hingga besar.

Beberapa hal yang wajib diperhatikan PKP saat membuat faktur pajak gabungan antara lain:

• Satu Pembeli, Satu Bulan: Faktur hanya boleh dibuat jika seluruh transaksi ditujukan kepada pembeli yang sama dan terjadi dalam bulan yang sama.

• Satu Kode Transaksi: Jika terdapat transaksi dengan kode berbeda (misalnya kode untuk penjualan biasa dan penjualan barang mewah), maka harus dibuat faktur terpisah per kode.

• Informasi Wajib: Nama, NPWP, alamat penjual dan pembeli, rincian transaksi, nominal PPN dan PPnBM, serta nomor seri dan tanda tangan penanggung jawab wajib tercantum lengkap.

Namun, tidak semua transaksi bisa digabung. Penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan tidak boleh dimasukkan dalam faktur gabungan.

Faktur pajak gabungan harus diterbitkan paling lambat akhir bulan saat penyerahan BKP/JKP dilakukan. Uang muka yang diterima pada bulan tersebut juga wajib dimasukkan ke dalam faktur gabungan.

Sebagai ilustrasi, PT X melakukan beberapa penyerahan BKP kepada PT B sepanjang September 2025 dengan total nilai transaksi dan uang muka sebesar Rp10.250.000. Seluruh transaksi tersebut dapat dijadikan satu faktur gabungan yang dibuat maksimal tanggal 30 September 2025. (alf)

 

 

en_US