Refleksi Kewenangan AR dalam Pengawasan Pajak Hendak Kadaluwarsa

Account Representative (AR) merupakan ujung tombak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menjembatani kepentingan Wajib Pajak (WP) dengan negara. Tugas utama AR adalah memastikan hak dan kewajiban perpajakan WP dapat terpenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Namun, dalam praktiknya, AR lebih menitikberatkan pada pengawasan kepatuhan kewajiban WP dibandingkan dengan pemenuhan hak WP, seperti insentif pajak atau upaya hukum atas sengketa perpajakan.

Dalam konteks pengawasan terhadap kewajiban perpajakan yang mendekati masa kadaluwarsa, peran AR menjadi sangat strategis. Pasal 8 Ayat (1) dan Ayat (1a) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 jo. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi acuan penting dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT).

WP diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan SPT secara mandiri, selama belum dilakukan pemeriksaan oleh DJP. Namun, jika SPT yang hendak dibetulkan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan tersebut hanya dapat dilakukan paling lama dua tahun sebelum daluwarsa penetapan.

AR dan Pengawasan SP2DK

Dalam praktiknya, pengawasan oleh AR kerap dilakukan melalui Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Surat ini meminta WP memberikan penjelasan terkait data perpajakan tertentu, sering kali diiringi dengan pembetulan SPT. Masalah muncul ketika pengawasan ini dilakukan terhadap SPT yang mendekati masa kadaluwarsa.

WP sering kali merasa “dipaksa” untuk membetulkan SPT dalam kondisi kurang bayar, tambahan kurang bayar, atau nihil, meskipun tidak sesuai dengan kondisi yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (1a). Hal ini memunculkan kesan bahwa proses tersebut lebih condong kepada kepentingan administrasi DJP dibandingkan memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi WP.

Usulan Perubahan Kewenangan

Salah satu solusi yang diusulkan adalah mengalihkan kewenangan pengawasan terhadap SPT yang mendekati masa kadaluwarsa dari AR ke tahap pemeriksaan oleh Tim Fungsional Pemeriksa.

Dengan demikian, AR dapat lebih fokus pada tugas-tugas yang bersifat analisis, konkrit serta terpenuhinya unsur benar, lengkap dan jelas terhadap SPT WP, meningkatkan kepatuhan sukarela, dan menjalankan pengawasan secara sistematis. Hal ini juga memungkinkan AR bekerja secara lebih profesional tanpa tekanan waktu yang sempit.

Di sisi lain, pengalihan kewenangan ini akan memberikan ruang relaksasi bagi WP, sehingga mereka dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan lebih tenang dan percaya diri.

Kebijakan ini mencerminkan pendekatan low enforcement yang lebih humanis, memberikan kepercayaan kepada WP, serta mendorong hubungan yang lebih harmonis antara DJP dan WP.

Pengawasan yang dilakukan oleh AR terhadap SPT yang mendekati masa kadaluwarsa memang krusial, tetapi pelaksanaannya perlu dievaluasi untuk memastikan terciptanya keadilan dan kepastian hukum.

Dengan melepas kewenangan pengawasan tersebut kepada Tim Fungsional Pemeriksa saja, diharapkan AR dapat lebih optimal dalam menjalankan tugasnya, sementara WP mendapatkan perlakuan yang lebih adil.

Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan profesionalisme DJP, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan di Indonesia.

Penulis: Anggota Departemen Pengembangan Organisasi, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Muhammad Fadhil, S.Ak., S.AP., Ak., BKP

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

DJP Ingatkan Penipuan dengan Akun Palsu Menyerupai Kring Pajak di Medsos X

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap akun media sosial (medsos) palsu di platform X yang menyerupai akun resmi Kring Pajak 1500200. Akun-akun ini berusaha menipu wajib pajak dengan menyamar sebagai sumber informasi perpajakan yang sah.

DJP menegaskan bahwa akun resmi mereka di X memiliki verified badge abu-abu, sebagai tanda autentikasi dari platform tersebut. Akun-akun resmi yang dapat diikuti untuk informasi perpajakan adalah, @kring_pajak dan @DitjenPajakRI.

Selain itu, beberapa unit kerja DJP juga memiliki akun resmi di media sosial masing-masing. Wajib pajak dapat memeriksa daftar lengkap akun resmi DJP melalui laman www.pajak.go.id/unit-kerja.

Wajib pajak diminta memastikan hanya berinteraksi dengan akun resmi DJP jika membutuhkan informasi terkait perpajakan.

DJP mengimbau jika masyarakat menemukan akun mencurigakan, segera laporkan agar tidak ada korban penipuan. (alf)

PKP Tertentu Wajib Gunakan e-Faktur dalam Pembuatan Faktur Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerapkan kebijakan baru terkait pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu yang berlaku sejak16 Januari 2025. Kebijakan ini sejalan dengan implementasi sistem Coretax DJP yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan pajak.

Dalam ketentuan itu, PKP tertentu yang melakukan pembuatan Faktur Pajak dengan jumlah tertentu, sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, wajib menggunakan aplikasi e-Faktur. Sementara itu, PKP lainnya tetap harus membuat Faktur Pajak melalui aplikasi Coretax DJP.

Selain itu, seluruh PKP diwajibkan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai Januari 2025 dengan menggunakan aplikasi Coretax DJP.

Contoh Kasus Penerapan e-Faktur

Sebagai ilustrasi penerapan aturan baru ini, berikut beberapa contoh kasus yang dapat menjadi acuan bagi PKP dalam pembuatan Faktur Pajak:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang Tergolong Mewah
Pada 20 Januari 2025, PT ABC, yang merupakan PKP tertentu, menjual mobil 1.500 cc kepada PT DEF dengan harga jual Rp300.000.000,00 (belum termasuk PPN). Karena mobil tersebut termasuk dalam kelompok BKP yang tergolong mewah, maka PPN yang terutang dihitung dengan tarif 12% dari harga jual:
• Harga Jual: Rp300.000.000,00
• Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp300.000.000,00
• PPN (12% dari DPP): Rp36.000.000,00

Sebelum mengunggah Faktur Pajak ke DJP, PT ABC harus memastikan bahwa nilai PPN telah disesuaikan dengan ketentuan, karena dalam sistem e-Faktur sebelumnya nilai PPN masih tercatat sebesar Rp33.000.000,00.

2. Penyerahan BKP Selain yang Tergolong Mewah

Pada 21 Januari 2025, PT GHI, yang juga merupakan PKP tertentu, menjual komputer kepada PT JKL dengan harga jual Rp12.000.000,00 (belum termasuk PPN). Karena komputer bukan termasuk BKP yang tergolong mewah, maka PPN dihitung berdasarkan DPP yang merupakan 11/12 dari harga jual:

• Harga Jual: Rp12.000.000,00
• DPP: Rp11.000.000,00 (11/12 dari harga jual)
• PPN (12% dari DPP): Rp1.320.000,00

Sebelum mengunggah Faktur Pajak, PT GHI harus memastikan bahwa nilai DPP dan PPN sudah disesuaikan sesuai dengan aturan, karena nilai awal dalam sistem e-Faktur masih tercatat lebih tinggi.

Pentingnya Memeriksa Validitas Sertifikat Elektronik

DJP juga mengingatkan seluruh PKP untuk memastikan bahwa sertifikat elektronik mereka masih berlaku. Sertifikat yang telah kedaluwarsa harus segera diperpanjang agar tidak menghambat pembuatan Faktur Pajak melalui e-Faktur.

Dengan kebijakan ini, DJP berharap penerapan Coretax DJP dapat meningkatkan akurasi dan transparansi dalam administrasi perpajakan. PKP diharapkan segera menyesuaikan diri dengan ketentuan baru untuk menghindari kendala dalam pelaporan dan pembayaran pajak. (alf)

Proses Pembuatan Faktur Pajak Keluaran Kode 04 DPP Nilai Lain di Coretax DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini telah mengimplementasikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-1/PJ/2025) dalam pembuatan Faktur Pajak Keluaran dengan Kode Faktur 04 DPP Nilai Lain melalui sistem Coretax DJP.

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi serta mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan pelaporan dan pembayaran pajak. Berikut adalah tahapan dalam proses pembuatan Faktur Pajak Keluaran Kode 04 di sistem e-Faktur Coretax DJP:

1. Login ke Sistem Coretax DJP
Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus melakukan login menggunakan NIK, NPWP, atau NITKU. Setelah memasukkan kata sandi dan captcha, pengguna dapat mengakses sistem Coretax dan memilih fitur impersonasi jika bertindak atas nama wajib pajak lain.

2. Memilih Modul dan Menu Pajak Keluaran
Setelah berhasil login, pengguna perlu mengakses Modul “e-Faktur”, lalu memilih menu “Pajak Keluaran” untuk memulai pembuatan faktur.

3. Mengisi Dokumen Transaksi

• Pilih Kode Transaksi “04 DPP Nilai Lain”.
• Tentukan tanggal faktur sesuai dengan transaksi yang dilakukan.
• Isi informasi pembeli dengan memasukkan NPWP 16 digit yang secara otomatis akan menampilkan data pembeli.
• Pilih identitas tempat kegiatan usaha pembeli.

4. Merekam Detail Transaksi

• Pilih jenis transaksi, apakah berupa barang atau jasa.
• Masukkan kode penyerahan barang/jasa, nama barang/jasa, serta satuan ukur.
• Isi harga satuan, jumlah barang/jasa, dan potongan harga (jika ada).
• Centang opsi “DPP Nilai Lain” dan hitung nominalnya dengan rumus (11/12 x nilai transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak).
• Pastikan tarif PPN 12% diterapkan secara otomatis oleh sistem.

5. Penyelesaian Faktur Pajak

• Jika ingin menyimpan konsep sebelum dikirim, pilih “Simpan Konsep”.
• Jika semua data sudah lengkap dan benar, pilih “Kirim” untuk proses lebih lanjut.
• Pilih Penyedia Penandatangan yang telah terdaftar dalam sistem DJP.
• Masukkan kata sandi penandatangan untuk melakukan Konfirmasi Tanda Tangan.

6. Status dan Persetujuan Faktur Pajak
Setelah faktur berhasil dikirim, sistem akan menampilkan Nomor Faktur Pajak secara otomatis. Jika faktur sudah disetujui (Approved), pengguna dapat melihat atau mengunduh faktur pajak.

Dengan diterapkannya PMK 131/2024 dan PER-1/PJ/2025, DJP berharap sistem pembuatan Faktur Pajak Keluaran dengan Kode Faktur 04 DPP Nilai Lain dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan akuntabel.

Bagi wajib pajak yang mengalami kendala dalam pembuatan faktur pajak, DJP menyediakan layanan bantuan melalui portal pajak resmi atau kantor pajak terdekat. (alf)

Skema Penghitungan PPN Tahun 2025

IKPI. Jakarta: Pemerintah resmi memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, yang mengatur perlakuan pajak atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) serta Jasa Kena Pajak (JKP).
Dalam regulasi terbaru ini, PPN 12% diterapkan pada barang mewah, termasuk kendaraan bermotor dan barang lain yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sementara itu, untuk barang dan jasa di luar kategori mewah, pemerintah menerapkan skema tarif efektif sebesar 11%, yang dihitung dengan mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain.

Mekanisme Penghitungan PPN 2025

PMK 131/2024 menetapkan bahwa tarif efektif 11% diperoleh dengan penghitungan:

• Nilai lain ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor.
• PPN 12% dikenakan terhadap nilai lain tersebut.

Sebagai contoh, jika suatu barang dijual seharga Rp50.000.000, maka:
• Nilai lain = (11/12) × Rp50.000.000 = Rp45.833.333
• PPN yang dikenakan = 12% × Rp45.833.333 = Rp5.500.000

Hasil akhir ini sama dengan jika menggunakan tarif langsung 11% terhadap harga jual:

• 11% × Rp50.000.000 = Rp5.500.000
Dengan metode ini, tidak ada perubahan dalam jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh konsumen dibandingkan dengan tarif sebelumnya.

Skema Pengembalian Jika Salah Pungut

Bagi wajib pajak yang telanjur menerapkan PPN 12% pada barang atau jasa non-mewah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan bahwa skema pengembalian dapat dilakukan dengan dua cara:

• Pengembalian langsung kepada wajib pajak
• Perbaikan faktur pajak yang telah dilaporkan

Namun, DJP masih mengkaji aspek teknis pelaksanaan skema ini agar lebih sistematis dan tidak menimbulkan kendala administratif.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mendukung stabilitas ekonomi nasional di tahun 2025. (alf)

Cek Status NPWP Lebih Mudah Lewat Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memperkenalkan sistem administrasi perpajakan terbaru bernama Coretax Administration System (Coretax). Sistem ini bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam mengelola berbagai kebutuhan perpajakan secara digital, termasuk pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta pengecekan status keaktifannya.

Dengan hadirnya Coretax, berbagai proses yang sebelumnya dilakukan melalui laman ereg.pajak.go.id kini dapat diakses secara lebih efisien melalui platform baru ini. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan serta kemudahan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka di era digital.

Cek Status NPWP dengan Coretax

Salah satu fitur unggulan yang ditawarkan Coretax adalah pengecekan status keaktifan NPWP. Wajib pajak kini dapat melakukan pengecekan secara mandiri tanpa perlu datang ke kantor pajak. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan apakah NPWP masih aktif atau tidak:

1. Akses Situs Coretax

• Kunjungi laman resmi Coretax di https://www.pajak.go.id/coretaxdjp

• Baca informasi yang tersedia, lalu centang pernyataan bahwa Anda telah memahami ketentuannya.

2. Login ke Akun Coretax

• Klik menu “Akses Coretax”.

• Masukkan ID pengguna (NIK) dan kata sandi yang sama dengan akun DJP Online.

• Pilih bahasa yang diinginkan, lalu masukkan kode captcha yang tersedia.

• Klik “Login” untuk melanjutkan.

3. Pengaturan Ulang Kata Sandi (Jika Diminta)

• Pilih metode konfirmasi, melalui email atau nomor ponsel.

• Masukkan alamat email atau nomor ponsel sesuai metode yang dipilih.

• Masukkan kode captcha, centang pernyataan persetujuan, lalu klik “Kirim”.

• Cek email atau SMS yang berisi tautan untuk mengubah kata sandi. Pastikan pengirim memiliki domain “@pajak.go.id” untuk email atau “DJP” untuk SMS.

• Klik tautan tersebut dan atur kata sandi baru sesuai instruksi.

Dengan langkah-langkah di atas, wajib pajak kini dapat memeriksa status NPWP dengan lebih mudah, cepat, dan aman melalui Coretax.

DJP Dorong Digitalisasi Layanan Pajak

Peluncuran Coretax merupakan bagian dari strategi DJP untuk meningkatkan efisiensi dan digitalisasi layanan perpajakan. Dengan sistem baru ini, DJP berharap dapat mendorong kepatuhan wajib pajak serta menciptakan ekosistem administrasi pajak yang lebih modern dan terintegrasi.

Sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan layanan digital, DJP terus mengembangkan inovasi untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai Coretax Administration System, wajib pajak dapat mengunjungi laman resmi DJP di www.pajak.go.id atau menghubungi pusat layanan pajak melalui Kring Pajak di 1500200. (alf)

IKPI Kembangkan Infrastruktur Teknologi untuk Mendukung Fungsi Organisasi

IKPI, Jakarta: Dalam upaya untuk mendukung kemajuan dan keberlanjutan organisasi, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) melalui Departemen Teknologi dan Informasi terus melakukan pembaruan dan pengembangan dalam bidang infrastruktur teknologi yang dapat menunjang berbagai fungsi organisasi.

Ketua Departemen Teknologi dan Informasi IKPI Hendrik Saputra, menyatakan terkait program kerja departemennya yang meliputi pengelolaan infrastruktur teknologi, pusat keamanan informasi, perlindungan data anggota, serta berbagai inisiatif pengembangan lainnya.

Menurut Hendrik, era digitalisasi saat ini mengharuskan setiap organisasi untuk memanfaatkan teknologi secara optimal agar dapat bersaing dan tetap relevan dengan perkembangan zaman.

“IKPI menyadari pentingnya peran teknologi dalam mendukung berbagai kegiatan dan fungsi organisasi, baik dalam meningkatkan kinerja internal maupun dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/1/2025).

Salah satu fokus utama Departemen Teknologi dan Informasi IKPI adalah pengelolaan infrastruktur teknologi yang dapat menunjang aktivitas organisasi. Hendrik menjelaskan bahwa dalam era digital saat ini, pengelolaan infrastruktur teknologi yang baik sangat penting untuk mendukung operasional sehari-hari.

“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa semua sistem teknologi yang ada di IKPI berjalan dengan lancar dan efisien, termasuk pengelolaan server, jaringan, perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh seluruh pengurus dan anggota,” kata Hendrik.

Infrastruktur teknologi yang dikelola oleh IKPI tidak hanya mendukung kelancaran administrasi internal, tetapi juga mendukung penyelenggaraan berbagai program dan kegiatan yang melibatkan anggota, seperti seminar, pelatihan, dan pertemuan virtual.

Selain itu, pengelolaan infrastruktur ini juga berperan penting dalam pengembangan sistem informasi yang lebih transparan dan mudah diakses oleh seluruh anggota IKPI.

Keamanan informasi dan perlindungan data anggota merupakan prioritas utama dalam pengelolaan teknologi yang dilakukan oleh IKPI. Hendrik mengungkapkan bahwa data pribadi dan informasi sensitif yang dimiliki oleh anggota harus dijaga dengan tingkat keamanan yang tinggi agar tidak jatuh ke tangan yang salah.

“Pusat Keamanan Informasi yang kami dirikan bertujuan untuk menjaga integritas dan kerahasiaan data anggota. Kami mengimplementasikan berbagai protokol keamanan canggih, seperti enkripsi data, firewall, dan sistem pemantauan untuk melindungi data dari ancaman siber,” kata Hendrik.

Selain itu, departemen ini juga terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa seluruh sistem keamanan selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan ancaman yang ada.

Tidak hanya berfokus pada pengelolaan infrastruktur dan keamanan, Departemen Teknologi dan Informasi IKPI juga berupaya untuk terus mengembangkan inovasi teknologi guna memfasilitasi kebutuhan organisasi dan anggotanya.

Hendrik menyebutkan bahwa kedepannya, IKPI akan memperkenalkan berbagai program pengembangan teknologi yang dapat memberikan manfaat langsung bagi anggota, seperti aplikasi mobile untuk mempermudah akses informasi dan pelayanan, serta platform digital untuk kolaborasi dan komunikasi yang lebih efektif.

Selain itu, Departemen Teknologi dan Informasi IKPI juga mengedepankan pengembangan teknologi dalam rangka mendukung visi dan misi organisasi yang berfokus pada pembaruan regulasi perpajakan dan pendidikan profesional di bidang pajak. Dengan semakin berkembangnya teknologi, Hendrik meyakini bahwa IKPI dapat lebih cepat dalam merespons perubahan di dunia perpajakan serta memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota.

Melihat kedepan, Hendrik berharap bahwa pengelolaan infrastruktur teknologi dan keamanan informasi yang terus berkembang ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan IKPI.

“Kami berkomitmen untuk terus mengedepankan kualitas dan keamanan dalam setiap langkah teknologi yang kami ambil, demi kenyamanan dan kepuasan anggota IKPI. Teknologi adalah alat yang akan mendukung kita untuk lebih efisien, lebih aman, dan lebih mudah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab kami,” kata Hendrik. (bl)

Investasi di KEK Mandalika Bisa Dapat Insentif Pajak 10-20 Tahun

IKPI, Jakarta: Dalam upaya meningkatkan investasi, pemerintah pusat memberikan dukungan strategis melalui fasilitasi kebijakan dan alokasi belanja. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ratih Hapsari Kusumawardani, menyampaikan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk menarik investasi ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

“Pemerintah pusat memberikan insentif perpajakan berupa tax holiday selama 10-20 tahun bagi investor yang melakukan penanaman modal di sektor utama di KEK Mandalika,” ujar Ratih, baru-baru ini.

Kebijakan tax holiday bertujuan mendorong investasi di sektor strategis, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja. Selain itu, pemerintah juga memberikan tax allowance untuk mendukung kegiatan di luar sektor utama, seperti riset dan pengembangan, pendidikan, serta penggunaan energi terbarukan.

“Tax allowance ini merupakan bentuk keringanan pajak yang diberikan untuk mendukung berbagai pengeluaran tertentu yang dianggap penting bagi pembangunan ekonomi,” tambah Ratih.

Selain insentif pajak, pemerintah pusat juga memberikan dukungan belanja untuk mendukung realisasi investasi di KEK Mandalika. Hingga kini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah merealisasikan belanja sebesar Rp 486,72 juta untuk program penanaman modal.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,63 miliar untuk program pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) serta aneka industri guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing.

“Dukungan pemerintah tidak berhenti di situ. Regulasi yang ramah investasi juga diciptakan, didukung oleh realisasi anggaran sebesar Rp 56,6 miliar oleh Kementerian Hukum dan HAM,” jelas Ratih.

Di tengah tantangan perekonomian global, kebijakan fiskal seperti tax holiday dan tax allowance menjadi salah satu strategi utama pemerintah dalam menarik investasi. Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada sektor utama, tetapi juga mencakup berbagai sektor strategis yang dianggap vital bagi pembangunan ekonomi nasional.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar KEK Mandalika. (alf)

Donald Trump Janjikan Pajak Rendah dan Kebijakan Pro-Bisnis  

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menegaskan komitmennya untuk menjadikan AS sebagai destinasi utama investasi global. Dalam pidatonya di World Economic Forum (WEF) di Davos, Trump mengumumkan kebijakan strategis yang menawarkan tarif pajak rendah bagi perusahaan yang memilih memproduksi dan berinvestasi di dalam negeri.

“Pesan saya kepada semua bisnis di dunia sangat sederhana. Ayo, buat produk Anda di AS, dan kami akan memberi Anda pajak terendah di antara negara mana pun di dunia,” ujar Trump dalam pidatonya, seperti dikutip dari laman resmi whitehouse.gov, baru-baru ini.

Trump menyebut rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 21% menjadi 15% untuk perusahaan yang memproduksi di AS. Ia menegaskan bahwa angka tersebut merupakan yang terendah di antara negara-negara besar.

“Angka 15% adalah angka terendah yang ada, dan sejauh ini merupakan angka terendah di negara-negara besar. Jadi kami akan menurunkannya menjadi 15% jika Anda membuat produk di AS,” tegasnya.

Selain insentif pajak, Trump juga berencana memberlakukan tarif impor yang signifikan bagi perusahaan yang memilih untuk memproduksi di luar negeri. Kebijakan tersebut, menurut Trump, akan memberikan dampak positif bagi kas negara dengan meningkatkan pendapatan hingga triliunan dolar.

“Jika Anda tidak membuat produk Anda di AS, Anda harus membayar tarif yang jumlahnya berbeda-beda. Tetapi tarif ini akan mengarahkan ratusan miliar dolar, bahkan triliunan dolar, ke departemen keuangan kita untuk memperkuat ekonomi kita dan membayar utang,” jelas Trump.

Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pengembalian pabrik dan lapangan kerja ke AS, sejalan dengan visi Trump untuk memperkuat basis manufaktur dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Langkah ini memunculkan berbagai tanggapan, baik dari pelaku bisnis maupun komunitas internasional. Para pendukung kebijakan tersebut memuji langkah Trump sebagai strategi berani untuk memperkuat daya saing ekonomi AS.

Namun, sejumlah pihak menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi dampak tarif impor terhadap hubungan perdagangan global.

Dengan langkah ini, Trump mengirimkan sinyal kuat bahwa AS siap bersaing untuk menjadi pusat investasi utama dunia. (alf)

Pemerintah Atur Ketentuan Keberatan Pajak dalam PMK 118 Tahun 2024, Berikut Rinciannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024 mengatur ketentuan baru terkait pengajuan keberatan pajak dan sanksi administratif yang menyertainya. Regulasi ini memberikan panduan rinci bagi Wajib Pajak yang ingin mengajukan keberatan terhadap penetapan pajak yang dinilai tidak sesuai.

Sanksi Denda Apabila Keberatan Ditolak

Berdasarkan PMK 118 Tahun 2024, Wajib Pajak yang keberatannya ditolak atau hanya dikabulkan sebagian akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 30 persen. Berikut ketentuannya:

• Denda 30 Persen:

• Berlaku atas jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum keberatan diajukan, sesuai Pasal 25 ayat (9) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

• Denda ini juga dikenakan apabila:

• Surat Keputusan Keberatan menambah jumlah pajak yang harus dibayar.

• Banding yang diajukan Wajib Pajak dinyatakan tidak dapat diterima.

• Banding diajukan namun kemudian dicabut.

• Pengecualian Denda:

Sanksi denda 30 persen tidak berlaku dalam situasi berikut:

• Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan.

• Keberatan tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan.

• Pengajuan banding atas Surat Keputusan Keberatan.

Namun, ketentuan ini tidak berlaku untuk keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ketentuan Umum Pengajuan Keberatan

PMK 118 Tahun 2024 menetapkan jenis dokumen yang dapat diajukan keberatan, antara lain:

• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

• Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

• Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

• Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

• Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT) atau Surat Ketetapan SKP PBB.

Pengajuan keberatan hanya dapat dilakukan atas materi atau isi dokumen terkait jumlah rugi, besarnya pajak, atau penetapan besarnya PBB yang terutang. Alasan di luar itu tidak akan dipertimbangkan dalam proses penyelesaian keberatan.

Regulasi ini menegaskan bahwa pengajuan keberatan harus memenuhi syarat formal dan substansial yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Wajib Pajak disarankan untuk memahami ketentuan ini secara menyeluruh guna menghindari sanksi administratif akibat penolakan keberatan.

Dengan adanya PMK 118 Tahun 2024, pemerintah berharap tercipta kepastian hukum dalam pengelolaan keberatan pajak serta peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. (alf)

en_US