Pemerintah Tekankan Edukasi dan Spirit Review dalam Profesi Pajak

IKPI, Jakarta: Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya, Ditjen SPSK, Kemenkeu, Lury Sofyan, menegaskan pentingnya edukasi berkelanjutan dan spirit review untuk memperkuat profesi konsultan pajak. Pesan ini ia sampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

“Beberapa benar-benar pembangunan yang sebesar spirit review untuk memasukkan edukasi dan menjaga pekerjaan ini,” ungkap Lury dalam paparannya.

Ia menjelaskan, sertifikasi memang penting, tetapi tidak cukup. Dunia perpajakan menghadapi dinamika regulasi, teknologi, hingga tantangan global. Karena itu, edukasi berkelanjutan menjadi fondasi agar profesi tetap adaptif, sementara spirit review memastikan kualitas selalu terjaga.

Menurut Lury, IKPI punya peran besar dalam menyediakan wadah edukasi tersebut. Melalui seminar, pelatihan, hingga kerja sama dengan regulator, asosiasi ini dapat membantu anggotanya terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan.

Ia juga menyinggung pentingnya risk-based profiling sebagai sistem pengawasan yang efektif. Dengan pendekatan berbasis risiko, profesi pajak akan lebih terlindungi dari potensi penyalahgunaan sekaligus menjaga kepentingan publik.

“Edukasi adalah fondasi, spirit review adalah penguat. Keduanya harus berjalan beriringan,” tegasnya.

Lury optimistis, dengan kolaborasi pemerintah dan IKPI, konsultan pajak Indonesia akan semakin dipercaya publik. Profesionalisme yang dibangun akan berdampak langsung pada kepatuhan pajak dan kestabilan perekonomian nasional. (bl)

 

Kepala Kanwil Jabar III Beri Piagam Wajib Pajak untuk IKPI Depok 

IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) dalam Forum Konsultasi Publik 2025. Penghargaan diberikan langsung Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, Romadhaniah, di KPP Pratama Depok Cimanggis bersama KPP Depok Sawangan, Jumat (22/8/2025).

Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik, menyampaikan apresiasi atas penghargaan tersebut. Ia menegaskan bahwa piagam ini menjadi pengingat penting bagi konsultan pajak untuk memastikan hak dan kewajiban wajib pajak terlaksana sesuai ketentuan hukum.

Acara ini dihadiri perwakilan 21 wajib pajak, instansi pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan asosiasi profesi. Dari unsur pemerintah, hadir di antaranya Brimob, Badan Keuangan Daerah Depok, dan Dinas PUPR. Tax Center Universitas Gunadarma juga turut berpartisipasi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Depok)

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, Romadhaniah, membuka kegiatan dan menjelaskan bahwa Piagam Wajib Pajak merupakan rangkuman hak dan kewajiban wajib pajak sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan undang-undang perpajakan.

Ia menekankan piagam ini sebagai komitmen DJP untuk membangun hubungan yang transparan, setara, dan berintegritas dengan wajib pajak.

Forum juga dimanfaatkan DJP untuk menyampaikan arah kebijakan perpajakan nasional, termasuk penguatan pengawasan, peningkatan kualitas pemeriksaan, serta optimalisasi pelayanan digital melalui Coretax Administration System.

Piagam Wajib Pajak yang berisi delapan hak dan delapan kewajiban utama wajib pajak diharapkan mampu memperkuat paradigma cooperative compliance, yaitu kepatuhan yang lahir dari kesadaran dan kepercayaan antara wajib pajak dan otoritas pajak. (bl)

 

 

 

Penerimaan Pajak Digital Tembus Rp40 Triliun hingga Juli 2025

IKPI, Jakarta: Kontribusi sektor ekonomi digital terhadap penerimaan negara kian menunjukkan tren positif. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari aktivitas digital mencapai Rp40,02 triliun hingga 31 Juli 2025.

Angka tersebut berasal dari beberapa pos, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp31,06 triliun, pajak atas aset kripto Rp1,55 triliun, pajak fintech (peer to peer lending) Rp3,88 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) sebesar Rp3,53 triliun.

Dari total penerimaan tersebut, PPN PMSE menjadi penyumbang terbesar. Hingga saat ini, pemerintah telah menunjuk 223 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Tercatat ada tiga penunjukan baru, yaitu Scalable Hosting Solutions OÜ, Express Technologies Limited, dan Finelo Limited, sementara tiga perusahaan lainnya dicabut statusnya sebagai pemungut, yakni Evernote GmbH, To The New Singapore Pte. Ltd., dan Epic Games Entertainment International GmbH.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengungkapkan dari 223 pemungut yang ditetapkan, sebanyak 201 di antaranya sudah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total Rp31,06 triliun. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Penerimaan PPN PMSE sejak pertama kali diberlakukan terus tumbuh. Pada 2020 tercatat Rp731,4 miliar, naik menjadi Rp3,90 triliun di 2021, Rp5,51 triliun di 2022, Rp6,76 triliun di 2023, Rp8,44 triliun di 2024, dan Rp5,72 triliun hanya sampai Juli 2025,” jelas Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (28/8/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kontribusi pajak dari sektor digital tidak hanya memperkuat ruang fiskal negara, tetapi juga menciptakan level playing field yang adil antara pelaku usaha konvensional dan digital.

“Penerapan pajak digital ini bukanlah pajak baru, melainkan penyempurnaan mekanisme pemungutan agar lebih praktis dan efisien bagi pelaku usaha,” pungkas Rosmauli. (alf)

 

 

 

 

Kesempatan Terakhir! Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Jatim Berakhir 31 Agustus 2025

IKPI, Jakarta: Warga Jawa Timur masih punya waktu hingga Minggu, 31 Agustus 2025, untuk memanfaatkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB). Program yang sudah berjalan sejak 14 Juli ini menjadi kesempatan emas terakhir bagi masyarakat untuk terbebas dari denda, tunggakan pajak, hingga beban PKB progresif.

Pemutihan ini digelar Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai rangkaian peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Beragam keringanan ditawarkan, mulai dari penghapusan sanksi administratif PKB dan BBNKB, pembebasan PKB progresif, hingga penghapusan denda serta tunggakan pokok PKB tahun 2024 ke bawah bagi wajib pajak tertentu.

Tiga Golongan Wajib Pajak yang Jadi Sasaran

Program pemutihan kali ini secara khusus menargetkan kelompok masyarakat kecil agar lebih tepat sasaran. Ada tiga kategori yang bisa menikmati pembebasan denda dan pokok tunggakan pajak, yaitu:

• Kendaraan roda dua milik keluarga kurang mampu yang terdaftar dalam data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dengan nilai pokok PKB maksimal Rp500 ribu.

• Pengemudi ojek online (ojol), dengan bukti akun ojol yang masih aktif.

• Pemilik kendaraan roda tiga yang digunakan untuk usaha mikro dengan nilai pokok PKB maksimal Rp500 ribu.

Namun, syarat utamanya, kendaraan tersebut harus terdaftar di wilayah Jawa Timur.

Dokumen yang Harus Disiapkan

Untuk mengurus balik nama dan pajak 5 tahunan (ganti plat), wajib pajak harus membawa:

• KTP asli (khusus balik nama cukup KTP pemilik baru),

• STNK asli,

• BPKB asli,

• Cek fisik kendaraan (wajib dihadirkan ke Samsat),

• Kwitansi pembelian (khusus balik nama).

Proses ini hanya bisa dilakukan di Samsat Induk sesuai wilayah kabupaten/kota.

Sementara untuk perpanjangan pajak tahunan, dokumen yang dibutuhkan jauh lebih sederhana, yaitu KTP asli dan STNK asli. Pembayaran bisa dilakukan di berbagai layanan Samsat, mulai dari Samsat Induk, Samsat Keliling, Samsat Outlet, hingga gerai layanan lainnya.

Dalam program pemutihan ini, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sudah dibebaskan alias gratis. Namun, masyarakat tetap perlu membayar biaya lain yang termasuk ke dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti penerbitan BPKB, STNK, dan plat nomor baru.

Pemprov Jatim mengingatkan, kesempatan ini hanya berlaku sampai 31 Agustus 2025. Setelah itu, denda dan tunggakan pajak akan kembali diberlakukan seperti biasa.(alf)

 

 

Uang Pajak Kamu Lari ke Mana? Bedakan Pajak Pusat dan Daerah

IKPI, Jakarta: Banyak orang rajin bayar pajak, tapi masih bingung: uang pajak itu sebenarnya dipakai untuk apa, dan siapa yang mengelolanya? Di sinilah pentingnya memahami perbedaan pajak pusat dan pajak daerah. Meski sama-sama wajib dibayar, keduanya punya fungsi dan jalur manfaat yang berbeda.

Sistem perpajakan di Indonesia memang dirancang agar pembiayaan negara dan daerah berjalan beriringan, tanpa menambah beban masyarakat.

Pemerintah pusat memberi kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak sendiri, supaya anggaran bisa lebih tepat sasaran. Aturan ini diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Uangnya dipakai untuk membiayai berbagai kebutuhan nasional, mulai dari gaji pegawai negeri, pembangunan jalan tol, subsidi energi, pendidikan, kesehatan, hingga pertahanan.

Jenisnya meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan.

Pajak Daerah

Berbeda dengan pajak pusat, pajak daerah langsung dikelola oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, dan hasilnya masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Uang pajak inilah yang jadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Di DKI Jakarta, misalnya, pajak daerah meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), hingga Pajak Rokok dan Reklame.

Lalu, ke mana uangnya? Dana pajak daerah kembali ke warga lewat beragam program, mulai dari transportasi publik (MRT, LRT, Transjakarta), pendidikan (Kartu Jakarta Pintar Plus, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul), pembangunan puskesmas dan RSUD, hingga pengendalian banjir.

Singkatnya, pajak pusat menopang kepentingan nasional, sementara pajak daerah menyentuh kebutuhan masyarakat di wilayah masing-masing. Jadi, setiap kali Anda membayar pajak, baik ke pusat maupun daerah, sebenarnya Anda sedang ikut membiayai pembangunan dari jalan tol hingga sekolah anak-anak, dari MRT hingga rumah sakit. (alf)

 

Kanwil DJP Bali Tanamkan Kesadaran Pajak Sejak Dini Lewat Pajak Bertutur 2025

IKPI, Jakarta: Kesadaran pajak kembali ditanamkan sejak dini kepada generasi muda melalui kegiatan Pajak Bertutur 2025 yang digelar serentak oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali bersama seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di daerah. Dengan tema “Generasi Muda Sadar Pajak untuk Indonesia Maju”, program ini menyasar siswa mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi di berbagai kabupaten/kota di Bali.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Bali, Janita Sunarsasi, melaporkan kegiatan tahun ini melibatkan 383 siswa dari sembilan lembaga pendidikan. Peserta antara lain berasal dari SDN 1 Petang Badung, SDN 1 Bunutin Bangli, SDN 11 Kesiman Denpasar, SDN 5 Dauh Puri Denpasar, SMAN 3 Negara Jembrana, SMK TI Bali Global Jimbaran Badung, SMPN 16 Denpasar, SMPN 6 Tejakula Buleleng, hingga IKIP Saraswati Tabanan.

Salah satu titik utama berlangsungnya kegiatan adalah SMK TI Bali Global Jimbaran, diikuti 59 siswa kelas XII dari berbagai jurusan, mulai Desain Komunikasi Visual (DKV), Pengembangan Perangkat Lunak dan Gim (PPLG), Teknik Jaringan dan Komputer, hingga Akuntansi dan Keuangan Lembaga (AKL).

Kepala Kanwil DJP Bali, Darmawan, menegaskan bahwa literasi pajak harus merata di semua bidang studi, tidak terbatas hanya pada jurusan akuntansi. “Pajak Bertutur adalah sarana edukasi yang ingin menumbuhkan kesadaran pajak sejak dini. Pajak bukan hanya urusan siswa jurusan keuangan, tetapi seluruh generasi muda harus mengenalnya,” ujarnya, Jumat (29/8/2025).

Menurutnya, kesadaran pajak adalah proses panjang yang memerlukan pembelajaran berkesinambungan. Ia menekankan bahwa pajak merupakan bentuk gotong royong rakyat untuk mendukung pembangunan. “Pajak adalah kontrak sosial setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Ini bagian dari tanggung jawab bersama,” tambahnya.

Dalam sesi pembekalan di SMK TI Bali Global Jimbaran, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Bali Ni Putu Ariasih bersama Penyuluh Pajak KPP Pratama Badung Selatan Made Saras Mulia Rani menyampaikan materi dengan bahasa sederhana. Ariasih menggambarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti dompet pemerintah, di mana 73 persen isinya berasal dari pajak.

Sementara itu, Saras menekankan peran nyata pajak dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bidang pendidikan. “Tahun 2025, pemerintah mengalokasikan Rp724,3 triliun atau 20 persen APBN untuk sektor pendidikan. Dana ini digunakan untuk Program Indonesia Pintar, KIP Kuliah, BOS, beasiswa LPDP, hingga perbaikan sarana pendidikan,” jelasnya.

Melalui program ini, DJP Bali berharap pelajar di seluruh Bali semakin memahami bahwa pajak tidak hanya kewajiban administratif, tetapi juga pilar utama pembiayaan negara. Dengan menumbuhkan generasi sadar pajak, diharapkan kontribusi anak bangsa terhadap pembangunan Indonesia akan semakin nyata di masa depan. (alf)

 

Ditjen SPSK Apresiasi Peran IKPI, Profesionalisme Pajak Harus Beri Dampak Nyata

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya (Ditjen SPSK) Kementerian Keuangan menegaskan pentingnya peran konsultan pajak dalam mendukung pembangunan nasional. Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Profesi, Lury Sofyan, menyampaikan apresiasi atas kiprah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang dinilai konsisten menjaga standar profesi sekaligus menjembatani dialog antara regulator dan praktisi.

“Profesionalisme tidak boleh berhenti pada standar teknis. Ekonomi masyarakat harus menjadi acuan, karena profesi ini pada akhirnya bekerja untuk kepentingan publik,” ujar Lury dalam Seminar Nasional IKPI 2025 di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, penguatan profesi pajak harus berjalan seiring dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Konsultan pajak bukan hanya dituntut memahami regulasi, tetapi juga memiliki kepekaan terhadap dinamika dunia usaha serta tantangan yang dihadapi wajib pajak.

Ia menekankan, sertifikasi, pembinaan, dan pengawasan profesi tetap harus ketat. Namun di sisi lain, kebijakan perlu adaptif agar tidak menambah beban bagi masyarakat. Dengan keseimbangan itu, keberadaan konsultan pajak akan lebih nyata manfaatnya bagi publik.

Lury menilai IKPI memegang peran strategis sebagai mitra pemerintah. Melalui forum seperti Seminar Nasional, IKPI membuka ruang komunikasi efektif antara pembuat kebijakan dan pelaku profesi. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan tantangan di lapangan.

“IKPI tidak hanya menjaga kompetensi anggotanya, tetapi juga memastikan profesionalisme konsultan pajak benar-benar memberi dampak positif bagi penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” jelasnya.

Lury menutup dengan penegasan bahwa perpajakan adalah instrumen vital pembangunan. Karena itu, profesionalisme yang dikawal IKPI harus benar-benar berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

“Pajak adalah instrumen pembangunan, dan profesionalisme harus menopangnya,” tegasnya. (bl)

 

 

 

 

 

DJP Jatim II Bekali Pemahaman Kewajiban Perpajakan UMKM hingga Buka Jalan Ekspor

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur II menegaskan komitmennya mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) naik kelas melalui kegiatan Business Development Services (BDS) dan Market Day. Acara ini tidak hanya membekali UMKM dengan pemahaman kewajiban perpajakan, tetapi juga membuka akses pembiayaan, insentif fiskal, hingga peluang menembus pasar ekspor.

Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, menekankan bahwa UMKM adalah mitra strategis dalam membangun ekonomi nasional. “Kami ingin memastikan UMKM paham pajak, paham pembiayaan, paham cara ekspor, serta dapat memanfaatkan fasilitas fiskal. Dengan begitu, mereka tumbuh berkelanjutan dan turut memperluas basis pajak,” ujarnya, melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (30/8/2025).

Melalui Workshop BDS, peserta mendapatkan materi langsung dari DJP, DJPb, dan Bea Cukai terkait kewajiban perpajakan UMKM, skema pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi), hingga prosedur ekspor. Sementara itu, Market Day menghadirkan 41 tenant UMKM—termasuk pelaku usaha disabilitas—yang memamerkan produk kuliner, minuman, dan kerajinan tangan.

Bagi pelaku usaha, kegiatan ini menjadi ajang pembelajaran sekaligus promosi. “Selain bisa promosi, kita juga belajar hal baru untuk mengembangkan usaha,” kata Erika Ayu, pemilik Syifa Daffa Bakery.

Dengan sinergi pajak dan UMKM, DJP Jawa Timur II berharap para pelaku usaha tidak memandang pajak sebagai beban, melainkan sebagai bentuk kontribusi gotong royong yang akan kembali dalam bentuk fasilitas publik dan iklim usaha yang lebih sehat. (alf)

 

 

 

IKPI Pengda Sumatera Utara Terima Piagam Wajib Pajak

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Utara (Sumut) menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) yang diserahkan langsung oleh Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I, Arridel Mindra. Penyerahan tersebut dilakukan pada Senin, 25 Agustus 2025, di Gedung Kanwil DJP Sumut I, Lantai 8, Jalan Suka Mulia No.17A, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan.

Acara peluncuran Piagam Wajib Pajak ini juga dirangkaikan dengan Forum Konsultasi Publik 2025, yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di bidang perpajakan.

Sekadar informasi, dari jajaran IKPI Sumatera Bagian Utara, hadir Lai Han Wie (Sekretaris Pengda Sumbagut) Lidya Veriyang selaku Humas (Pengda Sumbagut) dan Christine Loist (Ketua Cabang Pematangsiantar). Mereka bersama para undangan lainnya menyaksikan secara langsung komitmen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumatera Utara)

Dalam sambutannya, Arridel Mindra menegaskan bahwa Piagam Wajib Pajak merupakan bukti nyata keberpihakan DJP terhadap kepastian hukum bagi wajib pajak. “Piagam ini bukan hanya rangkuman aturan, tetapi menjadi pedoman yang jelas, sederhana, dan mudah dipahami masyarakat. Tujuannya adalah agar wajib pajak memperoleh perlindungan hak sekaligus memahami kewajibannya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Kepala Kanwil DJP Sumut II Anton Budhi Setiawan, yang juga hadir di acara tersbut. Ia menekankan bahwa piagam tersebut akan memperkuat sinergi antara fiskus dan wajib pajak melalui hubungan yang transparan dan saling percaya.

Sekretaris IKPI Pengurus Daerah Sumatera Utara, Lai Han Wie menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kepercayaan yang diberikan DJP. “Kami merasa bangga dapat menerima Piagam Wajib Pajak secara langsung. Bagi kami, piagam ini bukan hanya simbol penghargaan, tetapi juga pengingat bahwa peran konsultan pajak adalah mendampingi wajib pajak agar hak dan kewajibannya terpenuhi dengan benar. Dengan adanya piagam ini, kami semakin termotivasi untuk menjadi mitra strategis DJP dalam membangun kepatuhan pajak yang berkelanjutan,” ungkap Lai Han Wie.

Selain penyerahan piagam, forum juga dimanfaatkan DJP untuk memaparkan capaian kinerja di bidang penegakan hukum perpajakan. Fokus utama diarahkan pada penguatan fungsi pengawasan, peningkatan kualitas pemeriksaan, serta optimalisasi penagihan pajak yang dilakukan secara profesional sesuai ketentuan hukum. Dengan strategi ini, Kanwil DJP Sumut I dan II berupaya menjaga kredibilitas sistem perpajakan sekaligus meningkatkan penerimaan negara.

Forum Konsultasi Publik 2025 juga menjadi ajang bagi DJP untuk menyampaikan perkembangan kebijakan perpajakan nasional. Salah satu yang mendapat sorotan adalah implementasi Coretax Administration System, sistem administrasi modern yang dirancang untuk mengintegrasikan seluruh layanan perpajakan.

Sistem ini diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam era digital serta meningkatkan efisiensi kerja aparat pajak.

Adapun Piagam Wajib Pajak yang diluncurkan kali ini berisi 8 hak dan 8 kewajiban utama wajib pajak. Seluruh poin tersebut diringkas dari berbagai ketentuan hukum yang sebelumnya tersebar di UUD 1945, Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Dengan format yang ringkas, piagam ini diharapkan dapat menjadi panduan praktis, terutama dalam sistem self-assessment, di mana wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
Lahirnya piagam ini sekaligus menandai penerapan paradigma cooperative compliance, yaitu pola hubungan baru antara otoritas pajak dan wajib pajak yang berbasis keterbukaan, dialog, dan kepercayaan. Konsep tersebut sejalan dengan rekomendasi internasional, seperti Principles of Good Tax Administration dari OECD, Model Taxpayer Charter dari IBFD, hingga European Taxpayers’ Code.

Kehadiran piagam ini menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya mengejar penerimaan, tetapi juga mengutamakan keadilan, transparansi, dan pelayanan publik. Dengan penyerahan Piagam Wajib Pajak kepada IKPI Cabang Pematang Siantar, DJP Sumatera Utara menunjukkan komitmennya untuk menjadikan wajib pajak sebagai mitra sejajar negara dalam pembangunan.

Kehadiran piagam ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak serta menumbuhkan kepatuhan yang lahir dari kesadaran, bukan semata karena kewajiban hukum. (bl)

Ini Ciri Shadow Economy yang Jadi Sasaran Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan akan mulai menertibkan shadow economy atau aktivitas ekonomi yang selama ini luput dari sistem perpajakan pada 2026. Langkah ini sudah masuk dalam strategi pemerintah yang tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026.

DJP menjelaskan, ada sejumlah ciri usaha yang dikategorikan sebagai shadow economy dan akan menjadi sasaran penertiban pajak, yaitu:

  1. Usaha dengan omzet lebih dari Rp500 juta per tahun, namun belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  2. Perdagangan bernilai tinggi yang tidak pernah dilaporkan ke otoritas pajak.
  3. Sektor ekonomi besar yang beroperasi aktif, tetapi belum tercatat dalam sistem administrasi perpajakan.

Selain berdasarkan ciri-ciri tersebut, pemerintah juga sudah menargetkan sektor-sektor yang dinilai banyak menyimpan potensi shadow economy. Di antaranya adalah perdagangan eceran, usaha makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.

Menurut DJP, penertiban ini penting agar keadilan perpajakan bisa terwujud. Tanpa penertiban, beban pajak hanya dipikul oleh wajib pajak patuh, sementara sebagian besar aktivitas ekonomi bernilai besar tidak tersentuh.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, potensi dari shadow economy harus dimaksimalkan agar target penerimaan pajak Rp2.357,71 triliun pada 2026 dapat tercapai tanpa perlu menaikkan tarif pajak.

Untuk memuluskan rencana tersebut, sejak 2025 pemerintah telah melakukan pemetaan potensi, menyusun Compliance Improvement Program (CIP) khusus, hingga memperkuat basis data dengan integrasi NIK dan NPWP melalui sistem baru Core Tax Administration System (CTAS). (alf)

 

 

 

 

en_US