Jangan Salah Potong! Ini Ketentuan PPh atas Jasa Ekspedisi Menurut DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat, khususnya pelaku usaha, agar memahami dengan benar jenis pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan atas penghasilan dari jasa ekspedisi atau pengiriman barang. Penentuan tarif dan jenis PPh sangat bergantung pada siapa penyedia jasa tersebut badan atau orang pribadi.

Melalui akun resmi media sosial Kring Pajak, dikutip Rabu (23/7/2025), DJP menegaskan bahwa apabila jasa ekspedisi diberikan oleh badan usaha, maka penghasilan dari jasa tersebut termasuk dalam kategori jasa lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 dan akan dikenai PPh Pasal 23.

Namun, jika jasa diberikan oleh orang pribadi, maka penghasilannya dikenai PPh Pasal 21 sesuai dengan PMK 168 Tahun 2023.

“Silakan dipastikan kembali apakah lawan transaksinya adalah badan atau orang pribadi,” ujar Kring Pajak.

Tarif PPh Pasal 23 untuk Jasa Ekspedisi oleh Badan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PMK 141/2015, tarif PPh Pasal 23 atas jasa lain (termasuk jasa ekspedisi yang tidak diatur khusus dalam Pasal 15 UU PPh) ditetapkan sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran, tidak termasuk PPN. Jumlah bruto ini mencakup seluruh penghasilan yang dibayarkan atau telah jatuh tempo, kecuali dalam beberapa kondisi tertentu seperti:

• Pembayaran kepada tenaga kerja berdasarkan kontrak outsourcing;

• Pembayaran atas pembelian barang atau material;

• Pembayaran yang hanya diteruskan ke pihak ketiga;

• Reimbursement biaya oleh penyedia jasa.

Jika penerima jasa tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh Pasal 23 dikenakan dua kali lipat, yaitu 4% dari jumlah bruto.

Dalam Pasal 1 ayat (6) huruf ba PMK 141/2015 ditegaskan bahwa jasa pengangkutan atau ekspedisi yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 15 UU PPh termasuk ke dalam jenis “jasa lain” yang dikenai PPh Pasal 23. Artinya, pengenaan pajaknya tidak bersifat final seperti usaha angkutan tertentu yang diatur khusus melalui norma perhitungan penghasilan neto.

DJP mengimbau agar para pemberi dan pengguna jasa ekspedisi lebih cermat dalam memverifikasi status pajak pihak yang mereka transaksikan. Kewajiban pemotongan PPh sangat bergantung pada jenis subjek pajak. Kegagalan memotong atau kesalahan dalam pengenaan tarif dapat menimbulkan sanksi administratif bagi pihak yang seharusnya melakukan pemotongan. (alf)

 

Menkeu Laporkan Defisit APBN 2025 Diperkirakan Naik Jadi 2,78% PDB

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan akan mencapai 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Laporan ini disampaikan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/7), sebagai bagian dari update pembahasan lanjutan APBN 2024 dan 2025 yang sebelumnya berlangsung di DPR RI.

“Outlook dari APBN akan mencapai defisit 2,78 persen dari PDB, karena tekanan baik dari sisi penerimaan maupun belanja negara,” ujar Sri Mulyani kepada Presiden, seperti dikutip Rabu (23/7/2025).

Dalam pertemuan tersebut, Menkeu mengungkapkan bahwa pembahasan difokuskan pada dua agenda besar: Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaporan dan Pelaksanaan APBN 2024, serta evaluasi semesteran pelaksanaan APBN tahun anggaran 2025. Keduanya saat ini sedang digodok bersama Badan Anggaran DPR.

Meski menghadapi tekanan fiskal, pemerintah tetap berkomitmen menjaga integritas keuangan negara. Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan terus menindaklanjuti temuan dan rekomendasi audit serta menjaga kesinambungan fiskal agar tetap sehat dan kredibel. Pemerintah juga menargetkan kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah pusat.

Capaian Fiskal 2024 Masih Terjaga

Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pelaksanaan APBN 2024 menunjukkan kinerja yang solid dan terkendali. Defisit APBN tahun ini tercatat sebesar 2,30% dari PDB masih dalam batas aman kebijakan fiskal.

Tak hanya itu, rasio penerimaan negara terhadap PDB mencapai 12,70%, melampaui target awal sebesar 12,27%. Realisasi pendapatan negara juga melebihi proyeksi, menandakan efektivitas kebijakan fiskal yang membaik.

“Indeks efektivitas pengawasan penerimaan negara pun berada di atas target. Ini menunjukkan bahwa tata kelola fiskal semakin akuntabel dan memberikan dampak langsung kepada masyarakat,” ujar Sri Mulyani. (alf)

 

 

 

Prabowo Minta APBN 2026 Fokus pada Program Prioritas dan Reformasi Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan tegas agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2026 difokuskan pada program prioritas sekaligus memperkuat reformasi fiskal, khususnya di sisi penerimaan pajak.

Pernyataan tersebut disampaikan usai rapat bersama jajaran Menteri Kabinet Merah Putih bidang Perekonomian di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Menkeu melaporkan perkembangan penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2026 kepada Presiden yang dijadwalkan akan disampaikan ke DPR pada 15 Agustus 2025.

“Bapak Presiden sudah sangat lengkap memberikan arahan. Reform di sisi penerimaan negara tetap dilakukan sehingga kita bisa mendapatkan penerimaan negara yang memadai,” ungkap Sri Mulyani.

Menurut Menkeu, Presiden meminta agar kebijakan fiskal 2026 diarahkan untuk mendukung program-program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis, Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Koperasi Merah Putih, perbaikan sekolah, dan ketahanan pangan. Belanja negara harus fokus dan efektif mendukung visi pembangunan lima tahun ke depan.

Namun yang tak kalah penting, kata Menkeu, adalah menjaga defisit anggaran tetap terkendali dan memastikan APBN menjadi instrumen fiskal yang sehat serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. “Defisit harus dijaga pada level yang baik,” tegasnya.

Presiden Prabowo juga menekankan perlunya langkah-langkah deregulasi yang dapat menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif. Ia ingin agar perekonomian Indonesia tidak selalu bertumpu pada belanja APBN, melainkan mampu tumbuh dari dinamika sektor swasta yang sehat dan aktif.

Reformasi Pajak Jadi Sorotan

Arahan reformasi di sisi penerimaan negara kembali menegaskan bahwa pajak akan tetap menjadi sumber utama pembiayaan negara. Di bawah arahan Presiden, pemerintah berkomitmen memperkuat sistem perpajakan, baik dari sisi ekstensifikasi basis pajak, peningkatan kepatuhan, hingga perbaikan tata kelola.

Ini menjadi sinyal penting bahwa pada APBN 2026, Direktorat Jenderal Pajak dan institusi fiskal lainnya dituntut makin adaptif dan inovatif dalam menjaga rasio pajak (tax ratio) tetap meningkat, sambil tetap menjaga keadilan dan efisiensi dalam pemungutannya.

Dengan makin banyaknya program prioritas yang memerlukan dukungan fiskal besar, ruang belanja negara akan sangat bergantung pada kinerja penerimaan pajak. Oleh karena itu, reformasi perpajakan bukan lagi sekadar wacana, melainkan menjadi tulang punggung kebijakan ekonomi nasional ke depan.

“Kita berharap penerimaan negara terutama dari sektor pajak bisa menopang seluruh kebutuhan pembangunan yang dicanangkan Presiden, tanpa membuat APBN menjadi terlalu berat,” kata Sri Mulyani. (alf)

 

Trump Umumkan Delapan Pilar Kesepakatan Perdagangan Baru dengan Indonesia

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi mengumumkan tercapainya kesepakatan perdagangan besar dengan Indonesia, yang dinilai sebagai terobosan signifikan bagi ekspor AS di berbagai sektor strategis. Dalam siaran pers Gedung Putih yang dirilis Rabu (23/7/2025), Trump menyebut perjanjian ini sebagai “kemenangan nyata” bagi para pekerja, petani, eksportir, serta pelaku industri digital Negeri Paman Sam.

“Kesepakatan ini membuka akses yang selama ini dianggap mustahil ke pasar Indonesia. Ini adalah hasil dari negosiasi keras untuk memastikan rakyat Amerika mendapatkan keunggulan dagang yang adil,” ujar Trump dalam pengumuman resmi.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia akan memberlakukan tarif timbal balik sebesar 19% terhadap produk-produk tertentu dari AS. Namun, imbalannya jauh lebih besar: Indonesia akan menghapuskan hampir seluruh hambatan perdagangan terhadap produk ekspor asal AS.

Delapan Pilar Kesepakatan

Kesepakatan ini dibangun di atas delapan komitmen utama yang dirancang untuk memperluas pasar, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat posisi geopolitik dan ekonomi AS.

1. Penghapusan Tarif Produk AS

Indonesia sepakat menghapus tarif atas lebih dari 99% produk AS yang masuk ke pasarnya. Ini mencakup sektor pertanian, otomotif, teknologi informasi, kesehatan, makanan laut, hingga produk kimia. Langkah ini diperkirakan mendorong ekspor AS dan memperbesar kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB.

2. Pengurangan Hambatan Non-Tarif

Indonesia juga akan mencabut sederet hambatan non-tarif seperti persyaratan konten lokal, sertifikasi dan pelabelan berlebih, serta izin impor produk remanufaktur. Termasuk pula pengakuan atas standar keselamatan kendaraan AS dan sertifikasi FDA untuk produk farmasi.

3. Pembebasan Hambatan Pertanian

Produk pertanian AS akan dibebaskan dari izin impor dan kebijakan keseimbangan komoditas Indonesia. AS juga akan mendapatkan pengakuan penuh terhadap fasilitas produksinya untuk produk daging, susu, dan unggas.

4. Penegasan Aturan Asal

AS dan Indonesia sepakat menegosiasikan aturan asal yang memastikan manfaat dagang hanya diperoleh dari produk yang benar-benar berasal dari kedua negara, bukan dari pihak ketiga.

5. Perdagangan Digital dan Transmisi Data

Indonesia berkomitmen menghapus tarif atas produk digital tak berwujud dan mendukung moratorium bea masuk atas transmisi elektronik di WTO. Indonesia juga menyetujui transfer data lintas negara secara aman, sebuah tuntutan lama dari industri teknologi AS.

6. Keamanan Ekonomi dan Rantai Pasok

Indonesia akan bergabung dalam Forum Global untuk mengatasi kelebihan kapasitas baja dan membuka kembali ekspor berbagai komoditas industri strategis, termasuk mineral penting. Kedua negara juga akan mempererat kerja sama pengendalian ekspor dan investasi.

7. Reformasi Ketenagakerjaan

Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia berjanji melarang praktik kerja paksa serta memperluas kebebasan berserikat dan hak berunding bagi buruh. AS menyambut baik komitmen ini sebagai upaya peningkatan standar kerja global.

8. Kesepakatan Komersial Sektor Kunci

AS dan Indonesia akan menandatangani serangkaian perjanjian komersial strategis di sektor pertanian, kedirgantaraan, dan energi yang akan segera diumumkan secara terpisah.

Kalangan industri AS menyambut gembira terobosan ini. Perwakilan asosiasi perdagangan menyebutnya sebagai “perjanjian paling ambisius” antara kedua negara dalam dua dekade terakhir.

Sementara itu, pengamat menyebut kesepakatan ini sebagai langkah strategis Washington untuk memperkuat kehadirannya di kawasan Indo-Pasifik, sekaligus menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut. (alf)

 

Bersiap Menjadi Konsultan Pajak! USKP Periode II dan III Tahun 2025 Dibuka 24 Juli

IKPI, Jakarta: Peluang menjadi Konsultan Pajak Bersertifikat kini kembali terbuka! Melalui Pengumuman Nomor PENG-11/KP3SKP/VI/2025, Komite Pelaksana Pengembangan Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) resmi membuka pendaftaran Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) Periode II dan III Tahun 2025 untuk peserta baru Tingkat A dan B.

Pendaftaran dibuka mulai 24 Juli 2025, dan hanya diperuntukkan bagi peserta yang belum pernah mengikuti USKP atau pernah mengikuti namun dinyatakan Tidak Lulus (TL) di periode sebelumnya.

Jadwal Pelaksanaan Ujian

Ujian akan dilaksanakan selama tiga hari untuk masing-masing periode, yaitu:

• Periode II: 18–20 Agustus 2025 (Senin–Rabu)

• Periode III: 7–9 Oktober 2025 (Selasa–Kamis)

Kota Lokasi dan Kuota Peserta

USKP akan digelar serentak di 24 kota, dengan kuota total 3.059 peserta per periode. Jakarta menjadi kota dengan alokasi peserta terbanyak (1.274), disusul Medan 180 dan Surabaya 180.

Peserta hanya diperbolehkan memilih satu periode dan satu kota lokasi ujian, dan penetapan dilakukan berdasarkan prinsip first come, first serve, dengan prioritas tambahan bagi yang menyertakan sertifikat e-learning Open Access (OA).

Persyaratan Peserta

• Tingkat A: Minimal lulusan D-III Akuntansi/Perpajakan atau S-1 semua jurusan dari perguruan tinggi/sekolah kedinasan terakreditasi.

• Tingkat B: Minimal S-1 semua jurusan dan sudah memiliki Sertifikat Konsultan Pajak Tingkat A.

Dokumen yang wajib diunggah meliputi:

• Scan ijazah asli

• KTP asli

• Pas foto formal latar merah

• Surat pernyataan bermeterai

• Sertifikat OA (jika ada)

Pendaftaran dan Verifikasi

• Periode II:

• Pendaftaran: 24–28 Juli 2025

• Pengumuman Verifikasi: 1 Agustus 2025

• Ujian: 18–20 Agustus 2025

• Pengumuman Kelulusan: 3 September 2025

• Sertifikat Terbit: 11 September 2025

• Periode III:

• Pendaftaran: 31 Juli – 4 Agustus 2025

• Pengumuman Verifikasi: 8 Agustus 2025

• Ujian: 7–9 Oktober 2025

• Pengumuman Kelulusan: 23 Oktober 2025

• Sertifikat Terbit: 31 Oktober 2025

Pendaftaran dilakukan secara daring dan gratis melalui situs resmi: https://bopk.kemenkeu.go.id/uskp

Peserta yang telah diverifikasi akan mendapatkan notifikasi melalui akun masing-masing dan wajib hadir sesuai jadwal ujian. Jika tidak hadir tanpa alasan sah, akan dilarang mengikuti USKP selama tiga periode berikutnya.

Menjadi perhatian penting bagi para calon konsultan pajak. Seluruh informasi resmi akan disampaikan melalui laman: https://klc2.kemenkeu.go.id/sertifikasi/uskp

Pertanyaan lebih lanjut dapat dikirim ke email: uskp@kemenkeu.go.id. (bl)

 

 

DJP Tegaskan Komitmen Hukum dan Integritas: Bayar Pajak Harus Sesuai Aturan, Bukan Tekanan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa seluruh kewajiban perpajakan wajib pajak harus dilandaskan sepenuhnya pada ketentuan hukum yang berlaku. Tidak boleh ada tekanan, pemaksaan, apalagi praktik-praktik menyimpang dalam proses penentuan pajak yang terutang.

Hal ini disampaikan secara tegas oleh Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Ia mengingatkan bahwa pembayaran pajak tidak boleh dilakukan melebihi ketentuan hukum. “Semua harus berpatokan pada undang-undang dan peraturan pelaksananya. Itu sudah sangat jelas dan juga kami pertegas dalam Piagam Wajib Pajak yang diluncurkan hari ini,” ujar Bimo.

Piagam Wajib Pajak yang diluncurkan DJP hari ini menjadi dokumen resmi yang memuat hak dan kewajiban wajib pajak secara eksplisit. Piagam ini juga sekaligus menjadi instrumen pengingat bahwa tidak boleh ada interpretasi sepihak dari fiskus maupun tekanan terhadap wajib pajak.

“Memang kadang terjadi perbedaan pemahaman antara wajib pajak dan petugas pajak di lapangan. Tapi satu hal yang pasti, baseline dari semua itu adalah hukum, bukan asumsi,” kata Bimo.

Lebih lanjut, Bimo menekankan bahwa DJP tidak memberi ruang bagi aparat pajak yang menyimpang dari jalur integritas. “Kami tidak mentolerir gratifikasi sekecil apa pun, pemerasan sekecil apa pun yang dilakukan oleh pasukan kami. Itu sudah menjadi komitmen moral dan nilai yang kami pegang teguh,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa seluruh proses penegakan perpajakan harus bersandar pada peraturan perundang-undangan.

“Tidak boleh ada tekanan dalam bentuk apa pun baik itu suap, pemerasan, atau gratifikasi. Nilai-nilai ini adalah kompas moral yang wajib dijalankan seluruh petugas kami di lapangan,” pungkasnya. (alf)

 

Sri Mulyani di G20: Pajak Internasional Harus Adil dan Inklusif

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, tampil menonjol dalam sesi keempat Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Zimbali, Kamis (17/7/2025). Dalam sesi yang membahas perpajakan internasional, Sri Mulyani menegaskan bahwa sistem pajak global bukan sekadar urusan fiskal, melainkan persoalan keadilan global.

“Negara-negara berkembang memiliki hak yang sama dalam aktivitas ekonomi lintas batas yang terjadi di wilayah mereka,” ujar Sri Mulyani dalam pernyataan yang dikutip dari akun Instagram resminya, @smindrawati.

Ia menekankan pentingnya menciptakan sistem perpajakan internasional yang adil, efektif, dan stabil. Indonesia, menurutnya, telah menunjukkan komitmen terhadap reformasi perpajakan global melalui dukungan terhadap Two-Pillar Solution dan mulai menerapkan prinsip-prinsipnya. Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa komitmen tersebut tidak cukup hanya dengan implementasi teknis semata.

“Forum G20 harus menjadi garda terdepan untuk memastikan tidak ada negara yang tertinggal dalam arsitektur perpajakan global yang kian kompleks,” tegasnya.

Sri Mulyani juga mendorong peran aktif lembaga-lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan PBB dalam membantu negara berkembang membangun kapasitas fiskal serta menjaga kedaulatan dalam pengelolaan pajak.

“Pajak bukan hanya tentang pendapatan negara, tapi juga tentang membangun masa depan dunia yang lebih setara dan berkelanjutan,” katanya.

Di hadapan para pemimpin ekonomi dunia, Sri Mulyani menyerukan pentingnya globalisasi yang lebih inklusif. Ia mengajak seluruh anggota G20 untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi masing-masing, tetapi juga pada penciptaan manfaat kolektif yang mampu meningkatkan kesejahteraan bersama.

“Tujuannya jelas: semua negara bisa tumbuh bersama, tanpa harus mengorbankan kepentingan satu sama lain,” pungkasnya. (alf)

 

 

DKI Jakarta Luncurkan E-TRAPT, Era Baru Pengawasan Pajak Usaha Tanpa Tapping Box

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi mengukuhkan langkah baru dalam transformasi digital perpajakan daerah dengan meluncurkan sistem E-TRAPT (Electronic Transaction Perporation Agent). Inovasi ini digagas oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sebagai solusi modern untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi pelaporan pajak usaha.

Berbeda dari sistem sebelumnya yang mengandalkan tapping box, E-TRAPT memungkinkan pelaporan data transaksi secara otomatis dan real-time langsung dari sistem usaha milik wajib pajak. Tanpa perlu perangkat tambahan, data akan langsung terkirim ke server Bapenda untuk keperluan pengawasan dan evaluasi kewajiban perpajakan.

“Dengan sistem ini, proses konsolidasi dan pelaporan transaksi usaha akan menjadi lebih cepat, akurat, dan efisien,” tegas Kepala Bapenda DKI Jakarta, Lusiana Herawati, dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/7/2025).

E-TRAPT bekerja layaknya software agent yang terpasang di sistem POS atau kasir usaha. Pemasangannya dilakukan oleh Tim Implementor resmi dari Bapenda, berdasarkan rekomendasi dari UP3D dan Suku Badan. Namun, pelaku usaha juga bisa mengajukan pemasangan secara mandiri melalui Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) atau langsung ke kantor Bapenda.

Pelaporan transaksi ini diatur dalam Peraturan Gubernur No. 2 Tahun 2022, yang merupakan revisi dari Pergub No. 98 Tahun 2019 tentang pelaporan data transaksi secara elektronik.

Peluncuran E-TRAPT menjadi simbol keseriusan Pemprov DKI membangun ekosistem perpajakan yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, tim implementor akan menjalankan seluruh proses mulai dari survei lapangan, instalasi, konfigurasi sistem, hingga pemantauan pasca implementasi.

“E-TRAPT adalah langkah strategis membangun tata kelola perpajakan yang modern dan terpercaya. Kami mengajak seluruh wajib pajak dan pelaku usaha mendukung penuh transformasi digital ini,” tambah Lusiana.

Masyarakat dan pelaku usaha yang ingin mengetahui lebih lanjut dapat mengakses situs resmi Bapenda DKI Jakarta atau menghubungi layanan informasi perpajakan daerah. (alf)

 

Apindo Minta Pemerintah Hati-Hati Terapkan Pajak UMKM di e-Commerce

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menekankan pentingnya prinsip keadilan dalam penerapan kebijakan perpajakan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beroperasi di sektor e-Commerce. Hal ini disampaikannya dalam acara peresmian Taxpayers’ Charter yang digelar Direktorat Jenderal Pajak pada Selasa (22/7/2025).

Menurut Shinta, implementasi kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) di sektor digital harus mempertimbangkan keseimbangan antara pelaku usaha daring dan tradisional. “Kami sedang mengevaluasi hal ini bersama. Prinsipnya, kami ingin ada fairness. Jangan sampai sektor ritel tradisional terganggu, tapi e-Commerce juga tidak diperlakukan berbeda. Keduanya harus berjalan beriringan,” jelasnya.

Ia menyoroti bahwa UMKM kini sangat bergantung pada platform digital untuk bertahan dan berkembang. Oleh sebab itu, regulasi pajak yang diterapkan tidak boleh membebani atau justru mematikan geliat usaha kecil yang sedang tumbuh.

“UMKM di Indonesia saat ini banyak yang menggantungkan penjualannya pada e-Commerce. Maka kebijakan perpajakan ini harus dikaji secara menyeluruh dan diterapkan dengan hati-hati,” ujarnya.

Shinta juga menyinggung peran UMKM dalam menjaga stabilitas ekonomi, terutama dari sisi penciptaan lapangan kerja. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, UMKM menjadi tulang punggung banyak keluarga. “UMKM itu ujung tombak ekonomi kita. Maka, Apindo berharap pemerintah tidak terburu-buru dan bisa mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil keputusan final,” tegasnya.

Apindo menyatakan akan terus mengawal kebijakan ini agar tetap berpihak kepada kepentingan ekonomi nasional, sekaligus menciptakan sistem perpajakan yang adil dan inklusif di era digital. (alf)

 

 

DJP Siapkan Regulasi Baru, Pajak Kripto Berubah Status Jadi Instrumen Keuangan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyusun aturan baru untuk menyesuaikan kebijakan perpajakan atas transaksi aset kripto. Perubahan ini seiring dengan pergeseran status kripto dari yang semula dikategorikan sebagai komoditas, kini diarahkan menjadi instrumen keuangan.

“Dulu kami atur kripto itu sebagai bagian dari komoditas. Sekarang, ketika dia beralih kepada financial instrument, maka aturannya juga harus kita sesuaikan,” ujar Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto kepada wartawan, Selasa (22/7/2025).

Meski demikian, Bimo belum mengungkap detail teknis perubahan aturan tersebut, termasuk skema perpajakan dan besaran tarif yang akan diterapkan nantinya.

Saat ini, dasar hukum perpajakan aset kripto mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Dalam regulasi itu, kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena dianggap sebagai penghasilan tambahan wajib pajak, baik dari dalam maupun luar negeri.

Tarif Pajak Kripto Saat Ini

Dalam aturan yang masih berlaku, besaran pajak untuk transaksi kripto ditentukan oleh jenis penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Berikut rinciannya:

PPN sebesar 1% dari tarif PPN dikalikan nilai transaksi, apabila PMSE merupakan pedagang fisik aset kripto.

PPN sebesar 2% dari tarif PPN dikalikan nilai transaksi, apabila PMSE bukan pedagang fisik.

PPN dipungut dalam berbagai skenario, seperti saat pembeli membayar kripto ke PMSE, melakukan tukar-menukar aset kripto, atau memindahkan aset ke akun lain untuk transaksi non-kripto. Selanjutnya, PMSE wajib melaporkan pemungutan PPN melalui SPT Masa PPN 1107 PUT.

Sementara itu, untuk PPh Pasal 22, tarifnya dibedakan berdasarkan status izin PMSE:

0,1% dari nilai transaksi (tidak termasuk PPN dan PPnBM), jika PMSE telah mendapat izin pemerintah untuk menjual kripto.

0,2% dari nilai transaksi, jika belum mendapat izin.

Penghasilan yang menjadi objek PPh tak hanya berasal dari penjualan aset, tapi juga aktivitas penambangan kripto.

Perubahan pendekatan pajak atas aset kripto ini mencerminkan upaya DJP menyesuaikan regulasi dengan dinamika pasar dan karakteristik aset digital. Status kripto sebagai instrumen keuangan membuka kemungkinan integrasi lebih luas ke dalam kerangka keuangan nasional dan internasional.

Namun, pengamat menilai reformasi ini harus dilakukan secara hati-hati, dengan memperhatikan aspek kejelasan hukum, daya saing industri kripto, serta efektivitas pengawasan transaksi digital lintas negara.

Dengan rencana ini, pelaku pasar dan penyelenggara platform perdagangan kripto diimbau untuk bersiap terhadap potensi penyesuaian kewajiban perpajakan mereka dalam waktu dekat. (alf)

 

 

en_US