PT Indonesia Morowali Industrial Park Setor Pajak 1,16 Miliar Dolar AS di 2023, Investasi Tembus 34,3 Miliar Dolar AS

IKPI, Jakarta: PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), yang terletak di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, mencatatkan kontribusi signifikan terhadap negara dengan menyetorkan pajak dan royalti sebesar 1,16 miliar dolar AS atau setara dengan Rp18,68 triliun pada tahun 2023. Direktur Komunikasi PT IMIP, Emilia Bassar, mengungkapkan pencapaian ini dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024.

Angka tersebut meskipun menurun dibandingkan dengan tahun 2022 yang tercatat sebesar 1,32 miliar dolar AS, namun tetap mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya mencapai 655 juta dolar AS. “Kami terus berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang besar kepada negara melalui pembayaran pajak,” ujar Emilia.

Lebih lanjut, Emilia juga mengungkapkan bahwa PT IMIP telah mencatatkan total investasi sebesar 34,3 miliar dolar AS selama periode 2015 hingga 2024. Nilai investasi ini setara dengan Rp552,23 triliun, berdasarkan kurs dolar AS sebesar Rp16.100. Investasi ini mencakup berbagai sektor, tidak hanya ekonomi, tetapi juga dalam aspek sosial dan lingkungan.

“Sejak 2013, kami terus meningkatkan nilai investasi, yang sebelumnya tercatat sebesar 29,6 miliar dolar AS pada periode 2015-2022 dan mencapai 30,14 miliar dolar AS pada tahun 2023,” jelas Emilia.

Selain itu, PT IMIP juga tercatat menyumbang devisa ekspor sebesar 14,45 miliar dolar AS atau setara dengan Rp232,65 triliun hingga November 2024. Meskipun angka ini turun dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 15,03 miliar dolar AS, kontribusi ekspor perusahaan terhadap perekonomian Indonesia tetap signifikan.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, PT IMIP terus memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dengan mempekerjakan 84.859 tenaga kerja hingga tahun 2024.

Dengan pencapaian ini, PT IMIP membuktikan komitmennya dalam mendukung perekonomian Indonesia melalui kontribusi pajak, investasi, devisa ekspor, serta penyerapan tenaga kerja yang signifikan. (alf)

Ekonom: Penerapan Tarif PPN 12% Harus Disertai Perbaikan Tata Kelola Pajak

IKPI, Jakarta: Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 perlu diimbangi dengan perbaikan tata kelola pemerintahan, khususnya di sektor perpajakan. Menurutnya, meskipun kenaikan tarif ini dapat dimengerti dalam konteks fiskal yang berat, langkah tersebut sebenarnya kurang ideal.

Ia menjelaskan bahwa rendahnya tax ratio Indonesia lebih disebabkan oleh sempitnya tax base, tingginya tingkat korupsi di sektor pajak, serta rendahnya tingkat kepatuhan membayar pajak. “Kenaikan tarif PPN ini saya lihat murni untuk mengamankan fiskal kita, terutama untuk menghadapi situasi yang sulit pada 2025 dan 2026,” ujarnya di Jakarta, Rabu (18/12/2024).

Di tengah langkah ini, Wijayanto mengingatkan pentingnya pemberian insentif untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat. Namun, ia menegaskan bahwa implementasi insentif di lapangan harus dilakukan dengan hati-hati. Semakin kompleks insentif yang diberikan, semakin rumit pula penerapannya.

Selain itu, ia mengingatkan agar pemerintah lebih intens dalam mengkomunikasikan kebijakan insentif kepada pengusaha dan masyarakat. “Insentif tidak akan berjalan dengan baik jika penerima manfaat tidak memahami cara kerjanya,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa komunikasi terkait kebijakan ini masih kurang optimal.

Mengenai perbandingan dengan situasi ekonomi pada 2022, Wijayanto menilai bahwa kondisi saat ini berbeda jauh. Pada 2022, Indonesia dan dunia baru pulih dari pandemi COVID-19, sehingga terjadi lonjakan belanja masyarakat. Namun, saat ini, ekonomi dunia sedang mengalami pelambatan, dan daya beli masyarakat Indonesia cenderung melemah.

“Insentif sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini, terutama di tengah potensi dampak dari efek kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS yang akan datang,” katanya.

Ia juga mengingatkan prinsip keadilan dalam kebijakan pemerintah. Menurutnya, kebijakan terkait kenaikan PPN dan Upah Minimum Provinsi (UMP) mungkin menguntungkan pemerintah dan pekerja, tetapi memberatkan pengusaha. Berbagai stimulus yang baru diluncurkan juga belum memberikan manfaat langsung bagi sektor usaha.

Ia pun menyarankan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih pro-pengusaha, mengingat kondisi yang sulit saat ini. “Pengusaha sedang mengalami kesulitan, dan jangan sampai mereka kehilangan semangat untuk berinvestasi atau bahkan melakukan divestasi,” tegasnya.

Menurutnya, jika pengusaha dalam negeri enggan berinvestasi, hal ini akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, baik domestik maupun internasional.

“Jika pengusaha dalam negeri saja enggan berinvestasi, bagaimana kita bisa meyakinkan investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia?,” ujarnya.

Dengan tantangan yang ada, pemerintah diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang seimbang antara kepentingan fiskal negara dan keberlangsungan sektor usaha, demi menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depan. (alf)

Menteri Zulkifli Hasan Bantah Beras Premium Terkena PPN 12% pada 2025

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan membantah bahwa beras premium akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Zulhas dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Pangan, Rabu (18/12/2024).

“Enggak ada (beras premium dipungut PPN 12% di 2025),” tegas Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa beras premium, medium, dan bahan pangan lainnya tidak akan terdampak oleh kenaikan pajak tersebut. “Beras khusus maksudnya, beras khusus yang dipungut PPN 12%. Jadi, (beras) premium, medium, enggak. Gak ada (dipungut PPN) 12%,” tambahnya.

Pernyataan ini sekaligus menanggapi isu yang sempat beredar setelah beras premium sempat tercatat dalam daftar barang mewah yang akan dikenakan PPN 12% mulai 1 Januari 2025. Sebelumnya, Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan pejabat kabinet lainnya mengumumkan daftar barang dan jasa mewah yang akan dipungut pajak tersebut, yang mencakup antara lain beras premium, buah-buahan premium, daging wagyu, ikan salmon premium, serta layanan pendidikan dan kesehatan premium.

Daftar ini merupakan bagian dari penerapan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dengan penegasan dari Menko Pangan, masyarakat diharapkan dapat memahami bahwa beras premium bukanlah bagian dari produk yang akan dikenakan pajak tambahan tersebut. Namun, kenaikan PPN ini tetap berlaku untuk sejumlah barang dan jasa mewah, yang dianggap sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. (alf)

Indonesia Peringkat Dua Global dalam Transparansi Belanja Perpajakan

IKPI, Jakarta: Indonesia berhasil meraih peringkat kedua dunia dalam indeks transparansi belanja perpajakan, yang diumumkan dalam Global Tax Expenditures Transparency Index (GTETI) pada 3 Desember 2024. Peringkat ini melibatkan evaluasi terhadap 105 negara, dan menjadi bukti komitmen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan insentif perpajakan.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam peluncuran Laporan Belanja Perpajakan 2023 di Jakarta pada Senin (16/12/2024) menyatakan bahwa laporan ini penting sebagai dasar komunikasi dengan publik dan dunia internasional. “Laporan belanja perpajakan ini menjadi penting karena pajak merupakan instrumen untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Wamenkeu, pajak bekerja dalam dua cara penting bagi perekonomian negara, yaitu sebagai sumber penerimaan negara dan melalui berbagai insentif yang dapat membantu sektor-sektor tertentu dalam perekonomian. Kedua hal tersebut harus dicatat dengan cermat dalam laporan belanja perpajakan, termasuk berapa yang dikumpulkan dan berapa yang tidak terkumpul karena kebijakan insentif.

Laporan belanja perpajakan ini berfungsi sebagai dasar evaluasi efektivitas insentif perpajakan yang diberikan pemerintah. Selain itu, laporan tersebut juga membantu dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang lebih tepat sasaran, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Wamenkeu juga mengapresiasi perkembangan yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), unit yang menyusun laporan belanja perpajakan, yang kini dapat melakukan estimasi proyeksi untuk tahun depan. “Dengan proyeksi yang lebih baik, kita akan mampu menyusun kebijakan yang lebih efektif,” katanya.

Pencapaian Indonesia dalam indeks transparansi belanja perpajakan ini menegaskan pentingnya prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran negara, serta menjadi langkah maju dalam meningkatkan kualitas kebijakan fiskal yang lebih akuntabel. (alf)

Sri Mulyani Tegaskan Paket Stimulus Ekonomi untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

IKPI, Jakarta: Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pemulihan ekonomi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengumumkan paket stimulus ekonomi yang mencakup berbagai sektor, dari rumah tangga, pekerja, UMKM, hingga industri padat karya dan sektor perumahan. Paket stimulus ini dirancang untuk memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, serta mendukung sektor-sektor yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Bantuan untuk Rumah Tangga Sri Mulyani menjelaskan, sebagai bagian dari paket stimulus, pemerintah akan memberikan bantuan pangan berupa beras selama dua bulan (Januari dan Februari 2025) kepada 16 juta penerima Bantuan Pangan (PBP), dengan setiap penerima mendapatkan 10 kg beras per bulan. “Ini adalah langkah konkret untuk membantu rumah tangga yang membutuhkan. Kami juga memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) 1% untuk beberapa bahan pokok, seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, bendahara negara ini mengungkapkan bahwa pelanggan listrik dengan daya 2200 VA atau lebih rendah akan mendapatkan diskon listrik sebesar 50% selama dua bulan pertama tahun 2025.

Menteri Keuangan menambahkan, bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), pemerintah akan memberikan kemudahan akses ke Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). “Kami juga memberikan insentif untuk pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan, berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP),” ujarnya.

Stimulus untuk UMKM Pemerintah juga memberikan perpanjangan masa berlaku pajak penghasilan (PPh) final 0,5% dari omzet untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. “UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, oleh karena itu kami memberikan dukungan dengan membebaskan UMKM dari PPh final hingga tahun 2025,” katanya.

Insentif untuk Industri Padat Karya Untuk mendukung sektor industri padat karya, pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar 59% untuk pembiayaan revitalisasi mesin industri. “Ini akan meningkatkan produktivitas sektor industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, jaminan kecelakaan kerja juga akan diberikan selama 6 bulan bagi pekerja di sektor ini,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, ia juga mengumumkan insentif bagi kendaraan ramah lingkungan, seperti kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dan kendaraan bermotor hybrid. PPN DTP sebesar 10% akan diberikan untuk KBLBB CKD, serta PPnBM DTP 15% untuk KBLBB impor CBU dan CKD. “Kami juga memberikan pembebasan Bea Masuk untuk KBLBB CBU, dan PPN DTP 3% untuk kendaraan hybrid,” imbuh Sri Mulyani.

Pemerintah juga memberikan insentif bagi sektor perumahan, dengan memberikan PPN DTP untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar. “Diskon PPN 100% akan diberikan untuk rumah dengan harga hingga Rp2 miliar pada Januari hingga Juni 2025, dan 50% untuk periode Juli hingga Desember 2025,” ungkap Menteri Keuangan.

Sri Mulyani menegaskan bahwa paket stimulus ini bertujuan untuk memberikan dorongan signifikan terhadap pemulihan ekonomi, membantu meringankan beban masyarakat, serta mempercepat pemulihan ekonomi di berbagai sektor. “Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung masyarakat dan sektor-sektor ekonomi yang penting bagi pertumbuhan nasional,” pungkasnya. (alf)

Pemerintah Pastikan PPN 12 Persen Dikenakan pada Pakaian dan Kosmetik Mulai 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan akan mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada berbagai barang dan jasa yang dijual di pusat perbelanjaan atau mal, termasuk pakaian dan kosmetik, mulai 1 Januari 2025. Peningkatan tarif PPN ini merupakan langkah dalam kebijakan baru yang akan mengubah tarif PPN yang saat ini berada di angka 11 persen.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa prinsipnya seluruh barang dan jasa yang selama ini sudah dikenakan PPN akan terpengaruh kebijakan ini. Namun, beberapa barang akan dikecualikan, seperti sembako yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Selain itu, beberapa barang yang hanya dinikmati oleh segelintir orang juga tetap akan dikenakan tarif PPN 12 persen.

“Secara regulasi seluruh barang dan jasa yang memang subjek PPN akan kena dulu. Tapi terus dari itu ada yang dikecualikan, dilakukan pembebasan atau tidak dikenakan,” ujar Susiwijono, dalam wawancaranya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Selasa (17/12/2024).

Lebih lanjut, Susiwijono menjelaskan bahwa untuk beberapa barang yang tidak masuk dalam kategori pembebasan pajak, pemerintah akan memberikan insentif berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), seperti untuk pembelian rumah atau properti dengan harga maksimal Rp5 miliar dan kendaraan listrik yang mendapatkan stimulus PPN DTP.

Pemerintah berjanji akan segera merilis aturan rinci mengenai jenis barang dan harga yang akan dikenakan PPN 12 persen. Saat ini, aturan tersebut masih dalam tahap penyusunan bersama dengan Kementerian Keuangan.

“Detailnya akan seperti apa, kita akan tunggu di PMK-nya. Jadi, kalau ada pertanyaan mengenai barang yang lain, semuanya barang dan jasa yang kena PPN akan kena tambahan 1 persen,” tambahnya.

Dalam kebijakan baru ini, ada beberapa jenis barang yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen mulai tahun depan, antara lain:

1. Beras super premium

2. Buah-buahan premium

3. Daging premium

4. Ikan mahal seperti salmon premium, tuna premium

5. Udang dan crustacea premium (king crab)

6. Jasa pendidikan premium

7. Jasa pelayanan kesehatan medis premium

8. Listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA

Namun, beberapa barang tetap akan dikecualikan dari pengenaan PPN, khususnya barang yang dikonsumsi oleh masyarakat luas atau barang kebutuhan pokok. Pemerintah berharap dengan kebijakan ini, pendapatan negara dari sektor pajak dapat meningkat, sementara insentif untuk barang tertentu tetap berjalan untuk mendukung daya beli masyarakat.

Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025, dan diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, meskipun ada perbedaan pendapat terkait dampak PPN terhadap harga barang di pasar. (alf)

Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan: Kebijakan Pemerintah Menyasar Rumah Tangga, Pekerja, UMKM, dan Industri

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengumumkan paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, dengan tujuan untuk mendorong pemulihan ekonomi dan memperkuat daya beli masyarakat. Paket kebijakan ini mencakup berbagai sektor, mulai dari bantuan langsung kepada rumah tangga hingga insentif untuk sektor industri dan UMKM.

Menteri Keungan Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah akan memberikan bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan untuk 16 juta penerima bantuan pangan (PBP) selama dua bulan, yakni Januari dan Februari 2025. Selain itu, pemerintah juga memberikan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% untuk bahan pokok seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng.

Sebagai tambahan, pelanggan listrik dengan daya 2200 VA atau lebih rendah akan menerima diskon listrik sebesar 50% selama dua bulan tersebut.

Perlindungan untuk Pekerja

Lebih lanjut Sri Mulyani mengungkapkan, bagi pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemerintah akan memberikan kemudahan akses untuk memperoleh Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang bertujuan untuk meringankan beban pekerja yang kehilangan mata pencaharian.

Insentif untuk UMKM

Lebih lanjut ia mengungkapkan, dalam rangka mendukung sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa berlakunya tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5% dari omzet hingga tahun 2025. Bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun, mereka akan sepenuhnya dibebaskan dari kewajiban PPh final tersebut.

Dukungan untuk Industri Padat Karya

Pemerintah juga memberikan insentif untuk sektor industri padat karya. Pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan akan mendapatkan insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP).

Di samping itu, industri padat karya akan memperoleh subsidi bunga 5% untuk pembiayaan revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas. Selain itu, sektor ini juga akan menerima bantuan sebesar 50% untuk jaminan kecelakaan kerja selama 6 bulan.

Penyemangat Kendaraan Listrik dan Hybrid

Untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan, pemerintah memberikan insentif berupa PPN DTP 10% untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) jenis CKD dan 15% untuk KBLBB impor CBU. Selain itu, kendaraan bermotor hybrid akan mendapatkan potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 3%.

Fasilitas Perumahan

Untuk sektor perumahan, pemerintah menawarkan diskon 100% untuk PPN pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar, khususnya untuk pembelian rumah dengan harga Rp2 miliar pertama, yang berlaku pada Januari-Juni 2025. Sedangkan pada periode Juli-Desember 2025, diskon PPN ini akan berkurang menjadi 50%.

“Dengan berbagai insentif ini, diharapkan kesejahteraan masyarakat, sektor UMKM, serta industri padat karya akan semakin pulih, mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya, Senin (16/12/2024). (alf)

Menkeu: Program Pemerintah 2025 Capai Rp827 Triliun untuk Kesejahteraan Masyarakat Termasuk Insentif PPN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran besar sebesar Rp827 triliun untuk berbagai program yang ditujukan bagi seluruh lapisan masyarakat pada tahun 2025. Dalam pernyataan resmi yang disampaikannya, ia menegaskan bahwa anggaran ini akan digunakan untuk mendanai sejumlah program bantuan sosial, insentif pajak, subsidi energi, serta dukungan terhadap sektor UMKM.

“Anggaran besar yang kami alokasikan pada 2025 ini mencakup berbagai program strategis yang bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi nasional. Kami ingin memastikan bahwa manfaat program ini dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, baik yang berada di kelas bawah, menengah, maupun atas,” kata Sri Mulyani, baru-baru ini.

Bansos dan Dukungan untuk Masyarakat Rentan

Sebagian besar anggaran, yaitu sekitar Rp129 triliun, akan dialokasikan untuk program bantuan sosial (bansos) seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), serta PBI JKN.

Bendahara negara ini menekankan bahwa program-program tersebut bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dan rentan, serta mendorong pemerataan kesejahteraan.

Selain itu, pemerintah juga menargetkan Rp38 triliun untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang akan dilengkapi dengan subsidi bunga. Menurut Sri Mulyani, program ini akan mendukung UMKM agar dapat mengakses pembiayaan dengan bunga yang terjangkau, yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Subsidi Energi dan Kompensasi BBM

Pemerintah juga akan mengalokasikan sekitar Rp394 triliun untuk subsidi energi, mencakup BBM, listrik, dan LPG. Ia menegaskan, subsidi energi merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas harga energi dan melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok yang lebih rentan.

Insentif PPN untuk Berbagai Sektor

Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa anggaran sebesar Rp265,61 triliun akan dialokasikan untuk insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di berbagai sektor, termasuk bahan makanan, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta properti dan otomotif.

Insentif ini bertujuan untuk mendorong konsumsi dan investasi, serta memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, pemerintah juga akan menerapkan prinsip keadilan dengan mengenakan PPN sebesar 12% untuk barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat mampu, seperti beras premium, daging wagyu, dan layanan kesehatan atau pendidikan premium. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa beban pajak dapat dibagi secara adil, sesuai dengan kapasitas ekonomi masing-masing lapisan masyarakat.

“Melalui berbagai program ini, kami ingin mewujudkan ekonomi yang inklusif, dimana manfaat dari pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Ini adalah wujud dari semangat gotong royong dan keadilan sosial yang menjadi dasar dari kebijakan fiskal kita,” ujarnya. (alf)

Pemerintah Tanggung PPh 21 Sektor Padat Karya, Jaga Daya Beli Masyarakat pada 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan untuk menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pekerja di sektor padat karya mulai tahun 2025. Kebijakan ini berlaku bagi pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta, sebagai upaya untuk mendongkrak daya beli masyarakat, terutama kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli dalam beberapa waktu terakhir.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari stimulus ekonomi yang akan diterapkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional pada 2025. Dalam keterangannya, Airlangga menjelaskan bahwa insentif ini khusus ditujukan untuk pegawai dengan gaji antara Rp 4,8 juta hingga Rp 10 juta per bulan.

“Memperhatikan juga masyarakat kelas menengah, di sektor padat karya pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah, yaitu yang gajinya sampai Rp 10 juta,” ujar Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan pada Senin (16/12/2024).

Selain itu, pemerintah juga akan mengoptimalkan jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan. Airlangga menyebutkan, perubahan dalam mekanisme jaminan ini akan memberikan perpanjangan masa klaim hingga 6 bulan dengan manfaat sebesar 60% dari gaji selama periode tersebut.

Bagi industri padat karya, pemerintah juga memberikan insentif dalam bentuk diskon 50% untuk jaminan kecelakaan kerja selama 6 bulan. Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban pengusaha di sektor-sektor seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki, yang membutuhkan perlindungan sosial untuk para pekerjanya.

Di sisi lain, bagi dunia usaha, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah juga memperpanjang kebijakan PPh final sebesar 0,5% hingga 2025. Kebijakan ini sebelumnya hanya berlaku hingga akhir tahun 2024.

Pemerintah juga akan memberikan fasilitas kredit investasi bagi pelaku industri padat karya, untuk mendukung revitalisasi permesinan di sektor tersebut. Dalam hal ini, pemerintah akan memberikan subsidi 5% bagi pelaku usaha yang melakukan investasi untuk memperbarui peralatan dan mesin produksinya. Kredit ini menjadi bagian dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri padat karya di Indonesia.

Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi dan memperkuat daya beli masyarakat, terutama di sektor-sektor yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja. (alf)

Pemerintah Siapkan Rp265,6 Triliun untuk Insentif PPN Tahun 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengalokasikan anggaran untuk insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebaskan pada tahun 2025 sebesar Rp265,6 triliun. Langkah ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Proyeksi insentif anggaran tersebut mencakup berbagai sektor yang dianggap penting dalam menjaga kesejahteraan rakyat, antara lain sektor kebutuhan pokok, transportasi, pendidikan, kesehatan, jasa keuangan, serta energi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, menyebutkan ada sejumlah sektor yang menerima insentif PPN diantaranya:

Sektor Kebutuhan Pokok dan UMKM

Sebesar Rp77,1 triliun dari total insentif akan dialokasikan untuk pembebasan PPN atas barang-barang kebutuhan pokok. Di antaranya, beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, kacang-kacangan, unggas, dan hasil perikanan dan kelautan.

Pemerintah juga memberi perhatian khusus kepada UMKM, dengan membebaskan PPN untuk pengusaha kecil dengan omzet tahunan tidak lebih dari Rp4,8 miliar, yang diperkirakan akan menyedot anggaran Rp61,2 triliun.

Transportasi dan Pendidikan

Insentif juga diberikan untuk sektor transportasi dengan alokasi sebesar Rp34,4 triliun. Sebagian besar dari jumlah ini (Rp23,4 triliun) ditujukan untuk pembebasan PPN atas jasa angkutan umum, sementara tarif khusus PPN akan diterapkan pada jasa freight forwarding dan pengiriman paket. Selain itu, PPN juga dibebaskan atas jasa pendidikan dengan nilai Rp26,0 triliun dan jasa kesehatan yang mencapai Rp4,3 triliun.

Sektor Jasa Keuangan dan Energi

Sebesar Rp27,9 triliun dialokasikan untuk pembebasan PPN atas jasa keuangan dan asuransi. Di antaranya, Rp19,1 triliun untuk jasa keuangan, dan Rp8,7 triliun untuk asuransi. Tidak kalah penting, pemerintah juga memberikan insentif untuk sektor energi, di mana PPN atas listrik untuk rumah dengan daya di bawah 6600 VA dan air bersih dibebaskan dengan total estimasi Rp14,1 triliun.

Sektor Otomotif dan Properti

Pemerintah juga memberikan insentif kepada sektor otomotif dan properti dengan total anggaran Rp15,7 triliun. Insentif untuk otomotif diperkirakan mencapai Rp11,4 triliun, sementara sektor properti akan mendapat PPN DTP (Ditanggung Pemerintah) sebesar Rp2,1 triliun.

Insentif Lain-lain

Selain sektor-sektor di atas, terdapat insentif PPN lain-lain yang diperkirakan mencapai Rp4,4 triliun. Ini termasuk insentif untuk kawasan bebas dan jasa keagamaan serta pelayanan sosial.

“Dengan alokasi yang besar, pemerintah berharap insentif ini dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat, memperkuat UMKM, serta mendorong pemulihan ekonomi nasional. Proyeksi total insentif PPN untuk tahun 2025 ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di tengah tantangan global yang terus berkembang,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (16/12/2024). (alf)

en_US