Defisit APBN 2024 Sebesar 2,29% dari PDB, Menkeu: Lebih Rendah dari Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah berhasil menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau senilai Rp 507,8 triliun. Angka ini lebih rendah dari outlook sementara sebesar 2,70% dari PDB, namun tetap sesuai dengan target awal APBN 2024.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit APBN sempat diperkirakan akan melewati target akibat beberapa faktor eksternal. Penerimaan negara mengalami kontraksi 6,2% secara tahunan (yoy) pada awal tahun, inflasi mencapai puncaknya pada Maret di level 3,1% yoy, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga 7.063,6 pada Juni, dan yield Surat Berharga Negara (SBN) mencapai puncak tertinggi 7,2% pada April dan Juni.

Beberapa faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, fenomena El Nino, perlambatan ekonomi China, kenaikan harga minyak, dan penurunan harga batubara turut menjadi penyebab tekanan ekonomi.

Pemulihan di Semester II 2024

Namun, pada semester II 2024, situasi ekonomi global mulai menunjukkan perbaikan. Harga komoditas seperti batubara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO) perlahan pulih. Ekonomi China yang didukung oleh stimulus pemerintahnya juga memberikan angin segar. IHSG yang semula berada di angka 7.063,6 pada Juni naik menjadi 7.079,9 pada Desember. Yield SBN yang sempat menyentuh 7,2% turun menjadi 7,0% di akhir tahun.

Inflasi juga terkendali, menurun dari 3,1% yoy pada Maret menjadi 1,57% yoy pada Desember. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun menunjukkan perbaikan, dari Rp 16.421 per dolar AS pada Juni menjadi Rp 16.162 per dolar AS di Desember.

“Penerimaan negara mulai membaik di semester II, dan meskipun ada tekanan global, APBN tetap bisa beroperasi optimal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN 2024, Senin (6/1/2025).

Kinerja Penerimaan dan Belanja Negara

Penerimaan negara hingga akhir 2024 mencapai Rp 2.842,5 triliun, atau 101,4% dari target sebesar Rp 2.802,3 triliun. Angka ini tumbuh 2,1% yoy. Di sisi lain, realisasi belanja negara mencapai Rp 3.350,3 triliun atau 100,8% dari target sebesar Rp 3.325,1 triliun, dengan pertumbuhan 7,3% yoy. Kenaikan belanja terutama didorong oleh peningkatan belanja kementerian/lembaga yang mencapai 14,1% dari target.

Defisit keseimbangan primer tercatat sebesar Rp 19,4 triliun, lebih rendah dari target Rp 25,5 triliun. Selain itu, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) mencapai Rp 45,4 triliun, meningkat signifikan dibandingkan Rp 19,4 triliun pada 2023.

Sri Mulyani menegaskan bahwa capaian ini menunjukkan keberhasilan pengelolaan APBN di tengah tantangan global. “Defisit APBN tetap terkendali di level 2,29% dari PDB, sesuai dengan desain awal,” ujarnya. (alf)

Andreas Budiman: Dinamika IKPI Terus Bergerak ke Arah Positif

IKPI, Jakarta: Dinamika di dalam organisasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus bergerak dan mengarah kepada tujuan yang positif, yakni untuk mengapai tujuan organisasi mulia. Pernyataan itu disampaikan Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum IKPI Andreas Budiman, Selasa (7/1/2025).

Ia menegaskan, terutama menjelang pelantikan Pengurus Cabang (Pengcab) dan Pengurus Daerah (Pengda) IKPI wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Andreas menyampaikan sejumlah pesan penting kepada anggota IKPI terkait dukungan terhadap kepengurusan yang baru.

Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya anggota IKPI untuk memberikan dukungan penuh kepada pengurus cabang dan daerah yang baru. Ia berharap kolaborasi ini dapat membawa organisasi menuju perubahan yang lebih baik.

“Anggota IKPI Sumbagsel diharapkan mendukung dan mensupport pengurus baru agar dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal. Kerja sama yang solid antara pengurus dan anggota akan membawa organisasi kita ke arah yang lebih baik,” ujar Andreas.

Andreas secara khusus menyoroti cabang IKPI Palembang sebagai salah satu pilar penting dalam IKPI Sumbagsel. Menurutnya, cabang Palembang perlu terus bergerak aktif dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota.

“Fokus utama kita adalah memastikan pelayanan keanggotaan terus ditingkatkan. Dengan pelayanan yang optimal, kita bisa menciptakan iklim organisasi yang sehat dan saling mendukung,” tambahnya.

Tidak hanya itu, Andreas juga memberikan pesan kepada pengurus daerah (Pengda) yang baru agar dapat menjalankan perannya sebagai pemimpin dan pelindung bagi seluruh anggota.

Ketua IKPI Palembang dua periode ini menggambarkan, Pengda sebagai “bapak” bagi anggota, yang seharusnya memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kasih sayang.

“Apabila ada anggota yang dianggap keliru, selayaknya seorang anak dipanggil dan diberikan nasihat, bukan dikucilkan. Sikap ini penting untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kekeluargaan dalam organisasi,” tegas Andreas.

Di akhir pernyataannya, Andreas mengucapkan selamat kepada pengurus cabang dan daerah yang baru. Ia berharap seluruh pengurus mampu melayani dengan baik dan berkontribusi positif terhadap kemajuan IKPI Sumbagsel.

“Sekali lagi, selamat melayani kepada rekan-rekan pengurus cabang dan pengda. Semoga semangat dan dedikasi Anda membawa IKPI Sumbagsel menjadi lebih baik di masa mendatang,” katanya.

Pelantikan Pengurus Cabang dan Daerah IKPI Sumbagsel ini menjadi momentum penting dalam perjalanan organisasi untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata dalam dunia perpajakan Indonesia. Dengan komitmen bersama antara pengurus dan anggota, harapan untuk IKPI yang lebih baik semakin dekat untuk diwujudkan. (bl)

Pemerintah Siapkan Prefunding Rp85,9 Triliun untuk Pembiayaan APBN 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan prefunding atau penerbitan surat utang sebelum tahun anggaran berjalan sebesar Rp85,9 triliun. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan pembiayaan pada tahun 2025.

“Terkait dengan tantangan global yang masih besar, kami antisipasi dan memastikan pembiayaan utang dilakukan dengan biaya atau cost of fund yang wajar dan risiko yang terkelola dengan baik,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

Menurut Suminto, langkah prefunding ini akan mengurangi jumlah penerbitan surat utang pada tahun anggaran 2025. Selain itu, Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah sepakat untuk menukar utang atas Surat Berharga Negara (SBN) pembiayaan COVID-19 senilai Rp100 triliun yang jatuh tempo pada 2025, sehingga beban penerbitan di pasar perdana dapat ditekan.

Target APBN 2025

Pada APBN 2025, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari produk domestik bruto (PDB). Pembiayaan anggaran direncanakan mencapai Rp775,9 triliun, terdiri dari Rp642,5 triliun melalui penerbitan SBN dan Rp133,3 triliun dari pinjaman.

Namun, Suminto menjelaskan bahwa pemerintah memiliki fleksibilitas dalam penggunaan instrumen utang sesuai ketentuan Undang-Undang APBN. Artinya, proporsi antara penerbitan SBN dan pinjaman dapat disesuaikan.

Selain itu, pemerintah akan memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) dari APBN 2024 sebesar Rp45,4 triliun serta Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2024 sebagai bantalan tambahan pembiayaan pada tahun 2025.

Kinerja APBN 2024

APBN 2024 tercatat mengalami defisit sebesar Rp507,8 triliun atau 2,29% dari PDB, sesuai target yang ditetapkan. Pendapatan negara secara keseluruhan menunjukkan kinerja positif dengan realisasi sementara sebesar Rp2.842,5 triliun. Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun.

Keseimbangan primer terealisasi positif sebesar Rp19,4 triliun, sedangkan pembiayaan anggaran mencapai Rp553,2 triliun. SILPA APBN 2024 tercatat sebesar Rp45,4 triliun.

Dengan langkah-langkah strategis ini, Kemenkeu optimistis mampu menjaga stabilitas pembiayaan utang dan menghadapi tantangan global yang semakin dinamis pada tahun 2025. (alf)

Dirjen Pajak Sampaikan Cara Masyarakat Ajukan Pengembalian PPN 12% yang Terlanjur Dipungut

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo, menyampaikan bahwa masyarakat yang terkena potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut. Pengembalian pajak dilakukan dengan membawa bukti pembayaran berupa struk transaksi ke tempat pembelian.

“Jadi mereka kembali dengan memberikan struk yang sudah dibawa selama ini,” ujar Suryo dalam konferensi pers APBN 2024 yang digelar di Jakarta, Senin (6/1/2024).

Suryo menjelaskan bahwa pengembalian ini berkaitan dengan pajak yang terlanjur dipungut akibat penerapan kebijakan baru terkait pajak yang diumumkan pada 31 Desember lalu. Beberapa pelaku usaha telah menerapkan kebijakan tersebut sejak 1 Januari sebelum adanya penyesuaian.

Untuk mengatasi persoalan ini kata Suryo, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berdiskusi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa pemerintah memberikan waktu tiga bulan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem administrasi guna mendukung implementasi kebijakan baru.

“Karena dengan penggunaan DPP dasar (pengenaan pajak) nilai lain, otomatis sistem administrasi para pelaku usaha juga mengalami perubahan. Selain itu, ada situasi di mana pajak sudah terlanjur dipungut,” ujarnya.

Selama masa penyesuaian tiga bulan tersebut, pemerintah memberikan kelonggaran berupa penghapusan sanksi apabila terjadi keterlambatan atau kesalahan dalam penerbitan faktur pajak.

Pengembalian pajak akan dilakukan melalui penjual karena pajak yang dipungut belum disetorkan ke pemerintah hingga akhir bulan berikutnya.

“Kemudian yang sudah terlanjur dipungut ya kita kembalikan. Saya sepakat dengan pelaku lewat si penjual. Karena pajaknya kan belum disetorkan kepada kami di pemerintah,” kata Suryo.

Dengan kebijakan ini, masyarakat diharapkan dapat segera memanfaatkan mekanisme pengembalian pajak untuk menghindari kerugian akibat kelebihan pembayaran PPN. (alf)

Dirjen Pajak Klaim PPN 12% Barang Mewah Tambah Pemasukan Negara hingga Rp 3,5 Triliun

IKPI, Jakarta: Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% untuk barang mewah diklaim berhasil menambah pemasukan negara hingga Rp 3,5 triliun. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo, dalam konferensi pers APBN 2024 di Kantor Kemenkeu, Senin (6/1/2025).

Suryo menyebutkan, penghitungan yang dilakukan bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menghasilkan tambahan pendapatan negara sebesar Rp 1,5 triliun hingga Rp 3,5 triliun.

“Kalau hitung-hitungan kami dengan Pak Febrio (Kepala BKF), range-nya Rp 1,5 triliun sampai Rp 3,5 triliun. Itu tambahan PPN dari barang mewah,” kata Suryo.

Ia menjelaskan bahwa upaya meningkatkan penerimaan negara ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk mencapai target penerimaan negara tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. Salah satu langkah yang dilakukan adalah memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

“Kami bekerja sama dengan Pak Askolani (Dirjen Bea Cukai) dan Pak Isa (Dirjen Anggaran) untuk mencari sumber-sumber penerimaan baru yang belum tercakup sebelumnya,” ujar Suryo.

Tarif Hanya Berlaku untuk Barang Mewah

Suryo menegaskan bahwa tarif PPN 12% hanya diberlakukan untuk kategori barang mewah, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers pada 31 Desember 2024. Barang mewah tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, yang mencakup daftar barang yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) selain kendaraan bermotor.

“Barang dan jasa lain tidak mengalami kenaikan beban PPN. Barang dan jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan atau tarif 0% tetap mendapatkan perlakuan yang sama,” ujarnya.

Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pendapatan negara tanpa memberikan dampak yang signifikan pada masyarakat umum, mengingat kenaikan tarif hanya berlaku untuk barang mewah tertentu. (alf)

Dirjen Pajak Akui Sistem Coretax Terkendala: Kami Terus Pantau dan Selesaikan Masalahnya

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, mengakui bahwa implementasi sistem inti perpajakan (Coretax) yang resmi berjalan sejak 1 Januari 2025, masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satu tantangan utama adalah kesulitan yang dihadapi wajib pajak (WP) dalam membuat faktur pajak.

“Kendala yang muncul saat Coretax diimplementasikan, ada satu kesulitan bagi WP buat faktur pajak,” ujar Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kita 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2024).

Meski demikian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus merespons keluhan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Suryo memastikan pihaknya melakukan pemantauan secara intensif dan berupaya menyelesaikan masalah yang muncul seiring interaksi pengguna dengan sistem baru tersebut.

“Kami terus monitor dan pantau, menyelesaikan masalah yang muncul saat interaksi para pelaku dengan sistem yang kami luncurkan 1 Januari kemarin,” ujarnya.

Suryo mengungkapkan bahwa tingginya aktivitas masyarakat dalam mengakses Coretax menjadi tantangan tersendiri. Saat peluncuran, banyak wajib pajak tidak hanya mencoba sistem, tetapi langsung melakukan transaksi nyata, sehingga memperbesar beban kerja sistem.

“Kami terus bekerja 24 jam, 7 hari, dengan tim di kantor pusat. Aksesnya tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga untuk mendukung tim kami, termasuk menangani kendala infrastruktur karena sistem ini tidak bisa berdiri sendiri,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa pada tahap awal implementasi, sempat terjadi masalah teknis dengan vendor penyedia jaringan telekomunikasi. Salah satunya adalah kendala dalam pengiriman token yang tidak sampai ke tujuan.

“Waktu pertama implementasi, ada pihak vendor terkait token yang bisa dikirimkan tapi tidak sampai ke tujuan. Ini memerlukan troubleshooting dengan berbagai pihak untuk menyamakan frekuensi,” ungkapnya.

Sebagai informasi, sistem inti perpajakan atau Coretax resmi diluncurkan pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan secara operasional pada awal tahun ini. Sistem tersebut dirancang untuk memodernisasi layanan perpajakan di Indonesia, meningkatkan efisiensi, dan mendukung transformasi digital di bidang perpajakan.

Meski mengalami kendala di awal, DJP optimistis bahwa Coretax dapat berjalan lebih baik setelah melalui berbagai penyesuaian teknis. DJP juga mengimbau masyarakat untuk bersabar dan terus memberikan masukan agar implementasi sistem ini dapat memenuhi kebutuhan wajib pajak dengan optimal. (alf)

Ketua IKPI Pengda Sumbagteng Sebut Rakor IKPI 2025 Perkuat Sinergi Pengurus

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) Lilisen, memberikan tanggapannya terkait rencana pelaksanaan Rapat Koordinasi (Rakor) IKPI yang akan diselenggarakan pada 17 hingga 19 Januari 2025 di Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, rapat koordinasi ini menjadi salah satu agenda penting dalam memperkuat sinergi antar pengurus IKPI di seluruh Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan dan perkembangan terkini di dunia perpajakan.

Lilisen menyatakan, bahwa susunan acara Rakor kali ini menunjukkan adanya perubahan signifikan dibandingkan dengan rakor-rakor sebelumnya. Ia menuturkan, hal ini merupakan indikasi bahwa IKPI saat ini sedang mengalami transformasi menuju organisasi yang lebih baik dan lebih profesional.

“Melihat list susunan acara Rakor kali ini, saya melihat adanya perbedaan yang cukup jelas dibandingkan dengan rakor-rakor sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa IKPI sedang melakukan langkah-langkah strategis untuk bertransformasi menjadi organisasi yang lebih baik lagi, lebih terstruktur, dan lebih siap dalam menghadapi dinamika perpajakan yang terus berkembang,” ujar Lilisen, Senin (6/1/2025).

Lebih lanjut, Lilisen menyampaikan harapannya terkait pelaksanaan Rakor tersebut. Ia berharap bahwa kegiatan ini dapat mempererat hubungan pengurus IKPI dari tingkat pusat, daerah dan cabang di seluruh Indonesia, serta memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan IKPI yang lebih kompak dan sukses di masa depan.

“Saya berharap, dengan diadakannya Rakor ini, semua pengurus IKPI semakin kompak dalam menjalankan berbagai program dan kegiatan yang telah direncanakan. Selain itu, semoga semua proses yang berjalan lancar dan memberikan dampak yang positif bagi kemajuan organisasi ini. Dengan kebersamaan dan semangat yang tinggi, saya yakin IKPI akan semakin berjaya dan mampu memberikan kontribusi besar bagi kemajuan dunia perpajakan di Indonesia,” kata Lilisen.

Ia menegaskan, kegiatan ini diperkirakan akan menjadi momentum penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan konsultan pajak di Indonesia, serta memperkuat peran IKPI sebagai organisasi yang berkomitmen untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas sumber daya manusia di bidang perpajakan. Dengan semangat kebersamaan dan kolaborasi yang ditunjukkan oleh seluruh anggota IKPI, Lilisen optimis bahwa Rakor kali ini akan menjadi langkah penting menuju kemajuan dan kejayaan IKPI di masa depan.(bl)

DJP Tegaskan Pelaporan SPT PPh Tahun 2024 Masih Gunakan Sistem Lama

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, mengumumkan bahwa untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun pajak 2024, wajib pajak (WP) masih harus menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Meskipun, DJP telah menyiapkan Coretax Administration System (PSIAP), sistem baru yang akan mulai digunakan pada Januari 2025, pelaporan untuk tahun pajak 2024 tetap dilakukan dengan cara yang sama seperti tahun sebelumnya.

Hal itu diungkapkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, kepada media di Jakarta, Senin (6/1/2025). Menurutnya, kebijakan ini diambil untuk memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan 2024, karena transisi ke sistem baru membutuhkan waktu dan data transaksi wajib pajak pada 2024 belum terekam oleh Coretax.

“Pelaporan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2024 akan tetap menggunakan sistem lama, yaitu e-filing untuk wajib pajak orang pribadi dan e-Form untuk wajib pajak badan. Coretax baru akan digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2025, yang akan disampaikan pada 2026,” kata Dwi.

Meski demikian, tenggat waktu pelaporan SPT Pajak tidak mengalami perubahan. Batas waktu penyampaian SPT bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) tetap pada akhir Maret, sedangkan untuk wajib pajak badan, batas waktu pelaporannya tetap pada akhir April. Dengan demikian, wajib pajak diminta untuk melaporkan SPT mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku meskipun ada sistem baru yang sedang dipersiapkan.

Panduan Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Orang Pribadi

Bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta, mereka harus melaporkan pajak dengan menggunakan formulir SPT 1770 SS, yang dapat diakses melalui DJP Online. Berikut langkah-langkah pelaporan:

1. Kunjungi situs DJP Online dan login dengan NPWP dan kata sandi.
2. Pilih layanan “e-Filing” dan lengkapi formulir yang sesuai.
3. Masukkan informasi yang diminta, termasuk penghasilan, harta, dan kewajiban.
4. Verifikasi SPT dan kirimkan. Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirim ke email.

Sementara itu, bagi wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 60 juta, mereka harus menggunakan formulir SPT 1770 S, dan mengikuti prosedur serupa yang melibatkan pengisian lebih banyak informasi terkait pemotongan pajak dan bukti-bukti lainnya.

Sementara itu kata Dwi, Coretax Administration System yang akan diberlakukan pada 2025, diharapkan dapat mempermudah administrasi perpajakan dan mengintegrasikan data transaksi wajib pajak secara lebih efisien. Meskipun demikian, karena data untuk tahun pajak 2024 belum terintegrasi, pelaporan SPT untuk tahun tersebut masih akan dilakukan menggunakan sistem lama.

Dengan peralihan ke sistem Coretax, diharapkan pada 2026, pelaporan SPT PPh untuk tahun pajak 2025 akan berjalan lebih lancar dan lebih otomatis. Namun, hingga saat itu, wajib pajak diharapkan untuk tetap mengikuti prosedur yang berlaku agar tidak mengalami kesulitan dalam pelaporan.

Meskipun sistem Coretax yang lebih canggih sudah siap untuk digunakan, DJP memutuskan untuk tetap menggunakan sistem lama dalam pelaporan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi wajib pajak dalam menjalani pelaporan yang sudah familiar. Wajib pajak diimbau untuk tetap mematuhi tenggat waktu pelaporan yang tidak berubah, yakni akhir Maret untuk WP OP dan akhir April untuk WP Badan. (alf)

Penerimaan Pajak 2024 Tak Capai Target APBN, Tetapi Tumbuh 3,5% Dibandingkan 2023

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa penerimaan pajak hingga Desember 2024 mengalami shortfall atau tidak mencapai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) III Anggito Abimanyu, menyampaikan bahwa total penerimaan pajak mencapai Rp 1.932,4 triliun atau 97,2% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.988,9 triliun. Meskipun demikian, realisasi ini tercatat mengalami kenaikan 3,5% dibandingkan dengan penerimaan pajak pada tahun 2023.

Anggito menjelaskan bahwa pencapaian penerimaan pajak yang lebih rendah dari target disebabkan oleh penurunan penerimaan pada kuartal I dan II 2024, yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal I 2024, penerimaan pajak tercatat hanya Rp 393,9 triliun, terkontraksi 8,8% dibandingkan kuartal I 2023. Sementara pada kuartal II, penerimaan pajak tercatat Rp 499,9 triliun, mengalami penurunan sebesar 7,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, penerimaan pajak mulai membaik pada kuartal III dan IV 2024. Pada kuartal III, penerimaan pajak tercatat Rp 461 triliun atau tumbuh 10,4% dibandingkan tahun lalu. Peningkatan ini didorong oleh pajak-pajak yang bersifat transaksional seperti PPh dalam negeri, PPh 22 impor, dan PPN impor, yang sejalan dengan aktivitas ekonomi yang semakin membaik. Selain itu, sektor pertambangan tembaga juga mencatatkan kinerja yang positif, yang turut mendukung pertumbuhan penerimaan pajak.

Pada kuartal IV 2024, penerimaan pajak bahkan mengalami lonjakan signifikan, mencapai Rp 577,6 triliun atau tumbuh 20,3% dibandingkan dengan kuartal IV 2023. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh PPN dalam negeri yang terkait dengan sektor perdagangan dan industri pengolahan, serta membaiknya kinerja sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan.

“Secara keseluruhan, penerimaan pajak tahun 2024 terdiri dari beberapa komponen utama. Penerimaan PPh non-migas tercatat sebesar Rp 997,6 triliun, meningkat 0,5% dibandingkan tahun lalu dan menyumbang sekitar 51,6% dari total penerimaan pajak. Salah satu yang mencatatkan pertumbuhan signifikan adalah PPh pasal 21 yang tercatat mencapai Rp 243,8 triliun, tumbuh 21,1% yoy, terutama didorong oleh sektor keuangan,” kata Anggito kepada media di Jakarta, Senin (6/1/2025).

Namun lanjut Anggito, PPh badan mengalami kontraksi yang signifikan, tercatat hanya mencapai Rp 335,8 triliun, terkontraksi 18,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh menurunnya profitabilitas perusahaan di sektor pertambangan, akibat moderasi harga komoditas pada 2023.

Selain itu, penerimaan PPh migas tercatat hanya mencapai Rp 65,1 triliun, mengalami penurunan 5,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, penerimaan dari PPN/PPnBM tercatat Rp 828,5 triliun, tumbuh 8,6% dibandingkan tahun lalu. Penerimaan PPN/PPnBM sempat terkontraksi pada kuartal I dan II, namun kembali tumbuh positif pada kuartal III dan IV.

Ia mengungkapkan bahwa meskipun ada beberapa sektor yang mengalami penurunan, kinerja penerimaan pajak di paruh kedua tahun 2024 menunjukkan perkembangan yang positif seiring dengan pemulihan ekonomi global dan peningkatan harga komoditas yang lebih stabil. (alf)

Ketum IKPI Tanggapi Keluhan Wajib Pajak, Minta DJP Segera Perbaiki Aplikasi Coretax 

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (Ketum IKPI) Vaudy Straworld, menyampaikan tanggapannya terkait keluhan para wajib pajak mengenai permasalahan teknis pada aplikasi Coretax. Dalam pernyataannya, Vaudy meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap aplikasi tersebut, mengingat Coretax adalah satu-satunya media pelaporan pajak digital yang telah diwajibkan pemerintah sejak 1 Januari 2025.

Vaudy menyebutkan bahwa Coretax, yang diharapkan menjadi solusi modern dalam administrasi perpajakan harus siap saat implementasinya sehingga para wajib pajak dapat menggunakan aplikasi perpajakan yang lebih baik dari sebelumnya. Saat ini banyak keluhan yang paling sering muncul meliputi kesulitan akses, fitur yang tidak responsif, hingga ketidaksesuaian data yang menghambat proses pelaporan pajak.

“Coretax adalah inovasi penting yang mendukung digitalisasi perpajakan di Indonesia bahkan dapat meningkatkan tax ratio Indonesia sehingga setiap masalah teknis yang muncul harus segera diatasi, jika tidak justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan kita,” ujar Vaudy dalam pernyataan resminya, Senin (6/1/2025).

Vaudy menekankan bahwa wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, merasa terbebani dengan masalah yang terjadi pada aplikasi ini.

Ia menegaskan, IKPI sebagai organisasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, telah menerima laporan dari anggota mengenai kendala yang dihadapi klien-klien mereka bahkan mereka sendiri dalam menggunakan Coretax.

Menurut Vaudy, situasi ini mempersulit konsultan pajak dalam menjalankan tugas mereka mendampingi wajib pajak. “Kami berharap DJP segera melakukan evaluasi komprehensif terhadap aplikasi Coretax. Perlu ada tim teknis yang memastikan sistem ini berjalan stabil dan mampu menangani lonjakan pengguna, terutama mendekati batas waktu pelaporan,” ujarnya. (bl)

en_US