Kurangnya Sosialisasi Hambat Pemanfaatan Insentif Pajak oleh Investor

IKPI, Jakarta: Insentif pajak yang diberikan pemerintah seharusnya menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengungkapkan bahwa banyak investor belum memanfaatkan insentif tersebut akibat minimnya sosialisasi dari pemerintah.

“Kadang-kadang kita mengeluarkan kebijakan yang baik, tapi karena tidak disosialisasikan, market-nya tidak mengetahui,” ujar Rosan dalam konferensi pers capaian investasi triwulan IV, Jumat (31/1/2026).

Sebagai contoh, insentif pajak untuk pendidikan vokasi serta riset dan pengembangan (R&D) yang telah berlaku sejak 2022, memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan pajak hingga 300 persen untuk kegiatan R&D dan 200 persen untuk investasi di pendidikan vokasi. Namun, banyak investor yang belum mengetahui manfaat ini.

Rosan bahkan menemukan bahwa banyak pengusaha di Singapura, negara dengan investasi terbesar di Indonesia—tidak menyadari adanya insentif ini. Ia menilai bahwa kurangnya komunikasi aktif dari pemerintah menghambat pemanfaatan kebijakan pajak yang telah tersedia.
Untuk mengatasi masalah ini, Rosan menekankan pentingnya sosialisasi yang lebih efektif kepada dunia usaha. Ia mencontohkan negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan India yang lebih agresif dalam menarik investor, termasuk dengan mengubah regulasi agar lebih menarik bagi investasi asing.

Ke depan, pemerintah berencana meningkatkan sosialisasi agar kebijakan insentif pajak benar-benar memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. “Mungkin kuncinya adalah komunikasi yang baik dan terbuka. Jika itu dilakukan, para investor akan lebih memahami dan mengapresiasi kebijakan yang ada,” kata Rosan. (alf)

Panduan Coretax DJP Tersedia untuk PIC dan Wajib Pajak Badan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah merilis panduan Coretax yang ditujukan bagi Penanggung Jawab (PIC) fitur impersonate, serta penambahan role akses bagi wajib pajak badan. Panduan ini dapat diunduh secara gratis melalui tautan resmi DJP di [pajak.go.id/reformdjp/coretax](https://pajak.go.id/reformdjp/coretax).

Panduan ini diharapkan dapat memudahkan para penanggung jawab dan wajib pajak badan dalam memahami dan mengelola hak akses serta fitur-fitur terbaru dalam sistem Coretax.

Dengan adanya fitur impersonate, PIC dapat lebih fleksibel dalam mengelola akun pajak, sementara penambahan role akses memastikan keamanan dan akurasi data pajak.

“Bagi #KawanPajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut atau bantuan teknis, DJP menyediakan layanan Kring Pajak yang dapat dihubungi melalui nomor telepon 1500 200,” tulis pengumuman yang dikutip dari Instagram DJP, Sabtu (1/2/2025).

Selain itu, wajib pajak juga dapat mengakses layanan konsultasi melalui akun Twitter/X resmi Kring Pajak (@kring_pajak) atau langsung menghubungi Helpdesk Kantor Pajak terdekat.

DJP terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak melalui inovasi dan penyediaan panduan yang komprehensif. Diharapkan, langkah ini dapat mendukung kemudahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan serta meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. (alf)

Penerimaan Pajak di Kanwil DJP Jawa Tengah II Tembus Rp 14,61 Triliun

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II mencatat pencapaian gemilang dalam penerimaan pajak tahun 2024 dengan realisasi mencapai Rp 14,61 triliun. Angka ini setara dengan 100,14 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 14,59 triliun.

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II, Etty Rachmiyanthi, mengungkapkan bahwa capaian ini merupakan hasil kontribusi dari berbagai jenis pajak dan sektor usaha serta kolaborasi dari berbagai pihak.

“Penerimaan pajak tahun 2024 menorehkan hattrick setelah sukses mencapai target selama tiga tahun berturut-turut, yakni pada 2022, 2023, dan 2024. Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 6,21 persen,” ujar Etty di kantornya, Jumat (31/1/2025).

Kontribusi PPh Non-Migas dan PPN Dominan

Etty menjelaskan bahwa PPh non-migas menjadi penyumbang terbesar dalam realisasi penerimaan pajak 2024. Berdasarkan jenis pajak, kontribusi PPh non-migas mencapai 52,28 persen dari total penerimaan dengan pertumbuhan 11,11 persen.

Selain itu, PPh Pasal 21 mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 21,93 persen. Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berkontribusi sebesar 45,64 persen dengan pertumbuhan 1,25 persen.

Sektor Industri dan Perdagangan Jadi Tulang Punggung

Dari sisi sektor usaha, lima sektor utama mencatat pertumbuhan positif, dengan industri pengolahan menjadi kontributor terbesar. Berikut rincian sektor yang mendukung penerimaan pajak:

• Industri Pengolahan – Berkontribusi 34,14 persen atau Rp 4,99 triliun, dengan pertumbuhan 2,49 persen.

• Perdagangan – Menyumbang 22,06 persen atau Rp 3,22 triliun, tumbuh 8,31 persen, mencerminkan pemulihan aktivitas perdagangan.

• Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib – Berkontribusi 18,83 persen atau Rp 2,75 triliun, dengan pertumbuhan 3,86 persen.

• Jasa Keuangan dan Asuransi – Menunjukkan pertumbuhan tertinggi di antara lima sektor utama, yakni 28,82 persen, dengan kontribusi 8,17 persen atau Rp 1,19 triliun.

• Transportasi dan Pergudangan – Mencatatkan kontribusi 2,82 persen atau Rp 411,46 miliar, tumbuh 2,93 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Selain pencapaian penerimaan, tingkat kepatuhan wajib pajak juga meningkat. Total penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mencapai 734.992 SPT, dengan mayoritas berasal dari:

• Orang Pribadi (OP) Karyawan: 582.024 SPT

• OP Non-Karyawan: 121.171 SPT

• Badan: 51.677 SPT

Komitmen untuk Tahun 2025

Etty menegaskan bahwa Kanwil DJP Jawa Tengah II akan terus mengoptimalkan pelayanan dan strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak serta kepatuhan wajib pajak.

“Pencapaian ini menjadi fondasi yang kuat untuk meningkatkan kinerja di tahun 2025. Kami berterima kasih kepada seluruh masyarakat dan wajib pajak yang telah berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak,” ujarnya. (alf)

Kode Barang dan Jasa Sebagai Syarat Formal Dalam Faktur Pajak

Sejak 1 Januari 2025 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan implementasi Core Tax Administration System (Coretax). Pada dasarnya, pembuatan aplikasi ini ingin menawarkan berbagai fitur yang memudahkan proses administrasi perpajakan bagi wajib pajak, termasuk dalam pembuatan faktur pajak.

Salah satu elemen yang tidak boleh diabaikan dalam pembuatan faktur pajak adalah kewajiban pengisian kode barang/jasa. Pencantuman kode barang dan jasa dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam proses pengisian faktur pajak dan administrasi transaksinya.

Dengan adanya kode barang dan jasa, setiap transaksi dapat diidentifikasi secara unik dan membantu wajib pajak dalam mengklasifikasikan barang dan jasa yang dijual atau dibeli, sehingga meminimalisir risiko kesalahan dan meningkatkan akurasi pencatatan.

Kode barang/jasa ini memiliki peran yang sangat penting. Faktur pajak yang tidak mencantumkan kode barang/jasa dengan benar mungkin saja dapat dianggap tidak lengkap dan berisiko menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Ketentuan Formal

Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, terdapat beberapa ketentuan formal yang harus dipenuhi dalam pembuatan faktur pajak. Pertama, menurut Pasal 391 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, Faktur Pajak wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas.

Selain itu, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 memberikan petunjuk teknis mengenai pembuatan faktur pajak dalam rangka pelaksanaan PMK Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

Menurut peraturan tersebut, faktur pajak wajib diisi secara benar, legkap dan jelas dimana harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi:

1. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak, bagi wajib pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;

2. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau

4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak penjualan atas Barang mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Teknis Pengisian Kode Barang dan Jasa

Dalam proses pembuatan faktur pajak, wajib pajak memiliki fleksibilitas untuk memilih lebih dari 1.900 kode barang dan jasa yang telah disediakan dalam sistem coretax. Kode – kode ini dirancang agar wajib pajak dapat memilih kode yang sesuai dengan berbagai karakteristik barang dan jasa yang dijual, sehingga mempermudah wajib pajak dalam mengklasifikasikan dan mengidentifikasi transaksinya secara akurat.

Apabila wajib pajak tidak menemukan kode yang sepenuhnya cocok dengan karakteristik barang atau jasa yang dijual, sistem coretax menyediakan opsi kode “000000” sebagai solusi. Kode ini dapat digunakan ketika wajib pajak tidak menemukan kode barang atau jasa yang sesuai dengan transaksinya.

Meskipun demikian, wajib pajak sangat disarankan untuk menggunakan kode yang paling mendekati karakteristik barang atau jasa yang dijual agar pelaporan tetap akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tidak mengatur mengenai kode barang dan jasa sebagai syarat minimal pengisian faktur pajak agar dianggap benar, lengkap, dan jelas. Pengisian faktur pajak yang mencantumkan kode “000000” untuk barang dan jasa yang wajib pajak, masih dapat dianggap sah selama faktur pajak paling sedikit memuat keterangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dalam PER-1/PJ/2025.

Namun, sangat disarankan agar wajib pajak tetap mencantumkan kode barang dan jasa yang sesuai dengan karakteristik barang dan jasa yang diperdagangkan. Pencantuman kode yang tepat membantu wajib pajak mengklasifikasikan barang dan jasa yang dijual atau dibeli, sehingga meminimalisir risiko kesalahan dan meningkatkan akurasi pencatatan.

Penulis : Anggota Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Andry Dermawanto

Disclamer : Tulisan berdasarkan pendapat pribadi penulis

Meski Pajak Minimum Global Berlaku, Indonesia Tetap Beri Berbagai Insentif ke Investor

IKPI, Jakarta: Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, memastikan bahwa pemerintah Indonesia akan tetap menarik minat investor meskipun pajak minimum global segera diterapkan. Rosan mengungkapkan bahwa pemerintah berencana memberikan berbagai insentif untuk menjaga daya tarik investasi di Tanah Air.

Menurutnya, meski aturan pajak minimum global berpotensi berdampak pada kebijakan pajak di Indonesia, pihaknya tidak khawatir akan dampaknya terhadap minat investor asing. “Para investor asing tetap melihat Indonesia sebagai tempat yang potensial untuk berinvestasi,” ujarnya di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Rosan menjelaskan bahwa pemerintah akan menawarkan insentif yang sejalan dengan kebijakan pajak minimum global, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun non-fiskal. “Banyak hal yang bisa kita lakukan, misalnya dengan memperpanjang corporate tax dengan tarif yang lebih rendah atau insentif lainnya,” tambahnya.

Selain itu, Rosan juga menegaskan bahwa insentif seperti tax holiday dan tax allowance akan tetap diberikan pada 2025, meskipun pajak minimum global mulai diberlakukan. Hal ini akan terus berlanjut bersamaan dengan kebijakan pajak global baru yang mencakup tarif pajak minimum sebesar 15% untuk perusahaan-perusahaan besar multinasional.

Insentif tax holiday sendiri sebelumnya direncanakan berakhir pada 9 Oktober 2024. Namun, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/2024, memperpanjang pemberian insentif tersebut hingga 31 Desember 2025. Tax holiday akan berlaku bagi perusahaan di industri pionir yang memiliki nilai tambah tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memberi dampak besar bagi perekonomian nasional.

Namun, perlu dicatat bahwa dalam perpanjangan kali ini, terdapat beberapa pembaruan aturan, salah satunya adalah pembatasan pemberian tax holiday bagi perusahaan asing atau korporasi multinasional. Hal ini dilakukan karena pemerintah mengimplementasikan pajak minimum global yang ditetapkan oleh OECD, yang mengharuskan tarif pajak minimal 15%.

Dengan adanya berbagai kebijakan insentif ini, Rosan optimis Indonesia akan tetap menjadi tujuan utama bagi investor meskipun adanya perubahan peraturan pajak global.(alf)

Sebanyak 53,63% Penerimaan Pajak di Sultra Berasal dari PPh

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatatkan penerimaan pajak yang dominan pada tahun 2024, dengan kontribusi terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 53,63% dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 39,19%. Sisanya, penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya.

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJPb Sultra, Syarwan, menyampaikan bahwa meskipun proporsi PPh yang besar tetap menjaga pertumbuhan penerimaan pajak secara keseluruhan, penerimaan PPh mengalami shortfall pada 2024. Hal ini disebabkan oleh selesainya proyek-proyek besar yang berdampak pada penurunan capaian PPh dibandingkan tahun sebelumnya.

“Penerimaan PPh mengalami shortfall akibat adanya proyek-proyek yang telah selesai pengerjaannya. Sehingga tingginya capaian penerimaan pajak (PPh) tidak terulang di tahun 2024,” ujar Syarwan, Kamis (30/1/2025).

Sementara itu, penerimaan Bea dan Cukai hingga 31 Desember 2024 berhasil mencapai 103,59% dari target, dengan penerimaan bea masuk sebesar Rp158,31 miliar, melebihi target yang dipatok sebesar Rp162,72 miliar. Pada bulan Desember 2024, penerimaan Bea Keluar tercatat Rp4,50 miliar, sedangkan penerimaan cukai mencapai Rp3,03 miliar.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Sultra juga menunjukkan kinerja yang positif, meskipun mengalami sedikit kontraksi sebesar 3,15% dibandingkan tahun lalu. Total penerimaan PNBP sampai 31 Desember 2024 tercatat sebesar Rp945,80 miliar, yang melampaui target PNBP sebesar Rp620,75 miliar untuk tahun 2024, dengan capaian 152,36 persen.

“PNBP yang tercatat terdiri dari penerimaan lainnya sebesar Rp555,95 miliar dan Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp389,84 miliar,” kata Syarwan. Penerimaan PNBP lainnya termasuk pendapatan dari jasa transportasi sebesar Rp106,83 miliar, pendapatan pelayanan kepolisian sebesar Rp94,99 miliar, serta pendapatan pendidikan yang mencapai Rp45,61 miliar.

Selain itu, pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) oleh Ditjen Kekayaan Negara di Sultra juga berkontribusi dengan penerimaan sebesar Rp12,22 miliar, sementara penerimaan dari pelayanan lelang tercatat Rp5,39 miliar.

Pencapaian tersebut menunjukkan stabilitas dan efektivitas pengelolaan penerimaan negara di Sulawesi Tenggara meskipun tantangan di sektor pajak dihadapi. DJPb Sultra berkomitmen untuk terus memaksimalkan penerimaan negara dengan optimisasi berbagai sektor pendapatan. (alf)

Optimalisasi Pajak Jadi Kunci Pemerintah Jaga Stabilitas APBN

IKPI, Jakarta: Di tengah tekanan terhadap penerimaan pajak akibat perlambatan ekonomi global, pemerintah terus mendorong optimalisasi perpajakan sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas APBN. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa reformasi perpajakan akan terus diperkuat guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperluas basis pajak.

“Kami terus berupaya meningkatkan efektivitas sistem perpajakan agar penerimaan negara lebih optimal tanpa membebani masyarakat, terutama pelaku usaha kecil dan menengah,” kata Sri Mulyani, Kamis (30/1/2025).

Salah satu strategi yang diusung pemerintah adalah digitalisasi sistem pajak, termasuk integrasi data perpajakan melalui Coretax system. Dengan sistem ini, diharapkan kepatuhan pajak meningkat dan kebocoran penerimaan dapat diminimalkan.

Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif pajak bagi sektor-sektor strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk UMKM yang berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja.

“Dengan kebijakan perpajakan yang lebih efisien dan berkeadilan, kami berharap penerimaan pajak tetap optimal sehingga APBN dapat terus menopang pembangunan nasional,” ujarnya. (alf)

Kemitraan Strategis, Ketum IKPI dan Jajarannya Kunjungi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) secara intensif dan berkelanjutan menjalin silaturahmi dan komunikasi dengan para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tujuannya, tentu untuk meningkatkan sinergi antara dua mitra strategis untuk memajukan sektor perpajakan di Indonesia.

Ketua Departemen Kemitraan Lembaga dan Instansi IKPI Arinda Hutabarat, bersama dengan Ketua Umum (Ketum) IKPI Vaudy Starworld dan Anggota IKPI Jordan Panggabean, dan Angela R. Kusumaningtyas melakukan kunjungan ke ruang kerja Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dodik Nur Syamsu, di Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan, Arinda mengungkapkan bahwa Dodik terkesan dengan kemajuan dan eksistensi IKPI saat ini. Sebagai organisasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, IKPI dinilai sangat membantu pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

“Pak Dodik juga bersedia menjadi narasumber dalam berbagai diskusi dan kegiatan IKPI, mengingat kompetensi dan pengalamannya yang luas di bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta Pemeriksaan,” kata Arinda di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Dikatakan Arinda, sebagai pejabat karir, Dodik memiliki rekam jejak yang panjang di DJP, dimulai dari Kasubdit KUP di Direktorat PP1, kemudian dipromosikan menjadi Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJP Manado, dan terakhir menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

“Pengalaman dan keahlian beliau diharapkan dapat memberikan kontribusi berharga bagi pengembangan pengetahuan dan kompetensi anggota IKPI,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Arinda menyampaikan bahwa kunjungan serupa akan terus dilakukan kepada para pejabat DJP lainnya, khususnya yang akan memasuki masa pensiun. Langkah ini sejalan dengan upaya IKPI untuk memperluas jaringan melalui pemanfaatan sumber daya manusia yang berpengalaman di bidang perpajakan.

“Kunjungan ini adalah bagian dari implementasi rencana kerja di departemen kami,” ujarnya.

Sementara itu, Vaudy Starworld menyatakan bahwa pertemuan tersebut dalam rangka mempererat hubungan antara IKPI dan DJP. “Pertemuan ini membahas sejumlah poin penting terkait perkembangan IKPI pasca Kongres Agustus 2024 serta program kerja IKPI sebagai mitra strategis DJP,” ujarnya.

Menurut Vaudy, pertemuan ini menjadi momen penting untuk memperkuat kolaborasi antara IKPI dan DJP. Ia menyampaikan apresiasi atas dukungan dan sinergi yang telah terjalin selama ini.

“Kami berkomitmen untuk terus mendukung program-program DJP dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak,” ujarnya.

Dikatakan Vaudy, sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, Dodik menyambut baik inisiatif ini dan menegaskan pentingnya peran konsultan pajak sebagai mitra strategis dalam mendukung kebijakan perpajakan nasional.

“Pak Dodik melihat IKPI sebagai mitra yang sangat penting dalam membantu sosialisasi dan implementasi kebijakan perpajakan,” kata Vaudy.

Pada pertemuan itu, Vaudy menceritakan bahwa pasca Kongres IKPI di Nusa Dua, Bali, kepengurusan IKPI telah melakukan restrukturisasi organisasi, baik itu pada kepengurusan pusat, Pengda, dan pengurus cabang.

“Kami ceritakan kepada Pak Dodik, bahwa dikepengurusan saat ini, IKPI telah melakukan penambahan departemen, pembentukan Pengda dan cabang baru yang bertujuan untuk membumikan organisasi dan membantu pemerintah dalam meningkatkan angka kepatuhan wajib pajak,” katanya.

Sebagai mitra strategis DJP, kata Vaudy, IKPI telah menyusun sejumlah program kerja untuk mendukung kebijakan perpajakan nasional. Beberapa program yang sedang dan akan dijalankan antara lain:

– Edukasi dan Sosialisasi Kebijakan Perpajakan:

IKPI akan aktif membantu DJP dalam menyosialisasikan kebijakan baru kepada wajib pajak, termasuk melalui webinar, workshop, dan publikasi.

– Peningkatan Kapasitas Anggota:

Program pelatihan dan sertifikasi akan terus ditingkatkan untuk memastikan konsultan pajak memiliki kompetensi yang sesuai dengan perkembangan regulasi perpajakan.
– Kolaborasi dalam Peningkatan Kepatuhan Pajak:

IKPI akan bekerja sama dengan DJP dalam mengidentifikasi tantangan dan solusi untuk meningkatkan kepatuhan pajak, termasuk melalui pendampingan kepada wajib pajak.

– Inovasi Teknologi:

IKPI berkomitmen untuk mendukung digitalisasi layanan perpajakan dengan memanfaatkan teknologi terkini.

Ia menegaskan bahwa program-program tersebut dirancang untuk mendukung visi DJP dalam menciptakan sistem perpajakan yang transparan, adil, dan efisien.

“Kami siap menjadi mitra yang proaktif dan berkontribusi positif bagi kemajuan perpajakan Indonesia,” katanya. (bl)

Sri Mulyani Akui Penerimaan Pajak Tertekan tetapi APBN Tetap Dijaga Stabil

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa penerimaan negara dari sektor perpajakan menghadapi tekanan akibat penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global. Hal ini berdampak pada penerimaan pajak dan bea cukai, yang menjadi sumber utama pendapatan negara.

Meskipun demikian, Ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus menjaga keseimbangan APBN agar tetap sehat dan berkelanjutan. “Kami akan memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat dan memperkuat fondasi ekonomi nasional,” ujarnya dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/1/2025).

Bendahara negara ini juga menegaskan, sebagai langkah antisipasi, pemerintah melakukan berbagai penyesuaian anggaran, termasuk efisiensi belanja kementerian dan lembaga negara. Anggaran yang dianggap tidak efektif, seperti perjalanan dinas dan kegiatan seremonial, akan dikurangi.

Namun, anggaran untuk program yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti bantuan sosial dan subsidi, tetap dipertahankan.

Sri Mulyani juga meminta dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter tetap sejalan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. (alf)

Direktur Pengemplang Pajak Kembalikan Rp 1,5 Miliar ke Kas Negara

IKPI, Jakarta: Direktur PT Dwikarya Saranamandiri, Andi Muchtar, yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pengemplangan pajak, telah mengembalikan uang senilai Rp 1,5 miliar ke kas negara. Uang tersebut disetorkan ke rekening penitipan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M. Arif Ubaidillah, menyatakan bahwa total pengembalian uang dalam kasus ini mencapai Rp 1.586.110.468. “Rinciannya adalah pembayaran denda tindak pidana perpajakan sebesar Rp 25 juta dan pengembalian pendapatan negara sebesar Rp 1.561.110.468,” kata Arif dalam keterangan tertulis, yang diterima, Jumat (31/1/2025).

Arif menegaskan bahwa keberhasilan pemulihan pendapatan negara ini menunjukkan komitmen Kejari Depok dalam menangani tindak pidana perpajakan. “Selain tindakan penegakan hukum, kami juga terus berupaya memperbaiki sistem guna mencegah kasus serupa di masa depan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arif mengajak seluruh pihak untuk mendukung transparansi dan optimalisasi sistem perpajakan demi kepentingan negara dan masyarakat. “Kejari Depok akan terus melakukan sosialisasi dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan guna meningkatkan kepatuhan pajak,” tambahnya.

Proses Hukum Berlanjut

Uang tersebut dikembalikan Andi saat kasusnya masih dalam tahap proses penuntutan. “Pemeriksaan telah masuk ke tahap saksi-saksi dan dalam waktu dekat akan dilakukan penuntutan,” ungkap Arif.

Andi Muchtar sebelumnya ditahan oleh Kejaksaan Negeri Depok karena diduga mengemplang pajak dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2.048.610.467.

Kasus ini awalnya diselidiki oleh Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah III Jawa Barat sebelum akhirnya dilimpahkan ke Kejari Depok untuk proses hukum lebih lanjut.

Tersangka, yang merupakan direktur perusahaan konstruksi sipil di Cilodong, Depok, diduga menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak yang tidak benar atau tidak lengkap dalam periode Januari 2017 hingga Desember 2018.

Saat ini, Andi ditahan di Rutan Cilodong selama 20 hari ke depan. Kejari Depok menegaskan akan terus mengawasi kasus ini hingga tahap penuntutan dan berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap pelanggaran perpajakan di wilayah Depok. (alf)

en_US