Kemenkeu Tingkatkan Target Penerimaan Pajak Dalam Negeri pada 2025

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan target penerimaan pajak dalam negeri untuk tahun 2025 sebesar Rp 2.433,5 triliun. Angka ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2024 yang diperkirakan sebesar Rp 2.234,95 triliun.

Mengutip Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, rincian target penerimaan pajak dalam negeri terungkap sebagai berikut:

Pajak Penghasilan (PPh)

Target penerimaan dari PPh untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 1.209,27 triliun, yang meningkat dari target 2024 sebesar Rp 1.139,78 triliun. PPh migas diperkirakan akan mencapai Rp 62,84 triliun, meskipun lebih rendah dibandingkan target 2024 yang sebesar Rp 76,37 triliun.

Sementara itu, PPh non-migas ditargetkan mencapai Rp 1.146,43 triliun, lebih tinggi dibandingkan target tahun ini yang sebesar Rp 1.063,4 triliun. Rinciannya antara lain PPh pasal 21 sebesar Rp 313,51 triliun, PPh pasal 22 sebesar Rp 36,81 triliun, dan PPh pasal 25/29 orang pribadi sebesar Rp 15,14 triliun.

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

Untuk PPN dan PPnBM, target penerimaan pada 2025 ditetapkan sebesar Rp 945,12 triliun, mengalami peningkatan signifikan dibandingkan target tahun ini yang hanya Rp 811,36 triliun. Penerimaan PPN dalam negeri diproyeksikan sebesar Rp 609,04 triliun, sementara PPN impor mencapai Rp 308,74 triliun.

Penerimaan PPnBM dalam negeri dan impor masing-masing ditargetkan sebesar Rp 10,78 triliun dan Rp 5,8 triliun.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ditargetkan sebesar Rp 27,11 triliun pada 2025, sedikit menurun dibandingkan dengan target PBB tahun 2024 yang mencapai Rp 27,18 triliun.

Rincian target PBB tersebut antara lain PBB perkebunan Rp 3,04 triliun, PBB perhutanan Rp 702,77 miliar, dan PBB migas sebesar Rp 15,04 triliun.

Kenaikan target penerimaan pajak ini mencerminkan optimisme pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara, yang diharapkan dapat mendukung pembiayaan program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada tahun 2025. (alf)

DPR: PPN 12% Tetap Berlaku 2025, Tetapi hanya Dikenakan pada Barang Mewah

IKPI, Jakarta: Pimpinan dan anggota DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024). Pertemuan itu membahas rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang direncanakan berlaku pada 1 Januari 2025.

Dalam diskusi tersebut, DPR mengusulkan agar kenaikan PPN 12% hanya diberlakukan pada barang-barang mewah, sementara barang pokok dan layanan yang menyentuh langsung masyarakat tetap dikenakan PPN 11%.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa PPN 12% akan diterapkan secara selektif, hanya pada komoditas barang mewah. “Yang pertama, untuk PPN 12% akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah, jadi pengenaannya dilakukan secara selektif,” ujar Dasco.

Ia menambahkan, sedangkan untuk barang-barang pokok yang menjadi kebutuhan utama masyarakat, seperti sembako, akan tetap dikenakan PPN 11%.

Terkait hal itu, Dasco menyampaikan bahwa Presiden Prabowo akan segera berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengkaji usulan dari masyarakat, yang menginginkan penurunan PPN pada barang-barang pokok.

“Mungkin dalam satu jam ini Pak Presiden akan meminta menteri keuangan dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan dari masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal pajak yang harus diturunkan,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, mengonfirmasikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tetap akan berlaku mulai Januari 2025, namun akan diterapkan secara selektif.

“Kita akan tetap ikuti UU jika PPN berjalan (sesuai) jadwal waktu yakni 1 Januari 2025, tapi kemudian diterapkan secara selektif,” kata Misbakhun.

Sementara itu, nantinya penerapan PPN 12% akan menyasar barang-barang mewah, sedangkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tarif PPN akan tetap pada angka 11%.

Misbakhun juga menekankan bahwa kebutuhan dasar seperti bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa perbankan tidak akan dikenakan PPN.

“Jadi PPN tak berada dalam satu tarif. Dan ini nanti masih dipelajari,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah dan DPR sebelumnya telah menyepakati kenaikan PPN menjadi 12% melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menjadwalkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025.

Meski demikian, rencana kenaikan PPN ini menuai penolakan dari berbagai kalangan, termasuk pekerja, pengusaha, dan ekonom, yang khawatir akan semakin menurunkan daya beli masyarakat di tengah situasi ekonomi yang belum pulih. (alf)

Staf Ahli Menkeu Pastikan Kenaikan PPN 12% Tetap Berlaku Januari 2025, Pengecualian untuk Kelompok Tertentu

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan tetap diberlakukan mulai Januari 2025. Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Meski demikian, Parjiono menegaskan bahwa kebijakan ini akan memberikan pengecualian untuk beberapa kelompok masyarakat guna menjaga daya beli, terutama kelompok masyarakat miskin, sektor kesehatan, dan pendidikan.

“Pengecualian ini sudah jelas, dan kami sedang dalam proses untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik tanpa memberatkan golongan yang lebih rentan,” ujar Parjiono.

Lebih lanjut, Parjiono menyampaikan bahwa pemerintah akan memperkuat jaring pengaman sosial melalui subsidi untuk membantu kelompok masyarakat yang terdampak.

Menurutnya, insentif perpajakan yang diberikan selama ini lebih banyak dirasakan oleh kalangan kelas menengah atas, yang tentunya tidak sebanding dengan dampak terhadap daya beli masyarakat umum.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan klarifikasi terkait pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebutkan kemungkinan penundaan kenaikan PPN tersebut.

Menurut Airlangga, sejauh ini tidak ada pembahasan internal pemerintah mengenai penundaan kenaikan PPN menjadi 12%, yang rencananya berlaku pada 2025 sesuai dengan ketentuan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai penundaan. Kenaikan PPN 12% masih sesuai rencana untuk diberlakukan pada 2025,” kata Airlangga kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024). (alf)

Ketum IKPI Apresiasi Antusiasme Ribuan Anggotanya di FGD RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam upaya memperkuat posisi dan eksistensi profesi konsultan pajak di Indonesia, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang membahas langkah lanjut mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak. Padahal, RUU ini pernah masuk menjadi bagian dari Daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR beberapa tahun lalu, tetapi hingga saat ini namanya hanya menghiasi daftar panjang RUU yang ada di Prolegnas.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, memberikan apresiasi kepada sedikitnya 1.084 anggotanya yang ikut serta di dalam FGD ini. Hal itu menunjukan antusias mereka yang bersama menginginkan lahirnya UU yang dinilai bisa melindungi para konsultan pajak dan wajib pajak tersebut.

Menurut Vaudy, gelaran FGD ini adalah langkah penting untuk mendiskusikan kebutuhan dan pengembangan lebih lanjut mengenai RUU Konsultan Pajak, yang diyakini akan memberikan dampak signifikan bagi dunia perpajakan di Indonesia, baik bagi konsultan pajak maupun bagi wajib pajak itu sendiri.

Vaudy menekankan bahwa RUU Konsultan Pajak sangat vital, mengingat profesi konsultan pajak memiliki peran strategis dalam mengawal penerimaan negara melalui kegiatan konsultasi yang mendalam terkait dengan perpajakan.

Sebagai mitra pemerintah,menurutnya, konsultan pajak berperan untuk melindungi wajib pajak dari praktik-praktik yang merugikan atau tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, keberadaan RUU ini tidak hanya bertujuan untuk melindungi kepentingan profesi konsultan pajak, tetapi juga untuk memastikan adanya standar yang jelas dalam melaksanakan tugas konsultasi perpajakan.

“RUU Konsultan Pajak ini merupakan langkah maju untuk mewujudkan perlindungan bagi wajib pajak dan juga profesionalisme dalam sektor perpajakan. Dengan adanya regulasi yang jelas, konsultan pajak bisa berfungsi lebih efektif sebagai mitra pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara,” kata Vaudy di Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Sekadar informasi, FGD yang dihadiri oleh 1.084 anggota IKPI yang mengikuti acara ini melalui Zoom Meeting dan live streaming YouTube IKPI. Acara ini dipandu oleh Ketua Departemen FGD, IKPI Suwardi Hasan, dan melibatkan pengurus IKPI, Tim Task Force RUU Konsultan Pajak, serta anggota IKPI.

Lebih lanjut Vaudy mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari partisipasi aktif IKPI dalam penyempurnaan RUU Konsultan Pajak. Dalam FGD tersebut, anggota IKPI diberikan kesempatan untuk menyampaikan usulan-usulan terkait pokok-pokok RUU yang perlu diperhatikan dalam pembahasan lebih lanjut.

Vaudy menambahkan bahwa FGD ini memberikan ruang bagi IKPI untuk menguatkan tim yang telah dibentuk untuk memperjuangkan disahkannya RUU Konsultan Pajak, serta untuk menjalin komunikasi yang lebih intensif dengan pihak-pihak terkait dalam proses lobi politik yang diperlukan.

Sebagai bagian dari langkah strategis, Vaudy juga menekankan pentingnya peran pemerintah, akademisi, DPR, mahasiswa, asosiasi pengusaha, dan stakeholder terkait untuk memberikan perspektif yang objektif dan ilmiah dalam penyempurnaan RUU Konsultan Pajak.

Vaudy juga menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses pembahasan RUU Konsultan Pajak. Salah satunya adalah perbedaan pandangan antara berbagai stakeholder yang perlu dijembatani agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.

Meskipun demikian, Ia optimis bahwa dengan kerja sama yang solid antara IKPI, pemerintah, DPR, dan stakeholder lainnya, RUU ini dapat segera disahkan dan menjadi landasan yang kokoh bagi pengembangan profesi konsultan pajak di Indonesia.

“Penyusunan dan pengesahan RUU Konsultan Pajak adalah proses yang panjang dan memerlukan kesabaran, tetapi kami yakin dengan dukungan dari semua pihak, RUU ini akan segera terwujud. Kami siap untuk terus bekerja keras agar kepentingan profesi konsultan pajak, wajib pajak, dan negara dapat tercapai,” kata Vaudy. (bl)

 

 

 

Ketum IKPI Beri Selamat Atas Pengukuhan Sekum Edy Gunawan sebagai Associate Professor

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, mengucapkan selamat atas pengukuhan Sekretaris Umum (Sekum) IKPI Edy Gunawan, sebagai Associate Professor dalam bidang pajak. Pengukuhan ini merupakan pengakuan atas kontribusi besar Edy Gunawan dalam dunia pendidikan dan konsultan pajak di Indonesia.

Vaudy menyampaikan, pengukuhan Edy Gunawan sebagai Associate Professor adalah sebuah pencapaian luar biasa, tentunya tidak hanya sebagai pribadi, melainkan juga bagi IKPI, dunia pendidikan dan sektor perpajakan di Indonesia.

“Kami sangat bangga dengan pencapaian ini. Pak Edy tidak hanya berkontribusi besar dalam dunia praktik pajak, tetapi juga dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan. Hal ini sejalan dengan visi IKPI untuk terus mendorong peningkatan kualitas para konsultan pajak di Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Menurut Vaudy, pencapaian Edy Gunawan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi generasi muda profesional pajak untuk terus belajar dan mengembangkan diri serta mendorong lebih banyak lagi konsultan pajak yang berperan aktif dalam dunia akademik.

“Dengan gelar Associate Professor ini, Pak Edy semakin memperkuat peran IKPI dalam memberikan kontribusi pada pendidikan pajak yang berkualitas. Kami berharap ini dapat membuka lebih banyak peluang untuk kolaborasi antara akademisi dan praktisi pajak dalam rangka memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia,” ujarnya berharap.

Ia menegaskan, IKPI akan terus mendukung pengembangan sumber daya manusia di bidang pajak, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun kegiatan akademik lainnya. Karena, pengukuhan salah satu Pengurus Pusat IKPI sebagai Associate Professor ini merupakan simbol komitmen IKPI dalam menciptakan konsultan pajak yang tidak hanya memiliki keterampilan teknis yang mumpuni, tetapi juga wawasan akademik yang luas.

Menurut Vaudy, sebagai Sekretaris Umum IKPI, Edy Gunawan dikenal sebagai sosok yang sangat berdedikasi dalam dunia pendidikan dan konsultan pajak. Dengan pengukuhan ini, diharapkan dapat semakin berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan praktek perpajakan di Indonesia.

Pada kesempatan terpisah, Edy Gunawan mengungkapkan rasa syukurnya atas pengukuhan dirinya sebagai Associate Professor. “Ini adalah sebuah kehormatan besar bagi saya, dan saya merasa sangat bersyukur atas dukungan yang telah diberikan oleh keluarga besar IKPI, serta rekan-rekan sejawat yang telah bersama-sama berjuang dalam pengembangan profesi ini,” ujar Edy.

Lebih lanjut Edy menyatakan, pengukuhan ini tidak hanya menjadi pencapaian pribadi, tetapi juga menjadi momentum untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pajak.

“Saya berharap dapat terus berkontribusi untuk memajukan profesi konsultan pajak di Indonesia, terutama dalam menciptakan kolaborasi yang lebih erat antara akademisi, praktisi, dan pemerintah. IKPI sebagai wadah bagi konsultan pajak harus terus berperan aktif dalam mendorong terciptanya sistem perpajakan yang lebih baik dan adil,” ujarnya.

Menurutnya, dengan kepemimpinan Vaudy Starworld sebagai Ketua Umum IKPI dan seluruh pengurus dan anggota IKPI yang juga berprofesi sebagai praktisi dan akademisi, langkah ini diyakini akan semakin memperkuat kedudukan IKPI sebagai organisasi yang berkomitmen pada kualitas pendidikan dan pengembangan profesi konsultan pajak di tanah air.

“Banyak juga anggota IKPI yang menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi ternama. Dedikasi mereka untuk membesarkan IKPI dan memperkuat sektor perpajakan melalui dunia pendidikan sangat kuat dan tidak perlu diragukan lagi,” kata Edy. (bl)

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Pelaku Industri Terkait Kenaikan UMP 6,5%

IKPI, Jakarta: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa pihaknya sedang membahas berbagai insentif dan stimulus untuk membantu pelaku industri, seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% yang baru-baru ini diumumkan. Pembahasan ini bertujuan untuk memastikan dunia usaha dapat beradaptasi dengan kebijakan tersebut.

“Kemarin kita membahas bantuan atau insentif yang perlu dan akan disiapkan oleh pemerintah untuk membantu dunia usaha, khususnya industri,” ujar Menperin Agus dalam keterangan pers di Jakarta pada Kamis (5/12/2024).

Sebagai contoh, salah satu insentif yang dibahas adalah yang berkaitan dengan sektor otomotif. Pemerintah akan memberikan stimulus berupa pengurangan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPn DTP), tidak hanya untuk kendaraan listrik, tetapi juga untuk kendaraan hybrid dan jenis mobil lainnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat serta membantu industri otomotif.

Menperin menjelaskan bahwa kenaikan UMP yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang menurutnya sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan ini perlu dilakukan untuk menciptakan daya beli yang lebih baik di masyarakat,” ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto juga menyatakan bahwa para pelaku industri akan menyesuaikan kebijakan tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ia berharap kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan dapat mendukung peningkatan daya saing industri di Indonesia.

Pemerintah terus mendorong sektor industri untuk beradaptasi dengan berbagai kebijakan baru yang akan diterapkan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (alf)

DJP Uji Coba Implementasi Coretax di Kanwil Jakarta Pusat dan Batam

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa sistem pajak digital terbaru, Coretax, akan mulai diterapkan pada awal Januari 2025. Saat ini, sistem tersebut sedang menjalani tahap akhir pengujian untuk memastikan kelancaran operasional sebelum digunakan oleh seluruh wajib pajak.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, pengujian akhir dilakukan melalui proses Uji Operasional/Operational Acceptance Test (OAT). Dua kantor wilayah (kanwil) yaitu Kanwil Jakarta Pusat dan Batam, saat ini sedang menjalankan uji coba implementasi Coretax.

“Setelah OAT ini selesai, barulah kemudian Coretax akan go live di awal Januari 2025. Mudah-mudahan tesnya bisa berjalan dengan baik, tinggal sedikit lagi dan segera bisa diimplementasikannya,” ujar Dwi kepada media, Kamis (5/12/2024)

Dwi menambahkan, Coretax akan mempermudah wajib pajak dengan mengintegrasikan berbagai layanan perpajakan dalam satu platform digital. Layanan-layanan yang sebelumnya terpisah seperti DJP Online, e-Nofa, e-Faktur, e-Filing, e-Billing, e-Reg, hingga e-Bupot, kini dapat diakses dalam satu aplikasi dengan menggunakan satu akun dan password.

“Ini yang saya katakan menurunkan cost of compliance. Yang tadinya harus mengakses berbagai aplikasi dengan berbagai password, sekarang semuanya bisa dilakukan dalam satu platform, Coretax,” ujarnya.

Lebih lanjut Dwi menjelaskan, bahwa implementasi Coretax juga akan memberikan dampak positif bagi DJP. Coretax akan meningkatkan kemampuan DJP dalam mengelola administrasi perpajakan berbasis data dan pengetahuan yang lebih akurat, yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

Selain itu, sistem ini juga diharapkan dapat menurunkan biaya administrasi bagi DJP melalui digitalisasi layanan, peningkatan kredibilitas data, dan penyederhanaan proses bisnis.

Dengan demikian, DJP berharap Coretax dapat membawa kemudahan bagi wajib pajak dan efisiensi dalam pengelolaan administrasi perpajakan. Implementasi ini diharapkan dapat dimulai pada awal tahun 2025 setelah pengujian selesai. (alf)

DJP Ungkap Pemadanan NIK-NPWP Capai 99,32 Persen

IKPI, Jakarta: Menjelang implementasi sistem Core Tax Administration System (Coretax) pada awal 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan bahwa pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) telah hampir rampung. Dari data yang dihimpun tercatat, per 3 Desember 2024 pemadanan NIK-NPWP telah mencapai 75.939.355 dari total 76.460.637 NIK, atau sekitar 99,32 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menyampaikan bahwa hanya sekitar 0,68 persen atau sekitar 521 ribu data yang belum dipadankan. Pemadanan ini dilakukan dengan dua cara, yakni melalui sistem yang telah mengakomodasi 71,34 juta NIK-NPWP, dan secara mandiri oleh wajib pajak yang berjumlah 4,6 juta.

Dwi mengimbau kepada wajib pajak untuk segera menyelesaikan proses pemadanan NIK-NPWP, mengingat sistem Coretax yang rencananya akan diimplementasikan pada awal 2025.

Sekadar informasi, Coretax sendiri merupakan sistem administrasi perpajakan inti yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak. Selain itu, Coretax akan mengotomasi layanan administrasi pajak dan memberikan analisis data berbasis risiko untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Ia mengungkapkan, menunggu peluncuran Coretax, Kementerian Keuangan baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, yang mengatur ketentuan perpajakan terkait implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan. PMK 81/2024 ini mencabut 42 peraturan perpajakan yang ada sebelumnya. Salah satu perubahan signifikan dari peraturan baru ini adalah penyeragaman tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, meskipun tidak semua jenis pajak memiliki tanggal jatuh tempo yang sama.

Penjelasan teknis mengenai implementasi Coretax kata Dwi, juga tercantum dalam Pasal 464 hingga 467 PMK 81/2024, yang mengatur tentang pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak mulai masa pajak Januari 2025, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun pajak 2025 yang dilakukan secara terpusat menggunakan NPWP.

Selain itu, PMK ini juga mengatur tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS), penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, serta imbalan bunga yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Untuk beberapa ketentuan lainnya, seperti pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Namun kata Dwi, sejumlah ketetapan terkait dengan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) oleh wajib pajak masih dalam pembahasan dan akan ditetapkan lebih lanjut.

Artinya, dengan hampir rampungnya pemadanan NIK-NPWP dan penerapan PMK 81/2024, implementasi sistem Coretax diharapkan dapat meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan serta mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik di seluruh Indonesia.(alf)

DJP Umumkan Pengisian SPT PPh 2024 Masih Menggunakan DJP Online, Coretax Baru Berlaku 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun 2024, yang akan disampaikan pada awal 2025, masih akan menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Keputusan ini diambil meskipun DJP memiliki Coretax Administration System, sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) yang akan mulai berlaku pada Januari 2025.

Demikian dikatakan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Kemenkeu Dwi Astuti kepada media, Kamis (5/12/2024).

Dwi menjelaskan, bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan 2024. “Demi kemudahan dan keberlanjutan wajib pajak, jadi SPT Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi atau badan, kita masih menggunakan saluran yang lama,” kata Dwi.

Ia menjelaskan, data transaksi wajib pajak pada 2024 belum tercatat dalam sistem Coretax, sehingga sistem tersebut baru dapat digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2025, yang akan dilaporkan pada 2026. “Secara transaksi kan belum tercatat ya, nanti baru tercatatnya itu di 2025,” ujarnya.

Dijelaskan Dwi, dalam pelaporan SPT Tahunan 2024, wajib pajak orang pribadi akan melaporkan SPT melalui e-filing di DJP Online, sementara wajib pajak badan atau perusahaan akan menggunakan e-Form DJP Online.

Sementara itu lanjutnya, untuk SPT Tahunan PPh 2025 baik untuk orang pribadi maupun badan, wajib pajak akan mulai menggunakan sistem Coretax, yang akan diberlakukan pada pelaporan tahun 2026.

Dwi menegaskan bahwa kebijakan transisi ini dimaksudkan untuk memastikan kelancaran pelaporan pajak tanpa gangguan terkait sistem yang masih dalam tahap implementasi. (alf)

IKPI Pastikan Setiap Anggotanya Dapatkan Bantuan Hukum Dalam Menjalankan Profesinya

IKPI, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan 13 Ketua Pengurus Daerah (Pengda) di seluruh Indonesia. Bahkan, beberapa Pengda telah membentuk Kepengurusannya di periode 2024-2029, yang menjadi bukti komitmen IKPI dalam memperluas dan memperkuat struktur organisasi di tingkat daerah.

Langkah ini disebut merupakan bagian dari upaya untuk semakin meningkatkan kualitas dan pelayanan kepada anggota di berbagai wilayah.

Sesuai dengan arahan dari Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, setiap Pengda diwajibkan untuk membentuk Divisi Hukum yang anggotanya berlatar belakang Advokat. Ini adalah langkah penting, mengingat tantangan hukum yang kerap dihadapi oleh konsultan pajak dalam menjalankan profesinya.

Demikian dikatakan Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum, IKPI Andreas Budiman di Palembang, Kamis (5/12/2024).

Dikatakan Andreas, pembentukan Divisi Hukum ini bertujuan agar setiap Pengda memiliki kapasitas yang memadai dalam memberikan dukungan hukum yang diperlukan oleh anggota, baik dalam menghadapi permasalahan hukum terkait profesi maupun dalam memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh konsultan pajak selalu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Visi kami di Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum adalah untuk menciptakan keselarasan dalam pelayanan hukum kepada anggota IKPI, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dengan adanya Divisi Hukum di tiap Pengda, diharapkan kualitas pelayanan hukum dapat lebih terstruktur dan maksimal. Kami juga akan menjalankan Program CEKAL (Cegah dan Tangkal) sebagai bentuk perlindungan anggota,” ujarnya.

Ia menegaskan, Departemennya ingin memastikan bahwa seluruh anggota IKPI, baik yang berada di tingkat Pengda maupun Pengcab, dapat mengakses informasi dan bantuan hukum dengan mudah dan cepat, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perpajakan dan regulasi yang terus berkembang.

“Agenda pertama kami di Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum adalah melakukan edukasi dan sosialisasi hukum kepada Pengda dan Pengcab. Edukasi ini mencakup berbagai aspek hukum yang relevan dengan profesi konsultan pajak, seperti peraturan perpajakan terbaru, etika profesi, serta hak dan kewajiban konsultan pajak dalam berinteraksi dengan klien dan instansi terkait,” ujarnya.

Andreas berharap, dengan edukasi yang baik dan menyeluruh, Pengda dan Pengcab dapat menjadi garda terdepan dalam menyebarkan informasi hukum kepada anggota di wilayahnya masing-masing.

Tidak hanya itu, Andreas juga merencanakan agenda besar untuk tahun 2025, yaitu audiensi dengan beberapa institusi hukum, baik di dalam jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun di luar DJP, termasuk lembaga peradilan dan institusi hukum lainnya.

Audiensi ini bertujuan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan berbagai pihak terkait dan untuk memastikan bahwa IKPI dapat menjadi mitra strategis dalam pengembangan kebijakan perpajakan yang lebih adil dan transparan. “Kami juga berharap melalui audiensi ini, kami dapat meminimalisir terjadinya konflik hukum yang melibatkan anggota IKPI, serta memberikan kontribusi positif dalam penyusunan kebijakan perpajakan yang mendukung keberlanjutan profesi konsultan pajak,” ujarnya.

Lebih lanjut Andreas menyampaikan bahwa pesan Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, agar kedepan tidak ada lagi masalah hukum yang melibatkan anggota IKPI. “Dalam rangka mewujudkan harapan ini, kami di Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum akan terus bekerja keras untuk memberikan pendampingan hukum yang terbaik bagi setiap anggota. Kami juga akan berfokus pada peningkatan kapasitas anggota dalam memahami regulasi perpajakan serta mekanisme hukum yang berlaku, sehingga dapat menghindari potensi masalah hukum di masa depan,” ujarnya.

Dengan langkah-langkah konkret yang telah dan akan kami lakukan ini, Ia berharap IKPI dapat menjadi organisasi yang tidak hanya unggul dalam memberikan layanan profesi kepada klien, tetapi juga menjadi contoh dalam penerapan profesionalisme dan kepatuhan hukum di bidang perpajakan.(bl)

 

 

en_US