Pencacahan Jadi Instrumen Kunci Awasi Barang Kena Cukai

IKPI, Jakarta: Pencacahan barang kena cukai (BKC) menjadi salah satu instrumen penting dalam sistem pengawasan yang diatur dalam Undang-Undang Cukai serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.04/2020. Melalui mekanisme ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memastikan jumlah, jenis, mutu, dan kondisi barang yang berada di pabrik maupun tempat penyimpanan selalu tercatat dan terkontrol.

Tiga komoditas yang menjadi objek utama cukai yaitu etil alkohol (EA), minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau. Namun, aturan pencacahan khusus diberlakukan pada EA dan MMEA golongan A dalam negeri yang masih terutang cukai.

Berdasarkan PMK 205/2020, pejabat bea cukai wajib melakukan pencacahan setiap triwulan, paling lambat tanggal 10 di bulan Januari, April, Juli, dan Oktober untuk periode tiga bulan sebelumnya. Selain itu, pencacahan dapat dilakukan sewaktu-waktu jika terdapat dugaan pelanggaran, atas permintaan pengusaha, atau sebelum dan sesudah ekspor.

Dalam pelaksanaannya, pencacahan dilakukan berdasarkan surat tugas dari kepala kantor bea cukai dan wajib disaksikan oleh pihak pengusaha. Pengusaha pabrik maupun tempat penyimpanan juga berkewajiban menunjukkan seluruh BKC serta menyediakan tenaga dan peralatan yang diperlukan. Hasil pencacahan kemudian dituangkan dalam berita acara resmi.

Potongan dan Kelonggaran

Jika jumlah hasil pencacahan lebih kecil dari catatan dalam buku rekening, pengusaha diberikan potongan tertentu. Misalnya, untuk pabrik atau tempat penyimpanan etil alkohol, potongan ditetapkan sebesar 0,5% dari jumlah yang tercatat. Sedangkan pada proses pemuatan ekspor, potongan mencapai 1%. Selisih setelah potongan wajib dilunasi dalam waktu 30 hari.

Sebaliknya, jika hasil pencacahan sama atau lebih besar, pengusaha tidak mendapatkan potongan. Namun, UU Cukai memberikan kelonggaran batas toleransi. Kekurangan masih diperkenankan hingga 3 kali potongan, sementara kelebihan dibatasi maksimal 1% dari jumlah yang tercatat.

Sanksi Tegas

Apabila kelebihan BKC melebihi batas kelonggaran, pengusaha akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Berdasarkan Pasal 23 UU Cukai, denda ditetapkan paling sedikit dua kali hingga paling banyak sepuluh kali nilai cukai dari BKC yang bermasalah.

Melalui sistem pencacahan yang ketat ini, pemerintah berharap pengawasan terhadap barang kena cukai, khususnya etil alkohol dan minuman mengandung alkohol, dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel sekaligus mencegah praktik penyalahgunaan. (alf)

WP Orang Pribadi Semakin Dipermudah, Boleh Pilih Pencatatan atau Pembukuan

IKPI, Jakarta: Pemerintah memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi dalam memenuhi kewajiban administrasi perpajakan. Jika sebelumnya seluruh WP dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, kini sebagian dapat memilih cukup melakukan pencatatan.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 28 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta dipertegas melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024.

Tiga Kelompok WP yang Boleh Pencatatan

  1. Pengguna Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Berlaku bagi WP dengan omzet usaha di bawah Rp4,8 miliar setahun, sepanjang sudah menyampaikan pemberitahuan ke DJP dalam tiga bulan pertama tahun pajak.
  2. WP tanpa usaha atau pekerjaan bebas. Misalnya karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari pekerjaan.
  3. WP dengan kriteria tertentu. Yaitu yang seluruh omzetnya dikenai PPh final atau bukan objek pajak, dengan nilai tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun.

Aturan Teknis Pencatatan

Pencatatan harus dilakukan secara kronologis dan sistematis, mencakup peredaran bruto, penghasilan bruto, harta, kewajiban, serta biaya yang relevan. Data disimpan selama 10 tahun, dapat berbentuk elektronik maupun manual, dan harus menggambarkan kondisi usaha yang sebenarnya.

Dengan opsi ini, pemerintah berharap kewajiban administrasi perpajakan lebih sederhana bagi WP orang pribadi, namun tetap terjaga akurasi dalam penghitungan pajak terutang. (alf)

 

Sri Mulyani Apresiasi Dukungan DPR dalam Pembahasan RAPBN 2026

IKPI, Jakarta: Pemerintah menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh Fraksi DPR RI atas dukungan dan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangannya. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (21/8/2025).

Sri Mulyani menegaskan, kerja sama erat dengan DPR menjadi landasan penting dalam menyusun APBN yang kredibel, sehat, dan berkelanjutan. Ia menyebut delapan Fraksi telah menyampaikan pandangannya, yang dinilai sebagai dorongan positif agar APBN 2026 mampu menjadi instrumen kehadiran negara dalam mewujudkan ekonomi tangguh, mandiri, dan menyejahterakan rakyat.

“Setiap rupiah yang dibelanjakan harus memberi manfaat nyata, menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya beli, dan meningkatkan kualitas layanan publik,” tegas Menkeu.

Menurutnya, pemerintah sejalan dengan aspirasi DPR agar belanja negara lebih berkualitas, fokus, dan produktif. Selain itu, dukungan DPR dalam upaya optimalisasi pendapatan negara melalui reformasi perpajakan, penguatan PNBP, serta pemanfaatan teknologi digital akan semakin memperkuat penerimaan negara tanpa mengesampingkan iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha.

Sri Mulyani juga menekankan pentingnya disiplin fiskal, dengan menjaga defisit di bawah 3 persen PDB melalui pengelolaan anggaran yang sehat, prudent, dan berkelanjutan. Untuk itu, sinergi kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, dan pemerintah daerah akan terus diperkuat demi menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi nasional.

Menkeu juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada DPR RI atas semangat konstruktif dalam pembahasan RAPBN 2026. “Pemerintah berharap pembahasan lebih lanjut dapat terus dilaksanakan dengan semangat gotong royong demi terwujudnya Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur,” ujarnya. (alf)

 

DPR Tegaskan Mekanisme Royalti Musik akan Ditata Ulang, Masyarakat Diminta Tenang

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta masyarakat dan pelaku usaha untuk tetap tenang terkait isu penarikan royalti musik. Ia menegaskan, penataan ulang mekanisme royalti segera dilakukan agar tidak lagi menimbulkan keresahan publik.

“Silakan masyarakat kembali memutar musik dan bernyanyi tanpa rasa takut. Kesepakatan sudah dicapai bersama sehingga polemik yang sempat meresahkan akan diakhiri,” ujar Dasco di kompleks parlemen, Kamis (21/8/2025).

Pernyataan ini disampaikan usai DPR, pemerintah, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), serta perwakilan industri musik menggelar rapat konsultasi. Dalam pertemuan itu diputuskan penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN dengan pengawasan audit agar lebih transparan.

Dasco juga memastikan DPR akan kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta yang sempat tertunda sejak tahun lalu. RUU tersebut akan mengatur lebih rinci soal royalti dan melibatkan musisi, pencipta lagu, penyanyi, serta lembaga manajemen kolektif dalam tim perumus.

“Semua pihak yang berkepentingan kita libatkan, supaya aturan soal royalti lebih adil, jelas, dan bisa diterima semua,” tambahnya.

Polemik royalti musik belakangan ini memuncak dan membuat sejumlah pelaku usaha maupun masyarakat enggan memutar lagu karena khawatir ditagih. Kesepakatan antara DPR, pemerintah, dan para pelaku industri musik diharapkan menjadi jalan tengah agar iklim musik nasional tetap kondusif.

Rapat di DPR itu turut dihadiri Wakil Ketua DPR Adies Kadir, Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya, Dirjen Kekayaan Intelektual, jajaran LMKN, serta beberapa musisi seperti Piyu (Padi), Ariel (Noah), Sammy Simorangkir, hingga Vina Panduwinata. (alf)

 

Genjot Pajak Sambil Jaga Iklim Investasi Diakui Menkeu jadi Tantangan Berat

IKPI. Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah menghadapi pekerjaan rumah besar dalam menjaga keseimbangan antara peningkatan penerimaan pajak dan penciptaan iklim investasi yang sehat. Keduanya dinilai menjadi kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2026.

“Memang tugas kami sangat berat di dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, penerimaan pajak harus naik signifikan, sementara di sisi lain iklim investasi harus tetap kondusif agar pertumbuhan bisa lebih tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Jumat (22/8/2025).

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun atau naik 13,5% dari proyeksi capaian tahun ini Rp2.076,9 triliun. Penerimaan kepabeanan dan cukai dipatok Rp334,3 triliun, tumbuh 7,7%. Secara keseluruhan, penerimaan perpajakan ditargetkan Rp2.692 triliun, meningkat 12,8% dibanding tahun ini.

Sri Mulyani menegaskan bahwa arah kebijakan perpajakan tidak hanya berorientasi pada peningkatan penerimaan negara, tetapi juga mendukung transformasi ekonomi nasional. Rasio pajak tahun depan dipatok sebesar 10,47% terhadap PDB, naik dari proyeksi 10,03% pada 2025.

“Instrumen pajak akan kami gunakan tidak hanya untuk memperkuat fiskal, tetapi juga untuk mendorong investasi dan memperluas basis pertumbuhan,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Sejalan dengan itu, pemerintah menargetkan investasi tumbuh 5,2% pada 2026. Dorongan investasi akan diperkuat melalui insentif fiskal, pengembangan kawasan ekonomi, serta kolaborasi dengan BPI Danantara dan pihak swasta.

“Pajak dan investasi akan kami kelola secara hati-hati, menjaga keseimbangan dua tujuan yang sama-sama penting bagi ekonomi nasional,” ucapnya.

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%. Sri Mulyani menyebut target ini sebagai langkah awal menuju ambisi Presiden Prabowo Subianto yang ingin mendorong pertumbuhan hingga 8% di periode mendatang.

Untuk itu, koordinasi kebijakan makroekonomi akan terus diperkuat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, serta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna menjaga stabilitas sekaligus mendukung laju pertumbuhan ekonomi. (alf)

Wali Kota Medan Instruksikan Bapenda Tutup Celah Kebocoran Pajak

IKPI, Jakarta: Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menekankan pentingnya pengelolaan pajak yang transparan dan bebas dari kebocoran sebagai salah satu kunci peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pesan itu disampaikan saat melantik M Agha Novrian sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Medan di Balai Kota, Kamis (21/8/2025).

Rico meminta Agha segera melakukan langkah konkret untuk menutup potensi kebocoran pada berbagai sektor pajak, mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), hingga pajak restoran dan hiburan. “Yang paling penting jangan lagi bicara soal kebocoran. Banyak sektor yang bisa diperkuat agar PAD kita benar-benar maksimal,” tegas Rico, Jumat (22/8/2025).

Politisi Partai NasDem itu juga mengingatkan agar Kepala Bapenda tidak ragu mengambil tindakan tegas terhadap oknum aparat pajak yang bermain dengan wajib pajak. Menurutnya, ketegasan diperlukan agar pengelolaan pajak berjalan sesuai aturan. “Kalau ada yang main-main, sikat habis. Jangan takut menindak petugas yang nakal,” tegasnya.

Selain itu, Rico mengarahkan Bapenda untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur organisasi dan kinerja internal. Ia menilai pembenahan birokrasi pajak harus sejalan dengan inovasi berbasis digital. Salah satunya melalui konsep “Maju Menuju Medan Satu Data”, yang akan mengintegrasikan seluruh basis data wajib pajak.

Rico menambahkan, digitalisasi pajak bisa mempercepat proses penagihan sekaligus memastikan transparansi. Ia mencontohkan penerapan sistem “One NJOP, One Data, One Click” yang memungkinkan informasi Nilai Jual Objek Pajak dapat diakses secara cepat dan akurat. “Jadi jangan manual lagi. Semua bisa dilakukan secara digital agar penagihan lebih mudah dan terukur,” ujar Rico.

Dengan langkah ini, Pemerintah Kota Medan berharap potensi penerimaan pajak bisa tergali lebih optimal sekaligus menutup celah kebocoran yang selama ini menjadi kendala. (alf)

 

 

RAPBN 2026 Jadi Instrumen Pajak untuk Wujudkan “Asta Cita” Presiden Prabowo

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan menjadi instrumen utama untuk menjalankan delapan agenda prioritas pembangunan nasional Presiden Prabowo Subianto yang dikenal dengan Asta Cita.

Dalam tanggapan pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR RI, Sri Mulyani menekankan bahwa APBN bukan sekadar dokumen anggaran, tetapi wujud nyata peran negara membangun kemandirian ekonomi sekaligus melindungi rakyat.

“APBN adalah instrumen kehadiran negara untuk mewujudkan ekonomi yang tangguh, mandiri, dan sejahtera. RAPBN 2026 disiapkan untuk melaksanakan Asta Cita melalui delapan agenda prioritas pembangunan,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (21/8/2025).

Sebagian besar pembiayaan RAPBN 2026 masih akan ditopang dari penerimaan pajak. Menkeu menekankan bahwa kepatuhan dan perluasan basis pajak menjadi kunci untuk mendukung program-program prioritas, mulai dari ketahanan pangan hingga makan bergizi gratis (MBG) bagi 82,9 juta penerima.

“Subsidi energi, insentif perpajakan untuk transisi energi bersih, hingga pembiayaan murah bagi petani dan UMKM seluruhnya membutuhkan ruang fiskal yang sehat. Karena itu, pajak tetap menjadi tulang punggung pendanaan pembangunan,” tegasnya.

Alokasi Anggaran Prioritas

Dalam RAPBN 2026, sejumlah agenda besar disiapkan dengan anggaran jumbo, antara lain:

• Ketahanan pangan Rp164,4 triliun, termasuk subsidi pupuk Rp46,9 triliun.

• Ketahanan energi Rp402 triliun, sebagian berbentuk subsidi energi dan insentif pajak transisi energi.

• Makan Bergizi Gratis Rp335 triliun.

• Pendidikan Rp757,8 triliun atau 20% dari total belanja negara, termasuk dana abadi pendidikan Rp37 triliun.

• Kesehatan Rp244 triliun, dengan jaminan layanan kesehatan bagi 96,8 juta jiwa.

• Pertahanan semesta Rp185 triliun.

• Percepatan pembangunan desa, UMKM, dan perumahan rakyat melalui pembiayaan murah dan dukungan fiskal.

Sri Mulyani menegaskan, desain APBN 2026 diarahkan agar belanja negara tidak hanya bergantung pada pembiayaan utang, melainkan lebih kuat ditopang penerimaan dalam negeri.

“Profesionalisme, integritas, dan perluasan basis perpajakan menjadi fondasi pengelolaan fiskal yang transparan. Dengan begitu, APBN mampu menjawab kebutuhan rakyat sekaligus menjaga kemandirian ekonomi Indonesia,” jelasnya. (alf)

 

MK Tegaskan Biaya Transportasi LPG 3 Kg Bukan Objek Pajak

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa biaya transportasi gas LPG tabung 3 kilogram tidak termasuk sebagai objek pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN). Putusan ini tertuang dalam perkara Nomor 188/PUU-XXII/2024 yang diputuskan pekan lalu.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa penetapan harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg yang diatur melalui keputusan gubernur, bupati, atau wali kota tidak memiliki hubungan dengan pengaturan objek pajak maupun dasar pengenaan pajak penghasilan. Pajak, menurut MK, dikenakan atas penghasilan atau harga jual, bukan pada biaya transportasi yang ditetapkan melalui keputusan kepala daerah.

“Pengaturan mengenai HET sebagaimana didalilkan Pemohon ternyata tidak memiliki keterkaitan dengan pengaturan objek pajak maupun dasar pengenaan pajak penghasilan. Biaya transportasi yang timbul berdasarkan keputusan gubernur, bupati, atau wali kota bukanlah objek pajak,” demikian bunyi putusan MK dikutip, Jumat (22/8/2025).

Kuasa hukum pemohon, Cuaca Teger, menyebut putusan tersebut menjadi peringatan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar tidak memaksakan pemungutan yang tidak memiliki dasar hukum. Ia menilai Nota Dinas DJP Nomor ND-247/PJ/PJ.03/2021 yang mengaitkan HET LPG 3 kg dengan PPh menyesatkan dan seharusnya segera dicabut.

“Tindakan memajaki sesuatu yang bukan objek pajak adalah bentuk perampokan terhadap masyarakat karena tidak berdasar pada undang-undang,” tegas Cuaca Teger usai persidangan.

Sengketa ini bermula ketika DJP mengenakan PPh dan PPN atas biaya transportasi LPG 3 kg dari agen ke pangkalan. Biaya tersebut sejatinya ditentukan berdasarkan keputusan kepala daerah, bukan undang-undang. Wajib pajak yang keberatan kemudian mengajukan uji materi Pasal 4 ayat (1) UU PPh dan PPN ke MK.

Meski permohonan tersebut pada akhirnya ditolak, MK menegaskan bahwa biaya transportasi tersebut bukan objek pajak. Bagi pemohon, penegasan ini sudah cukup memberi kepastian hukum.

“Amar putusan memang menolak, tetapi substansinya menegaskan bahwa biaya transportasi bukan objek pajak. Dirjen Pajak harus belajar dari putusan ini agar tidak sewenang-wenang memajaki hal-hal yang tidak semestinya,” tutup Cuaca Teger. (alf)

 

 

 

 

IKPI Jakarta Pusat Terima Piagam Wajib Pajak (Taxpayer’s Charter), Bukti Sinergi Asosiasi dan DJP

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat menerima Piagam Wajib Pajak dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat. Penghargaan tersebut diserahkan langsung Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat, Eddi Wahyudi, kepada Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, dalam acara Forum Konsultasi Publik di Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Selain IKPI, sebanyak 17 wajib pajak terpilih juga memperoleh penghargaan, sehingga total penerima piagam berjumlah 18 pihak.

Diketahui, Forum Konsultasi Publik tersebut membahas pendaftaran akun dan sertifikat elektronik pada sistem CoreTax, pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat, serta sesi tanya jawab dengan peserta.

(Foto: DOK IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, mengapresiasi penghargaan yang diberikan tersebut. “Kami sangat bersyukur dan berterima kasih atas penghargaan yang diberikan Kanwil DJP Jakarta Pusat. Piagam ini menjadi bukti nyata bahwa peran konsultan pajak dipandang penting dalam mendukung terciptanya kepatuhan pajak yang sehat dan berkesinambungan,” kata Suryani, Jumat (22/8/2025).

Ia menegaskan, bagi IKPI, penghargaan ini bukan hanya pengakuan melainkan juga amanah agar asosiasi cabang yang ia pimpin semakin meningkatkan profesionalisme, integritas, dan pelayanan kepada wajib pajak.

“Kami percaya, kepatuhan pajak akan lebih mudah tercapai bila ada komunikasi yang baik, edukasi yang terus-menerus, serta pendampingan yang tepat bagi masyarakat,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Penghargaan ini juga ia persembahkan untuk seluruh anggota IKPI Jakarta Pusat yang tanpa lelah memberikan kontribusi positif bagi dunia perpajakan. Ke depan, kami ingin terus bersinergi dengan DJP dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan, adil, dan modern.

Suryani berharap, kerja sama yang sudah terjalin lama dengan Kanwil DJP Jakarta Pusat dapat memberikan manfaat nyata, tidak hanya bagi wajib pajak, tetapi juga bagi pembangunan ekonomi nasional. (bl)

Minyak Murah Rusia Jadi Senjata India Lawan Tekanan Tarif Trump

IKPI, Jakarta: India menjadikan minyak Rusia sebagai strategi utama untuk meredam tekanan ekonomi dari Amerika Serikat. Di tengah ancaman tarif baru yang digulirkan Presiden AS Donald Trump, New Delhi justru semakin memperkuat hubungan dagang dengan Moskow.

Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar dalam kunjungannya ke Moskow, Kamis (21/8/2025), menegaskan bahwa India dan Rusia menargetkan perdagangan bilateral hingga US$100 miliar dalam lima tahun. Ia menyebut kedua negara akan memangkas hambatan tarif dan non-tarif, serta memperluas diversifikasi perdagangan, termasuk sektor energi.

“Di tengah ketidakpastian global, memiliki mitra yang stabil dan konsisten menjadi kebutuhan strategis,” ujar Jaishankar dalam forum bisnis India-Rusia.

Trump sebelumnya telah mengenakan tarif 25% atas produk India dan mengancam melipatgandakannya menjadi 50% pada 27 Agustus mendatang. Kebijakan tersebut berpotensi membuat ekspor tahunan India ke AS senilai US$85 miliar kehilangan daya saing. New Delhi menilai kebijakan tarif itu tidak rasional, sekaligus menegaskan haknya membeli energi dari sumber termurah.

Minyak Rusia yang ditawarkan dengan harga diskon dinilai krusial bagi India untuk menjaga inflasi domestik tetap terkendali. Tidak hanya itu, energi murah juga dianggap sebagai “perisai” bagi perekonomian India dalam menghadapi gejolak tarif AS.

Hubungan erat India-Rusia semakin ditunjukkan lewat komunikasi intensif antara Perdana Menteri Narendra Modi dan Presiden Vladimir Putin. Putin bahkan dijadwalkan berkunjung ke India pada akhir tahun ini. Selain itu, Modi juga tengah memperluas jaringan diplomasi dengan Tiongkok dan akan bertemu Presiden Xi Jinping di Beijing akhir Agustus. (alf)

 

 

 

 

 

en_US