Pengamat Sarankan Dana Kampanye Dikenakan Pajak

IKPI, Jakarta: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan transaksi mencurigakan dari pada calon anggota legislatif (caleg). Hal ini disinyalir imbas dari sistem pendanaan kampanye politik yang belum solid.

Pengamat dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita berkaca pada sistem pengumpunan dan pengelolaan dana politik di Amerika Serikat. Salah satunya bertujuan untuk memberikan transparansi sumber keuangan untuk dana kampanye.

“Di Amerika, misalnya, pembiayaan politik dikenai pajak di satu sisi dan penghimpunan dana politik dilakukan secara terbuka di sisi lain,” ujar Ronny seperti dikutip dari Liputan6.com, Senin (15/1/2024).

Melalui sistem ini, arus pendanaan kampanye bisa terlihat jelas usai proses pemilu. Ini didapat dari laporan pajak dari dana-dana gang disetor sebelumnya.

“Walhasil, tak lama setelah pemilihan kita sudah bisa mengetahui dana kampanye para caleg dan kandidat dari laporan tax return-nya. Di dalam laporan tersebut terlihat secara jelas dari mana sumber dananya,” tuturnya.

Ronny mengatakan, masih di AS, proses pembiayaan dilakukan secara terbuka. Dengan memanfaatkan relawan politik seperti Political Action Committee (PAC) ke para caleg. Kemudian, ada tambahan dengan munculnya laporan tax return dari para relawan dan caleg.

“Capres pun demikian, selain melalui relawan dan partai, mereka juga menghimpun dana secara online yang laporan perkembangan dananya muncul secara real time. Jadi di Amerika, media langsung tau berapa dana politik kandidat tertentu saat itu juga,” jelasnya.

Melalui sistem ini, arus pendanaan kampanye bisa terlihat jelas usai proses pemilu. Ini didapat dari laporan pajak dari dana-dana gang disetor sebelumnya.

“Walhasil, tak lama setelah pemilihan kita sudah bisa mengetahui dana kampanye para caleg dan kandidat dari laporan tax return-nya. Di dalam laporan tersebut terlihat secara jelas dari mana sumber dananya,” tuturnya.

Ronny mengatakan, masih di AS, proses pembiayaan dilakukan secara terbuka. Dengan memanfaatkan relawan politik seperti Political Action Committee (PAC) ke para caleg. Kemudian, ada tambahan dengan munculnya laporan tax return dari para relawan dan caleg.

“Capres pun demikian, selain melalui relawan dan partai, mereka juga menghimpun dana secara online yang laporan perkembangan dananya muncul secara real time. Jadi di Amerika, media langsung tau berapa dana politik kandidat tertentu saat itu juga,” jelasnya. (bl)

 

 

Ini Rumus Penghitungan Pemotongan PPh 21 Sesuai PP/58/2023 dan PMK 168/2023

IKPI, Jakarta: Penghitungan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi telah berubah sejak 1 Januari 2024. Seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.

Melalui ketentuan itu, pemerintah menetapkan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode tarif efektif rata-rata atau TER, yang terbagi menjadi dua kategori, yakni tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dalam satu tahun, serta tarif efektif harian.

Dengan metode baru itu, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Barulah pada Desember atau masa pajak terakhir rumusnya kembali normal, seperti sebelumnya.

Penghitungan normal atau selain menggunakan metode TER itu ialah penghasilan bruto setahun dikurangi biaya jabatan/pensiun, iuran pensiun, zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang dibayar melalui pemberi kerja, untuk memperoleh nilai pajak neto setahun.

Setelah itu, baru dikurangi dengan pendapatan tidak kena pajak, untuk memperoleh nilai penghasilan kena pajak setahun. Penghasilan kena pajak itulah yang baru dikalikan dengan tarif pasal 17 UU PPh supaya mendapatkan nilai PPh terutang setahun. Dan setelahnya dikurangi total PPh yang telah dipotong dari Januari-November untuk mengetahui PPh 21 yang harus dipotong pada Desember.

“Jadi mudah hitungnya, yang ribet sekali saja dalam setahun. Jadi dari Januari-November dimudahkan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti di kantornya, Jakarta, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (15/1/2024).

Untuk tarif efektif bulanan, DJP telah menyusun dalam tabel berdasarkan besarnya penghasilan tidak kena pajak sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan. Tarif ini telah mempertimbangkan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan/atau Penghasilan Tidak Kena Pajak yang menjadi pengurang penghasilan bruto.

Berikut ini daftar lengkap tarif efektif bulanan yang dibagi ke dalam tiga kategori sesuai status perkawinan dan tanggungan per penghasilan bruto:

1. Kategori TER A

PTKP: Tidak Kawin dan Tak Ada Tanggungan (TK/0); TK/1; K/0 dengan penghasilan bruto:

Rp 5.400.001 s.d. 5.650.000 tarifnya 0,25%

Rp 5.650.001 s.d. 5.950.000 tarifnya 0,50%

Rp 5.950.001 s.d. 6.300.000 tarifnya 0,75%

Rp 6.300.001 s.d. 6.750.000 tarifnya 1,00%

Rp 6.750.001 s.d. 7.500.000 tarifnya 1,25%

Rp 7.500.001 s.d. 8.550.000 tarifnya 1,50%

Rp 8.550.001 s.d. 9.650.000 tarifnya 1,75%

Rp 9.650.001 s.d. 10.050.000 tarifnya 2,00%

Rp 10.050.001 s.d. 10.350.000 tarifnya 2,25%

Rp 10.350.001 s.d. 10.700.000 tarifnya 2,50%

Rp 10.700.001 s.d. 11.050.000 tarifnya 3,00%

Rp 11.050.001 s.d. 11.600.000 tarifnya 3,50%

Rp 11.600.001 s.d. 12.500.000 tarifnya 4,00%

Rp 12.500.001 s.d. 13.750.000 tarifnya 5,00%

Rp 13.750.001 s.d. 15.100.000 tarifnya 6,00%

Rp 15.100.001 s.d. 16.950.000 tarifnya 7,00%

Rp 16.950.001 s.d. 19.750.000 tarifnya 8,00%

Rp 19.750.001 s.d. 24.150.000 tarifnya 9,00%

Rp 24.150.001 s.d. 26.450.000 tarifnya 10,00%

Rp 26.450.001 s.d. 28.000.000 tarifnya 11,00%

Rp 28.000.001 s.d. 30.050.000 tarifnya 12,00%

Rp 050.001 s.d. 32.400.000 tarifnya 13,00%

Rp 32.400.001 s.d. 35.400.000 tarifnya 14,00%

Rp 35.400.001 s.d. 39.100.000 tarifnya 15,00%

Rp 39.100.001 s.d. 43.850.000 tarifnya 16,00%

Rp 43.850.001 s.d. 47.800.000 tarifnya 17,00%

Rp 47.800.001 s.d. 51.400.000 tarifnya 18,00%

Rp 51.400.001 s.d. 56.300.000 tarifnya 19,00%

Rp 56.300.001 s.d. 62.200.000 tarifnya 20,00%

Rp 62.200.001 s.d. 68.600.000 tarifnya 21,00%

Rp 68.600.001 s.d. 77.500.000 tarifnya 22,00%

Rp 77.500.001 s.d. 89.000.000 tarifnya 23,00%

Rp 89.000.001 s.d. 103.000.000 tarifnya 24,00%

Rp 103.000.001 s.d. 125.000.000 tarifnya 25,00%

Rp 125.000.001 s.d. 157.000.000 tarifnya 26,00%

Rp 157.000.001 s.d. 206.000.000 tarifnya 27,00%

Rp 206.000.001 s.d. 337.000.000 tarifnya 28,00%

Rp 337.000.001 s.d. 454.000.000 tarifnya 29,00%

Rp 454.000.001 s.d. 550.000.000 tarifnya 30,00%

Rp 550.000.001 s.d. 695.000.000 tarifnya 31,00%

Rp 695.000.001 s.d. 910.000.000 tarifnya 32,00%

Rp 910.000.001 s.d. 1.400.000.000 tarifnya 33,00%

lebih Rp 1.400.000.000 tarifnya 34,00%

2. Kategori TER B

PTKP: TK/2 dan K/1; TK/3 dan K/

sampai dengan Rp 6.200.000 tarifnya 0,00%

Rp 6.200.001 s.d. 6.500.000 tarifnya 0,25%

Rp 6.500.001 s.d. 6.850.000 tarifnya 0,50%

Rp 6.850.001 s.d. 7.300.000 tarifnya 0,75%

Rp 7.300.001 s.d. 9.200.000 tarifnya 1,00%

Rp 9.200.001 s.d. 10.750.000 tarifnya 1,50%

Rp 10.750.001 s.d. 11.250.000 tarifnya 2,00%

Rp 11.250.001 s.d. 11.600.000 tarifnya 2,50%

Rp 11.600.001 s.d. 12.600.000 tarifnya 3,00%

Rp 12.600.001 s.d. 13.600.000 tarifnya 4,00%

Rp 13.600.001 s.d. 14.950.000 tarifnya 5,00%

Rp 14.950.001 s.d. 16.400.000 tarifnya 6,00%

Rp 16.400.001 s.d. 18.450.000 tarifnya 7,00%

Rp 18.450.001 s.d. 21.850.000 tarifnya 8,00%

Rp 21.850.001 s.d. 26.000.000 tarifnya 9,00%

Rp 26.000.001 s.d. 27.700.000 tarifnya 10,00%

Rp 27.700.001 s.d. 29.350.000 tarifnya 11,00%

Rp 29.350.001 s.d. 31.450.000 tarifnya 12,00%

Rp 31.450.001 s.d. 33.950.000 tarifnya 13,00%

Rp 33.950.001 s.d. 37.100.000 tarifnya 14,00%

Rp 100.001 s.d. 41.100.000 tarifnya 15,00%

Rp 41.100.001 s.d. 45.800.000 tarifnya 16,00%

Rp 45.800.001 s.d. 49.500.000 tarifnya 17,00%

Rp 49.500.001 s.d. 53.800.000 tarifnya 18,00%

Rp 53.800.001 s.d. 58.500.000 tarifnya 19,00%

Rp 58.500.001 s.d. 64.000.000 tarifnya 20,00%

Rp 64.000.001 s.d. 71.000.000 tarifnya 21,00%

Rp 71.000.001 s.d. 80.000.000 tarifnya 22,00%

Rp 80.000.001 s.d. 93.000.000 tarifnya 23,00%

Rp 93.000.001 s.d. 109.000.000 tarifnya 24,00%

Rp 109.000.001 s.d. 129.000.000 tarifnya 25,00%

Rp 129.000.001 s.d. 163.000.000 tarifnya 26,00%

Rp 163.000.001 s.d. 211.000.000 tarifnya 27,00%

Rp 211.000.001 s.d. 374.000.000 tarifnya 28,00%

Rp 374.000.001 s.d. 459.000.000 tarifnya 29,00%

Rp 459.000.001 s.d. 555.000.000 tarifnya 30,00%

Rp 555.000.001 s.d. 704.000.000 tarifnya 31,00%

Rp 704.000.001 s.d. 957.000.000 tarifnya 32,00%

Rp 957.000.001 s.d. 1.405.000.000 tarifnya 33,00%

lebih dari Rp 1.405.000.000 tarifnya 34,00%

3. Kategori TER C

PTKP : K/3

sampai dengan Rp 6.600.000 tarifnya 0,00%

Rp 6.600.001 s.d. 6.950.000 tarifnya 0,25%

Rp 6.950.001 s.d. 7.350.000 tarifnya 0,50%

Rp 7.350.001 s.d. 7.800.000 tarifnya 0,75%

Rp 7.800.001 s.d. 8.850.000 tarifnya 1,00%

Rp 8.850.001 s.d. 9.800.000 tarifnya 1,25%

Rp 9.800.001 s.d. 10.950.000 tarifnya 1,50%

Rp 10.950.001 s.d. 11.200.000 tarifnya 1,75%

Rp 11.200.001 s.d. 12.050.000 tarifnya 2,00%

Rp 12.050.001 s.d. 12.950.000 tarifnya 3,00%

Rp 12.950.001 s.d. 14.150.000 tarifnya 4,00%

Rp 14.150.001 s.d. 15.550.000 tarifnya 5,00%

Rp 15.550.001 s.d. 17.050.000 tarifnya 6,00%

Rp 17.050.001 s.d. 19.500.000 tarifnya 7,00%

Rp 19.500.001 s.d. 22.700.000 tarifnya 8,00%

Rp 22.700.001 s.d. 26.600.000 tarifnya 9,00%

Rp 26.600.001 s.d. 28.100.000 tarifnya 10,00%

Rp 28.100.001 s.d. 30.100.000 tarifnya 11,00%

Rp 30.100.001 s.d. 32.600.000 tarifnya 12,00%

Rp 32.600.001 s.d. 35.400.000 tarifnya 13,00%

Rp 35.400.001 s.d. 38.900.000 tarifnya 14,00%

Rp 38.900.001 s.d. 43.000.000 tarifnya 15,00%

Rp 43.000.001 s.d. 47.400.000 tarifnya 16,00%

Rp 47.400.001 s.d. 51.200.000 tarifnya 17,00%

Rp 51.200.001 s.d. 55.800.000 tarifnya 18,00%

Rp 55.800.001 s.d. 60.400.000 tarifnya 19,00%

Rp 60.400.001 s.d. 66.700.000 tarifnya 20,00%

Rp 66.700.001 s.d. 74.500.000 tarifnya 21,00%

Rp 74.500.001 s.d. 83.200.000 tarifnya 22,00%

Rp 83.200.001 s.d. 95.600.000 tarifnya 23,00%

Rp 95.600.001 s.d. 110.000.000 tarifnya 24,00%

Rp 110.000.001 s.d. 134.000.000 tarifnya 25,00%

Rp 134.000.001 s.d. 169.000.000 tarifnya 26,00%

Rp 169.000.001 s.d. 221.000.000 tarifnya 27,00%

Rp 221.000.001 s.d. 390.000.000 tarifnya 28,00%

Rp 390.000.001 s.d. 463.000.000 tarifnya 29,00%

Rp 463.000.001 s.d. 561.000.000 tarifnya 30,00%

Rp 561.000.001 s.d. 709.000.000 tarifnya 31,00%

Rp 709.000.001 s.d. 965.000.000 tarifnya 32,00%

Rp 965.000.001 s.d. 1.419.000.000 tarifnya 33,00%

lebih dari Rp 1.419.000.000 tarifnya 34,00%

Ketum IKPI: Jadikan Perayaan Natal Sebagai Momentum Miningkatkan Kompetensi dan Integritas

IKPI, Jakarta: Sekitar 1.000 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) se-Indonesia berpartisipasi meramaikan kegiatan Natal nasional 2023 di Gedung House of Blessing GBI, Jakarta, Sabtu (13/1/2023). Kegiatan bertema “Hendaklah Damai Sejahtera Kristus Memerintah Dalam Hatimu” itu dilakukan secara daring dan luring.

Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan mengatakan, kegiatan ini merupakan acara keagamaan Kristen/ Katolik yang dirayakan setiap tahun. Begitu juga dengan hari besar keagamaan lainnya, IKPI juga rutin merayakannya, seperti Idul Fitri, Dharma Sakti, dan lain sebagainya.

(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)

Pada perayaan natal ini, Ruston berharap agar kedamaian selalu hadir di hati seluruh anggota IKPI, baik pusat hingga cabang dan kedepan semakin kompak.

Lebih lanjut Ruston mengatakan, anggota IKPI terdiri dari berbagai macam suku dan agama. “Saya berharap persatuan terus terjalin di tengah keberagaman, saling mengasihi dan terus mengingatkan untuk selalu berjalan di dalam kebaikan,” kata Ruston saat menghadiri perayaan Natal Nasional IKPI 2023 di Jakarta, Sabtu (13/1/2024).

(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)

Ruston mengungkapkan, dari sekitar 1.000 peserta yang berpartisipasi melalui daring dan luring dalam perayaan Natal ini, tidak semuanya beragama Kristen/Katolik. “Ada juga dari agama lain yang ikut memeriahkan acara ini. Semoga bentuk toleransi ini bisa terus dijaga, dan kekompakan selalu menyertai setiap langkah anggota IKPI,” ujarnya.

Menyambung kepada tema perayaan Natal ini kata Ruston, pesan yang disampaikan Romo dalam acara tersebut bahwa konsultan pajak harus selalu memberikan kedamaian untuk orang lain.

(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)

“Jadi yang kita bisa petik dari pesan itu, konsultan pajak harus terus meningkatkan kompetensinya, karena perubahan peraturan pajak itu sangat cepat dan dinamis. Selain itu setiap anggota diingatkan untuk tetap menjaga integritasnya. Dengan begitu, klien juga akan merasa nyaman dan damai menggunakan jasa kita,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Natal Nasional IKPI 2023 Tan Alim, mengucapkan terima kasih kepada seluruh panitia dan donatur yang sudah terlibat langsung dan membantu dalam suksesnya gelaran acara ini.

(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)

“Terima kasih atas waktu, tenaga, dan donasinya untuk menyukseskan acara ini. Harapannya, kegiatan ini bisa dijadikan pelajaran untuk kepanitian dalam gelaran-gelaran acara IKPI selanjutnya,” kata Tan Alim.

Dia juga berharap, kedepan acara Natal IKPI akan semakin meriah dan lebih sukses dibandingkan kegiatan sebelumnya.

Tan Alim mengungkapkan, sebelumnya acara puncak perayaan, jajaran panitia juga melakukan kegiatan santunan kepada panti jompo dan rumah yatim piatu di wilayah Bekasi, Jawa Barat.

“Kegiatan sosial itu kami lakukan sebagai bentuk kepedulian IKPI terhadap sesama, dan itu juga termasuk dalam kasih Natal,” katanya. (bl)

DJP Jaksel II Kumpulkan Pajak 2023 Rp67,83 Triliun

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II (Kanwil DJP Jaksel II) berhasil mengumpulkan penerimaan pajak tahun 2023 sebesar Rp67,83 Triliun atau 103,2 persen dari target Perpres 75/2023 sebesar Rp65,73 Triliun.

“Capaian penerimaan pajak tahun 2023 ini mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,4 persen dari realisasi penerimaan pajak tahun sebelumnya,” kata Kepala Kanwil DJP Jaksel II Neilmaldrin Noor seperti dikutip dari Liputan6.com, Jumat (12/1/2024).

Menurutnya, capaian tersebut menjadi keberhasilan Kanwil DJP Jaksel II dalam merealisasikan target penerimaan pajak selama empat tahun berturut-turut. Dimana pada tahun 2020, 2021, dan 2022 Kanwil DJP Jaksel II juga berhasil melampaui target penerimaan yang diamanahkan.

“Keberhasilan ini tidak terlepas dari partisipasi masyarakat dan stakeholder khususnya wajib pajak yang telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik,” ujarnya.

Adapun keberhasilan ini dialami oleh seluruh Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Selatan II.

Secara rinci realisasi penerimaan pajak dari masing-masing KPP tersebut adalah sebagai berikut, KPP Madya Jakarta Selatan II Rp24,45 triliun (101,73 persen).

Kemudian KPP Madya Dua Jakarta Selatan II Rp16,58 triliun (102,34 persen); KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu Rp10,27 triliun (106,14 persen).

Kemudian KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Rp2,62 triliun (103,73 persen); KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama Rp4,18 triliun (105,26 persen); KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan Rp908,89 Miliar (104,29 persen).

Selain itu, KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu Rp4,22 triliun (104,63 persen); KPP Pratama Jakarta Cilandak Rp3,73 triliun (104,31 persen); dan KPP Pratama Jakarta Jagakarsa Rp826,99 Miliar (103,68 persen). (bl)

 

IKPI Palembang Ajak Konsultan dan Wajib Pajak Pahami Teknis PP 58/2023

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Palembang Andreas Budiman, mengungkapkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, menjadikan banyaknya perubahan teknis pada pelaporan dan penghitungan yang harus disesuaikan oleh wajib pajak. 

“Atas dasar tersebut, kami IKPI Palembang mengajak teman-teman konsultan pajak untuk ikut berpartisipasi dalam Seminar Perpajakan dengan tema ‘Teknis Perhitungan PPh 21 Berdasarkan PP 58/2023 dan Optimalisasi Kepatuhan Formal dan Material Pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan’, yang akan diselenggarakan di Hotel Harper, Palembang, Sabtu (27/1/2024),” kata Andreas.

(Foto: Dok Pribadi)

Menurut Andreas, perubahan ini harus segera dipahami oleh seluruh konsultan pajak khususnya anggota IKPI. “Tema ini menarik, karena sifatnya dasar yakni teknis pelaporan dan penghitungan semuanya menjadi berubah. Jadi kalau tidak dipelajari, kita bisa salah hitung dan tentunya akan merugikan klien,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kebijakan ini seperti kembali ke tahun 2010 di mana aturan TER untuk menghitung sementara masa pajak Januari-November dan kemudian di Desember akan dihitung ulang berapa pajak yang dikurangi dengan yang sudah disetor pada bulan-bulan sebelumnya.

“Kebijakan ini menurut saya sangat simpel dan lebih mudah dipahami oleh wajib pajak. Wajib pajak tinggal mencocokan tarifnya berdasarkan tabel di PP 58 nya,” kata Andreas.

Menurut Andreas, selama ini yang sering timbul adalah kelebihan potong, di mana ketika karyawan yang pajaknya dipotong lebih, tentu akan menganggap yang telah dihitung salah. “Mudah-mudahan aturan ini akan meminimalisir kelebihan potong tadi,” katanya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, tentunya dalam seminar perpajakan ini pembahasan tema PP 58/2023 adalah hal menarik, karena setiap perusahaan akan terimbas langsung dengan peraturan ini.

Dia berharap bisa menjaring 100 wajib pajak untuk bisa berpartisipasi dalam seminar ini, serta anggota IKPI khsusnya cabang Palembang. “Kami juga ada kebijakan untuk anggota IKPI yang menjual 2 undangan, bisa digratiskan mengikuti seminar ini dan mendapatkan SKPLL,” katanya..

Andreas juga mengimbau kepada rekan-rekannya di Cabang Palembang untuk bisa  mendukung dan menyukseskan setiap kegiatan cabang. Karena, dengan diadakan kegiatan di cabang maka IKPI akan semakin dikenal oleh masyarakat di Sumatera Selatan. (bl)

 

Menkeu Gratiskan PPN Impor Barang Keperluan Hankam

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menggratiskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang-barang untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan (hankam) negara.

Pajak gratis itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 157 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Penyerahan di Dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Jasa Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis Untuk Keperluan Pertahanan dan/atau Keamanan Negara.

“Dengan penerbitan PMK ini DJP berupaya menghilangkan dispute di lapangan terkait kriteria pembebasan barang dan jasa kena pajak strategis untuk keperluan pertahanan dan keamanan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (12/1/2024).

Dwi menambahkan PMK 157/2023 menetapkan kriteria barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) tertentu yang bersifat strategis berupa senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket/rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, serta radar.

Pembebasan PPN diberikan dengan mekanisme Surat Keterangan Bebas (SKB). Wajib pajak dapat memperoleh SKB dengan memenuhi syarat kepatuhan serta kelengkapan dokumen dan informasi.

“Layanan pemberian fasilitas pembebasan PPN BKP dan JKP strategis untuk pertahanan dan keamanan negara ini juga semakin mudah diakses karena sudah menggunakan saluran elektronik. Dengan peningkatan layanan dari yang sebelumnya dilakukan secara manual ini diharapkan dapat membangun tata Kelola pembebasan PPN yang sesuai dengan prinsip trust and verify,” pungkas Dwi.

Adapun rincian barang bebas PPN yang diatur dalam PMK 157/2023 yaitu:

1. Senjata
Yang dapat gratis PPN dalam aturan ini adalah senjata perorangan, senjata kelompok, senjata artileri dan sistem senjata artileri, senjata kavaleri dan sistem senjata kavaleri, senjata dan sistem senjata roket dan peluru kendali. Lalu, sistem senjata pesawat udara (yang tidak melekat di pesawat udara), sistem senjata pertahanan udara, flash bang bermesiu, kelengkapan utama yang melekat di senjata, dan suku cadang senjata.

2. Amunisi
Munisi kaliber kecil (MKK), munisi kaliber besar (MKB), dan munisi khusus (musus). Kemudian ranjau, bom, roket, peluru kendali, torpedo, amunisi, sistem pertahanan udara, amunisi senjata khusus, granat, gas air mata, dan suku cadang amunisi di atas.

3. Helm antipeluru
4. Jaket atau rompi antipeluru
5. Kendaraan darat khusus :
Kendaraan patroli dan pengawalan, tank, panser, kendaraan khusus angkut alat utama sistem senjata, kendaraan khusus penarik alat utama sistem senjata. Lalu, kendaraan khusus yang dilekati alat utama sistem senjata, kendaraan khusus angkut personel pasukan, kendaraan taktis baik antipeluru maupun tidak antipeluru.

Selanjutnya kendaraan khusus tahanan, kendaraan khusus olah TKP, kendaraan darat khusus laboratorium forensik, kendaraan darat khusus
mobile tactical communication, kendaraan darat khusus disaster victim identification (DVI), kendaraan darat khusus explosive ordnance disposal (EOD), kendaraan penjinak bom dan/atau kendaraan penjinak ranjau, dan suku cadang kendaraan darat khusus di atas.

6. Radar
Radar dan sistem radar di darat, laut, dan udara. Lalu suku cadang radar dan sistem radar, dan alat pendeteksi keberadaan objek.

7. Peralatan data batas
Peralatan data batas, peralatan hidrografi dan topografi, peralatan survei dan pemotretan udara, dan peralatan kartografi serta suku cadang peralatan. (bl)

Cortax Belum Rampung, Isi SPT Masih Pakai E-Form dan E-Filling

IKPI, Jakarta: Masa pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan 2023 telah mulai pada bulan ini hingga akhir Maret 2024 untuk wajib pajak (WP) pribadi dan akhir April 2024 untuk WP Badan. Proses pelaporannya pun masih serupa dengan tahun lalu.

Para wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan bisa melaporkan SPT secara online dengan mengakses layanan DJP Online pada website https://djponline.pajak.go.id/. Baik melalui fitur e-Form maupun e-Filling, sedangkan mekanisme pelaporan melalui e-SPT telah ditutup sejak Mei 2021.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan, skema itu masih berlaku karena sistem baru pelaporan melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax administration system (CTAS) masih dipersiapkan.

“Masih sesuai yang lama, karena kan sebentar lagi pakai coretax kan, jadi kita masih pakai sistem tahun lalu,” kata Dwi seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (10/1/2023).

Core tax sendiri menurutnya kini masih terus dilakukan pengujian, untuk meminimalisir error atau permasalahan saat diimplementasikan pertengahan tahun ini. Sebagai informasi Ditjen Pajak menargetkan core tax mulai meluncur pada 1 Juli 2024.

“Mudah-mudahan pertengahan tahun kita akan bisa segera implementasi, jadi ini jalan terus untuk habituasinya, kita terus kerja keras sesuai jadwal ditetapkan,” tegasnya.

DJP mencatat jumlah pelapor surat pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan 2023 hingga 8 Januari 2024 telah mencapai 219.593. Terdiri dari SPT wajib pajak orang pribadi sebanyak 208.997 dan wajib pajak badan 10.596.

“Ini terima kasih nih kepada wajib pajak yang sudah menyampaikan SPT tahunannya bahkan baru tanggal 8,” ujar Dwi.

Jumlah pelapor SPT 2023 itu pun jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pelapor SPT Tahunan 2022 per 10 Januari 2023. Saat itu, jumlahnya hanya 203.538.

Sebagaimana pola tahun-tahun sebelumnya, Ditjen Pajak akan mengirimkan email pengingat pelaporan SPT kepada para wajib pajak nantinya mulai Februari 2024.

“Kita biasanya akan mengirimkan email blast mengingatkan kepada teman-teman WP mana tau lupa untuk OP bahwa 31 Maret itu batas akhirnya untuk WP Badan tanggal 30 April itu adalah kebiasaan yang baik dan kita lanjut terus kita email blast terus,” tuturnya. (bl)

DJP Jelaskan Aturan Teknis Pajak UMKM di PMK 164/2023

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan teknik pengaturan pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023.

PMK tersebut mengatur tentang dua hal utama, yaitu teknis pengaturan PPh final wajib pajak peredaran bruto (omzet) tertentu dan relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

“Sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan sebelumnya, wajib pajak UMKM dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen atau dapat memilih tarif umum berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti seperti dikutip dari Republika.co.id, Kamis (11/1/2024).

Untuk wajib pajak dengan omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun, perlu melakukan pelunasan PPh final terutang sebesar 0,5 persen dari omzet usaha. Pelunasan PPh Final terutang dapat disetor sendiri oleh wajib pajak atau melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain.

Dalam hal wajib pajak bertransaksi dengan pemotong/pemungut PPh maka harus menunjukkan surat keterangan agar dipotong PPh final sebesar 0,5 persen. Sementara bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp 500 juta setahun, bisa terbebas dari pemotongan pajak dengan menyerahkan surat pernyataan.

Sementara bagi wajib pajak yang memilih untuk dikenai tarif umum Pasal 17 ayat (1) UU PPh, wajib pajak terlebih dahulu harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat akhir tahun pajak dan baru dikenai pajak penghasilan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh pada tahun pajak berikutnya. Adapun bagi wajib pajak yang baru terdaftar dapat memilih dikenai tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sejak tahun pajak terdaftar dengan menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri.

“Dalam kesempatan ini kami mengingatkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan untuk seluruh wajib pajak UMKM termasuk UMKM yang omset setahunnya kurang dari Rp 500 juta untuk tetap menyampaikan SPT Tahunan, yang mungkin selama ini kewajiban tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik,” ujar Dwi.

Selain itu, penerbitan PMK Nomor 164 Tahun 2023 juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP untuk wajib pajak UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp 4,8 miliar. Relaksasi diberikan terkait batas waktu untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.

“Dalam aturan sebelumnya, wajib pajak harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya. Dengan aturan ini, kami berikan relaksasi menjadi paling lambat akhir tahun buku yang bersangkutan,” tambah Dwi.

PMK 168/2023 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak telah diundangkan pada 29 Desember 2023 dan mulai berlaku pada tanggal tersebut. (bl)

Menparekraf Jamin Kenaikan PBJT Tak Matikan Industri Pariwisata

IKPI, Jakarta: Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno menjamin bahwa penetapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan yang naik 40% dan maksimal 75% tidak akan mematikan industri pariwisata. Sandi menyebut pemerintah akan berupaya menghadirkan kesejahteraan bagi para pelaku wisata.

“Soal undang-undang yang (disebut) berpotensi mematikan usaha (PBJT) kami pastikan bahwa filosofi kebijakan pemerintah adalah memberdayakan dan memberikan kesejahteraan, bukan untuk mematikan (industri pariwisata),” kata Sandi seperti dikutip dari Detik Finance, Kamis (11/1/2024).

Sandi lantas meminta agar pelaku usaha jangan khawatir, ia menjelaskan pemerintah pasti akan memfasilitasi sekaligus mengakomodir kepentingan pelaku usaha. Lagipula, ia menjelaskan bahwa industri pariwisata Indonesia masih diminati wisatawan asing, khususnya di Bali.

“Kalau di bedah (wisatawan asing) 50% itu pasti ke bali. Karena Bali berhasil menarik lebih dari 5 juta (wisatawan asing), total 11,5 juta wisatawan mancanegara (pada 2024) dan yang paling berminat itu di sektor akomodasi,” jelasnya.

Ia kemudian menjelaskan bahwa nilai investasi sektor pariwisata saat ini masih besar, jumlahnya berkisar di angka US$ 100 juta atau Rp 1,5 triliun (kurs Rp 15.571) sampai US$ 200 juta atau Rp 3,1 triliun per investasi.

Hingga saat ini, Sandi menuturkan bahwa pemerintah pun sedang menawarkan dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk dikembangkan di Bali, keduanya adalah KEK Kura-Kura dan KEK Sanur. Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa kenaikan pajak hiburan memang perlu disosialisasikan.

“Pajak Hiburan ini perlu kita lebih sosialisasikan tapi tidak akan mematikan apalagi (buat) industri spa. Spa itu wellness bukan hiburan. Mereka ini mendapatkan kebugaran dan itu menggunakan rempah-rempah dan minyak yang diproduksi dengan kearifan budaya lokal,” tegasnya.

Sebelumnya, PBJT kini ramai dibicarakan. Besarannya yang mencapai angka paling rendah 40% dan maksimal 75% ramai ditanggapi publik. Salah satunya berasal pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Berdasarkan catatan detikcom, Hotman mengatakan besaran pajak sebesar 40% sampai 75% bisa mengancam kelangsungan industri pariwisata Indonesia.

“What? 40 s.d 75 persen pajak?? What?? OMG. (Kelangsungan industri pariwisata di Indonesia terancam),” tulis Hotman Paris di akun Instagram pribadinya @hotmanparisofficial.

Menanggapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan terkait pajak tempat atau jasa hiburan pengaturannya merupakan kewenangan pemerintah daerah. PBJT sendiri merupakan pajak daerah yang berbasis konsumsi untuk pajak hiburan atau diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

“Itu pemerintah daerah (yang mengatur),” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Dwi Astuti, ditemui di kantor pusat DJP, Senin (8/1/2024).

Dwi menjelaskan, dalam Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah(HKPD), bahwa pajak untuk jasa hiburan tidak diatur oleh pemerintah pusat. Tetapi aturan itu memang merupakan kewenangan pemerintah daerah.

“Ya itu sudah mutlak sesuai HKPD tidak diatur oleh pemerintah pusat itu kewenangan pemerintah daerah,” jelas dia. (bl)

Sandiaga Uno Pastikan Usaha Spa Tak Kena Pajak Hiburan

IKPI, Jakarta: Industri spa di Indonesia khususnya Bali dipastikan tidak akan terdampak kenaikan pajak hiburan menjadi 40% dan maksimal 75%. Alasannya menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno, industri spa tidak tergolong dalam kategori hiburan melainkan kebugaran.

“Jelas pak Kadis (Pemprov Bali) menyampaikan, industri spa tidak termasuk yang (pajak) 40-75% karena (industri spa) itu bukan (industri) hiburan tapi kebugaran,” ucap Sandiaga seperti dikutip dari Detik Finance, Kamis (11/1/2024).

Sandi kemudian menjelaskan, bahwa tidak ada satupun peraturan pemerintah yang mengklasifikasikan spa sebagai jenis usaha hiburan. Lagipula, ia menjelaskan bahwa jika masyarakat pergi ke spa untuk mencari kesehatan alias wellness.

Selain itu, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini juga menuturkan bahwa berbagai rempah-rempah dan minyak yang digunakan dalam usaha spa di Bali mayoritas diproduksi dengan kearifan kebudayaan lokal. Kemenparekraf pun sudah mengembangkan industri spa di Indonesia lewat program wellness dan sports tourism.

Dalam lawatannya ke Dubai, Uni Emirat Arab, Sandi bahkan mengatakan bahwa terapis spa asal Indonesia bahkan cukup dikenal dan diminati pasar internasional.

“Di Dubai kemarin yang jadi minat itu terapis-terapis dari bali, lombok, karena kita punya reputasi dunia. (Jadi) Jangan khawatir (seperti) yang disampaikan pak Tjok (Kepala Dinas Pariwisata Bali), bahwa spa ini tetap akan berbasis budaya dan kearifan lokal dan tentunya tidak dimasukkan dalam pajak hiburan yang menjadi bahasan,” tegas Sandi.

Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Para pelaku usaha spa di Bali bereaksi terhadap kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PJBT) yang sebelumnya 15 persen menjadi 40 persen dan maksimal 75 persen. Mereka keberatan dan belum menaikkan harga atau tarif layanan spa.

Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya. Menurutnya, para pelaku usaha spa tidak mau terburu-buru menaikkan harga karena kondisi usaha yang belum stabil.

“Kasih kami bernapas dahulu. Kami lihat ekonomi global belum baik-baik saja. Masih disebut unpredictable situation (situasi tak menentu),” kata Rai kepada detikBali, Minggu (7/1/2024).

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun, juga bereaksi keras. Menurutnya, industri spa termasuk dalam kategori kebugaran bukan hiburan. Sebab, kata Pemayun, industri spa bali atau Balinese Spa adalah kearifan lokal yang sarat akan nilai budaya. Dia takut nilai atau kearifan lokal yang ada di dalamnya justru pudar karena salah kaprah dalam menentukan kategori pungutan pajak.

Pemprov Bali juga khawatir jika Spa Bali tak terlindungi, maka terapis-terapis lokal akan diambil oleh orang luar Bali. Menurutnya, Bali selalu menjadi destinasi spa terbaik di dunia.

“Kan di Undang-Undang Pariwisata, dia (spa) sebagai kebugaran di Kemenkes, bukan penghibur,” bebernya. (bl)

en_US