DPR Minta Alkes Dikecualikan dari Pajak Barang Mewah

IKPI. Jakarta: Salah satu pemicu tingginya biaya kesehatan di Indonesia adalah biaya pengadaan alat kesehatan (alkes) yang mahal. Karena itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendorong agar pajak pengadaan alat kesehatan dikecualikan dari kategori barang mewah (PPN).

“Kami menerima banyak masukan dari stake holder bidang kesehatan agar dalam pajak alkes dikeluarkan dari kategori barang mewah. Dengan demikian akan bisa menekan biaya kesehatan di dalam negeri,” kata Sekretaris Fraksi PKB DPR Fathan Subchi,  seperti dikutip dari SindoNews.com, Senin (5/6/2023).

Fathan menjelaskan tingginya biaya pengadaan alat kesehatan berpengaruh besar terhadap kualitas layanan kesehatan di Tanah Air. Tingginya biaya pengadaan alkes berpengaruh pada mahalnya biaya berobat, tertinggalnya kualitas alkes, hingga probabilitas kesembuhan pasien.

“Maka wajar jika banyak pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri terutama ke Penang Malaysia, Singapura, bahkan ke Thailand,” ujarnya.

Fenomena pasien Indonesia berbondong-bondong ke luar negeri, kata Fathan, berimbas pada besarnya kehilangan devisa negara. Bahkan Presiden Jokowi pernah mengungkapkan Indonesia bisa kehilangan Rp165 triliun per tahun karena hampir 2 juta pasien Indonesia memilih berobat ke luar negeri.

“Presiden mengungkapkan 1 juta pasien Indonesia memilih berobat ke Penang Malaysia, 750.000 memilih ke Singapura, sisanya ke beberapa negara lain,” ujar Legislator Dapil Jateng II tersebut.

Fakta tersebut, lanjut Fathan, memang cukup memprihatinkan. Menurutnya, Indonesia mempunyai sumber daya manusia (SDM) bidang kesehatan yang cukup mumpuni. Sumber daya rumah sakit pun cukup memadai.

“Namun berbagai sumber daya tersebut tidak ditunjang dengan kualitas alkes yang memadai karena pajak tinggi, sehingga belum optimal. Maka sudah saatnya ada langkah terobosan karena di Malaysia misalnya pajak pengadaan alkes sangat rendah,” katanya.

Wakil Ketua Komisi XI ini pun berharap agar pengecualian pengadaan alkes dari pajak barang mewah akan memberikan terobosan bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan di Tanah Air. Sembari di satu sisi pemerintah mendorong bagi pengembangan alkes dari dalam negeri.

“Biaya pengadaan alkes satu tahun di Tanah Air bisa mencapai Rp50 triliun, maka layak jika pemerintah melalui APBN memprioritaskan pengembangan alkes dalam negeri,” katanya.

Presiden Jokowi pernah mencurahkan keprihatinannya karena masih banyak masyarakat Indonesia memilih berobat ke luar negeri. Padahal, menurut Jokowi, rumah sakit di Indonesia juga tidak kalah bagus dengan fasilitas yang lengkap.

“Informasi saya terima, hampir dua juta masyarakat kita, hampir masih pergi berobat ke luar negeri apabila sakit. Padahal kita punya rumah sakit seperti ini,” kata Jokowi saat meresmikan Rumah Sakit Mayapada Bandung, Senin (6/3/2023).

Jokowi menyebut masyarakat yang berobat ke luar negeri tidak hanya ke wilayah ASEAN, tapi juga beberapa negara lain, termasuk Amerika hingga beberapa negara Eropa seperti Jerman.

“Hampir dua juta, satu juta kurang lebih ke Malaysia, kurang lebih 750.000 ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman dan lainnya. Mau kita terus terusan?” katanya.

Jokowi menilai banyaknya warga Indonesia yang berobat ke luar negeri berdampak pada devisa negara. Ia berharap jumlah masyarakat yang berobat ke luar negeri dapat ditekan dengan memperbanyak rumah sakit yang bagus dan bisa menjawab kebutuhan masyarakat.

“Rp165 triliun devisa kita hilang gegara itu karena ada modal keluar, devisa outflow. Oleh sebab itu saya sangat mendukung pembangunan rumah sakit,” katanya. (bl)

 

 

Menkeu Tunjuk Ketum IKPI Sebagai Anggota Komite Pengarah Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menunjuk Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, sebagai salah satu Anggota Komite Pengarah Pembentukan Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak periode 2023-2026. Hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 196 Tahun 2023 tentang Pembentukan Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak periode 2023-2026.

Menanggapi penunjukan itu Ruston mengatakan, kalau ini merupakan kali ketiga IKPI dipercaya Menteri Keuangan untuk terlibat sebagai Anggota Komite Pengarah. Namun demikian, dirinya mengaku bangga atas penunjukan tersebut karena hal ini sekaligus menandakan bahwa IKPI merupakan organisasi konsultan pajak yang layak dan mampu untuk mengisi posisi anggota Komite Pengarah ini.

“Sebelumya malah hanya IKPI yang terlibat dalam Komite Pengarah, dan itu sesuai PMK 111/2014. Namun sejak PMK 175/2022, ada 2 asosiasi konsultan pajak yang menjadi anggota Komite Pengarah,” kata Ruston, Selasa (30/5/2023).

Dengan terbitnya KMK ini kata dia, maka Komite Pengarah akan segera membentuk susunan Komite Pelaksana untuk kemudian diharapkan setelah itu dapat segera bergerak menyiapkan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) periode pertama di tahun 2023 ini.

Dia berharap kegiatan USKP segera bisa dilaksanakan, mengingat banyak masyarakat yang ingin menjadi konsultan pajak terpaksa tertunda karena USKP ini sudah hampir setahun vakum. Demikian juga bagi para konsultan pajak yang ingin meningkatkan kualifikasi Brevet dari A ke B dan dari B ke C agar bisa segera dijalankan.

Berikut susunan keanggotan Komite Pengarah Pembentukan Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak periode 2023-2026:

 

  1. Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Ketua merangkap anggota Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan

 

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, Wakil Ketua merangkap anggota Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan

 

  1. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak, Sekretaris merangkap anggota Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan

 

  1. Inspektur I, Anggota Inspektorat Jenderal, Kementerian Keuangan

 

  1. Dr. Ruston Tambunan, Ak., CA., S.H., M.Si., M.Int.Tax., Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia

 

  1. Dr. Suherman Saleh, Ak., M.Sc., CA., Anggota Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia

 

  1. Dr. Inayati, M.Si. Anggota Akademisi (bl)

 

 

Ketum IKPI Jelaskan Manfaat Pajak di Hadapan Ratusan Mahasiswa UPH

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, menegaskan berbagai manfaat pembayaran pajak yang diterima pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat, pembangunan bangsa serta menjalankan roda pemerintahan. Hal itu dikatakannya saat menjadi narasumber Talk Show “Enhancing Tax Awareness” yang diselenggarakan Badan Ekskutif Mahasiswa Universitas Pelita Harapan (BEM UPH) di Gedung C, UPH, Karawaci, Tangerang, Senin (29/5/2023).

Dihadapan ratusan mahasiswa UPH, Ruston menegaskan bahwa pajak merupakan sumber penerimaan utama negara. Karena itu, jika wajib pajak tidak menjalankan kewajibannya dengan baik, maka bisa dipastikan hal itu akan mengganggu keuangan negara dan akan berdampak buruk kepada jalannya roda pemerintahan, perekonomian bangsa, dan kesejahteraan masyarakat.

“Ibaratnya, pajak merupakan darah yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda pemerintahan. Oleh karena itu mahasiswa perlu perduli atau aware akan hal tersebut,” kata Ruston yang disambut tepuk tangan mahasiswa.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan (kiri) bersama Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti, dan panitia Talk Show BEM Universitas Pelita Harapan. (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

Pada saatnya nanti, Ruston meyakini kelak mahasiswa khususnya yang hadir pada Talk Show ini akan menjadi wajib pajak yang baik setelah lulus dan bekerja atau menjadi pengusaha.

Pada hakekatnya, pajak melekat pada aspek kehidupan manusia. “Mengutip ucapan Benjamin Franklin “In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes,” katanya.

Selain itu, Dosen Ilmu Perpajakan dari Universitas Prasetya Mulya ini juga mengungkapkan rasa bangga dan terima kasihnya kepada BEM UPH yang telah memberikan ruang kepada IKPI untuk memberikan ilmu perpajakan kepada para mahasiswa.

(kiri-kanan) Sekretaris Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jetty, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti, Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari, Wakil Sekretaris Umum IKPI Toto, dan Ketua Bidang Kerja Sama dengan Pihak Ketiga IKPI Hung Hung Natalya, saat menghadiri Talk Show “Enhancing Tax Awareness” di Universitas Pelita Harapan Senin (29/5/2023). (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

“Saya patut bangga karena semakin banyak institusi dan lembaga yang memperhitungkan eksistensi IKPI. Patut disyukuri bahwa IKPI dianggap layak dan mumpuni memberi literasi perpajakan kepada mahasiswa perguruan tinggi sekelas UPH,” ujarnya.

Menurut Ruston undangan sebagai narasumber untuk IKPI sudah sangat tepat. Selain beranggotakan praktisi perpajakan handal, di IKPI juga tidak sedikit yang masih mengabdikan dirinya sebagai dosen diberbagai kampus ternama di Indonesia.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta akan terus dilakukan IKPI secara konsisten. “Baru-baru ini kita juga sudah melakukan penandatanganan MoU dengan Universitas BINUS, salah satu PTS terkemuka di Indonesia. Nanti MOU ini akan dikonkretkan dalam berbagai bentuk kegiatan bersama,” katanya.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, menerima cindera mata dari Universitas Pelita Harapan. (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

Pernyataan senada juga diungkapkan Anggota Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai. Mantan Ketua Ombudsman RI yang juga hadir pada Talk Show BEM UPH ini menegaskan, tidak ada negara yang bisa berjalan tanpa memungut pajak.

“Karena menurut aturannya, pajak adalah bersifat memaksa. Jadi jika seseorang atau badan yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, mereka wajib membayar pajak,” kata Rifai.

Menurutnya, seluruh pembangunan diberbagai negara diperoleh dari hasil uang pajak. “Jadi tidak ada satu negara-pun yang bisa berjalan tanpa pajak,” ujarnya.

Talk Show “Enhancing Awareneess” di Univesrsitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, Senin (29/5/2023). (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto).

Pada kesempatan itu, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti yang juga hadir sembagai narasumber talk show mengungkapkan bagaimana pemerintah mengelola pajak untuk memberikan berbagai macam subsidi untuk rakyat miskin hingga petani.

“Jadi uang pajak itu bukan hanya untuk pembangunan saja, tetapi ada juga untuk kepentingan subsidi seperti pupuk, bahan bakar minyak (BBM Pertalite), rumah sakit, pendidikan dan banyak lagi,” kata Dwi.

Manurutnya, pajak juga merupakan bentuk gotong royong yang dibayarkan oleh wajib pajak berpanghasilan (mampu), yang kemudian peruntukannya disalurkan oleh pemerintah memalalui berbagai bentuk subsidi kepada rakyat miskin. (bl)

 

Pemerintah Targetkan Pendapatan Negara 2024 Rp2.865 Triliun, Sebanyak Rp2.355 Triliun dari Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan, pendapatan negara mencapai Rp2.719,1 triliun hingga Rp2.865,3 triliun pada 2024. Pendapatan negara ini akan didorong oleh penerimaan perpajakan, PNBP, hingga hibah.

Penerimaan perpajakan pada tahun depan dipatok berada di Rp2.280,3 triliun hingga Rp2.355,8 triliun. Kemudian untuk PNBP di Rp436,5 triliun sampai Rp504,9 triliun. Lalu untuk hibah berada di Rp2,3 triliun sampai Rp4,6 triliun.

“Ini postur awal (pendapatan) APBN 2024 untuk kita finalkan. Nanti akan disampaikan presiden pada Agustus,” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari tirto.id, Selasa (30/5/2023).

Sementara untuk belanja negara tahun depan diperkirakan berada d Rp3.215,7 triliun sampai Rp3.476,2 triliun. Belanja negara ini terdiri dari belanja pemerintah pusat yang diperkirakan mencapai Rp2.400,7 triliun sampai Rp2.631,2 triliun “Ini termasuk di dalamnya untuk pemilu yang memang tahun depan cukup dominan, baik pilkada dan legislasi,” ujarnya.

Sementara untuk transfer ke daerah diperkirakan berada di kisaran Rp815 triliun sampai Rp845 triliun. Dengan demikian, maka defisit APBN pada tahun depan diperkirakan berada di Rp4996,6 triliun sampai Rp598,2 triliun. Angka itu setara dengan 2,16 persen dan 2,64 persen secara produk domestik bruto (PDB).

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan untuk mengejar target defisit yang rendah tersebut pihaknya sudah mempunyai berbagai formula. Salah satunya pembiayaan utang akan dikelola secara prudent, dan sustainable sesuai best practice pengelolaan utang.

“Dengan menjaga keseimbangan antara biaya dan risiko, menjaga rasio utang dalam batas aman di kisaran 38,07 persen hingga 38,97 persen PDB,” ujarnya.

Dalam mengupayakan defisit lebih rendah, Bendahara Negara itu juga akan menerbitkan utang secara terukur, serta melakukan pendalaman pasar agar cost of fund semakin efisien. Pemerintah juga terus mendorong pembiayaan inovatif dan kreatif dengan memberdayakan peran swasta, BUMN, BLU, SMV, dan SWF untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan. (bl)

Kemekeu Catat Setoran Pajak Industri Pengolahan Melambat

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat setoran pajak dari industri pengolahan masih menjadi penopang kinerja penerimaan pajak sampai dengan April 2023.

Tercatat, setoran pajak dari industri pengolahan berkontribusi 27,4% dari penerimaan dan berhasil tumbuh 9,5%. Hanya saja, pertumbuhan itu melambat dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama sebesar 51,0%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan setoran pajak dari industri pengolahan pada periode tersebut melambat.

Pertama, low based effect pada semester I-2021 karena adanya insentif. Ia bilang, insentif tersebut berakhir pada awal semester II-2022 sehingga hal ini menyebabkan pertumbuhan tahun 2022 sangat tinggi.

“Tingginya pertumbuhan tersebut menyebabkan pertumbuhan tahun 2023 terlihat rendah,” ujar Dwi seperti dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (31/5/2023).

Kedua, Dwi tidak mengelak bahwa normalisasi harga komoditas pada tahun ini berdampak kepada penerimaan pajak. Salah satunya adalah berdampak pada setoran pajak dari industri pengolahan yang hanya tumbuh 9,5% pada April 2023.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, perlambatan kontribusi penerimaan pajak di sektor industri pengolahan pada periode tersebut disebabkan oleh tingginya penerimaan angsuran pajak penghasilan (PPh) 25 selama 2022.

“Sebagai akibatnya, pembayaran PPh tahunan (PPh Pasal 29) 2022 yang dapat dibayar di Januari-April 2023 mengalami kontraksi,” kata Prianto.

Namun, Prianto meyakini, penerimaan pajak dari dari industri pengolahan ke depan masih tetap membaik dan masih menjadi penyumbang terbesar penerimaan pajak di 2023 ini.

Hal ini berkaca pada rilis data Januari-April 2023 yang menunjukkan bahwa dua terbesar kontributor penerimaan pajak masih diduduki oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi 27,4% dan perdagangan sebesar 19,8%. (bl)

Penguatan Organisasi, IKPI Lakukan Kaderisasi Sejak Dini

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, menyatakan pihaknya gencar melakukan kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Selain memberikan ilmu perpajakan, dia berharap setelah lulus perkuliahan mahasiswa tersebut bisa menjadi bagian dari IKPI.

“Kalau mahasiswa yang kita bimbing, dan kemudian menjadi konsultan pajak bukan tidak mungkin mereka bisa menjadi anggota IKPI,” kata Ruston.

Diungkapkan Ruston, selain sebagai organisasi konsultan pajak tertua, IKPI juga merupakan organisasi yang memilik jumlah anggota terbesar yakni lebih dari 6.000 di seluruh Indonesia. Mempunyai nama besar seperti IKPI, bukan tidak mungkin menimbulkan ketertarikan bagi mereka untuk menjadi bagian di dalamnya.

“Nah, salah satu upaya yang kami lakukan adalah dengan menjalin kerja sama pendidikan seperti ini,” ujarnya.

Menurut Ruston, IKPI juga tidak kekurangan tenaga pengajar untuk memberikan kelas kepada para mahasiswa yang tertarik dengan dunia perpajakan atau kepabeanan. Karena selain sebagai konsultan pajak, banyak juga anggota IKPI merupakan dosen di berbagai perguruan tinggi ternama, termasuk Ketum IKPI Ruston Tambunan yang saat ini tercatat sebagai dosen di Universitas Prasetya Mulya.

Ruston berharap, terjalinnya kerja sama antara IKPI dengan puluhan perguruan tinggi di Indonesia bisa menjadikan IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak yang dipandang, memiliki komitmen dan konsen dengan dunia pendidikan. Karena kontribusi IKPI dengan dunia pendidikan juga merupakan bentuk dan tujuan organisasi dalam mencerdaskan masyarakat serta ikut menciptakan konsultan pajak yang berintegritas.

IKPI kata dia, akan terus memperluas kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi untuk memberikan kelas-kelas perpajakan, kepabeanan hingga Brevet dan kelas khusus. Untuk itu, Ruston meminta kepada seluruh pengurus daerah dan pengurus cabang IKPI diseluruh Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di wilayah masing-masing.

Dia beranggapan, kerja sama dengan perguruan tinggi juga sangat diperlukan IKPI mengingat usulan pembentukan Undang-Undang konsultan pajak yang sampai saat ini belum bisa diimplementasikan membutuhkan dukungan banyak pihak, termasuk perguruan tinggi, asosiasi pengusaha, praktisi, masyarakat, dan lembaga-lembaga lainnya.

“Jadi kedepan, mereka bisa sama-sama angkat bendera bersama IKPI untuk menyadari betapa pentingnya Undang-Undang Konsultan Pajak, dan itu harus segera direalisasikan,” katanya. (bl)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemerintah Bebaskan Pajak Kendaraan Listrik Berbasis Baterai

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik berbasis baterai milik pribadi sebesar 0 persen.

Hal itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 6 tahun 2023 dalam pasal 10 nomor 1.

“Pengenaan PKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0 persen (nol persen) dari dasar pengenaan PKB,” dikutip dari Permendagri 6 tahun 2023, Senin.

Selain PKB, dalam Permendagri itu juga disebutkan bahwa Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan listrik berbasis baterai juga bernilai nol persen.

Hal itu dituangkan dalam pasal 10 nomor 2 yang berbunyi bahwa pengenaan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk angkutan umum orang ditetapkan sebesar nol persen (nol persen) dari dasar pengenaan BBNKB.

Secara khusus untuk PKB dan BBNKB bernilai nol persen tersebut hanya untuk kendaraan listrik yang bertenaga baterai.

Sementara untuk kendaraan listrik yang dikonversikan dari bahan bakar fosil, regulasi tersebut tidak berlaku.

Hadirnya regulasi ini, sejalan dengan langkah pemerintah untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik yang ramah lingkungan sejalan dengan upaya pemerintah menekan emisi karbon dengan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Misalnya seperti kebijakan pemberian bantuan untuk pembelian kendaraan listrik roda dua, yakni berupa potongan harga sebesar Rp7 juta untuk pembelian satu unit kendaraan listrik roda dua.

Bantuan tersebut bagi masyarakat yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu terdaftar sebagai penerima manfaat KUR, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, serta penerima subsidi listrik sampai dengan 900 VA.

Sementara itu, bantuan Pemerintah untuk kendaraan listrik roda empat berupa pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah (PPN-DTP) 10 persen.

Selain menghadirkan kendaraan listrik dan insentifnya, untuk menekan emisi karbon pemerintah juga mendorong dekarbonisasi listrik.

Pemerintah berkomitmen untuk memensiunkan dini PLTU dengan total kapasitas 9,2 gigawatt (GW) sebelum 2030 dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT). (bl)

Pemerintah Implementasikan Sistem Inti Perpajakan di 2024

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa arah kebijakan pajak pada 2024 akan dioptimalisasi melalui sistem inti perpajakan atau core-tax system.

“Arah kebijakan optimalisasi perpajakan tahun 2024 dilakukan dengan menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan melalui implementasi sistem inti perpajakan (core-tax system),” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Antaranews.com, Selasa (30/5/2023).

Pernyataan tersebut menanggapi pandangan fraksi terhadap dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun 2024 terkait pentingnya mendorong optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga keberlanjutan dunia usaha dan daya beli masyarakat.

Menkeu menjelaskan sistem inti perpajakan menjadi motor perubahan berbagai aspek perpajakan.

Pemerintah akan menjaga sistem perpajakan agar lebih adil, sehat, dan berkelanjutan serta berpihak kepada masyarakat serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menkeu menambahkan, implementasi sistem inti perpajakan juga akan diiringi oleh penguatan dari sisi administrasi untuk mengoptimalkan arah kebijakan perpajakan 2024. Penguatan administrasi yang dimaksud mencakup penguatan proses bisnis, regulasi, sumber daya manusia, dan penggunaan teknologi informasi.

Pemerintah juga secara konsisten melanjutkan upaya perluasan basis pajak sebagai tindak lanjut setelah pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP.

Selain itu, pemerintah juga akan tetap menyediakan insentif pajak untuk percepatan transformasi ekonomi sekaligus meningkatkan daya tarik investasi.

Pemerintah juga akan mendorong dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Upaya peningkatan PNBP akan terus diupayakan melalui penyempurnaan regulasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam (SDA), optimalisasi pengelolaan aset negara, serta inovasi layanan dengan tetap menjaga kualitas layanan publik.

Bendahara Negara menjelaskan upaya optimalisasi arah kebijakan perpajakan 2024 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong percepatan transformasi ekonomi melalui penguatan reformasi fiskal secara holistik. (bl)

IKPI Komitmen Kembangkan Pendidikan Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, menyatakan komitmennya untuk mengembangkan pendidikan khususnya pada ilmu perpajakan. Hal ini juga sejalan dengan kepentingan organisasi dan pemerintah, untuk menciptakan masyarakat cerdas dan taat pajak.

“Selama ini kami terus mengembangkan ilmu pendidikan di IKPI, seperti membuka kelas PPL, Brevet, dan bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ini merupakan bagian upaya dari IKPI yang terus dilakukan secara konsisten,” kata Ruston.

Dalam pengembangan pendidikan perpajakan kata Ruston, IKPI bukan hanya terpaku pada kelas Brevet dan kelas Kepabeanan. Nantinya ada juga kelas-kelas khusus yang akan dibuka, seperti kelas Perpajakan Internasional, Kelas Transfer Pricing, Kelas Kuasa Hukum Pengadilan ataupun kelas khusus lainnya.

Dosen Universitas Prasetya Mulya ini juga mengungkapkan, untuk memberikan ilmu perpajakan IKPI tidak kekurangan tenaga pengajar. Karena banyak anggotanya yang juga tercatat sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi terkemuka, Ruston adalah salah satunya yang juga berpengalaman lebih dari 10 tahun menjadi Dosen Perpajakan di FISIP Administrasi  (sekarang FIA) Universitas Indonesia.

Konsistensi IKPI dalam dunia pendidikan juga juga ditunjukan hingga ketingkat daerah. Seperti melakukan kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dengan membuka kelas Brevet dan lain sebagainya.

“Saya sudah meminta kepada Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari, dan suluruh IKPI di cabang untuk terus mengembangkan kerja sama dengan seluruh perguruan tinggi di wilayah kerja masing-masing. Potensi itu terbuka lebar dan kami terus kembangkan,” katanya. (bl)

MK Putuskan Putuskan Pembinaan Organisasi Pengadilan Pajak di Bawah Mahkamah Agung

IKPI, Jakarta:Pengadilan Pajak merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UUD 1945 sehingga termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Demikian pertimbangan hukum Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (25/5/2023) di Ruang Sidang Pleno.

Dikutip dari website resmi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (29/5/2023), permohonan ini diajukan oleh Nurhidayat yang merupakan advokat yang memiliki spesialisasi penanganan perkara perpajakan; Allan Fatchan Gani Wardhana yang berprofesi sebagai dosen; serta Sekjen PSHK UII Yuniar Riza Hakiki. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan Pasal 5 ayat (2)Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) bertentangan UUD 1945.

Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon II tidak dapat diterima serta mengabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon III untuk sebagian. “Menyatakan sepanjang frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi ‘Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026’, sehingga Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 selengkapnya berbunyi, ‘Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026’,” ucap Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.

Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah mendalilkan fakta hukum adanya dualisme kewenangan pembinaan pada Pengadilan Pajak. Hal demikian sama dengan mencampuradukkan pembinaan lembaga peradilan yang seharusnya secara terintegrasi berada dalam satu lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman dan terpisah dengan campur tangan kekuasaan eksekutif ataupun kekuasaan manapun.

“Sebab, makna pembinaan secara universal adalah melakukan bimbingan baik secara teknis yudisial maupun non-yudisial, di mana kedua hal tersebut berpotensi tumpang tindih (overlapping) karena tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan merupakan satu kesatuan pilar akan kemandirian lembaga peradilan,” ujar Wahiduddin.

Lebih jauh, sambung Wahiduddin, dengan tetap mempertahankan pembinaan badan peradilan pada lembaga yang tidak terintegrasi, maka hal tersebut dapat memengaruhi kemandirian badan peradilan atau setidak-tidaknya berpotensi lembaga lain turut mengontrol pelaksanaan tugas dan kewenangan badan peradilan in casu Pengadilan Pajak, meskipun hanya berkaitan dengan organisasi, administrasi dan keuangan. Namun hal tersebut, menunjukkan Pengadilan Pajak tidak dapat secara optimal melaksanakan tugas dan kewenangannya secara independen. Terlebih, dalam perspektif negara hukum berkaitan dengan sistem peradilan dan proses-proses penegakan hukum untuk memberikan keadilan dan juga kepastian hukum bagi pencari keadilan merupakan unsur yang fundamental dalam penguatan kedudukan lembaga peradilan. Dan menjadi satu-kesatuan implementasi adanya konsep negara hukum yang mencita-citakan adanya supremasi hukum maupun penegakan hukum yang adil.

Independensi Lembaga Peradilan

Kemudian Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan tanpa adanya independensi dalam lembaga peradilan dan juga setidak-tidaknya badan peradilan yang masih berpotensi dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah atau eksekutif. Hal ini dapat memperlebar peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau adanya kesewenang-wenangan dalam pemerintahan termasuk diabaikannya hak asasi manusia/hak konstitusional warga negara oleh penguasa, akibat terabaikannya independensi badan peradilan.

“Secara konstitusional, perihal independensi peradilan, telah diatur secara jelas dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sehingga, tujuan yang ingin dicita-citakan dari adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka atau dalam hal ini disebut sebagai independensi peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat,” urai Suhartoyo.

Suhartoyo menambahkan independensi peradilan merupakan unsur yang tidak dapat terpisahkan dan telah menjadi sifat kekuasaan peradilan. Kekuasan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan juga badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, dan juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

“Badan peradilan, in casu Pengadilan Pajak, sebenarnya dibentuk sebagai kelanjutan dari keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak berdasarkan UU 14/2002, di mana undang-undang ini memiliki beberapa kekhususan apabila Pengadilan Pajak dibandingkan dengan pengadilan lainnya dalam sistem peradilan di Indonesia,”ujarnya.

Berkenaan dengan sistem peradilan, Suhartoyo melanjutkan, setelah diundangkannya UU 14/2002, terdapat perubahan dalam sistem peradilan di Indonesia berdasarkan perubahan UUD 1945 dan perubahan UU 48/2009, di antaranya adalah tentang ketentuan mengenai pengadilan khusus dan hubungannya dengan lingkungan-lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebab, sejak tahun 2004, hanya ada 4 (empat) lingkungan peradilan yang diakui di Indonesia yaitu lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Dengan demikian, mengenai pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam dan melekat pada salah satu dari lingkungan peradilan tersebut. Sehingga, sejak saat itu Pengadilan Pajak dikategorikan sebagai Pengadilan Khusus yang termasuk dalam lingkungan peradilan Tata Usaha Negara di bawah Mahkamah Agung.

“Sehingga, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut dan merujuk fakta belum ditindaklanjutinya putusan Mahkamah Konstitusi hingga saat ini, Mahkamah berkesimpulan cukup beralasan secara hukum dalam putusan perkara a quo untuk menentukan tenggang waktu yang pasti kepada pembentuk undang-undang tidak hanya sekadar pesan-pesan sebagaimana dalam putusan Mahkamah sebelumnya,” ujar Suhartoyo.

Dalam kaitan ini, Suhartoyo menegaskan, penting bagi Mahkamah untuk menetapkan dengan memerintahkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026 dinilai sebagai tenggang waktu yang adil dan rasional untuk menyatukan kewenangan pembinaan Pengadilan Pajak dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung. Oleh karena itu, sambungnya, sejak putusan atas perkara a quo diucapkan, secara bertahap para pihak pemangku kepentingan (stakeholders) segera mempersiapkan regulasi berkaitan dengan segala kebutuhan hukum, termasuk hukum acara dalam rangka peningkatan profesionalitas sumber daya manusia Pengadilan Pajak, serta mempersiapkan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengintegrasian kewenangan di bawah Mahkamah Agung dimaksud. Dengan demikian, selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026 seluruh pembinaan Pengadilan Pajak sudah berada di bawah Mahkamah Agung.

“Selain itu, telah ternyata ketentuan norma Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan sebagaimana yang didalilkan para Pemohon, namun oleh karena pemaknaan yang dimohonkan oleh para Pemohon dalam petitumnya berbeda dengan pemaknaan yang dilakukan oleh Mahkamah sebagaimana tertuang dalam amar putusan perkara a quo. Oleh karena itu, dalil permohonan para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” tandasnya.

Sebelumnya, pada sidang pendahuluan pemohon menjelaskan persyaratan untuk menjadi kuasa hukum dalam pengadilan pajak yang harus dipenuhi, selain yang diatur dalam UU Pengadilan Pajak, juga ditetapkan oleh Menteri. Padahal seharusnya syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU Pengadilan Pajak, namun pada Pasal 34 ayat (2) huruf c UU Pengadilan Pajak, terdapat persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Menurut Pemohon, hal ini dampak dari adanya kewenangan Menteri Keuangan terhadap pembinaan organisasi serta administrasi Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak. Sehingga Menteri Keuangan memiliki juga kewenangan untuk mengatur wilayah profesi advokat dapat mempersulit Pemohon. Hal ini karena mengubah peryaratan yang sebenarnya sudah dipenuhi oleh Pemohon untuk menjadi kuasa hukum di pengadilan pajak. Dalam melaksanakan tugas dan profesinya tentunya Pemohon merasa dirugikan karena pengadilan pajak tempat Pemohon dalam memperjuangkan kepentingan klien masih tercengkram dalam kekuasaan eksekutif.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agara Mahkamah menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak terhadap frasa “Departemen Keuangan” bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Mahkamah Agung”. Sehingga ketentuan norma Pasal 5 ayat (2) selengkapnya berbunyi, “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung”. (bl)

en_US