Sri Mulyani Dorong Arsitektur Keuangan Global yang Lebih Inklusif di Pertemuan G20 Afrika Selatan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya membangun arsitektur keuangan global yang lebih inklusif, dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) yang digelar di Afrika Selatan pada 17–18 Juli 2025.

Dalam pernyataan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu (20/7/2025), Sri Mulyani menyoroti bahwa sistem keuangan global harus mampu menjangkau seluruh spektrum perekonomian, mulai dari negara berpendapatan rendah dan berkembang hingga negara maju.

“Sistem ini harus melayani kebutuhan semua negara secara adil dan berimbang,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa saat ini Bank Pembangunan Multilateral (MDBs) tengah mengimplementasikan G20 MDBs Roadmap serta rekomendasi dari laporan Capital Adequacy Framework (CAF), sebagai bagian dari upaya memperkuat peran dan kapasitas pembiayaan lembaga multilateral.

Selain itu, Sri Mulyani turut menyoroti kemajuan teknologi keuangan, termasuk aset kripto dan mata uang digital, yang menurutnya menawarkan efisiensi dan kecepatan transaksi. Namun, ia mengingatkan bahwa inovasi ini juga membawa potensi risiko baru yang tak boleh diabaikan.

“Lanskap keuangan yang terus berubah ini menuntut G20 untuk mengevaluasi ulang fondasi arsitektur keuangan internasional agar tetap stabil, relevan, dan inklusif,” katanya.

Pertemuan dua hari ini mempertemukan para pemimpin kebijakan fiskal dan moneter dari negara-negara anggota G20 untuk merumuskan langkah bersama dalam menghadapi tantangan global.

Agenda utama mencakup isu-isu ekonomi global, arsitektur keuangan internasional, keuangan berkelanjutan, infrastruktur, sektor keuangan, perpajakan internasional, dan kesehatan global.

Para peserta menyoroti meningkatnya ketidakpastian ekonomi dunia yang dipicu konflik bersenjata, ketegangan geopolitik, fragmentasi perdagangan, kenaikan utang publik, dan peristiwa iklim ekstrem.

Sri Mulyani juga menyinggung persepsi hubungan ekonomi global yang kerap dianggap sebagai permainan zero-sum, di mana keuntungan satu negara berarti kerugian bagi negara lain. Menurutnya, persepsi ini harus diubah.

“Perdagangan dan investasi seharusnya menjadi alat untuk menciptakan nilai tambah bersama dan mendorong kemajuan yang setara,” ujarnya.

Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, ia menekankan pentingnya ketahanan domestik sebagai landasan, terutama di tengah risiko global dan lingkungan yang terus meningkat. Indonesia, tambahnya, menjalankan kebijakan fiskal yang terukur dan bersifat countercyclical untuk meredam guncangan serta mendorong reformasi struktural.

“Kami berkoordinasi erat dengan otoritas moneter untuk menjaga kepercayaan dan stabilitas. Inflasi berada di level 1,6 persen dan defisit fiskal tercatat sebesar 2,5 persen,” jelasnya.

Mengenai isu perpajakan internasional, Sri Mulyani menekankan pentingnya membangun arsitektur pajak global yang adil, efektif, dan stabil, guna mendukung pembangunan berkelanjutan yang tangguh dan merata.

Di bidang keuangan berkelanjutan, para menteri dan gubernur G20 menekankan perlunya koordinasi global untuk membangun kerangka kerja keuangan hijau yang efisien, meningkatkan interoperabilitas, serta mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon melalui peningkatan pendanaan iklim, adaptasi, dan ketahanan.

Sementara itu, dalam pembahasan mengenai infrastruktur, para anggota G20 menegaskan kembali bahwa investasi infrastruktur yang berkualitas sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan.

Terkait sektor keuangan dan inklusi keuangan, para peserta sepakat untuk terus mengatasi kerentanan sistemik serta memperkuat sistem keuangan global yang terbuka, stabil, dan tangguh. Hal ini harus ditopang oleh penerapan reformasi dan standar internasional secara konsisten, menyeluruh, dan tepat waktu, termasuk implementasi penuh Basel III.

Dengan sejumlah agenda strategis tersebut, pertemuan G20 di Afrika Selatan menjadi panggung penting bagi negara-negara dunia untuk memperkuat kolaborasi demi menciptakan tatanan keuangan global yang lebih adil, adaptif, dan berkelanjutan. (alf)

 

Marketplace Kini Wajib Pungut PPh 22 atas Jasa Asuransi, Ini Rinciannya

IKPI, Jakarta: Ketentuan perpajakan di era digital kembali diperkuat. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pemerintah memperluas cakupan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 oleh penyelenggara marketplace. Tak hanya penjualan barang, kini penghasilan dari jasa asuransi yang diperoleh perusahaan asuransi juga dikenakan pemungutan pajak oleh marketplace.

Dalam beleid yang berlaku sejak pertengahan Juli 2025 ini, perusahaan asuransi dikategorikan sebagai pedagang dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (2). Mereka disandingkan dengan perusahaan ekspedisi dan pelaku usaha lainnya yang menjual barang atau jasa melalui sistem perdagangan elektronik (PMSE).

“Termasuk pedagang dalam negeri, yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui PMSE,” demikian bunyi aturan yang dikutip Minggu (20/7/2025).

Definisi pedagang dalam negeri dalam PMK ini merujuk pada pelaku usaha yang tinggal atau berkedudukan di Indonesia dan melakukan aktivitas PMSE baik melalui platform sendiri, platform milik pihak lain, maupun sistem elektronik lainnya. Atas penghasilan yang mereka terima melalui marketplace, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli komputer seharga Rp8 juta melalui marketplace JB, dan turut menggunakan jasa asuransi dari PT YS seharga Rp50.000, maka marketplace JB wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250 dari PT YS.

“Marketplace JB melakukan pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT YS atas penghasilan dari jasa asuransi,” tegas Lampiran PMK 37/2025.

Siapa Saja Marketplace yang Wajib Memungut?

PMK ini juga menjadi dasar hukum bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menunjuk penyelenggara PMSE sebagai pemungut PPh Pasal 22. Marketplace yang ditunjuk harus menggunakan rekening escrow (penampung sementara dana transaksi), serta memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:

• Memiliki nilai transaksi dengan pengguna jasa PMSE melebihi ambang batas tertentu dalam 12 bulan terakhir.

• Memiliki jumlah trafik atau pengakses yang juga melampaui ambang batas dalam 12 bulan.

Batasan nilai transaksi dan trafik tersebut nantinya akan ditetapkan melalui peraturan Dirjen Pajak. Setelah itu, DJP akan menerbitkan keputusan resmi untuk menunjuk marketplace yang wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22.

Dalam tahap awal, DJP akan memprioritaskan penunjukan terhadap marketplace besar yang memiliki skala transaksi masif dan pengaruh luas dalam ekosistem perdagangan digital Indonesia. (alf)

 

 

DJP dan Bapenda Semarang Ajak Masyarakat Wujudkan Pembangunan Bersih dan Berkelanjutan

IKPI, Jakarta: Dalam rangka memperingati Hari Pajak Nasional, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pajak Tumbuh, Indonesia Tumbuh” di Lika Liku Coffee, Jalan Veteran, Semarang. Kegiatan ini dihadiri mahasiswa, pegiat LSM, dan perwakilan media untuk menguatkan semangat kolaborasi dalam edukasi perpajakan.

Kepala Seksi Kerja Sama dan Humas Kanwil DJP Jateng I, Yahya Ponco Aprianto, mengingatkan pentingnya peran pajak sebagai urat nadi pembangunan nasional. Ia mengajak semua pihak, terutama generasi muda, untuk ikut menyuarakan pentingnya kepatuhan pajak.

“Bayangkan jika listrik padam, jalan rusak, sekolah tak lagi gratis, dan BPJS berhenti beroperasi. Inilah gambaran suram sebuah bangsa jika warganya mengabaikan kewajiban pajak,” ujar Yahya, Sabtu (19/7/2025).

Yahya juga memaparkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025, di mana target pendapatan negara mencapai Rp3.005,1 triliun, sebagian besar ditopang oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp2.409,9 triliun. Menurutnya, keberlanjutan belanja negara termasuk pembangunan infrastruktur dan layanan dasar masyarakat sangat bergantung pada ketaatan masyarakat membayar pajak.

“Pajak itu gotong royong modern sesuai Pasal 23A UUD 1945. Tanpa pajak, pembangunan fisik dan sosial akan stagnan,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa DJP terus memperbaiki sistem administrasi pajak melalui pemanfaatan teknologi, sinergi antarlembaga, serta penegakan hukum untuk meningkatkan kepatuhan dan memperluas basis pajak.

Sementara itu, Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari, mengungkapkan capaian positif penerimaan pajak daerah. Sinergi dengan Pemprov Jateng dan pemerintah pusat berhasil mendorong peningkatan pendapatan daerah.

“Target pendapatan pajak Kota Semarang tahun 2025 sebesar Rp3 triliun. Hingga semester pertama, realisasinya sudah mencapai 49 persen dari total pendapatan daerah sebesar Rp6,5 triliun,” jelas Indriyasari yang akrab disapa Iin.

Ia juga merinci bahwa jumlah wajib pajak (WP) terbesar berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan 642.958 WP, disusul BPHTB, reklame, restoran, dan jenis pajak lainnya. Iin menegaskan bahwa seluruh dana pajak masuk langsung ke kas daerah dan digunakan sepenuhnya untuk pembangunan kota.

“Jangan mudah percaya hoaks soal penyalahgunaan pajak. Kami pastikan pajak yang Anda bayarkan digunakan untuk membangun Kota Semarang,” tegasnya.

Namun, kritik membangun juga hadir dari Ronny Maryanto, pegiat antikorupsi dari KP2KKN Jawa Tengah. Ia mengingatkan bahwa masih terdapat potensi celah korupsi dalam pengelolaan pajak, terutama dari sisi penerimaan.

“Kami pernah mendampingi kasus pengusaha yang bermain mata dengan petugas pajak demi meringankan setoran. Pengawasan publik dan transparansi sistem menjadi kunci pencegahan,” ujarnya.

Ronny juga menyoroti perlunya evaluasi dalam pemanfaatan dana pajak, terutama dalam proyek-proyek infrastruktur yang kerap tak sesuai dengan pagu anggaran. Salah satu yang menjadi sorotannya adalah optimalisasi potensi pajak parkir yang dinilai masih belum maksimal.

“Saya berharap pengawasan terhadap pemanfaatan pajak bisa lebih ditingkatkan. Masyarakat jangan hanya membayar, tapi juga mengawasi,” ucapnya.

FGD yang dimoderatori oleh Jayanto Arus Adi ini juga menghadirkan Kabid Penagihan Bapenda Kota Semarang, Bambang Prihartono, serta berbagai elemen masyarakat sipil, aktivis, mahasiswa, dan awak media. (alf)

 

Tak Perlu Bayar PPh, Ini Cara Dapat SKB Pengalihan Tanah dan Bangunan

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wonosari terus mengedukasi masyarakat tentang kemudahan perpajakan. Pada 18 Juni 2025 lalu, KPP menggelar sosialisasi mengenai Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PHTB).

Penyuluh KPP Pratama Wonosari, Dior Panji Putra Negara, menjelaskan bahwa SKB PHTB merupakan surat resmi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang membebaskan wajib pajak dari kewajiban membayar PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi tertentu.

“Contohnya untuk PHTB dengan nilai kurang dari Rp60 juta, pengalihan karena hibah, atau karena warisan. Sepanjang syaratnya terpenuhi, maka PHTB tersebut tidak dikenakan pajak final 2,5%,” ujar Dior, dikutip dari website resmi DJP, Minggu (20/7/2025).

Dengan SKB, wajib pajak cukup menyerahkan surat tersebut sebagai pengganti dokumen pembayaran PPh saat proses balik nama sertifikat tanah atau bangunan. Ini sangat membantu masyarakat, terutama dalam pengalihan yang sebenarnya dikecualikan dari PPh.

Dior menekankan bahwa pemohon SKB harus memenuhi sejumlah kriteria dan melengkapi dokumen pendukung. Hal itu diatur dalam Pasal 101 PER-8/PJ/2025, yang mewajibkan pengajuan permohonan SKB dilakukan untuk setiap transaksi PHTB, termasuk perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dan perubahannya.

Untuk memperoleh SKB, berikut beberapa ketentuan penting:

1. Pemohon harus telah memenuhi syarat untuk mendapatkan Surat Keterangan Fiskal (SKF)

2. Dalam hal warisan, pengajuan dilakukan oleh ahli waris menggunakan NPWP milik sendiri

3. Permohonan diajukan ke KPP tempat ahli waris terdaftar

 

Dokumen yang harus disiapkan pun bervariasi tergantung jenis transaksi:

1.Untuk PHTB < Rp60 juta:

• Surat pernyataan penghasilan di bawah PTKP

• Salinan Kartu Keluarga

• Salinan SPPT PBB tahun berjalan

2. Untuk hibah:

• Surat pernyataan hibah

3. Untuk waris:

• Surat pernyataan pembagian waris

Dior berharap masyarakat semakin sadar akan hak dan kewajiban perpajakan mereka. “SKB ini bukan hanya memudahkan, tapi juga mencegah pembayaran pajak yang seharusnya tidak perlu. Kami harap semua wajib pajak dapat patuh, tertib, dan tepat waktu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya,” pungkasnya.

Melalui sosialisasi ini, KPP Wonosari menunjukkan komitmennya dalam memberikan pemahaman yang jelas sekaligus membuka ruang dialog langsung dengan masyarakat demi terciptanya kepatuhan pajak yang adil dan merata. (alf)

 

Pedagang Online Tak Perlu Repot! Pajak Kini Dipungut Otomatis oleh Marketplace

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bukanlah beban baru bagi pelaku usaha daring, melainkan bentuk penyederhanaan kewajiban pajak yang lebih praktis dan efisien.

Aturan tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang menetapkan bahwa pungutan pajak akan dilakukan secara otomatis oleh platform marketplace tempat para pedagang online bertransaksi.

“Pedagang online tak perlu lagi menyetor pajak secara mandiri. Sekarang, pajak akan langsung dipungut oleh marketplace saat terjadi transaksi,” tulis DJP melalui akun media sosial resminya, Sabtu (19/7/2025).

Menurut DJP, sistem ini memudahkan pelaku usaha digital dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. PPh Pasal 22 dikenakan atas tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara daring. Dengan integrasi pemungutan di level platform, proses administrasi menjadi lebih ringan.

“Penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh bukan bentuk pungutan baru. Ini hanya pengalihan mekanisme yang bertujuan menyederhanakan proses dan menciptakan keadilan dalam pengenaan pajak,” kata DJP

Marketplace yang ditunjuk akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari nilai transaksi pedagang online. Pungutan ini bersifat final, sehingga tidak perlu diperhitungkan kembali dalam laporan pajak tahunan.

Namun, DJP menekankan bahwa pelaku UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun dikecualikan dari kewajiban ini. “Merchant kecil tidak perlu khawatir. Selama omzetnya di bawah Rp500 juta setahun, mereka tetap bebas dari pungutan PPh sesuai regulasi yang berlaku,” terang DJP. (alf)

 

Penurunan Tarif Impor AS Diklaim Berdampak Positif pada Industri Alas Kaki dan Ekspor RI

IKPI, Jakarta: Penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk asal Indonesia dari 32% menjadi 19% menuai respons positif dari pelaku usaha nasional. Kebijakan ini dinilai akan memberikan dorongan besar bagi sektor industri padat karya, terutama alas kaki, yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor nonmigas Indonesia ke Negeri Paman Sam.

Langkah ini diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump sebagai bagian dari kesepakatan dagang terbaru antara kedua negara. Sebagai timbal balik, Indonesia menyetujui masuknya sejumlah produk asal AS tanpa bea masuk, sebuah bentuk tarif resiprokal yang menandai babak baru hubungan dagang bilateral.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Yoseph Billie Dosiwoda, menyambut baik keputusan tersebut. Menurutnya, penurunan tarif tersebut merupakan peluang strategis untuk memperkuat daya saing produk dalam negeri, sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

“Industri alas kaki Indonesia menyerap sekitar 960 ribu tenaga kerja langsung di Pulau Jawa, dan sekitar 1,3 juta pekerja pendukung. Dengan tarif baru ini, ekspor kami ke AS yang pada 2024 mencapai USD 2,39 miliar diharapkan dapat tumbuh signifikan,” ungkap Yoseph, Sabtu (19/7/2025).

Ia menambahkan, dengan tarif 19%, produk Indonesia akan lebih kompetitif dibandingkan negara pesaing seperti Kamboja (36%), Thailand (36%), Malaysia (25%), hingga Jepang dan Korea Selatan (masing-masing 25%).

Namun Yoseph menegaskan, potensi ini hanya akan maksimal jika dibarengi reformasi di dalam negeri. Ia mendorong pemerintah untuk mempercepat deregulasi lintas sektor, menyederhanakan perizinan, dan mendorong kebijakan energi terjangkau, seperti insentif penggunaan panel surya oleh industri.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, juga menilai kebijakan tarif baru ini sebagai langkah positif untuk menjaga daya saing ekspor nasional, khususnya pada sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan perikanan.

Namun ia mengingatkan bahwa negara pesaing masih terus bernegosiasi dengan AS. “Kita perlu terus mencermati perkembangan global agar tidak kecolongan. Persaingan bisa bergeser sewaktu-waktu,” kata Shinta.

Terkait bebas tarif untuk produk AS yang masuk ke Indonesia, Shinta menjelaskan sebagian besar produk tersebut memang sudah dikenai tarif rendah. Meski begitu, Apindo tetap akan mengkaji dampaknya secara sektoral.

“Apindo akan mengkonsolidasikan pelaku usaha ekspor untuk merumuskan langkah adaptasi dan strategi mitigasi. Termasuk memperluas ekspor ke pasar non-tradisional dan mempercepat agenda reformasi ekonomi di dalam negeri,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya kepastian regulasi, efisiensi logistik, dan daya saing energi agar manfaat dari kebijakan ini bisa dirasakan maksimal.

“Penurunan tarif ini bukan jaminan sukses otomatis. Yang terpenting adalah kesiapan struktural dan keberlanjutan reformasi agar industri kita tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh di tengah dinamika global,” pungkas Shinta. (alf)

 

Insentif Pajak di IKN Sepi Peminat, Baru 7 Wajib Pajak Ajukan Fasilitas

IKPI, Jakarta: Upaya pemerintah menarik investor ke Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui fasilitas insentif perpajakan rupanya belum membuahkan hasil signifikan. Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 2024 mengungkapkan bahwa hingga akhir September tahun lalu, baru tujuh wajib pajak yang mengajukan fasilitas tax holiday untuk penanaman modal di IKN dan daerah mitra.

Tak hanya itu, sejumlah fasilitas unggulan lainnya bahkan belum tersentuh sama sekali. Belum ada satupun pengajuan insentif terkait pusat keuangan (financial center) di IKN, relokasi kantor pusat perusahaan (headquarter), maupun fasilitas supertax deduction untuk vokasi, riset, dan sumbangan pembangunan.

“Data ini berdasarkan permohonan dan/atau pemberitahuan yang diajukan melalui sistem OSS dan telah mendapat persetujuan sepanjang tahun 2024,” tulis DJP dalam laporan tersebut, dikutip Sabtu, (18/7/2025).

Padahal, insentif yang ditawarkan pemerintah tergolong agresif. Melalui PP Nomor 12 Tahun 2023 dan PMK Nomor 28 Tahun 2024, pemerintah memberikan pengurangan PPh Badan hingga 100% untuk investor di IKN maupun daerah mitra. Sektor keuangan seperti perbankan, asuransi, dan keuangan syariah bahkan mendapatkan potongan pajak penuh, sementara sektor lain seperti pasar modal dan dana pensiun mendapat pengurangan hingga 85%.

Selain itu, fasilitas tax holiday juga disiapkan untuk perusahaan yang memindahkan kantor pusat atau regionalnya ke IKN. Insentif tambahan berupa supertax deduction juga tersedia untuk kegiatan vokasi, penelitian, pengembangan, hingga donasi untuk mendukung pembangunan IKN.

Kendati fasilitas yang diberikan terbilang komprehensif, minimnya respons dari pelaku usaha menunjukkan masih adanya hambatan, baik dari sisi regulasi, infrastruktur, maupun persepsi terhadap potensi investasi di IKN.

Pemerintah dinilai perlu lebih aktif melakukan sosialisasi dan menciptakan kepastian hukum serta infrastruktur pendukung agar insentif fiskal ini benar-benar mampu menarik minat investor bukan hanya sekadar tertera di atas kertas. (alf)

 

 

Indonesia-AS Sepakat Tarif 19 Persen, Pemerintah RI Masih Negosiasi Turunkan Bea Masuk

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia terus melanjutkan upaya negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait besaran tarif perdagangan bagi produk-produk asal Indonesia. Saat ini, tarif tersebut telah ditekan menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen.

Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, menyampaikan bahwa negosiasi masih berjalan dan pemerintah Indonesia menargetkan adanya penurunan tambahan dalam waktu dekat.

“Masih ada dua minggu lagi untuk melanjutkan pembicaraan. Sejauh ini kita sudah berhasil menurunkan dari 32 persen ke 19 persen, dan tim Pak Airlangga (Menko Perekonomian) masih terus bekerja untuk menurunkannya lagi,” ujar Havas saat ditemui usai acara diskusi PCO di kawasan Beltway Office Park, Jakarta Selatan, Sabtu (19/7/2025).

Meski begitu, Havas menekankan bahwa komposisi produk ekspor-impor antara kedua negara harus dilihat secara cermat dan tidak bisa dibandingkan secara hitam-putih. Ia menilai bahwa produk AS yang masuk ke Indonesia sebagian besar bukan barang konsumsi harian masyarakat, sehingga pengenaan tarif nol persen bagi produk AS tidak serta merta dianggap timpang.

“Produk AS yang masuk ke sini kan seperti kedelai dan gandum, bukan barang-barang seperti sepatu, kopi, atau pakaian jadi. Jadi tidak bersaing langsung dengan produk dalam negeri. Makanya tidak bisa dilihat dari angka tarif semata,” jelasnya.

Sebelumnya, mantan Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa kesepakatan perdagangan dengan Indonesia merupakan langkah menguntungkan bagi AS. Menurutnya, produk AS akan masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenai tarif alias nol persen, sedangkan produk dari Indonesia akan dikenakan bea masuk sebesar 19 persen.

“Mereka akan membayar 19 persen dan kami tidak akan membayar apa pun,” ujar Trump dalam pernyataan yang dikutip Reuters pada Rabu (16/7/2025). Ia juga menyebutkan bahwa sejumlah kesepakatan lanjutan tengah disiapkan untuk diumumkan dalam waktu dekat.

Meski demikian, pemerintah Indonesia masih memiliki ruang untuk memperjuangkan posisi lebih adil dalam hubungan dagang tersebut, terutama agar tarif masuk bagi produk nasional dapat ditekan demi menjaga daya saing ekspor. (alf)

 

 

 

 

KPP Pratama Tuban Blokir Puluhan Rekening dan Lelang Barang Sitaan Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban mencatat sederet langkah tegas dalam menegakkan kepatuhan pajak selama semester pertama tahun 2025. Dalam periode Januari hingga Juni, penindakan terhadap wajib pajak yang abai telah dilakukan melalui penyitaan, surat paksa, pemblokiran rekening, hingga lelang barang sitaan.

Kepala KPP Pratama Tuban, Hanis Purwanto, mengungkapkan bahwa sepanjang enam bulan terakhir, pihaknya telah menerbitkan 1.777 surat paksa, menyita 15 objek milik penunggak, memblokir 34 rekening, dan menindaklanjuti 4 kasus dengan penjualan barang sitaan.

“Langkah-langkah ini kami ambil dalam rangka menegakkan hukum pajak, khususnya terhadap wajib pajak yang tidak kooperatif, mayoritas dari sektor jasa konstruksi,” ungkap Hanis dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).

Hanis menyoroti fenomena rendahnya kepatuhan pelaku jasa konstruksi dalam menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang kerap menjadi sumber tunggakan pajak. Salah satu kasus bahkan mencatat angka tunggakan mencapai Rp38 miliar.

Sebelum melakukan pemblokiran, KPP Pratama Tuban telah melalui serangkaian prosedur, mulai dari pelacakan rekening melalui kerja sama dengan perbankan hingga pengiriman surat teguran dan surat paksa. Menurut Hanis, pemblokiran dilakukan sebagai langkah terakhir terhadap wajib pajak yang tidak merespons upaya persuasif dari otoritas.

“Rekening yang diblokir adalah milik wajib pajak yang mengabaikan peringatan dan tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya,” tegas Hanis, yang sebelumnya menjabat Kepala KPP Pratama Bontang, Kalimantan Timur.

Kendati demikian, Hanis menyebut masih banyak wajib pajak yang kooperatif dan mendapatkan ruang dialog, termasuk kemungkinan pengaturan ulang pembayaran pajak yang tertunda.

Lebih lanjut, Hanis menjelaskan bahwa wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memblokir rekening bank wajib pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Ketentuan teknisnya diperjelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023.

“Pemblokiran tidak hanya terbatas pada rekening bank, tetapi juga mencakup aset keuangan lain seperti subrekening efek, polis asuransi, dan instrumen keuangan di lembaga keuangan,” imbuhnya. (alf)

 

 

Sebanyak 900 Ribu UMKM Masih Menanti Penghapusan Piutang Macet, Pemerintah Siapkan Skema Baru

IKPI, Jakarta: Sebanyak 900 ribu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih menunggu kejelasan nasib penghapusan piutang macet mereka. Padahal, program ini telah digulirkan pemerintah sejak awal tahun melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024.

Menteri Koperasi dan UMKM, Maman Abdurrahman, mengungkapkan bahwa hingga kini baru sekitar 67 ribu UMKM yang berhasil mendapatkan penghapusan utang. Artinya, capaian program masih jauh dari target pemerintah yang menargetkan 1 juta UMKM penerima manfaat.

“Saat PP itu diterbitkan, realisasinya baru 67 ribu UMKM yang bisa kita hapuskan piutangnya. Masih ada sekitar 900 ribu yang belum bisa ditindaklanjuti,” ujar Maman dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).

Ia menjelaskan, rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh persyaratan dalam PP yang mewajibkan proses restrukturisasi sebelum penghapusan piutang dilakukan. Ironisnya, biaya restrukturisasi kerap kali lebih besar dari nilai kredit macet itu sendiri, sehingga menjadi beban tambahan bagi UMKM maupun lembaga pembiayaan.

Karena keterbatasan waktu mengingat PP tersebut hanya berlaku enam bulan, dan pemerintah kini tengah menyiapkan pendekatan baru.

Menurut Maman, peluang ini datang dari revisi Undang-Undang BUMN yang membuka jalan bagi penghapusan piutang tanpa restrukturisasi, cukup melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) BUMN yang disetujui Danantara, perusahaan pengelola piutang negara.

“Dengan UU BUMN yang baru, kita punya dasar hukum untuk hapus buku dan hapus tagih tanpa perlu restrukturisasi. Sekarang tinggal menerbitkan Permen BUMN dan mendapat persetujuan dari Danantara,” ujarnya.

Untuk itu, Kementerian UMKM tengah berkoordinasi intensif dengan Kementerian BUMN, Danantara, dan OJK guna mempercepat harmonisasi regulasi baru tersebut.

“Kita sedang dalam proses finalisasi, karena ini melibatkan beberapa pihak. Kalau semua berjalan lancar, kita bisa segera melanjutkan penghapusan piutang untuk sisa UMKM yang masih menunggu,” tegasnya.

Program penghapusan piutang macet ini diharapkan menjadi angin segar bagi UMKM yang selama ini kesulitan bangkit akibat beban utang lama. Pemerintah menargetkan, melalui skema yang lebih fleksibel, sisa 900 ribu UMKM bisa segera mendapatkan manfaat nyata dalam waktu dekat. (alf)

 

en_US