IKPI Ajak Generasi Muda Wujudkan Semangat Sumpah Pemuda Lewat Kontribusi Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam momentum Hari Sumpah Pemuda tahun ini, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam memperkuat kontribusi pajak untuk pembangunan nasional. Pesan itu mengemuka dalam podcast spesial bertema “Semangat Sumpah Pemuda dan Kontribusi Lewat Pajak” yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan Aahyu Setiawan, dari Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, baru- baru ini.

Dewi Sukowati membuka perbincangan dengan nada optimistis. Ia menyebut semangat Sumpah Pemuda tak hanya dimaknai sebagai peringatan sejarah, tetapi juga sebagai panggilan bagi generasi muda untuk memberi kontribusi nyata bagi negeri.

“Pajak itu bentuk modern dari semangat Sumpah Pemuda. Kalau dulu para pemuda bersatu memperjuangkan kemerdekaan, sekarang kita bersatu menjaga keberlanjutan bangsa melalui kepatuhan pajak,” ujarnya.

Dewi menegaskan bahwa pajak merupakan instrumen vital dalam pembiayaan negara. Karena itu, memahami pajak sejak dini menjadi bentuk partisipasi cerdas generasi muda terhadap pembangunan nasional. Menurutnya, edukasi pajak seharusnya tidak lagi dianggap rumit, melainkan perlu dibawa ke ruang-ruang diskusi populer seperti podcast, agar lebih mudah dicerna oleh masyarakat luas.

Dalam sesi perkenalan, Pasha dan Ryan dari Universitas Indonesia mengaku banyak teman sebayanya masih merasa pajak itu menakutkan.

“Kalau aku, satu kata: serem,” ungkap Pasha.

Ia menjelaskan, banyak masyarakat yang melihat pajak hanya dari sisi kewajiban membayar, tanpa memahami manfaat yang dihasilkan bagi kesejahteraan publik.

Sementara itu, Ryan menggambarkan kesan pertamanya tentang pajak dengan kata “bingung”. Menurutnya, masyarakat sering kali tidak tahu pajak apa saja yang mereka bayarkan setiap hari.

“Kita makan di restoran, beli barang, semua kena pajak. Tapi banyak yang nggak tahu bedanya pajak pusat dan pajak daerah,” tuturnya.

Bagi Ryan, tantangan mahasiswa fiskal justru terletak pada bagaimana menjelaskan konsep rumit itu dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum.

Dewi menilai fenomena itu sebagai peluang bagi kalangan muda untuk menjadi agen edukasi pajak. Ia berharap mahasiswa jurusan fiskal mampu berperan aktif di masyarakat dengan cara menjelaskan sistem perpajakan secara sederhana dan komunikatif.

“Kalau anak muda sudah paham dan bisa menjelaskan pajak dengan bahasa rakyat, itu langkah besar untuk menumbuhkan budaya pajak yang sehat,” katanya.

Di sisi lain, Dewi juga menyinggung soal persepsi negatif yang kerap melekat pada pajak. Menurutnya, hal itu hanya bisa diubah dengan memperbanyak literasi, transparansi, dan komunikasi dua arah antara otoritas pajak, konsultan, dan masyarakat.

“Kalau masyarakat merasa didengarkan dan dijelaskan dengan baik, kepatuhan pajak akan tumbuh dari kesadaran, bukan paksaan,” ujarnya.

Diskusi podcast kemudian menyoroti peran konsultan pajak dalam membangun jembatan komunikasi antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dewi menekankan, profesi konsultan pajak memiliki fungsi edukatif, bukan sekadar administratif.

“Kami tidak hanya membantu menghitung pajak, tapi juga menjelaskan aturan baru, menenangkan wajib pajak yang bingung, bahkan mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung sengketa,” jelasnya.

Dewi berpesan kepada generasi muda Indonesia.

“Sumpah Pemuda adalah semangat untuk bersatu, berkontribusi, dan mencintai negeri. Hari ini, cara termudah melanjutkan semangat itu adalah dengan menjadi warga negara yang sadar pajak. Dari pemuda, untuk Indonesia,” tutupnya. (bl)

DJP Bongkar Skandal Pencucian Uang Rp 58,2 Miliar, Terpidana Gunakan Skema Lintas Negara

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kanwil DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil membongkar praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) bernilai fantastis sebesar Rp 58,2 miliar yang dilakukan oleh terpidana TB, pelaku penggelapan pajak yang sebelumnya telah divonis bersalah.

DJP Jakarta Pusat dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (1/11/2025), menyebutkan TB menggunakan berbagai skema kompleks untuk menyamarkan asal-usul uang hasil kejahatan pajak, mulai dari menempatkan dana tunai ke sistem perbankan, menukarnya ke mata uang asing, hingga mengalirkan dana ke luar negeri dan membeli aset bernilai tinggi.

“Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp 58,2 miliar telah diblokir dan disita. Aset tersebut meliputi uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah,” ujar DJP.

Tak berhenti di situ, DJP juga menelusuri jejak uang yang mengalir ke luar negeri. Melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana, otoritas pajak kini menggandeng Pemerintah Singapura untuk menyita aset-aset TB yang diduga disembunyikan di negara tersebut.

TB diketahui merupakan beneficial owner dari PT Uniflora Prima (PT UP) perusahaan yang terseret dalam perkara penggelapan pajak. Ia telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 19 September 2024 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun dan denda Rp 634,7 miliar terhadap TB, setelah membatalkan vonis bebas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 3 Agustus 2023.

Kasus ini menjadi bukti nyata sinergi lintas lembaga penegak hukum antara DJP, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, Bareskrim Polri, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dukungan juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Tak hanya di dalam negeri, DJP turut bekerja sama dengan otoritas pajak dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan sejumlah yurisdiksi lain, mengingat adanya transaksi keuangan lintas batas yang dilakukan TB.

Sebagai catatan, pada Maret 2023, DJP Jakarta Pusat telah menyerahkan TB kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat atas dugaan tindak pidana perpajakan dengan kerugian negara mencapai Rp 317 miliar. Kasus bermula pada tahun 2014, saat PT UP menjual aset senilai US$ 120 juta dan hasil penjualannya disembunyikan di luar negeri tanpa dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.

Aksi itu bukan hanya menabrak aturan pajak, tapi juga menelanjangi modus klasik penghindaran pajak lewat perusahaan cangkang dan transfer lintas negara.

“Kami akan terus memperkuat kerja sama lintas lembaga, baik di dalam maupun luar negeri, untuk memastikan uang negara kembali ke kas negara,” tegas DJP. (alf)

Dedi Mulyadi Siap Koreksi Pajak Air dan Tambang: “Keadilan Fiskal Harus Dimulai dari Desa”

IKPI, Jakarta: Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan akan melakukan koreksi besar-besaran terhadap sistem pajak air dan tambang di wilayahnya. Langkah itu, menurutnya, menjadi bagian dari upaya membangun keadilan fiskal yang selama ini timpang antara perusahaan besar dan masyarakat desa penghasil sumber daya.

“Kami melihat selama ini pajak air, baik air permukaan maupun air dalam, tidak membedakan antara air untuk produksi dan air sebagai komoditi. Ini tidak adil,” tegas Dedi dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026 di Bandung, Jumat (31/10/2025).

Menurut Dedi, selama ini perusahaan air mineral raksasa dan pelaku usaha kecil yang hanya memakai air untuk proses produksi mendapat beban pajak yang sama, padahal nilai ekonominya berbeda jauh.

“Ke depan, pajak air untuk kepentingan produksi dan komoditi harus lebih besar. Ini soal keadilan fiskal dan keberlanjutan,” ujarnya.

Dedi juga menyoroti ketimpangan lain yang tak kalah serius: desa-desa penghasil pajak justru kerap tidak menikmati hasil dari sumber daya yang mereka miliki.

“Desa yang menghasilkan pajak hingga ratusan miliar rupiah per tahun sering kali tidak tahu bahwa desanya adalah sumber pendapatan negara dan daerah,” ungkapnya.

Untuk mengakhiri ketimpangan itu, Dedi memerintahkan Bappeda Jawa Barat segera mempublikasikan daftar desa penghasil pajak secara terbuka kepada masyarakat.

“Ini bagian dari transparansi. Desa yang menjadi sumber pajak harus mendapat prioritas pembangunan. Sekolah, kesehatan, sanitasi, air bersih semuanya harus selesai di sana,” kata Dedi dengan nada tegas.

Tak hanya desa penghasil pajak, Dedi juga menekankan pentingnya memperhatikan desa-desa penyangga ekosistem.

“Desa yang menjaga hutan, air, oksigen, dan mencegah banjir itu punya peran penting bagi industri dan kehidupan kita semua. Mereka juga berhak atas keadilan pembangunan,” ujarnya.

Ia menambahkan, pembangunan harus berpijak pada siklus ekologi yang berkelanjutan.

“Air hujan turun dari gunung, mengalir ke laut. Dari situ kita hidup. Maka pembangunan harus berpihak pada penjaga siklus itu,” tuturnya.

Dalam arah kebijakan pembangunan 2026–2028, Dedi menjelaskan bahwa Pemprov Jawa Barat akan memfokuskan anggaran untuk infrastruktur dasar dan investasi publik. Tahun 2026 diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar provinsi dan kabupaten/kota, tahun 2027 untuk penguatan infrastruktur desa dan kelurahan, sementara 2028 berorientasi pada investasi sosial bagi masyarakat desa.

“Belanja pemerintah bukan sekadar pengeluaran, tapi investasi. Ada dua jenis: investasi yang dirasakan langsung oleh rakyat dan investasi jangka panjang,” jelasnya.

Dedi juga menegaskan akan menghapus praktik copy-paste anggaran yang sering terjadi dalam program pemerintah.

“Kalau kegiatannya hanya meniru tanpa inovasi, saya cenderung tidak memberi alokasi. Belanja publik harus berorientasi hasil, bukan rutinitas,” pungkasnya. (bl)

IKPI Kota Tangerang Pelopori Silaturahmi Antar Cabang Lewat Badminton, IKPI Jakarta Barat Jadi Tamu Pertama

IKPI, Kota Tangerang: Dalam upaya mempererat hubungan lintas cabang, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Tangerang menggagas pertandingan persahabatan badminton bertajuk “Satu Raket, Satu Semangat, Satu IKPI” bersama IKPI Cabang Jakarta Barat di Lapangan Milhan, Kota Tangerang, Sabtu (1/11/2025).

Kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi perdana antar cabang yang diinisiasi oleh IKPI Kota Tangerang, sekaligus langkah nyata memperkuat kebersamaan dalam suasana santai namun tetap menjunjung sportivitas.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kota Tangerang)

Pertandingan berlangsung meriah dan penuh semangat. Suporter dari kedua cabang ikut memeriahkan suasana dengan yel-yel dukungan yang menggema di setiap partai. Setelah melalui sejumlah laga sengit, tim IKPI Jakarta Barat akhirnya keluar sebagai pemenang dengan skor tipis 4–2.

Ketua IKPI Cabang Kota Tangerang, Edward Mias, menegaskan bahwa pertandingan ini bukan semata ajang kompetisi, melainkan sarana memperkuat tali persaudaraan antaranggota IKPI.

“Kami ingin kegiatan ini menjadi wadah untuk mempererat hubungan dan menumbuhkan semangat kebersamaan. Melalui olahraga, kami belajar tentang sportivitas, kekompakan, dan saling menghargai—nilai-nilai yang juga penting dalam profesi konsultan pajak,” ujar Edward.

Edward menambahkan, kegiatan ini merupakan langkah awal yang diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi cabang-cabang IKPI lainnya untuk melakukan kegiatan serupa.

“Harapan kami, kegiatan lintas cabang seperti ini tidak berhenti di sini. Ke depan, bisa dikembangkan ke bidang lain, baik olahraga, sosial, maupun pengembangan profesionalisme sesama anggota IKPI di seluruh Indonesia,” tambahnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kota Tangerang)

Dari pihak tuan rumah, sejumlah pemain seperti Hendra Wanto, Wawan Kurniawan, Andrew, Iwan Santo, Herry Kiandi, Julianto, Roky, Mierza, Fajar, dan Yogi Setyo tampil menonjol di berbagai partai. Sementara dari IKPI Jakarta Barat, tim tangguh berisi Edo Setiawan, Feryanto, Ricky, Suhardi Sumbadji, Ricky Lioenardy, Jackson Mintarjo, Rusli Djaja, Ling Ling Salim, dan Theresia Shinta Dewi tampil solid dan kompak.

Perwakilan dari IKPI Cabang Jakarta Barat, Suly, memberikan apresiasi tinggi atas inisiatif yang dilakukan oleh IKPI Kota Tangerang.

“Kami sangat berterima kasih atas undangan dan sambutan hangat dari IKPI Kota Tangerang. Kegiatan ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga mempererat hubungan antaranggota. Inilah semangat Satu IKPI yang sebenarnya,” ungkap Suly.

Ia juga menilai kegiatan olahraga seperti ini dapat menjadi sarana menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kebugaran jasmani, sekaligus memperkuat karakter positif di kalangan anggota.

“Kami berharap kegiatan seperti ini bisa dijadikan agenda rutin, mungkin bergilir antar cabang setiap tahun. Dengan begitu, semangat kebersamaan dan solidaritas IKPI akan terus tumbuh,” imbuhnya.

Pertandingan ditutup dengan sesi foto bersama, ramah tamah, dan pembahasan rencana pembentukan panitia kecil untuk menggelar turnamen antar cabang se-Jabodetabek pada tahun mendatang.

Dengan semangat “Satu Raket, Satu Semangat, Satu IKPI,” kegiatan ini menjadi bukti bahwa kebersamaan antar anggota IKPI dapat tumbuh tidak hanya di ruang profesional, tetapi juga di lapangan olahraga yang menyatukan. (bl)

Bangun Sinergi Pajak, IKPI Pengda DKJ Kunjungi KPP Badan dan Orang Asing

IKPI, Jakarta: Dalam rangka mempererat kemitraan antara konsultan pajak dan otoritas perpajakan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah DKI Jakarta (Pengda DKJ) melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Badan dan Orang Asing (Badora), Rabu  (29/10/2025).

Kunjungan yang berlangsung hingga sore hari itu diterima langsung oleh Kepala KPP Badora Natalius, didampingi para kepala seksi pengawasan dan para supervisor fungsional di ruang rapat lantai 2.

Ketua IKPI Pengda DKJ Tan Alim menyampaikan, suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh keakraban. “Pak Natalius menyambut kami dengan sangat terbuka dan humoris. Beliau menegaskan keinginannya untuk menjalin kemitraan yang positif dan produktif dengan rekan-rekan di IKPI,” ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Natalius juga mengimbau agar para konsultan pajak anggota IKPI memperkenalkan diri sebagai kuasa Wajib Pajak (WP) setiap kali berurusan di KPP Badora. Ia menegaskan keterbukaannya terhadap masukan dari para konsultan jika terdapat hal-hal yang dirasa kurang berkenan dalam pelayanan jajarannya.

“Pak Natalius berpesan agar seluruh jajaran di KPP Badora bertindak profesional dan menjaga integritas kantor,” tambah Tan Alim.

KPP Badora saat ini memiliki 132 pegawai dengan target penerimaan pajak sebesar Rp17,268 triliun pada tahun 2025. Sekitar 70 persen penerimaan ditopang dari sektor Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Adapun lebih dari 40.000 Wajib Pajak terdaftar di KPP tersebut, meliputi ekspatriat, pelaku PMSE, Bentuk Usaha Tetap (BUT), Kantor Perwakilan Dagang Asing (KPDA), kerja sama operasi (KSO), pelayaran asing, penerbangan asing, serta badan internasional.

Dalam kunjungan tersebut, IKPI Pengda DKJ diwakili oleh:

• Tan Alim (ketua)

• Hery Juwana

• Chamdun M.

• Esty Aryani

• Kosasih

Sedangkan dari pengurus cabang hadir:

• Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara)

• Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur)

• Santoso Aliwarga (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Wiwik Budiarti (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Yustinus Taruna (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Herry Purwanto (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Kegiatan ini menandai semangat kolaborasi antara IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperkuat profesionalisme dan sinergi dalam sistem perpajakan nasional. (bl)

OPSI Minta Pemerintah Lakukan Diplomasi Dagang, Desak Kelonggaran Tarif ke AS

IKPI, Jakarta: Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menghantam industri padat karya dalam negeri. Kali ini, ribuan karyawan PT Victory Chingluh Indonesia pabrikan sepatu pemasok merek global Nike di Kabupaten Tangerang menjadi korban akibat merosotnya pesanan dari Amerika Serikat (AS).

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Wijanarko, menegaskan bahwa langkah PHK massal tersebut merupakan dampak langsung dari tekanan tarif impor tinggi yang diberlakukan pemerintah AS terhadap produk sepatu asal Indonesia.

Menanggapi kondisi itu, Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Saepul Tavip mendesak pemerintah agar segera melakukan diplomasi dagang intensif dengan Amerika Serikat untuk meredam dampak kebijakan tarif tersebut.

“Untuk mencegah PHK akibat kebijakan tarif Presiden Trump, seharusnya pemerintah Indonesia bisa bernegosiasi dengan pemerintah Amerika agar lebih melonggarkan kebijakan tarif tersebut. Diplomasi tingkat tinggi harus dilakukan,” ujar Saepul dikutip dari Kontan, Sabtu (1/11/2025).

Menurut Saepul, pemerintah tidak boleh pasif menghadapi tekanan eksternal semacam ini. Bila negosiasi dengan AS tidak membuahkan hasil, arah ekspor nasional perlu segera dialihkan ke kawasan lain seperti Eropa dan Amerika Latin agar industri tidak terlalu bergantung pada pasar AS.

“Pemerintah harus lincah membangun kerja sama ekonomi dengan negara-negara non-AS,” tegasnya.

Selain faktor kebijakan tarif, Saepul juga menyoroti pentingnya dialog sosial antara pekerja dan pengusaha untuk menjaga keberlangsungan usaha. Ia menilai, persoalan upah seharusnya dapat dikelola di tingkat Dewan Pengupahan Daerah sehingga tidak berujung pada penutupan pabrik.

“Upah bisa dinegosiasikan agar tercapai keseimbangan yang adil tanpa harus mengambil keputusan ekstrem menutup perusahaan,” jelasnya.

Saepul memperingatkan, PHK massal di Chingluh bisa menjadi awal dari tren baru di industri padat karya jika pemerintah tidak segera bertindak.

“Kalau negara tidak proaktif, bukan tidak mungkin gelombang penutupan perusahaan akan menyebar,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan potensi perusahaan mempercepat PHK sebelum revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan diberlakukan sesuai arahan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Bisa jadi mereka buru-buru melakukan PHK dengan pesangon rendah sesuai PP 35/2021, karena khawatir kalau UU yang baru berlaku, nilai pesangon akan kembali seperti ketentuan lama,” katanya.

Lebih jauh, ia menyoroti potensi munculnya praktik tidak sehat, di mana perusahaan membuka kembali usaha dengan nama baru dan sistem kerja berbeda demi menekan biaya tenaga kerja.

“Ada kemungkinan mereka nanti membuka perusahaan baru dengan sistem kontrak, outsourcing, atau magang, dengan labor cost murah dan mudah melakukan PHK,” ujarnya.

Saepul menegaskan, pemerintah harus berada di garda depan menjaga keseimbangan antara kepentingan industri dan perlindungan tenaga kerja.

“Peran negara sangat penting untuk memastikan kebijakan global tidak menjadi bumerang bagi jutaan pekerja Indonesia,” tandasnya. (alf)

Sentimen The Fed Buat Harga Emas Dunia Tertekan

IKPI, Jakarta: Harga emas dunia melemah pada perdagangan Jumat (31/10/2025), tertekan oleh ketidakpastian arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed). Berdasarkan data Refinitiv, harga emas di pasar spot tercatat US$4.001,78 per troy ons, turun 0,53% dibandingkan hari sebelumnya. Dalam sepekan, logam mulia ini telah melemah 2,67%, menjadi penurunan mingguan kedua secara beruntun.

Tekanan terhadap emas meningkat setelah Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland, Beth Hammack, secara terbuka menentang pemangkasan suku bunga lanjutan tahun ini. Ia menilai inflasi masih terlalu tinggi dan kebijakan moneter perlu tetap ketat untuk menjaga stabilitas harga.

“Hammack sedang gencar-gencarnya mengincar emas karena ia menjadi Presiden Fed regional ketiga yang secara terbuka menentang penurunan suku bunga lebih lanjut pada tahap ini mengingat inflasi yang tinggi. Hammack akan menjadi pemilih FOMC pada 2026 dan menunjukkan bahwa pasar terlalu optimistis dalam memperkirakan suku bunga yang lebih rendah,” ujar Tai Wong, pedagang logam independen, dikutip Sabtu (1/11/2025).

The Fed memangkas suku bunga pada Rabu (29/10/2025) lalu. Namun, pernyataan bernada hawkish dari Ketua The Fed Jerome Powell membuat pasar menurunkan ekspektasi terhadap penurunan lanjutan. Berdasarkan alat CME FedWatch, peluang pemangkasan suku bunga pada Desember kini turun menjadi 63%, dari lebih 90% di awal pekan.

Harga emas yang tak menawarkan imbal hasil cenderung kehilangan daya tarik ketika suku bunga tinggi. Meski begitu, secara tahunan, logam mulia ini masih mencatat kenaikan 53%, bahkan sempat menyentuh rekor tertinggi US$4.381,21 per troy ons pada 20 Oktober 2025.

Dalam riset terbarunya, Morgan Stanley menilai prospek emas tetap positif ke depan. Bank investasi itu memperkirakan harga emas dapat mencapai rata-rata US$4.300 per troy ons pada paruh pertama 2026, didorong oleh pemangkasan suku bunga yang lebih agresif tahun depan, arus masuk ETF, serta pembelian emas oleh bank sentral di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Sementara itu, dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Kamis (30/10/2025) bahwa ia akan memangkas tarif terhadap China dari 57% menjadi 47%. Kebijakan itu, menurutnya, merupakan imbalan atas langkah Beijing menindak perdagangan fentanil ilegal, melanjutkan pembelian kedelai AS, serta menjaga kelancaran ekspor tanah jarang.

Kebijakan tersebut disambut positif oleh sebagian pelaku pasar karena dinilai dapat meredakan ketegangan perdagangan AS–China. Namun di sisi lain, turunnya risiko global justru bisa mengurangi permintaan terhadap emas sebagai aset lindung nilai (safe haven). (alf)

Menkeu Purbaya Tegaskan Uang Negara Harus Bergerak, Bukan Mengendap di Meja Birokrasi

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmennya untuk memastikan uang negara benar-benar bekerja bagi rakyat. Ia menampik anggapan bahwa kunjungannya ke sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) bertujuan mencampuri urusan internal, melainkan demi memastikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terserap optimal dan berdampak nyata bagi ekonomi nasional.

“Ketika saya datang ke kementerian-kementerian untuk menanyakan penyerapan APBN, itu bukan untuk mengganggu kebijakan masing-masing, tapi untuk memastikan uang yang kita alokasikan dipakai semaksimal mungkin dan berdampak sebesar-besarnya bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Purbaya dalam Upacara Hari Pemuda ke-97 dan Hari Oeang ke-79, dikutip dari kanal YouTube Kementerian Keuangan, Sabtu (1/11/2025).

Sejak resmi dilantik sebagai Bendahara Negara pada 8 September 2025, Purbaya dikenal aktif turun langsung meninjau berbagai instansi. Beberapa yang telah dikunjungi antara lain Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), serta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Langkah ini dilakukan untuk memastikan setiap program pemerintah berjalan sesuai target dan serapan anggaran tidak tersendat.

Pemerintah, kata Purbaya, tidak segan menarik kembali anggaran dari K/L yang realisasinya masih rendah untuk kemudian dialihkan ke program lain yang lebih siap dan berdampak cepat. Tenggat waktu percepatan serapan diberikan hingga akhir Oktober 2025.

“Penerimaan negara harus dikelola secara optimal, dan belanja publik harus diarahkan seefektif mungkin agar benar-benar mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” tegasnya.

Purbaya juga menyoroti masih banyaknya daerah yang belum mampu mengelola anggaran secara efektif. Ia berencana agar Kementerian Keuangan lebih proaktif dalam memberikan pendampingan teknis.

“Masih ada daerah yang belum bisa mengelola anggarannya dengan baik. Karena itu, ke depan Kemenkeu akan lebih aktif mengajarkan cara mengelola dan membelanjakan anggaran secara tepat. Jadi kelihatannya Pak Askolani dan tim akan punya tugas tambahan,” ujarnya disambut tawa hadirin.

Purbaya mengingatkan kembali esensi dari APBN yakni uang rakyat harus berputar untuk kepentingan rakyat, bukan mengendap di meja birokrasi. (alf)

UI Gelar Grand Talkshow Tax Competition 2025, Bahas Arah Kebijakan Pajak di Era Pemerintahan Baru

IKPI, Jakarta: Program Studi Administrasi Perpajakan Universitas Indonesia (UI) bersama Himpunan Mahasiswa Program Studi Administrasi Perpajakan (HMP UI) menggelar Grand Talkshow Tax Competition UI 2025 bertema “Amplifying Tax Policy within The New Government Era: The Impact on Tax Revenues to Navigate Economic Growth.” Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Vokasi UI, Jumat (31/10/2025), menjadi ruang dialog inspiratif bagi mahasiswa dan praktisi untuk membahas peran strategis kebijakan pajak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan baru.

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Tax Competition UI 2025 yang telah memasuki tahun ketujuh penyelenggaraan dan diikuti oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Kepala Program Studi Administrasi Perpajakan UI, Thesa Adi Purwanto, mengapresiasi kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan peserta dari berbagai daerah. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya ajang kompetisi, tetapi juga wadah pembelajaran dan inovasi di bidang perpajakan.

“Tax Competition 2025 ini sudah memasuki tahun ketujuh. Kami dari Prodi berterima kasih atas kolaborasi yang terjalin dengan teman-teman mahasiswa dari seluruh Indonesia,” ujar Thesa.

Thesa juga menyoroti pentingnya kesiapan mahasiswa menghadapi perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), yang mulai digunakan dalam sistem perpajakan.

“Perpajakan saat ini sudah mulai dirambah oleh teknologi AI. Tantangannya adalah apakah kita akan tergantikan, atau justru menjadi pihak yang menciptakan inovasinya,” ujarnya.

Ketua HMP UI 2025, Faiz Ghossan, mengatakan tema yang diangkat mencerminkan semangat mahasiswa untuk memahami arah kebijakan fiskal di bawah pemerintahan baru.

“Perubahan pemerintahan selalu menjadi momentum penting bagi arah kebijakan ekonomi suatu negara, terutama di bidang perpajakan,” jelas Faiz.

Ia berharap kegiatan ini dapat memperluas wawasan peserta serta mendorong mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan sistem perpajakan nasional.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap peserta memperoleh wawasan baru, jejaring, serta motivasi untuk terus berkarya dan berkontribusi positif di bidang perpajakan,” tambahnya.

Project Officer Tax Competition UI 2025, Divinia Indriani, berharap acara ini mampu membuka cara pandang baru bahwa perpajakan tidak hanya soal angka dan perhitungan, tetapi juga berperan penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

“Kami ingin Grand Talkshow ini membuka pandangan generasi muda bahwa perpajakan bukan hanya tentang angka, tetapi bagian penting dari kehidupan masyarakat,” ujarnya. (alf)

Ini 10 Negara Bebas Pajak Penghasilan, Surga Bagi Para Ekspatriat dan Investor Dunia

IKPI, Jakarta: Pajak menjadi tulang punggung utama penerimaan negara di hampir seluruh dunia. Namun, tidak semua negara menggantungkan kas negaranya pada pungutan pajak penghasilan (PPh). Sejumlah negara justru mampu bertahan tanpa memungut PPh dari warganya berkat kekayaan alam melimpah atau sektor keuangan yang kuat.

Menariknya, negara-negara bebas pajak ini justru menjadi magnet bagi ekspatriat, investor global, hingga kalangan profesional yang ingin menikmati penghasilan bersih tanpa potongan pajak.

Melansir The Economic Times, berikut 10 negara yang hingga 2025 masih konsisten tidak memungut pajak penghasilan pribadi:

1. Bahama

Negara kepulauan di kawasan Karibia ini dikenal sebagai surga finansial dengan kebijakan bebas pajak penghasilan, pajak warisan, hingga pajak hadiah.

Pemerintah Bahama bahkan memberikan kemudahan bagi investor asing untuk memperoleh izin tinggal tetap, cukup dengan membeli properti minimal senilai US$750.000. Selain itu, pantainya yang indah membuat Bahama tak hanya ramah pajak, tetapi juga destinasi wisata premium.

2. Bahrain

Bahrain termasuk negara Teluk dengan perekonomian kuat berkat sektor minyak dan keuangan. Negara ini tidak mengenakan pajak penghasilan pribadi dan menawarkan program Golden Residency Visa berdurasi 10 tahun yang bisa diperpanjang.

Meski peluang menjadi warga negara cukup sulit, Bahrain tetap menarik bagi pelaku bisnis regional dan ekspatriat yang mencari stabilitas jangka panjang.

3. Bermuda

Bermuda memang tidak memiliki pajak penghasilan, namun perusahaan tetap wajib membayar pajak atas gaji yang dibayarkan.

Dengan pemandangan pantai berpasir merah muda dan keamanan tinggi, Bermuda menjadi pilihan ideal bagi profesional asing yang bekerja dalam jangka pendek maupun pebisnis internasional.

4. Brunei Darussalam

Negara tetangga Indonesia ini mampu menghapus pajak penghasilan berkat kekayaan minyak dan gasnya. Pemerintah Brunei bahkan menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis untuk warga negaranya.

Namun, kebijakan imigrasinya sangat ketat. Izin tinggal permanen atau kewarganegaraan hanya dapat diperoleh melalui persetujuan langsung Sultan.

5. Kepulauan Cayman

Kepulauan Cayman dikenal sebagai pusat keuangan dunia tanpa pajak penghasilan, pajak keuntungan modal, maupun pajak perusahaan.

Untuk memperoleh izin tinggal, investor perlu menanam modal minimal US$1,2 juta dengan pendapatan tahunan di atas US$145.000. Setelah lima tahun, mereka dapat mengajukan status kewarganegaraan.

6. Kuwait

Sebagai salah satu produsen minyak terbesar dunia, Kuwait tidak memberlakukan pajak penghasilan. Populasi ekspatriat di negara ini bahkan mencapai dua pertiga dari total penduduk.

Namun, untuk mendapatkan status penduduk tetap atau kewarganegaraan, prosesnya tergolong sangat ketat.

7. Monako

Monako menjadi simbol kemewahan di Eropa dengan kebijakan bebas pajak atas pendapatan, dividen, hingga keuntungan modal.

Untuk menetap secara permanen, calon penduduk wajib menyimpan minimal €500.000 di bank lokal dan memiliki tempat tinggal tetap. Tak heran, negara mungil di tepi Laut Mediterania ini menjadi rumah bagi banyak miliarder dunia.

8. Maladewa

Pemerintah Maladewa tidak memungut pajak penghasilan bagi warga berpenghasilan di bawah batas tertentu.

Namun, aturan kewarganegaraan di negara kepulauan ini cukup eksklusif—hanya diperuntukkan bagi Muslim Sunni—dan tidak ada program residensi jangka panjang bagi warga asing. Maka, Maladewa lebih cocok sebagai destinasi wisata bebas pajak ketimbang tempat menetap.

9. Oman

Negara di Semenanjung Arab ini juga bebas pajak penghasilan berkat pendapatan besar dari sektor energi. Meski ekonominya stabil, Oman dikenal konservatif dan selektif terhadap ekspatriat asing.

Investor asing umumnya memerlukan jaringan lokal yang kuat untuk bisa memperoleh izin tinggal di sana.

10. Qatar

Sebagai salah satu negara terkaya di dunia, Qatar memiliki pendapatan per kapita yang tinggi berkat industri minyak dan gasnya. Tidak ada pajak penghasilan pribadi di negara ini, dan ekspatriat berpenghasilan tinggi menjadi salah satu kelompok terbesar di sana.

Namun, untuk menjadi penduduk tetap, seseorang harus tinggal legal selama 20 tahun, menguasai bahasa Arab, serta membuktikan stabilitas finansial.

Surga Bebas Pajak, Tapi Tidak Tanpa Syarat

Meski tampak menggiurkan, tinggal di negara bebas pajak tidak selalu mudah. Sebagian besar negara tersebut menerapkan aturan imigrasi yang sangat ketat, dan biaya hidupnya cenderung tinggi.

Namun, bagi para profesional global dan investor, negara-negara ini tetap menjadi pilihan menarik untuk mengoptimalkan penghasilan tanpa potongan pajak. (alf)

en_US