IKPI: Gelar Resmi bagi Konsultan Pajak adalah Bentuk Pengakuan Negara dan Perlindungan Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menekankan pentingnya pemberian gelar non-akademik resmi oleh pemerintah kepada konsultan pajak yang telah lulus ujian sertifikasi. Gelar ini dinilai sangat mendesak sebagai bentuk pengakuan negara, legitimasi profesi, sekaligus perlindungan bagi wajib pajak dari praktik tidak profesional.

Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menjelaskan bahwa saat ini, ujian sertifikasi konsultan pajak di Indonesia sudah diselenggarakan langsung oleh pemerintah melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Kementerian Keuangan. “Karena ujian ini adalah proses resmi yang dijalankan negara, maka sudah selayaknya lulusan diberikan gelar yang menunjukkan bahwa mereka adalah konsultan pajak bersertifikat dan diakui secara legal oleh pemerintah,” kata Jemmi, Selasa (29/4/2025).

Menurutnya, pemberian gelar tidak hanya memberi identitas profesional yang sah, tapi juga memberikan kepastian hukum kepada publik. “Gelar dari Kementerian Keuangan menjadi bukti bahwa seseorang telah memenuhi standar kompetensi dan etika sebagai konsultan pajak. Ini penting untuk membedakan mereka dari oknum tidak bersertifikat yang kerap menyesatkan wajib pajak,” tambahnya.

IKPI juga menekankan bahwa profesi konsultan pajak memiliki posisi strategis dalam sistem perpajakan nasional, karena tidak hanya mendampingi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tapi juga membantu negara mencapai target penerimaan pajak. Pemberian gelar profesional akan memperkuat kredibilitas peran ini.

Sebagai pembanding, beberapa profesi keuangan telah memperoleh pengakuan formal dari negara melalui pemberian gelar profesional seperti MAPPI Cert. untuk penilai, Certified Public Accountant (CPA) untuk akuntan publik, dan Chartered Accountant (CA) untuk akuntan. “Namun gelar-gelar profesi tersebut dikeluarkan oleh asosiasi mereka masing-masing. Kami minta untuk konsultan pajak, negara yang langsung mengeluarkannya. Itu merupakan bentuk pengakuan tertinggi bagi profesi konsultan pajak,” kata Jemmi.

Karenanya, IKPI menilai cukup alasan bagi pemerintah untuk memenuhi permintaan profesi konsultan pajak ini. “Negara telah mengatur dan menyelenggarakan sertifikasinya. Sudah seharusnya dan sebaiknya juga, negara memberikan pengakuan formal berupa gelar profesi non-akademik kepada mereka yang lulus. Ini bukan hanya tentang status, tetapi tentang menjaga kualitas dan kepercayaan publik terhadap profesi konsultan pajak,” tutup Jemmi.(bl)

Pemerintah Siapkan Insentif Baru Gantikan Tax Holiday

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah mempersiapkan skema insentif investasi baru menyusul diberlakukannya kebijakan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax) yang mulai mengikis daya tarik fasilitas tax holiday sebagai instrumen pendorong investasi.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/4/2025). Rosan menyatakan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan sedang menggodok sejumlah alternatif insentif investasi yang lebih adaptif terhadap lanskap pajak internasional yang baru.

Itu masih dalam kajian di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” ujar Rosan.

Kebijakan Pajak Minimum Global merupakan inisiatif dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang menetapkan tarif pajak minimum sebesar 15% bagi perusahaan multinasional. Tujuannya adalah menutup celah praktik penghindaran pajak melalui pemindahan laba (profit shifting) ke negara dengan tarif pajak rendah.

Selama ini, Indonesia mengandalkan tax holiday sebagai salah satu insentif fiskal utama untuk menarik investasi, khususnya di sektor industri prioritas dan proyek-proyek skala besar. Namun, kehadiran standar pajak global baru ini membuat efektivitas tax holiday dipertanyakan.

“Dengan adanya Global Minimum Tax, kita harus kreatif dan realistis dalam menyusun insentif yang tetap menarik tapi tidak melanggar prinsip perpajakan internasional,” ujar sumber di lingkungan Kemenkeu yang enggan disebutkan namanya.

Meskipun bentuk pasti dari insentif baru belum diungkapkan, pengamat menilai pemerintah kemungkinan akan mendorong insentif non-fiskal, seperti kemudahan perizinan, infrastruktur penunjang, hingga dukungan logistik dan sumber daya manusia terampil.(alf)

 

Malaysia Tunda Perluasan Pajak Penjualan dan Layanan

IKPI, Jakarta: Malaysia resmi menunda rencana perluasan pajak penjualan dan layanan (SST) yang sedianya berlaku mulai 1 Mei 2025. Penundaan ini memberi ruang bernapas bagi para produsen nasional yang tengah dihimpit kekhawatiran atas ancaman tarif impor Amerika Serikat sebesar 24%.

Dikutip dari Bloomberg, Selasa (29/4/2025), Kementerian Keuangan Malaysia mengonfirmasi kabar ini lewat pesan resmi, sejalan dengan laporan Edge Malaysia. Pemerintah menyatakan bahwa pedoman dan cakupan perluasan pajak saat ini masih dalam tahap penyempurnaan untuk memastikan pelaksanaan yang lebih mulus.

Sektor manufaktur, yang menjadi penyumbang utama penerimaan pajak negara, tengah berada di bawah tekanan berat. Presiden Federasi Produsen Malaysia, Soh Thian Lai, menegaskan bahwa penambahan beban pajak tahun ini dapat memperparah beban industri yang sudah terpukul oleh ancaman tarif AS.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump telah mengenakan tarif 10% terhadap produk Malaysia, sembari membuka negosiasi selama 90 hari untuk mencegah kenaikan lebih lanjut menjadi 24%. Tekanan ini turut memicu ketidakpastian atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Malaysia yang ditargetkan di kisaran 4,5%-5,5% untuk tahun 2025.

Menurut Anis Rizana Mohd Zainudin, Direktur Jenderal Departemen Bea Cukai Kerajaan Malaysia, perubahan pajak baru akan diumumkan pada 1 Juni mendatang. Perluasan SST rencananya akan mencakup barang-barang impor premium seperti salmon dan alpukat, serta berbagai layanan komersial yang sebelumnya tidak dikenai pajak. (alf)

 

Presiden Prabowo Bentuk Pansel Pemilihan Calon Anggota Dewan Komisioner LPS 2025–2030

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto membentuk Panitia Seleksi (Pansel) untuk memilih Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2025 dan Keputusan Presiden Nomor 42/P Tahun 2025. Pembentukan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UUP2SK).

Ketua Pansel yang juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati secara resmi mengumumkan dibukanya proses seleksi untuk satu posisi jabatan Wakil Ketua merangkap Anggota Dewan Komisioner LPS untuk masa jabatan 2025–2030.

Pansel ini diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dengan anggota sebagai berikut:

  • Thomas A.M. Djiwandono (perwakilan Kementerian Keuangan)
  • Aida S. Budiman (perwakilan Bank Indonesia)
  • Dian Ediana Rae (perwakilan Otoritas Jasa Keuangan)
  • Fauzi Ichsan (perwakilan profesional di sektor perbankan)
  • Rizal Bambang Prasetijo (perwakilan profesional di sektor asuransi)

Dikutip dari Instagram @smidrawati, Selasa (29/4/2025) dijelaskan, Pansel akan menyusun jadwal, menetapkan mekanisme seleksi, dan mengumumkan penerimaan calon. Mereka juga bertugas menyampaikan sedikitnya tiga nama calon kepada Presiden untuk setiap jabatan yang dibutuhkan, serta memberikan laporan pelaksanaan tugas. Seluruh proses seleksi dijadwalkan selesai dalam waktu maksimal 20 hari kerja.

Setelah menerima nama-nama calon dari Pansel, Presiden akan memilih dan meneruskan minimal dua nama untuk setiap jabatan kepada DPR RI dalam waktu 10 hari kerja. Selanjutnya, DPR akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan, dan menyampaikan hasilnya kembali kepada Presiden.

Pendaftaran seleksi dilakukan secara daring mulai 29 April hingga 6 Mei 2025 melalui laman resmi: https://seleksi-dklps.kemenkeu.go.id. (alf)

 

 

Mau Bebas PPN untuk Rumah Subsidi? Ini Syarat yang Harus Dipenuhi

IKPI, Jakarta: Pemerintah memberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah subsidi. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023, khususnya dalam Pasal 4.

Berikut penjelasan tentang isi Pasal 4:

Pertama, untuk bisa mendapatkan fasilitas ini, pemerintah menetapkan syarat penghasilan. Penghasilan rata-rata dalam satu bulan calon penerima harus dihitung berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan perumahan dan kawasan permukiman.

Kedua, rumah yang dibeli harus melalui program kepemilikan rumah umum dari pemerintah, yang menawarkan bantuan berupa subsidi bunga, subsidi uang muka, atau pembiayaan tabungan perumahan rakyat.

Ketiga, pembebasan PPN hanya diberikan jika pembeli sudah terdaftar sebagai penerima manfaat program tersebut.

Menariknya, pembebasan PPN ini tetap berlaku untuk pembayaran atau penyerahan rumah yang terjadi sebelum atau sesudah pembeli resmi terdaftar.

Namun, ada batas waktunya. Jika:

  • Dalam 3 bulan setelah akad kredit, pembeli belum terdaftar sebagai penerima manfaat, atau
  • Permohonan pembeli ditolak,
    maka PPN harus dibayarkan sesuai aturan perpajakan.

Masih ada solusi jika terjadi keterlambatan pendaftaran atau penolakan. Pembeli bisa tetap menggunakan fasilitas bebas PPN, asalkan:

  • Ia mengajukan pemberitahuan elektronik melalui sistem Direktorat Jenderal Pajak,
  • Dan mengirimkannya paling lambat 1 bulan setelah batas waktu pendaftaran atau setelah mendapatkan keputusan penolakan.

Untuk pembeli yang belum punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemberitahuan tersebut dapat dilakukan oleh pengembang atau pengusaha kena pajak yang menjual rumah, menggunakan sistem elektronik yang sudah disediakan pemerintah. (alf)

 

PMK 81/2024 Buka Peluang Refund Pajak Lebih Luas, Ini Daftar Pajaknya!

IKPI, Jakarta: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 membuka peluang baru bagi Wajib Pajak untuk mendapatkan kembali kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Ketentuan ini diatur secara rinci dalam Pasal 122 regulasi tersebut.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa Wajib Pajak kini bisa mengajukan permohonan pengembalian jika terbukti telah membayar pajak atas objek yang seharusnya tidak dikenakan pajak, atau terjadi kesalahan pemotongan dan pemungutan yang melebihi kewajiban sebenarnya.

Beberapa kondisi yang memungkinkan pengajuan pengembalian antara lain: pembayaran atas objek yang bukan pajak, kelebihan pembayaran terkait impor, hingga kekeliruan dalam penerapan tarif pajak akibat fasilitas perpajakan atau perjanjian penghindaran pajak berganda.

Tak hanya itu, PMK ini memperluas cakupan jenis pajak yang bisa dikembalikan, termasuk Pajak Penghasilan, PPN, PPnBM, hingga pajak karbon yang baru diterapkan. Bahkan, kelebihan pembayaran atas deposit pajak yang tidak digunakan pun bisa diminta kembali.

Kebijakan ini dipandang sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mewujudkan sistem perpajakan yang adil dan transparan. Diharapkan, langkah ini mampu meningkatkan kepercayaan wajib pajak serta kepatuhan sukarela dalam jangka panjang. (alf)

 

Wajib Pajak Diberi Kesempatan Koreksi Data, Tapi Ada Batas Waktu Ketat!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 memberikan ruang bagi Wajib Pajak untuk melakukan koreksi atas Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah mereka sampaikan. Namun, dalam regulasi baru ini, pembetulan tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang ketat.

Mengacu Pasal 87 PMK tersebut, Wajib Pajak dapat memperbaiki SPOP dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak pembetulan. Koreksi ini wajib disampaikan paling lambat 15 hari setelah berakhirnya masa 30 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1).

Menariknya, apabila Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengirimkan surat permintaan klarifikasi setelah periode tersebut berakhir, Wajib Pajak diberikan kesempatan tambahan. Mereka harus mengajukan pembetulan dalam waktu 7 hari sejak surat klarifikasi diterima melalui Akun Wajib Pajak.

Namun demikian, ketentuan di Pasal 88 menegaskan, bila pembetulan disampaikan melewati batas waktu yang ditentukan, maka pembetulan tersebut dianggap tidak pernah disampaikan. Ini berarti, data yang terlanjur dilaporkan tetap menjadi acuan DJP, berpotensi berdampak pada penghitungan pajak yang kurang akurat dan sanksi administrasi.

Kebijakan ini bertujuan meningkatkan ketertiban administrasi perpajakan dan memberi kesempatan adil bagi Wajib Pajak untuk memperbaiki kekeliruan, selama tetap memenuhi tenggat yang diatur.

Dengan aturan ini, para Wajib Pajak diimbau untuk lebih cermat dan cepat dalam menindaklanjuti kekeliruan laporan pajaknya demi menghindari konsekuensi hukum yang bisa merugikan. (alf)

 

In Memoriam Jetty Binti Sayuti Saman

Teladan Cinta, Toleransi, dan Pengabdian

Dengan penuh rasa hormat, izinkan saya mengenang sosok Ibu Jetty, Wakil Ketua Umum IKPI periode 2024-2029.

Saya mungkin baru seumur jagung di organisasi IKPI ini, masih belajar memahami dan menapaki jalan yang telah Ibu dan para senior rintis dengan penuh cinta, semangat dan pengorbanan.

Namun sekarang Ibu telah pergi, tapi saya merasakan, bahwa kehadiran Ibu bukan sekadar nama dalam struktur organisasi kita,tetapi jiwa dalam perjalanan besar yang sedang dilalui dalam keluarga besar IKPI.

Awal perjumpaan saya dengan Ibu Jetty adalah saat perayaan Natal, dua tahun yang lalu. Saat itu, saya baru saja mulai mengenalkan diri di IKPI, masih belajar, masih kecil di tengah keluarga besar ini. Saat itu Ibu hadir di tengah-tengah kami yang merayakan Natal, memberikan dukungan dan kebersamaan yang begitu tulus. Saya tahu, Ibu adalah seorang Muslim sejati, tetapi toleransi dan kasih yang Ibu tunjukkan patut diacungkan jempol.

Dari Ibu, saya belajar makna sesungguhnya dari keberagaman bahwa keyakinan yang kuat justru memperkuat rasa hormat dan kasih terhadap sesama. Ibu juga mengajarkan kepada saya untuk selalu mendukung kegiatan organisasi dan siap berkontribusi dalam segala hal,apapun bentuknya, demi kemajuan bersama.

Terima kasih, Ibu Jetty.

Teladanmu akan terus saya kenang, dan semangatmu tidak akan saya lupakan.

Selamat Jalan Ibu Jetty . Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Semoga Allah menerima semua amal baik Ibu dan menempatkan Ibu di surga-Nya yang paling indah.

Salam

Pengurus IKPI Cabang Kota Tangerang, Helny

 

 

 

 

Indef: Pemberian Isentif Pajak Harus Berbasis Kinerja

IKPI, Jakarta: Di tengah tekanan global dan koreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menjadi 4,7%, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendorong pemerintah untuk segera mereformasi kebijakan pajak. Kepala Departemen Makroekonomi Indef, M. Rizal Taufikurahman, menekankan perlunya revisi insentif pajak agar lebih berbasis pada kinerja perusahaan, bukan sekadar mengacu pada sektor prioritas.

“Salah satu oleh-oleh dari negosiasi dengan Amerika Serikat adalah reformasi pajak. Tax holiday harus diberikan secara lebih selektif dan berbasis performa, bukan formalitas sektor,” ujar Rizal dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin (28/4/2025).

Menurut Rizal, pendekatan berbasis kinerja akan membuat insentif pajak lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Ia juga menegaskan bahwa perbaikan iklim investasi melalui optimalisasi sistem OSS (Online Single Submission) menjadi penting agar insentif pajak yang diberikan benar-benar menarik investor produktif.

Selain reformasi pajak, Rizal menekankan pentingnya menjaga stabilitas makroekonomi, meningkatkan konsumsi berkualitas melalui kenaikan upah riil, serta memperkuat sektor keuangan domestik lewat pembiayaan inklusif ke UMKM dan startup teknologi.

Seiring dinamika global, Rizal memperingatkan bahwa stabilitas harga pangan dan percepatan reindustrialisasi berbasis teknologi menengah hingga tinggi harus menjadi bagian dari agenda besar pemerintah.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia telah mengambil langkah-langkah responsif, termasuk negosiasi tarif dengan AS dan mempercepat reformasi regulasi demi menjaga potensi pertumbuhan jangka panjang. (alf)

Marketplace dan Platform Digital Harus Tarik PPN, Ini Syaratnya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus memperkuat pengawasan terhadap sektor perdagangan digital yang kian berkembang pesat. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 60/PMK.03/2022, aturan ini mengatur lebih rinci tentang penunjukan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dalam Pasal 4 regulasi tersebut, disebutkan bahwa pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut meliputi dua hal utama:

• Nilai transaksi dengan pembeli barang dan/atau penerima jasa di Indonesia yang melebihi jumlah tertentu dalam kurun waktu 12 bulan.

• Jumlah traffic atau pengakses ke platform mereka yang melebihi batas tertentu dalam periode yang sama. Baik batasan nilai transaksi maupun jumlah traffic ini nantinya akan ditetapkan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak.

Penunjukan pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN, yang sebelumnya menjadi wewenang Menteri Keuangan, kini dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak. Artinya, keputusan penunjukan dapat dilakukan lebih cepat dan adaptif terhadap dinamika dunia digital.

Penunjukan ini akan mulai berlaku pada awal bulan berikutnya setelah keputusan dikeluarkan. Setelah ditunjuk, pelaku usaha PMSE akan diberikan nomor identitas perpajakan khusus yang berfungsi sebagai tanda pengenal administrasi perpajakan mereka.

Menariknya, PMK ini juga memberi peluang bagi pelaku usaha digital yang merasa telah memenuhi kriteria namun belum ditunjuk. Mereka dapat secara proaktif mengajukan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk ditetapkan sebagai pemungut PPN.

Langkah ini menegaskan bahwa kepatuhan pajak di sektor digital tidak hanya bersifat “top-down”, tetapi juga bisa datang dari kesadaran para pelaku usaha sendiri. (alf)

 

 

 

en_US