Bank Kini Wajib Hitung Pajak Berdasarkan Laporan ke OJK, Bukan Lagi Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menghadirkan terobosan penting dalam mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 khusus untuk Wajib Pajak bank. Aturan baru ini bertujuan meningkatkan akurasi dan transparansi pembayaran pajak sektor perbankan dengan mengacu langsung pada laporan keuangan resmi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mengacu Pasal 227 PMK tersebut, dasar penghitungan angsuran PPh 25 adalah laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi bank sejak awal tahun hingga masa pajak berjalan. Dengan demikian, pemerintah menekankan pentingnya data keuangan terkini dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayar secara berkala.

Penghasilan neto bank akan dikenakan tarif sesuai Pasal 17 UU PPh, setelah dikurangi sejumlah elemen seperti pajak yang telah dipotong (Pasal 22) serta angsuran PPh 25 sebelumnya. Namun demikian, penghasilan dari luar negeri serta penghasilan yang bersifat final atau bukan objek pajak dikecualikan dari penghitungan.

Menariknya, aturan ini juga memberi ruang bagi bank yang mengalami kerugian fiskal. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan terhadap penghasilan neto sebelum menentukan angsuran pajak yang harus dibayar.

Langkah ini dipandang sebagai bentuk modernisasi administrasi perpajakan yang sejalan dengan praktik good governance di sektor keuangan. (alf)

 

 

 

Wajib Pajak Bisa Koreksi SPT Sebelum Diperiksa, Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan kembali mempertegas komitmennya dalam memberikan ruang bagi Wajib Pajak untuk bersikap kooperatif melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025. Dalam Pasal 22 regulasi tersebut, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan sendiri ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), sebelum hasil pemeriksaan pajak disampaikan.

Melalui ketentuan ini, Wajib Pajak dapat mengoreksi laporan pajaknya secara sukarela dalam sebuah laporan tersendiri. Namun, hak ini hanya berlaku jika Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum diterbitkan oleh pemeriksa pajak.

Meskipun demikian, ada batasan yang perlu diperhatikan. PMK 15/2025 menegaskan bahwa ketentuan ini tidak berlaku untuk pengungkapan ketidakbenaran dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Hal ini menjadi catatan penting bagi Wajib Pajak, terutama yang berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan.

Untuk dapat mengungkapkan ketidakbenaran SPT, laporan tersendiri tersebut harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya dan wajib dilampiri sejumlah dokumen, di antaranya, perhitungan pajak yang seharusnya dibayar, bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak, dan bukti pembayaran sanksi administratif berupa bunga.

Jika pengungkapan tersebut tidak menyebabkan kekurangan pembayaran pajak, maka Wajib Pajak dibebaskan dari kewajiban menyertakan bukti pembayaran. Pemeriksa tetap akan melanjutkan proses pemeriksaan, dan hasil akhirnya dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak dengan memperhitungkan pengungkapan yang telah dilakukan.

Menariknya, PMK ini juga menjamin bahwa pembayaran yang dilakukan Wajib Pajak atas dasar laporan koreksi tersebut akan diperhitungkan sebagai kredit pajak. Namun, jika masih ditemukan kekurangan setelah pemeriksaan, maka sanksi administratif tambahan tetap diberlakukan sesuai Pasal 13 Undang-Undang KUP.

Dengan diberlakukannya ketentuan ini, pemerintah tampak mendorong pendekatan yang lebih persuasif dan kolaboratif dalam penegakan kepatuhan pajak, sembari tetap menjaga akuntabilitas sistem perpajakan nasional. (alf)

 

Program Pemutihan Pajak Kendaraan di Jawa Barat Diperpanjang hingga Akhir Juni 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi memperpanjang masa berlaku program pemutihan pajak kendaraan bermotor hingga 30 Juni 2025. Sebelumnya, program ini dijadwalkan berakhir pada 31 Mei 2025. Kebijakan ini memberikan ruang tambahan bagi masyarakat yang masih menunggak pajak kendaraannya untuk segera melunasi tanpa dikenai sanksi administratif.

Dalam pernyataan yang dikutip dari situs resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat, program ini dihadirkan sebagai bentuk insentif kepada para wajib pajak agar lebih patuh dalam memenuhi kewajibannya. Wajib pajak yang memiliki tunggakan hingga tahun 2024 dapat menikmati pembebasan denda, dengan ketentuan bahwa pajak tahun berjalan (2025 dan seterusnya) tetap harus dibayar penuh.

Program ini mencakup beberapa keringanan, di antaranya bebas denda pajak kendaraa, tunggakan lama dapat dibayar tanpa denda keterlambatan.

Gratis Biaya Balik Nama Kedua (BBNKB II):

  1. Warga yang membeli kendaraan bekas dapat mengurus balik nama tanpa biaya.
  2. Pemilik kendaraan yang membayar tepat waktu berhak atas potongan pajak, tergantung jenis dan usia kendaraan.

Syarat dan Ketentuan:

  1. Kendaraan harus terdaftar di wilayah Provinsi Jawa Barat.
  2. Status kendaraan tidak dalam blokir permanen.
  3. Pemilik wajib menunjukkan dokumen seperti STNK, BPKB, dan KTP yang masih berlaku.

Untuk proses balik nama, dokumen bukti jual beli diperlukan.

Program ini tidak mencakup pajak lima tahunan atau pengesahan STNK.

Lokasi dan Cara Pembayaran Layanan pemutihan bisa diakses di seluruh kantor Samsat di Jawa Barat. Selain pelayanan langsung, masyarakat juga bisa menggunakan aplikasi daring seperti Sambara dan SAPA Warga.

Pembayaran Lewat Aplikasi Sambara:

  1. Unduh aplikasi Sambara di Play Store.
  2. Masukkan nomor polisi kendaraan.
  3. Cek tagihan dan pilih metode pembayaran.
  4. Simpan bukti pembayaran dan datang ke Samsat atau Drive Thru untuk pengesahan STNK.

Pembayaran Lewat Aplikasi SAPA Warga:

  1. Unduh aplikasi dari Play Store atau App Store.
  2. Login dengan NIK dan data pribadi.
  3. Pilih menu layanan pajak, cek data kendaraan.
  4. Lakukan pembayaran dan simpan bukti.

Pengesahan STNK dilakukan di Samsat, Samsat Gendong, atau layanan Drive Thru.

Dengan perpanjangan ini, diharapkan lebih banyak warga Jawa Barat yang memanfaatkan kesempatan untuk menertibkan administrasi kendaraan mereka, sekaligus berkontribusi pada pendapatan daerah. (alf)

 

 

 

Pemkab Ciamis Hapus Denda PBB-P2 Senilai Rp7,3 Miliar

IKPI, Jakarta: Menyambut Hari Jadi ke-383 Kabupaten Ciamis, Pemerintah Kabupaten Ciamis memberikan kado istimewa bagi warganya. Melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Pemkab resmi menghapus sanksi administrasi atau denda atas tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sebuah kebijakan yang digadang-gadang akan memberi angin segar bagi para wajib pajak.

Langkah strategis ini tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Ciamis Nomor 900.1.12.1/Kpts.197-Huk/TAHUN 2025, yang diterbitkan pada 19 Maret 2025. Kebijakan ini bukan hanya sekadar peringatan seremonial, tetapi merupakan bentuk nyata relaksasi fiskal yang ditujukan untuk mengurangi beban masyarakat sekaligus mendorong kepatuhan pajak.

Kepala Bapenda Ciamis, Aef Saefulloh, mengungkapkan bahwa kebijakan ini akan menghapus total denda piutang PBB-P2 senilai kurang lebih Rp7,3 miliar, akumulasi dari piutang pajak sejak tahun 2004 hingga 2024. “Kami memahami, bagi sebagian warga, denda yang terus bertambah bisa menjadi beban berat. Dengan dihapusnya denda ini, kami berharap masyarakat termotivasi untuk segera melunasi tunggakannya,” ujar Aef, Jumat (9/5/2025).

Sebagai informasi, total piutang pokok PBB-P2 selama dua dekade terakhir di Ciamis tercatat sebesar Rp20,9 miliar. Dalam peraturan sebelumnya, denda dikenakan sebesar 1 persen per bulan sejak 2024, dan 2 persen per bulan untuk piutang sebelum tahun tersebut. Akumulasi itulah yang kini dihapuskan oleh Pemkab.

Program penghapusan denda ini berlaku hingga 31 Juli 2025. Aef berharap masyarakat tidak menyia-nyiakan momentum ini. “Ini bukan hanya soal penghapusan denda, tapi juga ajakan untuk bersama-sama membangun daerah. Dengan membayar pajak, masyarakat ikut mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegasnya.

Kebijakan ini pun diapresiasi oleh berbagai pihak, terutama warga yang selama ini terkendala menyelesaikan kewajiban perpajakannya akibat besarnya beban denda. Dengan stimulus ini, Pemkab Ciamis berharap bisa menumbuhkan kembali budaya taat pajak sekaligus memperkuat fondasi ekonomi daerah. (alf)

 

 

 

 

Jumlah Pelapor SPT di Sulsel Menurun, DJP Luncurkan Operasi Patuh Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penurunan signifikan jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) di Sulawesi Selatan (Sulsel) per 31 Maret 2025. Berdasarkan data Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra), hanya 609.646 wajib pajak yang menyampaikan SPT turun 8,43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Mayoritas penurunan terjadi pada wajib pajak orang pribadi, yang hanya mencatatkan 595.364 pelapor, berkurang 8,24%. Sementara itu, SPT dari badan usaha hanya berjumlah 14.282, anjlok hingga 15,7%.

Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, Heri Kuswanto, menyebut momentum libur Lebaran yang bertepatan dengan batas akhir pelaporan SPT menjadi salah satu penyebab turunnya kepatuhan.

Meski DJP sempat memberikan perpanjangan waktu, banyak masyarakat diduga tidak mengetahui informasi tersebut. “Ini menjadi keprihatinan kami dan tentu akan menjadi bahan evaluasi ke depan,” ujar Heri dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Meski pelaporan SPT menurun, penerimaan pajak Sulsel pada kuartal I/2025 masih menunjukkan angka yang cukup kuat, mencapai Rp2,03 triliun. Namun, kontribusinya sangat timpang. Dari total itu, Rp1,38 triliun disumbang oleh 63.370 wajib pajak badan. Sedangkan 713.836 wajib pajak orang pribadi hanya menyetor Rp202 miliar.

“Kontribusi wajib pajak orang pribadi masih sangat kecil. Kami menduga masih banyak yang belum melaporkan omzet secara jujur,” tegas Heri.

Menanggapi hal tersebut, DJP Sulselbartra akan meluncurkan program Operasi Layanan Patuh Pajak yang menurunkan petugas langsung ke lapangan untuk memberikan edukasi dan konsultasi perpajakan. Petugas akan dilengkapi surat tugas, identitas resmi, dan seragam khusus. Operasi ini juga akan melibatkan aparat hukum serta pemangku wilayah demi menjaga integritas pelaksanaan.

“Para petugas sudah menandatangani pakta integritas. Kami pastikan tidak akan ada ruang bagi penyimpangan,” kata Heri. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Maret Tembus Rp467 T, DJP Klaim Penerimaan Masuk Tren Positif

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan kabar menggembirakan terkait kinerja penerimaan negara saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (7/5/2025). Ia mengungkapkan bahwa penerimaan pajak bruto hingga akhir Maret 2025 telah mencapai Rp467 triliun, dengan pertumbuhan positif pada bulan Maret setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi.

“Postur APBN 2025 tetap mengacu pada UU No. 62 Tahun 2024, dan realisasi penerimaan negara hingga 31 Maret telah menunjukkan arah pemulihan yang baik,” ujar Suryo.

Ia menjelaskan bahwa pada bulan Januari dan Februari, penerimaan pajak sempat tertekan akibat penurunan PPh 21 karena dampak implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) serta peningkatan restitusi.

Namun, kondisi mulai berbalik arah pada Maret. Penerimaan pajak di bulan tersebut naik signifikan, sejalan dengan pola musiman yang biasa terjadi tiap tahun, di mana penerimaan meningkat setelah pelemahan di awal tahun.

Data yang disampaikan menunjukkan, penerimaan perpajakan secara keseluruhan telah mencapai Rp516,1 triliun atau sekitar 17,2% dari target APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun. Dari jumlah itu, penerimaan pajak mencapai Rp400,1 triliun dan cukai serta kepabeanan sebesar Rp116,0 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga berkontribusi Rp104,2 triliun.

Sementara itu, belanja negara hingga akhir Maret tercatat sebesar Rp620,3 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp413,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp207,1 triliun.

Dengan komposisi ini, APBN mencatat defisit sebesar Rp104,2 triliun atau 0,43% terhadap PDB, dan keseimbangan primer negatif Rp17,5 triliun. Meski demikian, pemerintah tetap optimis pengelolaan fiskal tetap terjaga, ditopang oleh tren penerimaan yang kembali positif serta belanja negara yang mulai meningkat seiring dengan program-program prioritas nasional.

“Kami akan terus mengawasi tren ini dengan ketat dan menjaga momentum pertumbuhan penerimaan di tengah tantangan ekonomi global dan domestik,” kata Suryo. (bl)

 

 

Kanwil DJP Kalselteng Blokir 68 Rekening Penunggak Pajak 

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) kembali menunjukkan sikap tegas terhadap para penunggak pajak. Dalam langkah serentak yang mencerminkan ketegasan hukum fiskal, sebanyak 68 rekening milik Wajib Pajak (WP) diblokir pada Rabu (23/4/2025), dengan nilai tunggakan yang mencapai Rp32,8 miliar.

Aksi ini dilakukan oleh sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungan Kanwil DJP Kalselteng. Rinciannya, lima KPP di wilayah Kalimantan Selatan memblokir 14 rekening dengan total tunggakan Rp7,6 miliar, sementara empat KPP di Kalimantan Tengah menindak 54 rekening senilai Rp25,2 miliar.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa langkah ini diambil setelah berbagai upaya persuasif tidak membuahkan hasil. “Sebelum pemblokiran dilakukan, kami telah mengirimkan Surat Teguran hingga Surat Paksa melalui Jurusita Pajak. Kami juga memberikan waktu dan kesempatan agar WP melunasi kewajibannya secara sukarela,” ujarnya.

Syamsinar menambahkan bahwa pemblokiran rekening ditujukan agar tidak terjadi pengalihan aset yang bisa menghambat proses penagihan. “Tindakan ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023. Kami ingin memastikan bahwa aset para penunggak tetap utuh dan bisa digunakan untuk melunasi utang pajaknya,” jelasnya.

Meskipun rekening telah diblokir, WP masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan tunggakannya agar pemblokiran tidak berlanjut ke tahap penyitaan aset. “Tindakan ini bukan hanya soal penegakan aturan, tetapi juga memberi keadilan bagi WP yang selama ini taat membayar pajak,” pungkas Syamsinar.

Aksi pemblokiran massal ini menjadi sinyal kuat bahwa DJP tidak akan mentolerir penunggakan pajak yang merugikan negara, sekaligus menjadi pengingat bahwa kepatuhan pajak adalah tanggung jawab bersama demi pembangunan yang berkelanjutan. (alf)

 

Tax Amnesty Kembali Dibahas: Akademisi dan Praktisi UI Soroti Risiko Penurunan Kepatuhan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggulirkan wacana tax amnesty lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak yang resmi masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Menanggapi hal itu, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) menggelar webinar, Kamis (8/5/2025) yang mempertemukan akademisi dan praktisi perpajakan untuk mengkaji urgensi dan risiko kebijakan tersebut.

Webinar bertajuk “Urgensi Tax Amnesty dalam Perspektif Teoritis dan International Best Practice” itu diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai kalangan. Pimpinan FIA UI, Teguh Kurniawan, mengingatkan bahwa kebijakan tax amnesty harus dipertimbangkan secara matang karena dapat menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak yang selama ini patuh. Ia menegaskan pentingnya transparansi, komunikasi publik, dan penegakan hukum yang berkelanjutan sebagai fondasi keberhasilan kebijakan ini.

“Tax amnesty bukan sekadar strategi jangka pendek untuk menggenjot penerimaan negara. Jika tidak disertai pembenahan sistem, kebijakan ini bisa melemahkan kepercayaan dan kepatuhan jangka panjang,” ujar Teguh.

Senada dengan Teguh, Ketua Departemen Ilmu Administrasi Fiskal FIA UI Inayati menekankan perlunya evaluasi menyeluruh sebelum kebijakan serupa kembali digulirkan. “Pertanyaannya bukan hanya perlu atau tidak, tapi apa yang harus disiapkan agar kebijakan ini tidak kontra produktif terhadap kepatuhan pajak,” tegasnya.

Machfud Sidik, Dosen FIA UI, turut menyoroti efek negatif tax amnesty dari perspektif teori rational expectations. Ia memperingatkan bahwa pengulangan kebijakan tanpa reformasi nyata dapat mengikis insentif kepatuhan. “Jika masyarakat menganggap pemerintah akan terus memberi pengampunan, maka kepatuhan bisa turun drastis,” jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar FIA UI Haula Rosdiana menggarisbawahi pentingnya roadmap pasca-tax amnesty. “Kepatuhan tidak bisa dibeli lewat kebijakan sesaat. Pemerintah harus membangun sistem data, pengawasan, dan penegakan hukum yang konsisten,” kata Haula. Ia menambahkan bahwa pengalaman sebelumnya menunjukkan penurunan kepatuhan setelah kebijakan pengampunan dilaksanakan.

Direktur DDTC Fiscal Research and Advisory, Bawono Kristiaji, bahkan menyebut bahwa perluasan basis pajak bisa dilakukan tanpa tax amnesty. Ia menilai, dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, keputusan untuk kembali memberikan pengampunan pajak perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

Sebagai catatan, Indonesia telah beberapa kali menerapkan tax amnesty, mulai dari era Presiden Sukarno pada 1964, era Presiden Soeharto pada 1984, hingga kebijakan besar pada 2016 yang berhasil mengungkap harta sebesar Rp4.884 triliun. Namun, partisipasi dalam program serupa pada 2021–2022 jauh lebih rendah. (alf)

 

Kemenkeu Kehilangan Rp 90 Triliun Dividen BUMN, Siapkan Strategi Tambal Penerimaan

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus bersiap menghadapi tantangan serius dalam menjaga stabilitas penerimaan negara. Pasalnya, mulai 2025, setoran dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebelumnya ditargetkan mencapai Rp 90 triliun tak lagi masuk ke kantong negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dividen tersebut kini akan disalurkan ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah extra effort untuk menutupi kekosongan penerimaan dari dividen BUMN. Salah satu fokusnya adalah menggenjot penerimaan dari sektor sumber daya alam (SDA) serta optimalisasi PNBP dari Kementerian/Lembaga (K/L).

“Beberapa strategi extra effort dimaksudkan untuk memperkuat kepatuhan dan memperluas basis penerimaan,” ujar Suahasil dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (8/5/2025).

Upaya tersebut mencakup pengembangan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar K/L (SIMBARA) dengan memperluas cakupan komoditas mineral, serta implementasi kebijakan baru terkait tarif royalti mineral dan batubara melalui PP 29/2025 yang mulai berlaku 26 April 2025.

Selain itu, Kemenkeu akan mendorong optimalisasi PNBP dari sejumlah instansi, antara lain Direktorat Jenderal Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Perhubungan, dan Kepolisian melalui pungutan atas plat nomor premium. Tidak ketinggalan, Kementerian Lingkungan Hidup juga akan terlibat dalam penegakan hukum di sektor lingkungan untuk menggali potensi PNBP non-SDA. Estimasi kontribusinya diperkirakan bisa mencapai Rp 1–2 triliun.

Namun demikian, Suahasil mengakui bahwa pendapatan dari langkah-langkah ini tidak akan langsung menutupi seluruh kekurangan akibat hilangnya dividen BUMN.

“Kami juga mendorong peningkatan kepatuhan dan kolaborasi lintas unit dalam Kemenkeu melalui joint program antara Ditjen Pajak, Bea Cukai, dan pengelola PNBP. Tujuannya adalah mendorong keterhubungan data dan sinergi dalam mendorong rasio penerimaan negara,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menyatakan bahwa strategi yang disiapkan Kemenkeu penting, meskipun tak sepenuhnya bisa menggantikan hilangnya dividen.

“Upaya lain memang harus dilakukan, tapi harus diakui tidak ada yang bisa langsung menyamai kontribusi dividen BUMN. Jadi optimalisasi dari pajak dan sumber penerimaan lain menjadi krusial,” tegas Dolfie.

Dengan beragam strategi yang mulai dijalankan, Kemenkeu berharap tetap bisa menjaga momentum penerimaan negara dan memastikan pembiayaan APBN 2025 tetap solid. (alf)

 

en_US