Tantangan dan Harapan Implementasi Coretax dalam Administrasi Perpajakan Indonesia

Indonesia resmi mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) sebagai langkah besar dalam reformasi sistem perpajakan. Berlandaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, sistem ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan fleksibilitas dalam administrasi perpajakan.

Namun, transisi ke Coretax tentu tidak terlepas dari tantangan. Masa Pajak Januari 2025 menjadi momen penting karena wajib pajak harus menggunakan sistem baru ini untuk pertama kalinya. Beberapa aspek teknis dan administratif mengalami perubahan, termasuk batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak:

• PPh 21 dan PPh Unifikasi: Setor dan lapor paling lambat 17 Februari 2025

• PPN: Setor dan lapor paling lambat 28 Februari 2025

• Upload Faktur Pajak Keluaran: Paling lambat 15 Februari 2025

• Lapor PPh 21 dan Unifikasi: Paling lambat 20 Februari 2025

Tantangan Implementasi Coretax

Seperti sistem baru pada umumnya, Coretax di awal penerapannya mengalami gangguan teknis yang dapat menghambat kelancaran administrasi perpajakan. Beberapa kendala yang mungkin dihadapi meliputi:

• Adaptasi Wajib Pajak: Tidak semua wajib pajak familiar dengan sistem digital baru, sehingga diperlukan sosialisasi dan pelatihan yang lebih intensif.

• Kendala Teknis: Gangguan sistem atau downtime dapat menghambat penyetoran dan pelaporan pajak tepat waktu.

• Integrasi Data: Perubahan sistem memerlukan penyesuaian data dari sistem lama ke Coretax, yang bisa menyebabkan inkonsistensi jika tidak dikelola dengan baik.

• Beban Administratif bagi Pengusaha Kecil: Pengusaha yang belum terbiasa dengan sistem digital mungkin menghadapi tantangan tambahan dalam memahami dan mengoperasikan Coretax.

Harapan dan Manfaat Coretax

Meski di awal banyak tantangan, Coretax membawa harapan besar bagi sistem perpajakan Indonesia. Dengan 484 pasal yang mengatur berbagai aspek perpajakan, Coretax menawarkan kemudahan dalam:

• Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara lebih efisien.

• Penyetoran dan pelaporan pajak yang lebih cepat melalui sistem digital.

• Pengolahan SPT tahunan dan masa yang lebih terintegrasi.

• Transparansi dalam administrasi perpajakan, sehingga mengurangi potensi manipulasi data.

Ke depan, Coretax diharapkan terus mengalami penyempurnaan untuk meningkatkan keandalan sistem dan mengurangi kendala teknis yang mungkin dihadapi oleh wajib pajak. Dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk bimbingan, pelatihan, dan respons cepat terhadap kendala teknis menjadi faktor kunci keberhasilan sistem ini.

Kesimpulan

Pemberlakuan Coretax menandai era baru dalam administrasi perpajakan Indonesia. Meskipun terdapat tantangan di awal implementasi, sistem ini memiliki potensi besar untuk menciptakan tata kelola pajak yang lebih modern dan efisien. Yang terpenting, sinergi antara pemerintah dan wajib pajak dalam beradaptasi dengan sistem baru ini akan menentukan keberhasilannya dalam jangka panjang.

Penulis: Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Tangerang

Ratri Widiyanti, SE, BKP

Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis

DJP Imbau Wajib Pajak Segera Proses Bukti Potong

IKPI, Jakarta: Musim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak 2025 hampir memasuki batas akhir. Sesuai dengan ketentuan, pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi jatuh tempo pada 31 Maret 2025, sementara untuk wajib pajak badan, batas akhirnya adalah 30 April 2025.

Salah satu dokumen penting dalam pelaporan SPT adalah bukti potong pajak, yang mencatat jumlah pajak penghasilan yang telah dipotong oleh pemberi penghasilan. Bukti potong ini menjadi kewajiban pemberi untuk diterbitkan dan disampaikan kepada penerima penghasilan.

Seiring dengan implementasi sistem administrasi pajak terbaru atau Coretax DJP oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, penerbitan bukti potong kini dapat dilakukan melalui sistem tersebut.

Dalam keterangan tertulis Direktur Penyuluh, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, DJP, Dwi Astuti menyebutkan bahwa pembuatan bukti potong dapat dilakukan dengan tiga skema, yaitu:

• Input manual (key-in) langsung di sistem Coretax DJP untuk setiap bukti potong.

• Unggah file berformat .XML melalui akun wajib pajak pemberi penghasilan untuk proses massal.

• Melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) sebagai pihak ketiga.

Dwi juga mengingatkan bahwa jika Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima penghasilan belum terdaftar dalam sistem Coretax DJP, pembuatan bukti potong masih tetap dapat dilakukan. Namun, sistem akan secara otomatis menerbitkan NPWP sementara (Temporary TIN) bagi wajib pajak yang belum terdaftar.

Namun, penggunaan NPWP sementara ini memiliki konsekuensi, yaitu bukti potong yang dibuat tidak akan terkirim ke akun wajib pajak penerima penghasilan, sehingga tidak akan masuk secara otomatis (prepopulated) ke dalam SPT Tahunan penerima penghasilan. Oleh karena itu, ia mengimbau penerima penghasilan untuk segera mengaktivasi akunnya di Coretax DJP agar proses pelaporan lebih mudah.

Rekapitulasi Bukti Potong Januari 2025

Hingga 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, jumlah bukti potong yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025 mencapai 1.259.578 dokumen. Dari jumlah tersebut:

• 263.871 bukti potong diterbitkan oleh instansi pemerintah, terdiri dari:

• 199.177 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap,

• 46.936 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap,

• 17.758 bukti potong PPh unifikasi.

• 995.707 bukti potong diterbitkan oleh wajib pajak non-instansi pemerintah, mencakup:

• 528.976 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap,

• 99.559 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap,

• 415 bukti potong PPh 26,

• 366.757 bukti potong PPh unifikasi.

DJP mengingatkan seluruh wajib pajak untuk segera menyelesaikan pembuatan bukti potong dan melaporkan SPT Tahunan sebelum batas waktu yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan sistem Coretax DJP, diharapkan proses administrasi perpajakan menjadi lebih efisien dan transparan. (alf)

DJP Klarifikasi Surat Teguran di Coretax, Imbau Wajib Pajak Lakukan Pengecekan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi terkait surat teguran yang diterima oleh wajib pajak melalui sistem Coretax. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa surat teguran tersebut diterbitkan secara otomatis berdasarkan data administrasi perpajakan yang telah ada dalam sistem DJP.

“Penerbitan surat teguran dilakukan jika wajib pajak memiliki tunggakan pajak yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Ini merupakan bagian dari upaya imbauan kepatuhan pajak berbasis data dan otomatisasi,” ujar Dwi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (4/2/2025).

DJP mengimbau kepada wajib pajak yang menerima surat teguran secara berulang atau merasa ada ketidaksesuaian data agar segera melakukan pengecekan melalui aplikasi Coretax DJP. Jika ditemukan kendala, wajib pajak dapat menghubungi helpdesk di unit kerja DJP atau Kring Pajak 1500 200, dengan melampirkan dokumen pendukung agar dapat segera ditindaklanjuti.

Perkembangan Sistem Coretax

Dwi juga menyampaikan perkembangan terbaru terkait perbaikan sistem Coretax. Hingga 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, sebanyak 508.679 wajib pajak telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik yang diperlukan untuk penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan (PPh).

Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak mencapai 218.994, dengan jumlah faktur pajak yang diterbitkan untuk masa Januari 2025 sebanyak 30.143.543. Dari jumlah tersebut, sebanyak 26.313.779 faktur pajak telah divalidasi atau disetujui.

Untuk dokumen bukti potong PPh, Dwi mengimbau para karyawan atau penerima upah agar segera mengaktivasi akun Coretax guna memperlancar penerbitan bukti potong yang diperlukan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

“DJP akan terus memastikan penerbitan faktur pajak, bukti potong PPh, dan surat teguran melalui Coretax berjalan sesuai ketentuan. Kami juga mengapresiasi kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung penguatan sistem informasi perpajakan yang lebih efisien,” kata Dwi.

Sebagai panduan, wajib pajak dapat mengakses informasi lebih lanjut mengenai penggunaan aplikasi Coretax DJP melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak di tautan https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/. (alf)

Seluruh Pegawai Kejari Garut Lapor SPT Tahunan Serentak, Jadi Contoh Kepatuhan Pajak ASN

IKPI, Jakarta: Seluruh pegawai Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, Jawa Barat, melaksanakan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara serentak. Kegiatan ini diharapkan menjadi contoh kepatuhan pajak bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) serta masyarakat luas.

Kepala Kejari Garut, Helena Octavianne, menegaskan bahwa pelaporan SPT bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga bentuk nyata integritas pegawai sebagai aparat penegak hukum yang taat aturan.

“Pelaporan SPT Tahunan ini bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan wujud nyata integritas pegawai sebagai aparat penegak hukum yang patuh terhadap peraturan perundang-undangan,” ujar Helena, Senin (3/2/2025).

Sebagai bagian dari komitmen mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), Kejari Garut mewajibkan seluruh pegawai untuk melaksanakan kewajiban perpajakan secara tepat waktu.

“Kita menunjukkan bahwa birokrasi yang bersih dimulai dari kedisiplinan individu dalam menjalankan kewajibannya,” katanya.

Asistensi Pelaporan Pajak

Dalam kegiatan ini, pegawai Kejari Garut mendapatkan bimbingan teknis terkait pengisian SPT, solusi atas kendala pelaporan, serta informasi terbaru mengenai regulasi perpajakan. Hasilnya, sebanyak 63 pegawai berhasil menyelesaikan pelaporan SPT dengan tingkat kepatuhan 100 persen.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Garut, Tata Nugraha, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Kejari Garut yang menjadi instansi pertama di daerah tersebut yang menggelar asistensi pajak.

“Kami sampaikan terima kasih sekaligus apresiasi kepada Kajari Garut yang telah memberikan kesempatan asistensi ini. Diharapkan hal ini menjadi contoh bagi instansi lain agar melaporkan SPT Tahunan secara tepat waktu,” ujar Tata Nugraha.

Ia juga mengingatkan bahwa sesuai dengan Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor 41 Tahun 2019, ASN, TNI, dan Polri wajib melaporkan SPT Tahunan secara online melalui e-Filing, dengan batas waktu pelaporan hingga 31 Maret 2025.

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan semakin banyak instansi pemerintah yang mencontoh langkah Kejari Garut dalam menegakkan kepatuhan pajak sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas birokrasi. (alf)

DJP Tanggapi Temuan Celah Keamanan Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merespons temuan celah keamanan dalam sistem perpajakan dengan langkah-langkah perbaikan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, memastikan bahwa tim terkait sedang menangani permasalahan ini.

“Atas hal tersebut, saat ini sedang dalam penanganan oleh tim terkait,” ujar Dwi Astuti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/2/2025).

Sebagai langkah antisipasi, DJP mengimbau masyarakat yang ingin mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk sementara menggunakan jalur resmi lainnya. Beberapa opsi yang disarankan adalah menghubungi layanan Kring Pajak di 1500200, mengisi serta mengirim formulir pendaftaran melalui pos ke kantor pajak, atau mendatangi langsung kantor pajak terdekat.

Temuan celah keamanan ini menjadi pengingat pentingnya penguatan sistem keamanan digital di sektor pemerintahan, terutama dalam layanan yang melibatkan data pribadi masyarakat. Keamanan siber yang kuat menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap layanan digital pemerintah.

DIberitakan sebelumnya, seorang pengguna Threads dengan akun @mughu.id membagikan pengalamannya saat menemukan celah keamanan di sistem Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Celah tersebut memungkinkan pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya dengan menggunakan API Coretax melalui Node.js, tanpa validasi yang seharusnya dilakukan oleh sistem.

Dalam unggahannya, @mughu.id mengaku kesulitan saat mencoba membuat NPWP melalui website resmi Coretax. Namun, ketika ia mencoba melakukan permintaan melalui API menggunakan Node.js, NPWP justru berhasil dibuat dalam waktu 1 detik tanpa hambatan. (alf)

Pengguna Threads Temukan Celah Keamanan di Sistem Coretax DJP, Buat NPWP Hanya 1 Detik

IKPI, Jakarta: Seorang pengguna Threads dengan akun @mughu.id membagikan pengalamannya saat menemukan celah keamanan di sistem Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Celah tersebut memungkinkan pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya dengan menggunakan API Coretax melalui Node.js, tanpa validasi yang seharusnya dilakukan oleh sistem.

Dalam unggahannya, @mughu.id mengaku kesulitan saat mencoba membuat NPWP melalui website resmi Coretax. Namun, ketika ia mencoba melakukan permintaan melalui API menggunakan Node.js, NPWP justru berhasil dibuat dalam waktu 1 detik tanpa hambatan.

“Dari kemarin nyoba mau buat NPWP lewat web Coretax buat keluarga susah bener diaksesnya (killing time banget), dan tadi sekalinya berhasil saya langsung coba buat post request API pake Node.js dan boom, 1 detik jadi!” tulisnya dalam unggahan pada Selasa (4/2/2025).

NPWP Bisa Dibuat dengan Nama “Test Bug”

Dua hari sebelumnya, dalam unggahan lain, @mughu.id membuktikan celah keamanan tersebut dengan mencoba mendaftarkan NPWP menggunakan nama “Test Bug”. Hasilnya, NPWP tetap berhasil dibuat dan dikirim ke emailnya, meskipun data yang dimasukkan tidak sepenuhnya valid.

“Data sukses dengan modal NIK yang valid, data lainnya tanpa validasi, dan NPWP langsung masuk ke email! Saya coba masukkan nama Test Bug,” tulisnya. (alf)

Inflasi Terkendali, Pemerintah Terus Jaga Daya Beli Masyarakat

IKPI, Jakarta: Inflasi pada Januari 2025 tercatat turun menjadi 0,76% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan 1,57% pada Desember 2024. Secara bulanan, terjadi deflasi sebesar 0,76% (mtm), yang terutama didorong oleh program diskon tarif listrik di tengah kenaikan harga beberapa komoditas pangan akibat musim hujan.

“Kebijakan program diskon tarif listrik sebesar 50% kepada sebagian besar pengguna merupakan bagian dari upaya Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi. Kebijakan ini berdampak positif sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (4/2/2025).

Meski inflasi keseluruhan terkendali, inflasi inti tetap menunjukkan tren penguatan, mencapai 2,36% (yoy), mencerminkan permintaan yang masih tumbuh. Beberapa kelompok yang mengalami kenaikan harga antara lain pakaian dan alas kaki, pendidikan, peralatan rumah tangga, perawatan pribadi, dan jasa lainnya.

Sementara itu, komponen harga yang diatur Pemerintah mengalami deflasi sebesar 6,41%, terutama karena program diskon tarif listrik. Normalisasi tarif transportasi pasca-libur Natal dan Tahun Baru, seperti tarif kereta api dan angkutan udara, juga berkontribusi pada menurunnya inflasi di sektor jasa angkutan penumpang.

Pemerintah terus berupaya menjaga inflasi tetap terkendali guna mendukung daya beli masyarakat, terutama dalam menjamin akses pangan. Langkah ini dilakukan melalui koordinasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

“Pemerintah secara konsisten menjalankan kebijakan untuk menjaga stabilitas inflasi pangan, termasuk meningkatkan produksi dan memperkuat cadangan pangan guna mencapai ketahanan pangan. Dalam mempersiapkan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Idul Fitri, Pemerintah akan terus memitigasi risiko gejolak harga yang mungkin terjadi,” lanjut Febrio.

Dengan kebijakan yang tepat dan sinyal positif dari sektor manufaktur serta konsumsi, Indonesia optimistis menghadapi tantangan ekonomi di tahun 2025 dengan pertumbuhan yang solid.

Mengawali tahun 2025, sektor manufaktur Indonesia menunjukkan kinerja yang solid dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) mencapai 51,9 pada Januari, naik dari 51,2 di Desember 2024. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2024, didorong oleh meningkatnya produksi serta permintaan baru dari pasar domestik dan ekspor.

“Kenaikan PMI manufaktur ini menjadi sinyal positif mengawali tahun 2025. Momentum ini akan terus dijaga. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kinerja sektor riil serta mendukung kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan industri,” kata Febrio.

Perkembangan sektor manufaktur ini sejalan dengan tren ekspansi konsumsi dan dunia usaha sejak akhir tahun lalu. Pada Desember 2024, Indeks Penjualan Riil (IPR) meningkat 1,0% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan November yang sebesar 0,9%. Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia berada di level ekspansif 127,7 pada Desember, naik dari 125,9 di bulan sebelumnya.

Dari sisi dunia usaha, konsumsi listrik industri tumbuh signifikan 4,3% (yoy), meningkat dari 1,5% di bulan sebelumnya. Optimisme pelaku industri terhadap prospek 2025 semakin kuat, terlihat dari meningkatnya permintaan yang mendorong perusahaan untuk menambah tenaga kerja serta meningkatkan stok bahan baku dan barang jadi guna mengantisipasi lonjakan penjualan.

Di tingkat global, beberapa mitra dagang utama Indonesia juga menunjukkan ekspansi manufaktur, seperti India (58,0), Amerika Serikat (50,1), dan Tiongkok (50,1). Namun, sebagian besar negara ASEAN masih mengalami kontraksi, di antaranya Thailand (49,6), Vietnam (48,9), dan Malaysia (48,7). (alf)

Sri Mulyani Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan pedoman baru terkait pemeriksaan dan penagihan pajak daerah. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah.

Peraturan ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 73 ayat (5) dan Pasal 84 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan adanya pedoman ini, kepala daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak guna memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan yang berlaku.

Dua Jenis Pemeriksaan Pajak

Dalam Pasal 6 PMK No. 7/2025, pemeriksaan pajak dilakukan dalam dua jenis, yakni:

• Pemeriksaan Lapangan – dilakukan secara langsung di lokasi usaha atau tempat lain yang relevan.

• Pemeriksaan Kantor – dilakukan di kantor pemeriksa berdasarkan dokumen yang disampaikan oleh wajib pajak.

Kepala daerah juga dapat menunjuk tenaga ahli untuk membantu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pemeriksa dan/atau petugas pemeriksa, sesuai dengan surat tugas yang diterbitkan oleh kepala daerah.

Dokumentasi dan Kertas Kerja Pemeriksaan

Peraturan ini juga mewajibkan kepala daerah untuk mendokumentasikan hasil pemeriksaan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). KKP ini menjadi bukti bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai standar, serta digunakan sebagai bahan diskusi atas temuan pemeriksaan, referensi dalam penyelesaian sengketa pajak, dan acuan untuk pemeriksaan berikutnya.

Penagihan Pajak kepada Penanggung Pajak

Selain pemeriksaan, aturan ini juga mengatur mekanisme penagihan pajak. Berdasarkan Pasal 93, penagihan dilakukan terhadap penanggung pajak yang bertanggung jawab atas kewajiban pajak, baik untuk wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.

Dengan diterbitkannya peraturan ini, diharapkan pengelolaan pajak daerah menjadi lebih transparan, akuntabel, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan yang berlaku. (alf)

 

IKPI Soroti Perbaikan Sistem Coretax, Imbau Konsultan Pajak Bersabar dan Tetap Bekerja Profesional

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus mengawal perbaikan sistem Coretax yang tengah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, menegaskan bahwa pihaknya akan menampung, mengolah, dan menyampaikan berbagai kendala yang ditemukan di lapangan kepada DJP guna memaksimalkan perubahan yang dilakukan oleh tim teknologi informatika serta developer Coretax.

“Kami meminta para konsultan pajak khususnya anggota IKPI untuk bersabar dan tetap bekerja profesional. IKPI secara berkala terus menyampaikan keluhan dan kendala anggota di lapangan, dengan harapan agar DJP terus optimalisasi perbaikan sistem ini,” ujar Jemmi.

Ia mengakui bahwa masih terdapat kendala dalam interkoneksi sistem Coretax, dimana perbaikan pada satu bagian kerap menimbulkan kendala di bagian lainnya.

“Coretax merupakan sistem besar yang membutuhkan periode penerapan yang cukup panjang agar optimal, serta penerapan teknis yang terus-menerus agar kendala yang dialami oleh pengguna dapat segera teratasi,” kata Jemmi.

IKPI juga terus memantau tanggapan dari masyarakat dan para konsultan pajak mengenai sistem ini. Menurut Jemmi, IKPI telah melakukan eskalasi serta kolaborasi dengan DJP untuk memastikan setiap kendala yang muncul dapat ditindaklanjuti. Saat ini, melalui Departemen terkait, IKPI menginventarisir kembali kendala-kendala teknis agar bisa segera diteruskan kepada DJP, dan dioptimalkan perbaikan dan penerapannya.

“Sesuai dengan janji pemerintah, kita diberikan waktu tiga bulan untuk melihat perkembangan sistem ini. Maka dari itu, kita perlu bersabar dan terus menginformasikan kendala yang ada agar perbaikan berjalan lebih optimal,” jelasnya.

Peran Penting coretax dalam Perpajakan Indonesia

Jemmi juga menegaskan bahwa bahwa Sistem Coretax memiliki peran besar dalam mempermudah wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakan mereka.

“Dengan adanya Coretax, wajib pajak dapat melakukan berbagai aktivitas perpajakan dalam satu sistem terpadu, sehingga prosesnya menjadi lebih efisien,” ungkapnya.

Dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang masih mengharuskan pertemuan dengan petugas pajak untuk menyelesaikan kendala teknis, Coretax mampu meminimalkan interaksi langsung dengan aparat pajak. Meski demikian, bagi wajib pajak yang mengalami kendala tertentu, tetap ada kemungkinan untuk berhubungan dengan petugas pajak.

“Untuk mereka yang sudah melek teknologi, sistem ini akan sangat membantu. Bahkan, dalam banyak kasus, wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor pajak,” kata Jemmi.

IKPI menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi para anggotanya dalam menghadapi transisi sistem ini, serta memastikan wajib pajak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik melalui sistem yang lebih optimal di masa depan. (bl)

Menteri Airlangga Pastikan Penyempurnaan Sistem Coretax Tak Hambat Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Senin (3/2/2025). Kunjungan untuk meninjau perkembangan perbaikan sistem Coretax, yang masih mengalami kendala sejak diimplementasikan secara nasional pada 1 Januari 2025.

Dalam pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajaran pegawai DJP, Airlangga menekankan pentingnya mempercepat penyempurnaan sistem administrasi pajak tersebut. Hal ini dilakukan agar penerimaan negara tidak terganggu dan tujuan awal Coretax untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak dapat tercapai.

“Kami memastikan bahwa penerimaan anggaran tidak terganggu dengan implementasi Coretax yang masih memerlukan penyempurnaan. Apalagi sistem ini langsung diberlakukan secara nasional,” ujar Airlangga, Selasa (4/2/2025).

Airlangga juga menyoroti pentingnya konektivitas sistem Coretax dengan instansi lain, seperti perbankan dan perusahaan, untuk memperkuat pengawasan kepatuhan wajib pajak. Menurutnya, sistem ini tidak hanya bergantung pada DJP, tetapi juga memerlukan kesiapan dari pihak wajib pajak, terutama perusahaan yang memproduksi banyak faktur atau melakukan pemotongan pajak.

“Semua pihak harus mempersiapkan interoperabilitas, baik perbankan maupun wajib pajak. Ini bukan sistem satu pihak. Perusahaan yang memproduksi banyak faktur atau sering melakukan pemotongan pajak perlu memiliki sistem tersendiri,” jelas Airlangga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah mengakui adanya tantangan dalam implementasi Coretax, terutama terkait adaptasi sistem oleh wajib pajak dan instansi terkait. Namun, ia optimistis bahwa dengan perbaikan berkelanjutan, sistem ini akan mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam administrasi perpajakan.

Pemerintah berharap, dengan penyempurnaan yang terus dilakukan, Coretax dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung penerimaan negara dan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Hal ini dianggap krusial mengingat penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara untuk mendukung berbagai program pembangunan. (alf)

en_US